Anda di halaman 1dari 28

MANAJEMEN RISIKO (EKM 411 BP1)

“Metode Pengukuran Risiko Kredit dan Manajemen Risiko Kredit”

Oleh Kelompok 5:
Rafa Sayyidatul Wafiyyah 1707521075 / 13
I Ketut Arya Adhiyasa 1707521082 / 14
Ni Kadek Putri Wahyuni 1707521083 / 15
Gede Angga Pratama Saputra 1707521087 / 16

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
Pokok Bahasan:

1. Definisi dan Ilustrasi Risiko Kredit


2. Penilaian Kualitatif
3. Penilaian Kuantitatif: Rating dan Analisis Diskriminan
4. Manajemen Risiko Kredit
PEMBAHASAN MATERI

1. DEFINISI DAN ILUSTRASI RISIKO KREDIT.


Risiko kredit adalah risiko yang timbul dalam hal debitur gagal
memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran pokok ataupun bunga
sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit; di samping risiko
suku bunga, risiko kredit merupakan salah satu risiko utama dalam
pelaksanaan pemberian kredit bank (credit risk).
Risiko kredit terjadi jika counterparty (pihak lain dalam transaksi
bisnis kita) tidak bisa memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Risiko kredit
menjadi semakin penting karena akhir-akhir ini banyak peristiwa gagal
bayar yang dialami oleh perusahaan-perusahaan domestic, luar negeri,
bahkan Negara sekalipun. Sebagai contoh, pada tahun 1980-an pinjaman
yang diberikan kepada Negara berkembang (seperti Negara Amerika
Latin) mengalami masalah sehingga mendorong bank-bank yang memberi
pinjaman mengalami kesulitan. Pada saat krisis ekonomi, tingkat bunga
yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, persoalan risiko kredit
lebih serius.
Contoh lainnya, Bank A memberikan kredit perumahan kepada
debitur perorangan. Saat memberikan kredit tersebut, bank memiliki risiko
bahwa sebagian – atau seluruh – debitur perorangan tersebut akan gagal
membayar bunga ataupun pokok kredit yang diterimanya. Risiko kredit
timbul dari adanya kemungkinan bahwa kredit yang diberikan oleh bank,
atau obligasi yang dibeli, tidak dapat dibayarkan kembali. Risiko kredit
juga timbul dari tidak dipenuhinya berbagai bentuk kewajiban pihak lain
kepada bank, seperti kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran dalam
kontrak derivatif. Untuk sebagian bank, risiko kredit merupakan risiko
terbesar yang dihadapi. Pada umumnya, marjin yang diperhitungkan untuk
mengantisipasi risiko kredit hanyalah merupakan bagian kecil dari total
kredit yang diberikan bank dan oleh karenanya kerugian pada kredit dapat
menghancurkan modal bank dalam waktu singkat.
2. PENILAIAN KUALITATIF.
Kerangka 3R dan 5C + 2C pada umumnya digunakan dalam
menganalisis kemampuan melunasi kewajiban dari calon nasabah bank.
Kerangka tersebut juga dapat digunakan untuk menganalisis risiko kredit
perusahaan. Menurut Munawir (2002:235), analisis prinsip 5C adalah
sebagai berikut:

1. Character
Menunjukkan kemauan peminjam (debitur) untuk memenuhi
kewajibannya. Kemauan tersebut lebih berkaitan dengan sifat dan
watak peminjam. Seorang yang mempunyai kemampuan
mengembalikan pinjaman, tetapi tidak mau mengembalikan, akan
mempunyai character yang tidak mendukung pemberian kredit.
Pemberi pinjaman akan dan harus memperhatikan karakteristik ini
dengan seksama.

2. Capacity
Kemampuan peminjam untuk melunasi kewajiban utangnya,
melalui pengelolaan perusahaannya dengan efektif dan efisien.
Jika peminjam bisa mengelola perusahaannya dengan baik,
perusahaan bisa memperoleh keuntungan, maka kemungkinan
bisa mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi. Capacity bisa
dilihat melalui masa lalu (prestasi masa lalu atau track of record
masa lalu).

3. Capital
Posisi keuangan pcrusahaan (peminjam) secara keseluruhan.
Kondisi keuangan bisa dilihat melalui analisis keuangan, seperti
analisis rasio. Dalam hal ini, bank atau lembaga keuangan harus
memperhatikan komposisi utang dengan modal sendiri. Jika utang
terlalu besar, maka kemungkinan perusahaan akan mengalami
kesulitan keuangan juga akan semakin besar, dan sebaliknya.

4. Collateral
Aset yang dijaminkan (dijadikan agunan) untuk suatu pinjaman.
Jika karena sesuatu hal pinjaman tidak bisa dikembalikan, jaminan
bisa dijual untuk menutup pinjaman tersebut. Lembaga Keuangan
bisa meminta jaminan yang nilainya melebihi jumlah pinjaman.

5. Conditions
Sejauh mana kondisi perekonomian akan mempengaruhi
kemampuan mengembalikan pinjaman. Jika kondisi perekonomian
memburuk maka kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan
keuangan akan semaki tinggi, yang membuat kemungkinan
perusahaan mengalami kesulitan melunasi pinjaman, juga semakin
tinggi.

