INDONESIA
MAKALAH
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Nilai Plagirism Checker
sebagai syarat kelulusan Pelatihan ICT 2019
Oleh
1173070034
BANDUNG
2019 M/1441 H
KATA PENGANTAR
penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen Risiko adalah suatu pendekatan metodologi yang terstruktur dalam
mengelola (Manage) sesuatu yang berkaitan dengan sebuah ancaman karna
ketidakpastian. Ancaman yang dimaksud disini adalah akibat dari aktivitas individu /
manusia termasuk yang terdapat / berperan didalamnya. Aktivitas ini meliputi penilaian
risiko yang mengancam, pengembangan strategi untuk menanggulangi risiko dengan
pengelolaan sumber daya yang ada. Risiko itu sendiri dibagi menjadi 2 kategori besar,
yaitu :
1. Risiko Murni (Pure Risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau
tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Risk Pure ini contohnya
adalah bencana alam, kebakaran, dll.
2. Risiko Spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi oleh perusahaan / Individu
yang dapat memberikan keuntungan dan dapat memberikan kerugian. Resiko
Spekulatif ini adalah risiko yang ada dalam segala hal. Misalnya dalam berbisnis, kita
bisa untung dan juga bisa rugi. Risiko ini juga dapat disebut sebagai Business Risk
(Resiko Bisnis).
Sasaran dan tujuan pelaksanaan Manajemen Resiko adalah untuk mengurangi risiko
yang mungkin akan muncul (ancaman) dan berkaitan dengan bidang yang telah dipilih.
Terpenting adalah harus dapat diterima oleh masyarakat. Ancaman ini bisa disebabkan
oleh berbagai elemen, seperti Teknologi, Human Error, Lingkungan, Politik, maupun
dari Organisasi. Perkembangan ekonomi yang semakin pesat tidak hanya membawa
peluang bagi bisnis perbankan, tapi juga risiko yang semakin besar. Siamat (2005)
mendefinisikan risiko usaha atau business risk bank sebagai tingkat ketidakpastian
mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Risiko usaha yang dapat
dihadapi bank antara lain risiko kredit, risiko investasi, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko penyelewengan (fraud risk), risiko fidusia, risiko tingkat bunga, risiko
solvensi, risiko valuta asing, dan risiko persaingan.
Risiko kredit ternyata merupakan perkara besar bagi dunia perbankan. Oleh karena itu, risiko
kredit perlu mendapat perhatian khusus dan serius, karena setiap rupiah yang tidak tertagih
menjadi macet, yang kemudian menimbulkan masalah besar. Masalah tersebut adalah
timbulnya biaya penyisihan dalam laporan laba/rugi bank. Besarnya risiko kredit ditunjukkan
1
2
dalam bentuk non performing loan (NPL). Tingginya nilai NPL menunjukkan banyaknya
kredit pihak debitur yang tidak dapat membayar secara kontinu pinjaman kreditnya, baik
pembayaran pokok pinjaman maupun bunga pinjaman sebagaimana yang telah
dipersyaratkan oleh perjanjian kredit. Kredit dengan kolektibilitas kurang lancar, maka kredit
tersebut diragukan dan macet, serta nilai NPL diragukan. Semakin besar rasio NPL berarti
risiko kredit semakin tinggi. Risiko kredit perlu dikelola dengan baik, karena apabila tidak
dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan proporsi kredit yang bermasalah semakin
besar, sehingga akan berdampak negatif pada kondisi perbankan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan Risiko Kredit ?
