Anda di halaman 1dari 5

Resiko Kredit

A. Pengertian Risiko Kredit

 Risiko kredit adalah kerugian yang berkaitan dengan peluang gagal memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo pembayaran. Jadi, risiko ini mungkin terjadi
karena debitur tidak mampu membayar utangnya.
 Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap besarnya risiko, yaitu besarnya
eksposur kredit dan kualitas eksposur tersebut.
 Semakin besar pinjaman maka akan semakin besar juga eksposur kredit.
 Sedangkan kualitas eksposur kredit merupakan kemungkinan gagal bayar yang
dinilai dari kualitas agunan yang diberikan debitur.
 Semakin rendah nilai jaminan tersebut, maka semakin rendah pula kualitas dari
eksposur kredit tersebut.
 Hal ini berarti akan semakin tinggi risiko yang harus ditanggung.

B. Jenis-jenis Resiko Kredit

1. Sovereign Credit Risk

Risiko kredit pemerintahan merupakan risiko yang terjadi ketika suatu


negara tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam membayar utang pada
saat jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar utang ini mencakup
pembayaran pokok pinjaman disertai bunga dan denda sesuai kesepakatan.

2. Coorporate Credit Risk

Risiko ini merupakan salah satu jenis-jenis risiko yang kerap terjadi,
terutama pada industri perbankan seperti:
 Risiko gagal bayar dari debitur yang merupakan perusahaan penerbit surat
utang.
 Risiko gagal bayar dari perusahaan yang menerima kredit.
 Risiko gagal bayar dari perusahaan yang menerima penyertaan modal.
3. Retail Customer Risk

Risiko ini dapat terjadi akibat debitur yang merupakan perseorangan


tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar utang pada saat jatuh
tempo.

Biasanya kredit konsumen individu seperti ini digunakan untuk


kebutuhan konsumtif, sehingga sumber pengembalian kredit tersebut tidak
berasal dari objek yang dibiayai. Oleh karena itu, sebaiknya pemberian kredit
ini perlu dibatasi untuk memperkecil risiko.

C. Manajemen Risiko

Manajemen risiko kredit merupakan cara untuk mengelola potensi kerugian


yang mungkin terjadi akibat gagal bayar dari debitur, sehingga kerugian tersebut
dapat ditekan seminimal mungkin.

1. Penyaringan

Manajemen risiko sebaiknya telah diterapkan sedini mungkin, yaitu pada


saat pengajuan kredit. Menempatkan orang-orang terbaik untuk melakukan
analisa dan mengolah data calon debitur merupakan langkah yang bisa diambil.
Calon debitur yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan bisa langsung
dikeluarkan dari daftar penerima kredit.

Penyaringan di awal ini penting dalam manajemen risiko. Hal ini


merupakan langkah preventif agar risiko dapat ditekan sekecil mungkin.
Dengan demikian, debitur yang terpilih telah melalui proses seleksi yang
memadai.

2. Pembatasan

Manajemen risiko selanjutnya yang sering diterapkan oleh kreditur


adalah pembatasan besarnya kredit. Setiap perusahaan maupun individu yang
mengajukan kredit diberikan batas kredit yang bisa diambil dalam waktu
tertentu.

Dalam perbankan dikenal BMPK atau Batas Maksimum Pemberian


Kredit. Selain itu, ada juga 3L yang berarti Legal, Lending, Limit. Pembatasan
ini bertujuan untuk membatasi pemberian kredit yang berlebihan dan di luar
kemampuan kepada debitur.

3. Diversifikasi

Untuk memperkecil risiko, perlu dilakukan juga diversifikasi atau


penyebaran kredit yang diberikan. Diversifikasi pemberian kredit ini dapat
berupa penyebaran kredit berdasarkan perusahaan, jenis industri, ukuran
perusahaan, maupun penyebaran kredit berdasarkan sektor usaha.

D. Metode Pengelolaan Risiko Kredit

1. Model pemeringkatan (grading model)

Kredit yang diberikan bank berisiko menimbulkan masalah, namun kecil


kemungkinannya jika bank menerapkan kebijakan pemberian kredit yang
sehat.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menciptakan model


pemeringkatan kredit sebagai sarana untuk menetapkan kemungkinan
terjadinya gagal bayar (default).

Dalam hal ini bank melakukan kalibrasi risiko yang memungkinkan bank
untuk menetapkan probabilitas tertentu untuk setiap kejadian yang tidak
diinginkan. Cara ini memungkinkan bank untuk memastikan bahwa portofolio
kredit bank tidak terkonsentrasi pada kredit berkualitas buruk yang memiliki
kemungkinan gagal bayar yang tinggi.

2. Manajemen portofolio kredit

Bank mengukur portofolio kreditnya untuk memberikan keyakinan


bahwa kredit yang diberikan tidak terlalu terkonsentrasi pada satu industri atau
wilayah geografis tertentu.

Hal ini memungkinkan bank untuk melakukan diversifikasi pada


portofolio kredit-nya sehingga risiko terjadinya default yang bersifat sistemik
bisa ditekan. Analisis seperti ini dikenal sebagai cohort analysis dan dapat
digunakan baik kredit korporasi maupun perorangan.
3. Sekuritisasi

Pedoman Internasional bagi industri perbankan atau dikenal dengan


Basel II mempersyaratkan bank untuk memperkirakan dampak gejolak
ekonomi dan memastikan kegiatan usahanya telah didukung dengan
permodalan yang memadai untuk mengantisipasi dampak gejolak ekonomi.

Selain mengalokasikan modal pada tingkat yang mencukupi, bank juga


melakukan tindakan lain untuk melindungi kegiatan usahanya. Salah satu
teknik yang digunakan adalah menjual sebagian portofolio kreditnya kepada
investor dalam bentuk surat berharga. Teknik ini dikenal sebagai sekuritisasi
yang memungkinkan bank untuk mengurangi potensi eksposur yang tinggi
pada jenis kredit tertentu yang menurut skenario bank menunjukkan tingkat
risiko atau konsentrasi risiko yang paling tinggi.

4. Peran agunan

Agunan didefinisikan sebagai aktiva yang diperjanjikan debitur untuk


mendapatkan kredit dan bisa diambil alih ketika terjadi default. Agunan
memiliki peran penting dalam kebijakan pemberian kredit yang diterapkan
bank.

Bantuk agunan yang paling mudah dikenali dan paling aman adalah uang
tunai, sedangkan bentuk agunan yang paling umum adalah properti hunian
(residential property).

5. Monitoring arus kas

Sebagian bank yang mengalami tingkat default tinggi menemukan


adanya tindakan segera terhadap situasi kredit yang memburuk bisa
mengurangi permasalahan secara signifikan.

Sehingga, bank-bank tersebut menurunkan risiko kreditnya dengan


membatasi eksposur (dikenal sebagai EAD/Exposure at Default), dan
memastikan bahwa nasabah bereaksi cepat terhadap keadaan yang berubah.
6. Manajemen pemulihan

Manajemen yang efisien terhadap suatu kredit yang mengalami default


bisa menghasilkan pemulihan (recovery) yang cukup besar dibandingkan
tingkat kerugian. Oleh karena itu, sebagian bank menciptakan unit kerja yang
secara khusus diberikan tugas untuk menangani pemulihan kredit macet
sebagai bagian dari proses manajemen risiko kredit yang berkualitas tinggi.

Anda mungkin juga menyukai