Kemudian menurut Mahmoeddin (2002:124) menambahkan prinsip


penilaian kredit adalah sebagai berikut:

6. Coverage
Coverage merupakan jaminan kredit yang telah
diasuransikan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Jika
proyek perusahaan yang dibiayai mengalami kegagalan dan
kesulitan dalam melunasi kredit, maka pihak asuransi akan
membayar atau mengganti sesuai kesepakatan berapa besar dari
jumlah kredit yang diberikan.
Dalam Coverage (penutupan) ini melibatkan dua pihak yaitu
tertanggung dan penanggung. Penanggung disini menjamin pihak
tertanggung bahwa ia akan mendapatkan penggantian
terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya,
sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu
akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan
saat/kapan terjadinya, tetapi dalam hal ini prosedur tersebut
dapat dilakukan bila pihak tertanggung melakukan klaim
asuransi. Sebagai kontra prestasinya pihak tertanggung
diwajibkan membayar sejumlah uang kepada penanggung, yang
besarnya sekian persen dari nilai pertanggungan yang biasa
disebut premi.

7. Constrains
Constraints adalah batasan dan hambatan yang tidak
memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat
tertentu, misalnya pendirian suatu usaha pompa bensin yang
disekitarnya terdapat banyak bengkel las atau pembakaran batu
bata. Masalah mengenai constraint ini agak sukar untuk
dirumuskan karena tidak ada peraturan yang tertulis untuk hal itu
dan masalahnya juga tidak selalu dapat diidentifikasikan secara
fisik, lebih menyangkut kepada moral.

Adapun prinsip 3R yang dijelaskan oleh Hasibuan (2002:108)


sebagai berikut:

1. Returns
Hasil yang diperoleh dari penggunaan kredit yang diminta, apakah
kredit tersebut bisa menghasilkan return (pendapatan) yang
memadai untuk melunasi hutang dan bunganya. Apabila hasil yang
diperoleh cukup untuk membayar pinjamannya dan sekaligus
membantu perkembangan usaha calon debitur bersangkutan maka
kredit diberikan. Akan tetapi jika sebaliknya maka kredit jangan
diberikan.

2. Repayment capacity
Repayment capacity adalah kemampuan perusahaan
mengembalikan pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran
tersebut jatuh tempo. Pembayaran kembali oleh debitur (kelak)
harus sudah dapat diramalkan oleh analisis. Hal ini ada
hubungannya dengan hasil yang akan dicapai dan rencana
penetapan jadwal pengembalian kredit.

3. Risk-bearing ability
Risk-bearing ability adalah memperhitungkan besarnya
kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko,
apakah perusahaan calon debitur resikonya besar atau kecil.
Kemampuan perusahaan menghadapi risiko ditentukan oleh
besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha, dan
manajemen perusahaan bersangkutan. Jika Risk-bearing ability
perusahaan besar maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila Risk-
bearing ability perusahaan kecil maka kredit juga akan dicairkan.

3. PENILAIAN KUANTITATIF : RATING DAN ANALISIS


DISKRIMINAN
3.1 Rating Perusahaan
Perusahaan, atau bahkan negara seperti Indonesia, yang akan
menerbitkan surat utang, baik jangka panjang (obligasi), atau jangka
pendek (commercial paper), biasanya akan di-rating. Rating tersebut
menunjukkan tingkat risiko perusahaan tersebut. Melalui rating tersebut,
calon pembeli obligasi diharapkan memperoleh gambaran mengenai risiko
perusahaan yang akan menerbitkan surat utang tersebut. Perusahaan
tidak harus memperoleh rating tersebut (kecuali kalau disyaratkan), dan
ketika rating tersebut sudah jadi, perusahaan mempunyai opsi (hak) untuk
tidak mempublikasikan rating tersebut. Tetapi risikonya adalah calon
pembeli surat utang tidak akan percaya terhadap perusahaan yang tidak
mempunyai rating. Perhatikan rating biasanya dilakukan oleh perusahaan
yang akan menjual surat utang, tidak untuk perusahaan yang akan
menjual sahamnya ke publik. Pemegang saham, karena akan menjadi
pemilik, diasumsikan sudah melakukan analisis sendiri mengenai risiko
dan prospek perusahaan yang sahamnya akan dibeli.
Di Indonesia, contoh perusahaan per-rating adalah PT Pefindo. Di
Amerika Serikat, contoh perusahaan rating adalah Standard and Poor’s
(S&P) dan Moodys. Table berikut ini menyajikan klasifikasi rating dari
Pefindo dengan penjelasannya. Rating yang diberikan oleh S&P dan
Moodys pada dasarnya sama.
Table 1. Klasifikasi Rating