2. Apa saja Faktor yang Mempengaruhi Risiko Kredit ?
3. Bagaimana Penerapan Manajemen Risiko Kredit?
4. Bagaiman Contoh Kasus dalam Risiko Kredit ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Risiko Kredit.
2. Mengetahui faktor apa saja yang memepengaruhi Risiko Kredit.
3. Memahami penerapan Manajemen Risiko Kredit.
4. Memahami Contoh Kasus dalam Risiko Kredit
2
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Risiko kredit
merupakan risiko yang paling fundamental pada operasional bank. Risiko kreeit daat
bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank. Pada sebagian besar bank, pemberian
pembiayaan merupakan sumber risiko kredit terbesar. Selain kredit, bank menghadapi
risiko kredit dari berbagai instrumen keuangan seperti surat berharga, akseptasi, transaksi
antar bank, transaksi pembiayaan perdagangan, transaksi nilai tukar dan derivatif, serta
kewajiban komitmen dan kontijensi. Risiko kredit pada umumnya melekat pda seluruh
aktivitas penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah yang kinerjanya bergantung
pada pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer) dan kinerja peminjam dana
(borrower).1
Risiko kredit adalah risiko yang diakibatkan adanya kegagalan counterparty dalam
memenuhi kewajibannya atau disebut risiko kredit macet.2 Risiko kredit muncul jika
bank tidak dapat memperoleh kembali cicilan pokok atau nisbah bagi hasil dari kredit
atau investasi yang dilakukan. Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu
mudahnya bank memberikan kredit atau investasi kepada nasabah, karena terlalu dituntut
untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian dalam pemberian kredit
kurang teliti dan cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko yang muncul
pada usaha yang dibiayainya.3
Kredit dalam sistem perbankan Islam lebih diartikan dengan pembiayaan. Dalam
sistem pembiayaan ini terdapat beberapa konsep yang diterapkan oleh bank syariah
dalam memberikan modal ataupun kredit bagi nasabah perbankan, antara lain dengan
menggunakan sistem kerjasama atau bagi hasil, sistem pemberian barang modal dan
sistem pemberian barang konsumtif.4
Jenis Kredit/Pembiayaan
Kredit Produktif
1
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta Selatan, Salemba
Empat 2013
2
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan K euangan , 260
3
Muhammad, Manajemen Bank Syariah , (Yogyakarta: (UPP) AMP YKPN, 2005), 358
4
Nurul Ichsan Hasan, Perbankan Syariah (sebuah pengantar), (Jakarta :GP Press Group, 2014), 221
3
4
5
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Pengkreditan Bank Umum, (Bandung : Alfabeta, 2009), 10
5
c. Tahapan pencairan pembiayaan yaitu proses yang salah dalam tahapan ini yaitu
dokumentasi pembiayaan cacat hukum, pencairan tanpa persetujuan otoritas.
d. Tahapan pemantauan pembiayaan yaitu proses yang salah dalam tahapan ini yaitu
kovenan pembiayaan tidak dipantau dengan baik, jaminan belum diasuransikan,
kunjungan rutin tidak dilakukan.6
6
Dr. Bambang Rianto Rustam S.E. Ak., M.M., 2018, Manajemen risiko perbankan syariah di era digital
(konsep dan penerapan di Indonesia), Jakarta : Salemba Empat
7
Mustafa Edwin, Ranti Williasih, 2007, Profit Sharing dan Moral Hazard dalam Penyaluran Dana Pihak
Ketiga di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol VIII.
6
dalam proses likuidasi dan perjanjian kredit yang telah disepakati antara nasabah
dengan bank.8
3. Penerapan Manajemen Risiko Kredit
Sistem pengendalian Intern
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko melalui pelaksanaan sistem
pengendalian intern untuk risiko kredit, bank syariah perlu menerapkan hal-hal sebgai
berikut.
a. Sistem kaji ulang yang independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas
penerapan proses manajemen risiko.
b. Sistem review internal oleh individu yang independen dari unit bisnis untuk
membantu evaluasi proses pembiayaan secara keseluruhan.
c. Sistem pelaporan yang efisien dan efektif untuk menyediakan informasi yang
memadai kepada Dewan Komisaris, direksi dan Komite Audit.
d. Audit internal atas proses risiko kredit dilakukan secara periodik
Dalam hal kredit macet pihak bank perlu melakukan penyelamatan sehingga tidak
akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan
keringanan berupa jangka waktu atau angsuran terutama bagi kredit yang sengaja lalai
untuk membayar.9
4. Studi Kasus
Analisis data dilakukan menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan antar variabel.
Untuk memperkuat hasil pengujian korelasi, maka dilakukan pengujian dengan metode
lain yang disebut dengan robustness test dengan memasukkan variabel kontrol. Variabel
yang digunakan dalam paper ini berjumlah tiga variabel yang terdiri dari Risiko Kredit,
stabilitas, kebijakan pembiayaan dan variabel kontrol berupa tingkat inflasi nasional.
Semua variabel tersebut akan dijelaskan berikut ini:
1. Risiko Kredit merupakan risiko terjadinya gagal bayar oleh peminjam/nasabah atas
kewajibannya. Risiko ini akan diukur menggunakan presentase kredit macet terhadap
2. Stabilitas ini akan diukur menggunakan z-score yang merupakan alat untuk menilai
8
Muljono. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil .2001
9
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya , (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), 109
7
RoA + ETA
Z-Score = --------------------
σ RoA
Keterangan:
Semakin tinggi nilai z-score, maka semakin rendah nilai probabilitas bank mengalami
kegagalan finansial.