Ratin Keterangan
g
AAA Instrument utang dengan risiko sangat rendah, tangkat
pengembalian teramat baik (excellent); perubahan pada
kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi tidak akan
berpengaruh secara signifikan terhadap risiko investasi.
AA Instrumen utang dengan risiko sangat rendah. Tingkat
pengembalian yang sangat baik; perubahan pada
kondisi keuangab, bisnis, atau ekonomi barangkali akan
berpengaruh terhadap risiko investasi, tetapi tidak terlalu
besar.
A Pengembalian utang dengan risiko rendah. Tingkat
pengembalian yang baik; meskipun perubahan pada
kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi akan
meningkatkan risiko investasi.
BBB Tingkat pengembalian yang memadai. Perubahan pada
kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi mempunyai
kemungkinan besar meningkatkan risiko investasi
dibandingkan dengan kategori yang lebih tinggi.
BB Investasi. Perusahaan mempunyai kemampuan
membayar bunga dan pokok pinjaman, tetapi
kemampuan tersebut rawan terhadap perubahan pada
kondisi ekonomi, bisnis, dan keuangan.
B Instrument utang saat ini mengandung risiko investasi.
Tingkat pengembalian tidak terlindungi secara memadai
terhadap kondisi ekonomi, bisnis, dan keuangan.
C Instrument keuangan yang bersifat spekulatif dengan
kemungkinan besar bangkrut.
D Instrument keuangan sedang default/bangkrut.
Catatan : tanda + atau – bisa ditambahkan di belakang rating untuk
menegaskan tingkat rating lebih lanjut. Sebagai contoh, suatu
perusahaan barangkali mempunyai rating A+, yang berarti rating
tingkat A atas.

Perusahaan dengan rating AAA mempunyai risiko kredit yang


paling rendah. Perusahaan dengan rating C mempunyai risiko kredit yang
tinggi sekali. Dengan data tersebut, kita bisa memperoleh gambaran
tingkat risiko kredit. Untuk melihat seberapa akurat prediksi risiko kredit
oleh lembaga pe-rating, tabel berikut ini menyajikan tingkat kebangkrutan
untuk setiap kategori rating Moody’s, satu tahun sampai lima tahun
sesudah obligasi dikeluarkan berdasarkan data historis di Amerika Serikat.
Rating dikeluarkan pada saat obligasi dikeluarkan :

Tabel 2. Tingkat kebangkrutan sesudah pengeluaran obligasi (%)

Tahun 1 2 3 4 5
Aaa Marjinal 0,00 0,00 0,00 0,07 0,16
Komulatif 0,00 0,00 0,00 0,07 0,23
Aa1 Marjinal 0,00 0,00 0,00 0,31 0,00
Komulatif 0,00 0,00 0,00 0,31 0,31
Aa2 Marjinal 0,00 0,00 0,09 0,20 0,36
Komulatif 0,00 0,00 0,09 0,29 0,65
Aa3 Marjinal 0,09 0,06 0,12 0,15 0,18
Komulatif 0,09 0,15 0,27 0,42 0,60
A1 Marjinal 0,00 0,04 0,45 0,30 0,22
Komulatif 0,00 0,04 0,49 0,79 1,01
A2 Marjinal 0,00 0,04 0,17 0,36 0,31
Komulatif 0,00 0,04 0,21 0,57 0,88
A3 Marjinal 0,00 0,20 0,17 0,15 0,09
Komulatif 0,00 0,20 0,37 0,52 0,61
Baa1 Marjinal 0,06 0,33 0,40 0,38 0,36
Komulatif 0,06 0,39 0,79 1,17 1,53
Baa2 Marjinal 0,06 0,20 0,09 0,72 0,63
Komulatif 0,06 0,26 0,35 1,07 1,70
Baa3 Marjinal 0,45 0,61 0,74 1,07 0,82
Komulatif 0,45 1,06 1,80 2,87 3,69
Ba1 Marjinal 0,85 1,83 1,78 2,57 2,49
Komulatif 0,85 2,68 4,46 7,03 9,52
Ba2 Marjinal 0,73 2,64 3,10 2,96 2,85
Komulatif 0,73 3,37 6,47 9,43 12,28
Ba3 Marjinal 3,12 4,97 5,40 5,06 4,60
Komulatif 3,12 8,09 13,49 18,55 23,15
B1 Marjinal 4,50 6,40 6,43 6,11 5,61
Komulatif 4,50 10,90 17,33 23,44 29,05
B2 Marjinal 8,75 6,43 6,92 5,85 3,91
Komulatif 8,75 15,18 22,10 27,95 31,86
B3 Marjinal 13,49 8,37 5,98 4,24 4,02
Komulatif 13,49 21,86 27,84 32,08 36,10

Sebagai contoh, untuk rating AAA, pada satu tahun sesudah


obligasi dikeluarkan (rating juga dikeluarkan), tidak ada perusahaan yang
mengalami kegagalan bayar (default). Empat tahun sesudah obligasi
dikeluarkan ada perusahaan mengalami kegagalan bayar sebesar 0,07%,
sehingga kumulatif kegagalan bayar pada tahun keempat adalah 0,07%.
Pada tahun kelima terjadi kegagalan bayar sebesar 0,16%, sehingga
kegagalan bayar kumulatif menjadi 0,23% (0,07 + 0,16). Dengan cara
yang sama, kegagalan bayar marjinal dan kumulatif bisa dihitung untuk
kategori rating yang lain bisa lakukan.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa rating yang dikeluarkan oleh
perushaaan rating cukup baik memprediksi risiko kegagalan bayar (default
risk). Perusahaan yang mempunyai kategori rating jelek mempunyai
kemungkinan untuk default lebih besar.
3.2 Model Skoring Kredit :
a. Model Diskriminan
Analisis diskriminan pada dasarnya ingin melihat apakah suatu
perusahaan sebaiknya dimasukkan ke dalam kategori tertentu. Sebagai
contoh, misalkan kita mempunyai dua kategori yaitu perusahaan yang
mengalami kegagalan bayar dan yang tidak mengalami kegagalan bayar.
Kemudian kita mengumpulkan informasi, misal informasi laporan
keuangan seperti rasio lancar, rasio profitabilitas, yang akan digunakan
untuk memprediksi apakah suatu perusahaan layak dimasukkan ke dalam
kategori gagal bayar atau tidak. Yang pertama kali perlu dilakukan adalah
mengestimasi persamaan diskriminan, yaitu dengan menggunakan
variabel tidak bebas yang bersifat kategori, yaitu gagal bayar dan tidak
gagal bayar, dan menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai variabel
tidak bebas.
Sebagai contoh, berikut ini fungsi diskriminan yang diestrimasi oleh
penelitian Altman (1968) :
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4, 1,0X5
Dimana X1 = rasio modal kerja / total asset

X2 = rasio laba yang ditahan / total asset

X3 = rasio laba sebelum bunga dan pajak / total asset

X4 = rasio nilai pasar saham / nilai buku saham

X5 = rasio penjualan / total asset

Setelah fungsi diskriminan diestimasi, tahap berikutnya adalah


menggunakan fungsi tersebut untuk memprediksi kegagalan bayar. Model
di atas memasukkan harga pasar saham, sehingga model tersebut bisa
digunakan hanya untuk perusahaan public. Altman kemudian memperoleh
model di atas supaya bisa digunakan untuk perusahaan non publik. Model
baru tersebut adalah sebagai berikut :

Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5

Dimana X1 = rasio modal kerja / total asset


X2 = rasio laba yang ditahan / total asset

X3 = rasio laba sebelum bunga dan pajak / total asset

X4 = rasio nilai buku saham preferen dan saham biasa / nilai buku
total hutang

X5 = rasio penjualan / total asset

Cut-off atau batas untuk pengambilan kesimpulan kedua model tersebut


bisa dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3. Cut-off rate model diskriminan.

Model pasar Model nilai buku


Batas tidak bangkrut 2,99 2,90
Batas bangkrut 1,81 1,20
Wilayah abu-abu 1,81-2,99 1,20-2,90

Misalkan ada dua perusahaan dengan data rasio keuangan berikut ini :

X Y
Rasio modal kerja / total asset 0,25 0,005
Rasio laba yang ditahan / total asset 0,1 0,001
Rasio laba sebelum bunga dan pajak / 0,1 -0,2
total asset
Rasio nilai pasar saham / nilai buku 2 1,2
saham
Rasio penjualan / total aset 2 1,5

Karena menggunakan informasi harga per saham, maka kita


menggunakan model yang pertama, sehingga perhitungan nilai Z bisa
dilihat berikut ini :

ZA = 1,2 (0,25) + 1,4 (0,1) + 3,3 (0,1) + 0,6 (2) + 1,0 (2) = 3,97
Za = 1,2 (0,005) + 1,4 (0,01) + 3,3 (-0,2) + 0,6 (1,2) + 1,0 (1,25) =
1,33

Karena nilai X untuk A di atas batas bangkrut (3,97 > 2,99), maka Altman
memprediksi bahwa A tidak bangkrut. Sebaliknya, karena Z untuk B di
bawah batas bawah (1,33 < 1,81), maka Altman memprediksi bahwa
perusahaan B akan mengalami kebangkrutan.

b. Model Probabilitas Liniear

Model ini dapat menghasilkan angka yang mencerminkan seberapa


besar kegagalan bayar (risiko kredit). Langkah pertama dalam model
ini yaitu mengestimasi persamaan dengan mengumpulkan data
perusahaan yang gagal bayar dan tidak gagal bayar. Variable gagal
bayar menjadi variable tidak bebas (dependent). Kemudian diberi kode
masing-masing. Lalu mengumpulkan data untuk variable bebas (missal
rasio-rasio keuangan), setelah terkumpul estimasi bias dilakukan
dengan teknik regresi linear.

Perusahaan yang gagal bayar diberi kode 0, yang tidak gagal bayar
diberi kode 1.

Z = 0,2 + 1,3 X1 + 0,5 X2

Dimana :

X1 = Rasio modal kerja/total asset

X2 = Rasio laba sebelum bunga dan pajak/total asset

Keterangan A B C
Total Aset Rp 100 miliar Rp 50 miliar Rp 100 miliar
Modal Kerja Rp 40 miliar Rp 5 miliar Rp 50 miliar
Laba sebelum Bunga Rp 40 miliar - Rp 2,5 Rp 40 miliar
dan Pajak miliar
X1 0,4 0,1 0,5
X2 0,4 -0,05 0,4
ZA = 0,2 + 1,3 (1,4) + 0,5 (0,4) = 0,92

ZB = 0,2 + 1,3 (0,1) + 0,5 (-0,05) = 0,305

Sehingga perusahaan A mempunyai risiko kredit yang lebih rendah


dibandingkan dengan perusahaan B

ZC = 0,2 + 1,3 (0,5) + 0,5 (0,4) = 1,05

Angka ini lebih besar dari 1, padahal nilai probabilitas maksimum adalah
1. Untuk menghindari kemungkinan ini, dapat menggunakan teknik regresi
logit, dimana variable dependen “dipaksa” untuk berada pada wilayah 0
dan 1.