3. Kebijakan Pembiayaan ini merupakan variabel yang akan digunakan untuk melihat
jumlah dana yang disalurkan bank kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan yang
deposit ratio). Semakin tinggi persentase rasio pembiayaan, maka semakin tinggi
kemampuan bank dalam memenuhi permintaan dana oleh masyarakat. Pada saat yang
sama, semakin banyak dana yang disalurkan, maka semakin besar risiko yang
dihadapi.
4. Variabel kontrol yang diproksi menggunakan nilai inflasi dan BI rate (tingkat suku
Berdasarkan pada tabel 1, rata-rata tingkat non-performance financing (NPF) sebesar 2,38
persen hampir mendekati angka maksimal yang diatur oleh Bank Indonesia No.
17/11/PBI/ 2015 sebesar 5 persen. Standar deviasi NPF sebesar 2.57 persen yang
mendekati angka rata-rata menunjukkan bahwa penyebaran data bervariasi, hal ini dapat
dilihat dari nilai tertinggi dan terendah NPF memiliki selisih yang cukup besar. Nilai Z-
8
score juga memiliki rata-rata 19.92 persen dengan standar deviasi sekitar 13 persen juga
menandakan bahwa penyebaran data tidak merata dan cenderung bervariasi. Tampak nilai
tertinggi dan terendah memiliki jarak yang cukup jauh. Jika dilihat dari nilai rata-rata,
perbankan syariah di Indonesia memiliki kerentanan terjadinya kegagalan finansial, karena
memiliki nilai z-score yang rendah.
Financing to Deposit Ratio(Koong et al., 2017) yang merupakan rasio penggunaan dana
bersumber dari dana pihak ketiga untuk pembiayaan atau pemberian kredit menunjukkan
rata-rata yang cukup tinggi sebesar 91,92 persen dengan tingkat standar deviasi yang
rendah dibanding nilai rata-ratanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyebaran
data cukup merata mendekati angka rata-rata. Melihat tingginya nilai rata-rata
menunjukkan bahwa perbankan syariah secara keseluruhan memiliki kesamaan dalam
pola penggunaan dana pihak ketiga untuk tujuan pembiayaan.
Pembiayaan bank syariah saat ini masih didominasi oleh pembiayaan berbasis jual beli
dengan nama kontrak murabahah/murabahah financing (MBAF). Rata-rata pembiayaan
murabahah sebesar 66.44 persen dengan standar deviasi yang cukup rendah menandakan
bahwa hampir seluruh perbankan syariah mengalokasikan dana pembiayaan dengan pola
jual beli. Dengan kata lain, hanya kurang lebih 30 persen alokasi dana pembiayaan
disalurkan dalam bentuk akad bagi hasil maupun akad sewa. Keadaan perekonomian
nasional yang dilihat dari tingkat inflasi rata-rata pertahun cukup fluktuaktif. Pada awal
tahun 2011 rata-rata inflasi di bawah lima persen dan turun lagi di tahun berikutnya
menyentuh angka 4 persen. Namun inflasi menaik cukup besar menyentuh angka 7 persen
dan bertahan selama tiga tahun berkisar antara 6-7 persen yang kemudian turun sampai
pada level di bawah 4 persen. 10
10
Ahmad Syatiri, Yulia Hamdaini, 2017, Risiko Kredit , Stabilitas, dan Kebijakan Pembiayaan Bank Syariah di
Indonesia, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol 15(3).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2. Khusus untuk BUS dan UUS, batas maksimum penyaluran dana (BMPD) diatur
dalam pasal 37 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Statistik perbankan syariah terbaru yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan
memperlihatkan makin tingginya risiko kredit di perbankan syariah Indonesia yang
ditujukan dari makin meningkatnya non performing finance (NPF).
4. Proses manajemen Risiko Kredit yaitu proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan
dan Pengendalian Risiko serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Kredit
5. Berbagai risiko di perbankan merupakan sebuah yang yang tidak bisa dihindari,
termasuk risiko kredit. Namun bank bisa mengurangi atau meminimalisir risiko
tersebut sehingga tidak menjadikan bank bangkrut
9
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa Edwin, Ranti Williasih, 2007, Profit Sharing dan Moral Hazard dalam Penyaluran
Dana Pihak Ketiga di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol VIII.
Muljono. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil .2001
10