c. Model Probabilitas Logit

Logit (Y) = log {(Y/(1-Y))} = a + b1 X1 + b2 X2

Atau

Y = {exp (a + b1 X1 + b2 X2)}/{1 + exp (a + b1 X1 + b2 X2)}

Menggunakan data sebelumnya

Perhitungannya

YA = exp {0,2 + 1,3 (0,4) + 0,5 (0,4)}/{1+ exp {0,2 + 0,3 (0,4) + 0,5 (0,4)}} =
0,715

YB = exp {0,2 + 1,3 (0,1) + 0,5 (-0,05)}/{1 + exp {0,2 + 1,3 (0,1) + 0,5 (-
0,05)}} = 0,576

YC = exp {0,2 + 1,3 (0,5) + 0,5 (0,4)}/{1 + exp {0,2 + 1,3 (0,5) + 0,5 (0,4)}}
= 0,746

Hasil diatas menunjukkan bahwa perusahaan C mempunyai probabilitas


tidak gagal bayar paling tinggi. Dan menunjukkan bahwa probabilitas akan
berada pada angka 0 dan 1, inklusif.
4. MANAJEMEN RISIKO KREDIT
Penerapan Manajemen Risiko
Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit, termasuk pengelolaan
Risiko Konsentrasi Kredit (credit concentration risk), bagi Bank secara
individual maupun bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan
Anak paling kurang mencakup:
4.1. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
Dalam penerapan Manajemen Risiko melalui pengawasan aktif
Dewan Komisaris dan Direksi untuk Risiko Kredit, maka selain
melaksanakan pengawasan aktif bank perlu menerapkan beberapa hal
dalam tiap aspek pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, sebagai
berikut:
4.1.1. Kewenangan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan
Direksi
a) Dewan Komisaris memantau penyediaan dana termasuk mereview
penyediaan dana dengan jumlah besar atau yang diberikan kepada pihak
terkait.
b) Direksi bertanggungjawab agar seluruh aktivitas penyediaan dana
dilakukan sesuai dengan strategi dan kebijakan Risiko Kredit yang
disetujui oleh Dewan Komisaris.
c) Direksi harus memastikan bahwa penerapan Manajemen Risiko
dilakukan secara efektif pada pelaksanaan aktivitas penyediaan dana,

4.1.2 Organisasi Manajemen Risiko Kredit


Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit,
terdapat beberapa unit terkait sebagai berikut: (i) unit bisnis yang
melaksanakan aktivitas pemberian kredit atau penyediaan dana; (ii) unit
pemulihan kredit yang melakukan penanganan kredit bermasalah; (iii) unit
Manajemen Risiko, khususnya yang menilai dan memantau Risiko Kredit.
Disamping itu, juga dibentuk Komite Kredit yang bertanggung jawab
khususnya untuk memutuskan pemberian kredit dalam jumlah tertentu
sesuai kebijakan masing-masing Bank.
4.2 Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit
Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
untuk Risiko Kredit, maka selain melaksanakan kebijakan, prosedur, dan
penetapan limit sebagaimana dimaksud dalam butir I.B, Bank perlu
menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek kebijakan,
prosedur, dan penetapan limit, sebagai berikut:
4.2.1 Strategi Manajemen Risiko
a) Strategi Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit harus mencakup strategi
untuk seluruh aktivitas yang memiliki eksposur Risiko Kredit yang
signifikan. Strategi tersebut harus memuat secara jelas arah penyediaan
dana yang akan dilakukan, antara lain berdasarkan jenis kredit, lapangan
usaha, wilayah geografis, mata uang, jangka waktu, dan sasaran pasar.
b) Strategi Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit harus sejalan dengan
tujuan Bank untuk menjaga kualitas kredit, laba, dan pertumbuhan usaha.
4.2.2 Kebijakan dan Prosedur
a) Dalam kebijakan Risiko Kredit yang mencakup penerapan Manajemen
Risiko untuk Risiko Kredit untuk seluruh aktivitas bisnis Bank, perlu
ditetapkan kerangka penyediaan dana dan kebijakan penyediaan dana
yang sehat termasuk kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian
Risiko Konsentrasi Kredit.
b) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa
seluruh penyediaan dana dilakukan secara terkendali.
c) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi
adanya Risiko Konsentrasi Kredit.
d) Bank harus mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur secara tepat.
e) Kebijakan Bank harus memuat informasi yang dibutuhkan dalam
pemberian kredit yang sehat.
f) Kebijakan Bank memuat pula faktor yang perlu diperhatikan dalam
proses persetujuan kredit, antara lain tingkat profitabilitas dan konsistensi
penetapan harga.
g) Bank harus memiliki prosedur untuk melakukan analisis, persetujuan,
dan administrasi kredit.
4.2.3 Limit
a) Bank harus menetapkan limit penyediaan dana secara keseluruhan
untuk seluruh aktivitas bisnis bank yang mengandung risiko kredit.
b) Bank perlu menerapkan toleransi risiko untuk risiko kredit.
c) Limit untuk risiko kredit digunakan untuk mengurangi risiko yang
ditimbulkan.
d) Penetapan limit risiko kredit harus didokumentasikan secara tertulis dan
lengkap yang memudahkan penetapan jejak audit untuk kepentingan
auditor intern maupun ekstern.

4.3 Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian


Risiko, serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Kredit

4.3.1 Identifikasi Risiko Kredit


1) Sistem untuk melakukan identifikasi Risiko Kredit, termasuk identifikasi
terhadap Risiko Konsentrasi Kredit, harus mampu menyediakan informasi
yang memadai, antara lain mengenai komposisi portofolio kredit.
2) Dalam melakukan identifikasi Risiko Kredit, baik secara individual
maupun portofolio, perlu dipertimbangkan faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat Risiko Kredit di waktu yang akan dating.
3) Dalam mengidentifikasi Risiko Kredit perlu dipertimbangkan hasil
penilaian kualitas kredit berdasarkan analisa terhadap prospek usaha,
kinerja keuangan, dan kemampuan membayar debitur.
4) Dalam mengidentifikasi Risiko Kredit untuk kegiatan tresuri dan
investasi, penilaian Risiko Kredit juga harus memperhatikan jenis
transaksi, karakteristik instrumen, dan likuiditas pasar serta faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi Risiko Kredit.
5)Khusus untuk Risiko Konsentrasi Kredit, Bank juga harus
mengidentifikasi penyebab Risiko Konsentrasi Kredit akibat faktor
idiosinkratik (faktor yang secara spesifik terkait pada masing-masing
debitur) dan faktor sistematik (faktor-faktor ekonomi makro dan faktor
keuangan yang dapat mempengaruhi kinerja dan atau kondisi pasar).
4.3.2 Pengukuran Risiko Kredit
a) Bank harus memiliki sistem dan prosedur tertulis untuk melakukan
pengukuran Risiko yang memungkinkan untuk:
 sentralisasi eksposur neraca dan rekening administratif yang
mengandung Risiko Kredit dari setiap debitur atau per kelompok
debitur dan/atau pihak lawan transaksi (counterparty) tertentu
mengacu pada konsep single obligor;
 penilaian perbedaan kategori tingkat Risiko Kredit antar
debitur/pihak lawan transaksi dengan menggunakan kombinasi
aspek kualitatif dan kuantitatif serta pemilihan kriteria tertentu;
 distribusi informasi hasil pengukuran Risiko secara lengkap untuk
tujuan pemantauan oleh satuan kerja terkait.

b) Sistem pengukuran Risiko Kredit paling kurang mempertimbangkan:


 karakteristik setiap jenis transaksi yang terekspos Risiko Kredit;
 kondisi keuangan debitur/pihak lawan transaksi serta persyaratan
dalam perjanjian kredit seperti tingkat bunga;
 jangka waktu kredit dikaitkan dengan perubahan potensial yang
terjadi di pasar;
 aspek jaminan, agunan, dan/atau garansi;
 potensi terjadinya gagal bayar,
 kemampuan Bank untuk menyerap potensi kegagalan.

c) Bank yang menggunakan teknik pengukuran Risiko dengan pendekatan


pemeringkatan internal (internal rating) harus melakukan pengkinian data
secara berkala.
d)Alat pengukuran harus dapat mengukur eksposur Risiko inheren yang
dapat dikuantifikasikan, antara lain komposisi portofolio aset yang meliputi
jenis dan fitur eksposur dan tingkat konsentrasi, dan kualitas penyediaan
dana yang meliputi tingkat aset bermasalah dan aset yang diambil alih.

e) Untuk mengukur Risiko Kredit terkait dengan kegagalan pihak lawan


(counterparty credit risk) seperti transaksi derivatif over the counter/OTC,
Bank harus menggunakan nilai pasar yang dilakukan secara berkala.
f) Bank yang mengembangkan dan mengunakan sistem pemeringkatan
internal dalam pengelolaan Risiko Kreditnya, harus menyesuaikan sistem
tersebut dengan karakteristik portofolio, besaran, dan kompleksitas dari
aktivitas bisnis Bank.

4.3.3 Pemantauan Risiko Kredit


a) Bank harus mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan
prosedur yang komprehensif untuk memantau komposisi dan kondisi
setiap debitur atau pihak lawan transaksi terhadap seluruh portofolio kredit
Bank.
b) Prosedur pemantauan harus mampu untuk mengidentifikasi aset
bermasalah ataupun transaksi lainnya untuk menjamin bahwa aset yang
bermasalah tersebut mendapat perhatian yang lebih, termasuk tindakan
penyelamatan serta pembentukan cadangan yang cukup.
4.3.4 Pengendalian Risiko Kredit
a) Dalam rangka pengendalian Risiko Kredit, Bank harus memastikan
bahwa satuan kerja perkreditan dan satuan kerja lainnya yang melakukan
transaksi yang terekspos Risiko Kredit telah berfungsi secara memadai
dan eksposur Risiko Kredit dijaga tetap konsisten dengan limit yang
ditetapkan serta memenuhi standard kehati-hatian.
b) Pengendalian Risiko Kredit dapat dilakukan melalui beberapa cara,
antara lain mitigasi Risiko, pengelolaan posisi dan Risiko portofolio secara
aktif, penetapan target batasan Risiko konsentrasi dalam rencana tahunan
Bank, penetapan tingkat kewenangan dalam proses persetujuan
penyediaan dana, dan analisis konsentrasi secara berkala paling kurang 1
(satu) kali dalam setahun.
c) Bank harus memiliki sistem yang efektif untuk mendeteksi kredit
bermasalah.

4.3.5 Sistem Informasi Manajemen Risiko Kredit


a) Sistem informasi Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit harus mampu
menyediakan data secara akurat, lengkap, informatif, tepat waktu, dan
dapat diandalkan mengenai jumlah seluruh eksposur kredit peminjam
individual dan pihak lawan transaksi, portofolio kredit serta laporan
pengecualian limit Risiko Kredit agar dapat digunakan Direksi untuk
mengidentifikasi adanya Risiko Konsentrasi Kredit.
b) Sistem informasi yang dimiliki harus mampu mengakomodasi strategi
mitigasi Risiko Kredit melalui berbagai macam metode atau kebijakan,
misalnya penetapan limit, lindung nilai, sekuritisasi aset, asuransi, agunan,
perjanjian on-balance-sheet netting, dan lain-lain.

4.4 Sistem Pengendalian Intern


Dalam melakukan penerapan Manajemen Risiko melalui pelaksanaan
sistem pengendalian intern untuk Risiko Kredit, maka selain
melaksanakan pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam butir
I.D, Bank juga perlu menerapkan hal-hal sebagai berikut:
 Sistem kaji ulang yang independen dan berkelanjutan terhadap
efektivitas penerapan proses Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit
yang paling kurang memuat evaluasi proses administrasi perkreditan,
penilaian akurasi penerapan pemeringkatan internal atau penggunaan
alat pemantauan lainnya, dan efektivitas pelaksanaan satuan kerja
atau petugas yang melakukan pemantauan kualitas kredit.
 Sistem review internal oleh individu yang independen dari unit bisnis
untuk membantu evaluasi proses kredit secara keseluruhan,
menentukan akurasi peringkat internal, dan menilai apakah account
officer memonitor kredit secara individual dengan tepat.
 Sistem pelaporan yang efisien dan efektif untuk menyediakan
informasi yang memadai kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan
komite audit.
 Audit internal atas proses Risiko Kredit dilakukan secara periodik,
yang antara lain mencakup identifikasi apakah :
a. aktivitas penyediaan dana telah sejalan dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan.
b. seluruh otorisasi dilakukan dalam batas panduan yang diberikan.
c. kualitas individual kredit dan komposisi portofolio telah dilaporkan
secara akurat kepada Direksi.
d. terdapat kelemahan dalam proses Manajemen Risiko untuk Risiko
Kredit, kebijakan dan prosedur, termasuk setiap pengecualian
terhadap kebijakan, prosedur, dan limit.
CONTOH KASUS RISIKO KREDIT

“Kasus Kredit Macet pada Bank Negara Indonesia (BNI)”

Pada tahun 2011, Direktur PT Siak Raya Timber (Kea Meng Kwang
alias Edmond Kee), melakukan peminjaman kredit di bank BNI 46 Pusat,
Jakarta. Direktur PT SRT mengajukan kredit sebesar Rp 97 Milyar, karena
pada saat itu perusahaan mengalami masalah pemasokan kayu sebagai
bahan baku. Direktur perusahaan di bidang kayu tersebut menyertakan
agunan pabrik PT SRT beserta barang-barangnya. Pinjaman tersebut
dicairkan tahun 2011 sebanyak dua kali pencairan dengan nomor
rekening yang berbeda. Uang pertama dicairkan sebanyak Rp 48 miliar.
Beberapa waktu berikutnya, kembali dicairkan sebanyak Rp 49 Miliar.
Namun pada tahun 2012, Edmond Kea mulai macet dalam membayar
kredit yang diajukannya itu. Menurut informasi yang dirangkum, Edmond
Kea sudah melarikan diri ke Singapura dan menjadi Warga Negara (WN)
Singapura.

Ketika sudah terjadi kredit macet, Bank BNI tetap melakukan


penagihan, dan meminta PT. SRT untuk menjual asetnya. Bank BNI juga
telah melakukan beragam upaya dalam mengembalikan kredit PT SRT,
baik dengan menjual jaminan produktif hingga tidak produktif. Tetapi
setelah macetnya kredit tersebut, barulah diketahui bahwa agunan
tersebut hanya senilai Rp 5 Miliar.

Analisi Kasus:

Pada kasus di atas, sebelum memberikan kredit, hendaknya Bank


harus mensurvei keadaan perusahaan tersebut dan juga mengetahui
besar atau nominal barang yang dijadikan agunan ketika diuangkan.
Pelaksanaan penilaian risiko baik secara kualitatif dan kuantitatif sangat
kritikal untuk dijalankan sehingga harus dilakukan secara professional.
PERTANYAAN

1. Apa saja tantangan dalam manajemen Risiko?

Pembahasan:

 Manajemen data yang tidak efisien. Ketidakmampuan untuk


mengakses data yang tepat saat dibutuhkan mengakibatkan
penundaan yang bermasalah.
 Tidak ada kerangka kerja pemodelan risiko yang mencakup
segala aspek kelompok. Tanpa hal itu, bank tidak dapat
menghasilkan langkah-langkah risiko yang kompleks dan
bermakna serta mendapatkan gambaran besar tentang risiko grup
secara keseluruhan.
 Kerja ulang yang konstan. Analis tidak dapat mengubah
parameter model dengan mudah, yang menghasilkan terlalu
banyak upaya duplikasi dan berdampak negatif terhadap rasio
efisiensi bank.
 Alat risiko tidak memadai. Tanpa solusi risiko yang kuat, bank
tidak dapat mengidentifikasi konsentrasi portofolio atau
menggolongkan kembali dengan cukup sering untuk mengelola
risiko secara efektif.
 Pelaporan yang rumit. Berbagai proses pelaporan berbasis
manual dan spreadsheet terlalu membebani analis dan TI.

2. Bagaimana cara untuk mengurangi kerugian pinjaman dan


memastikan bahwa cadangan modal mencerminkan profil risiko
secara tepat?

Pembahasan:

Caranya dengan menerapkan solusi risiko kredit kuantitatif yang


terintegrasi. Solusi ini harus membuat bank berdiri dan berjalan cepat
dengan langkah-langkah portofolio sederhana. Solusi ini juga harus
mengakomodasi jalur untuk langkah-langkah manajemen risiko kredit
yang lebih canggih ketika kebutuhan berevolusi. Solusi ini harus
mencakup:
 Manajemen model yang lebih baik yang mencakup seluruh siklus
kehidupan pemodelan.
 Penentuan skor secara waktu nyata dan membatasi pemantauan.
 Kemampuan pengujian tekanan yang kuat.
 Kemampuan visualisasi data dan perangkat intelijen bisnis yang
memberikan informasi penting ke tangan orang-orang yang
membutuhkannya, ketika mereka membutuhkannya.

3. Apa saja yang menjadi perhatian oleh bank pada setiap syarat 5c?
Pembahasan:
Menurut kami, berikut adalah perhatian bank pada setiap syarat 5c, yaitu:
1. Character
Adapun beberapa petunjuk bagi bank untuk megetahui karakter
nasabah adalah:
a. Mengenal dari dekat.
b. Mengumpulkan keterangan mengenai aktivitas calon debitur
dalam perbankan.
c. Mengumpulkan keterangan dan meminta pendapat dari rekan
-rekannya, pegawai, dan saingannya mengenai reputasi,
kebiasaan pribadi, pergaulan sosial, dll.
2. Capacity
Ini menyangkut kemampuan pimpinan perusahaan beserta stafnya,
baik kemampuan dalam hal manajemen maupun keahlian dalam
bidang usahanya. Untuk itu bank harus memperhatikan :

a. Angka-angka hasil produksi.


b. Angka-angka penjualan dan pembelian.
c. Perhitungan laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya.
d. Data-data finansial diwaktu yang lalu, yang tercermin di dalam
laporan keuangan perusahaan, sehingga dengan demikian
dapat diukur kemampuan perusahaan calon penerima kredit
untuk melaksanakan rencana kerjanya di waktu yang akan
datang dalam hubungannya dengan penggunaan kredit
tersebut.
3. Capital
Dalam hal ini bank harus mengetahui bagaimana perimbangan
antara jumlah hutang dan jumlah modal sendiri.
Untuk itu bank harus :
a. Menganalisis neraca selama sedikitnya dua tahun terakhir.
b. Mengadakan analisis ratio untuk mengetahui : likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas dari perusahaan calon peminjam
kredit.
4. Collateral
Collateral berarti jaminan. Ini menunjukkan besarnya aktiva yang
akan diikatkan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan oleh
bank. Untuk itu bank harus :
a. Meneliti mengenai pemilikan jaminan tersebut.
b. Mengukur stabilitas dari pada nilainya.
c. Mengukur kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relatif
singkat tanpa terlalu mengurangi nilainya.
d. Memperhatikan pengikatan barang yang benar-benar menjamin
kepentingan bank sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
5. Condition
Bank harus melihat kondisi ekonomi secra umum serta kondisi
pada sektor usaha si peminta kredit. Untuk itu bank harus
memperhatikan:
a. Keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan
usaha calon peminjam.
b. Kondisi uasha calon peminjam, perbandingannya dengan usaha
sejenis lainnya di daerah dan lokasi lingkungannya.
c. Keadaan pemasaran dari hasil usaha calon peminjam.
d. Prospek usaha di masa yang akan datang untuk kemungkinan
bantuan kredit dari bank.
e. Kebijaksanaan pemerintah yang berpengaruh terhadap prospek
industri dimana perusahaan pemohon kredit termasuk
didalamnya.

4. Apa Tujuan utama Manajemen Risiko untuk Risiko Reputasi?


Pembahasan:
Untuk memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana Bank tidak
terekspos pada Risiko Kredit yang dapat menimbulkan kerugian pada
Bank. Secara umum eksposur Risiko Kredit merupakan salah satu
eksposur Risiko utama sehingga kemampuan Bank untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit
serta menyediakan modal yang cukup bagi Risiko tersebut sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. Tanpa Tahun. Kamus diakses dari


https://www.bi.go.id/id/kamus.aspx pada 1 Maret 2020.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober
2011
Mamduh M. Hanafi. 2016. Manajemen Risiko (Edisi Tiga). Yogyakarta: UPP
STIM YKPN
SAS. Tanpa Tahun. Manajemen Risiko Kredit (Apa itu dan Mengapa Hal itu
Penting?) diakses dari https://www.sas.com/id_id/insights/risk-
management/credit-risk-management.html pada 1 Maret 2020.
Munawir. S. 2002. Akuntansi Keuangan dan Manajemen. Edisi Revisi.
Penerbit BPFE: Yogyakarta.
Mahmoeddin, As. 2002. Melacak Kredit Bermasalah. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Hasibuan, Malayu, S.P. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai