Anda di halaman 1dari 11

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan rekening Koran!

2. Jelaskan perbedaan antara line facility dan rekening Koran!


3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pembiayaan rekening Koran syariah!
4. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara line facility syariah dan pembiayaan
rekening Koran syariah!
5. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara line facility konvensional dan syariah!
6. Jelaskan akad-akad apa saja yang digunakan dalam line facility syariah dan
pembiayaan rekening Koran syariah (PRKS)! Lengkapi penjelasan Anda dengan
skema masing-masing akad!
7. Jelaskan pengertian kredit emas dan landasan hukumnya!
8. Jelaskan perbedaan antara kredit emas dan pembiayaan kepemilikan emas!
9. Jelaskan landasan hukum dari pembiayaan emas!
10. Jelaskan pandangan ulama madzhab tentang hukum murabahah emas!
11. Jelaskan kodifikasi produk pembiayaan kepemilikan emas!
12. Jelaskan akad apa saja yang digunakan dan pembiayaan kepemilikan emas!
13. Jelaskan dan buatkan skema pembiayaan kepemilikan emas!
14. Jelaskan apakah emas yang dijadikan obyek murabahah pada waktu yang sama
dapat dijadikan obyek rahn!

JAWAB

1. Istilah rekening koran berasal dari Bahasa Belanda yaitu courant. Jika dalam Bahasa
Inggris, rekening ini disebut juga dengan courant account.
Lantas, dalam Bahasa Indonesia pengertian rekening koran adalah dokumen dari bank yang
berisikan informasi secara menyeluruh berupa aktivitas keuangan suatu rekening mulai dari
saldo awal dan akhir bulan, transaksi yang dilakukan menggunakan debit maupun kredit
hingga transfer antar nasabah.

2. Line Facility (At-Tashilat) adalah fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka
waktu tertentu dengan ketetntuan yang dispakati dan mengikat secara moral. Produk ini
merupakan tanggapan lembaga keuangan syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap kegiatan keuangan. Fasilitas plafon pembiayaan yang diberikan oleh lembaga
keuangan syariah kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu dan dengan berdasarkan
pada prinsip syaraih. Ketentuan Akad line facility boleh dilakukan berdasarkan wa’d. Wa’d
adalah kesepakatan atau janji ari satu pihak lembaga keuangan sayriah (LKS) kepada pihak
lain (nasabah) untuk melaksanakan sesautuyang dituangkan kedalam suatu dukumen. Wa’d
yang telah disepakati tidak boleh disalah gunakan untuk pembiayaan diluar kesepakatan
yang telah di sepakati.
Rekening Koran itu sendiri merupakan catatan yang dibuat oleh bank mengenai
penyetoran, penarikan, dan saldonya untuk nasabah yang bersangkutan. Penyetoran yaitu
semua nota kredit seperti setor tunai, setor kliring, jasa giro dan sebagainya yang dibukukan
pada kolom kredit Rekening Koran. Penarikan dengan nota debit seperti cek, bilyet giro dan
sebagainya dibukukan pada kolom debit Rekening Koran.

3. Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah (PRKS) adalah suatu bentuk pembiayaan


rekening koran yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah; Nasabah dan LKS melakukan
Wa’d untuk melakukan akad. Wa’d( ‫ ) الوعد‬adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak (LKS)
kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesuatu; Akad adalah transaksi atau
perjanjian syar’i yang menimbulkan hak dan kewajiban.

4. Line Facility (At-Tashilat) adalah fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka
waktu tertentu dengan ketetntuan yang dispakati dan mengikat secara moral. Produk ini
merupakan tanggapan lembaga keuangan syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap kegiatan keuangan. Fasilitas plafon pembiayaan yang diberikan oleh lembaga
keuangan syariah kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu dan dengan berdasarkan
pada prinsip syaraih. Ketentuan Akad line facility boleh dilakukan berdasarkan wa’d. Wa’d
adalah kesepakatan atau janji ari satu pihak lembaga keuangan sayriah (LKS) kepada pihak
lain (nasabah) untuk melaksanakan sesautuyang dituangkan kedalam suatu dukumen. Wa’d
yang telah disepakati tidak boleh disalah gunakan untuk pembiayaan diluar kesepakatan
yang telah di sepakati.
Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah (PRKS) adalah suatu bentuk pembiayaan rekening
koran yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah; Nasabah dan LKS melakukan Wa’d
untuk melakukan akad. Wa’d( ‫ ) الوعد‬adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak (LKS)
kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesuatu; Akad adalah transaksi atau
perjanjian syar’i yang menimbulkan hak dan kewajiban.

5. Line Facility dalam bank konvensional biasa disebut dengan Kredit Modal Kerja. Salah
satu usaha dari bank adalah memberikan fasilitas kredit kepada nasabah. Kredit modal
kerja merupakan salah satu dari jenis-jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabah.
Sebelum menjelaskan tentang pengertian kredit modal kerja maka akan dijelaskan terlebih
dahulu pengertian kredit dan modal kerja. Berdasarkan uraian diatas, maka kredit modal
kerja merupakan salah satu jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk
membiayai operasional perusahaan yang berhubungan dengan pengadaan barang maupun
proses produksi sampai barang tersebut terjual. Pengertian kredit modal kerja menurut
Dendawijaya (2001:27) adalah: “kredit yang diberikan bank kepada nasabah (debitur) untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja debitur”.
Line Facility (At-Tashilat) dalam syariah adalah fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam
jangka waktu tertentu dengan ketetntuan yang dispakati dan mengikat secara moral.
Produk ini merupakan tanggapan lembaga keuangan syariah dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap kegiatan keuangan. Fasilitas plafon pembiayaan yang diberikan oleh
lembaga keuangan syariah kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu dan dengan
berdasarkan pada prinsip syaraih. Ketentuan Akad line facility boleh dilakukan berdasarkan
wa’d. Wa’d adalah kesepakatan atau janji ari satu pihak lembaga keuangan sayriah (LKS)
kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesautuyang dituangkan kedalam suatu
dukumen. Wa’d yang telah disepakati tidak boleh disalah gunakan untuk pembiayaan diluar
kesepakatan yang telah di sepakati.

6. . A. Akad-akad Line Facility Syariah


1. Murabahah, Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank
syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah
yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Line
Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Murabahah antara LKS dan Nasabah.
4. Bank melakukan pembayaran atas barang//manfaat barang/jasa kepada rekanan.
5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oeh rekanan atas nama bank
6. Nasabah membayar angsuran dan margin kepada LKS.
2. Istishna’, Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani').
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Line
Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Nasabah memesan barang / manfaat / jasa sesuai dengan kriteria dengan akad Istishna.
4. Bank memesan barang ke rekanan. Bank memiliki barang / manfaat barang / jasa dengan
separuh DP dan akan ditukar dengan angsuran / dibayar setelah barang jadi disertai
dengan akad Istishna
5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oeh rekanan atas nama bank
6. Nasabah membayar angsuran dan margin kepada LKS.
3. Mudharabah, Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan
kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Line
Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Mudharabah antara LKS dan Nasabah.
4. Bank melakukan pembayaran atas barang//manfaat barang/jasa kepada rekanan.
5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oleh rekanan atas nama bank
6. Nasabah membayar angsuran atas pokok dan bagi hasil kepada LKS.
4. Musyarakah, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan porsi kontribusi dana berupa kas maupun aset nonkas yang diperkenankan
oleh Syariah.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Line
Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Musyarakah.
4. LKS dan Nasabah melakukan pembagian porsi modal atau kepemilikan (Hishah).
5. LKS membeli barang/ manfaat barang / jasa (Aset)
6. Penyewaan Aset oleh nasabah itu sendiri.
7. Nasabah membayar uang sewa dan ujrah kepada LKS.
8. Pendapatan atas sewa aset milik LKS dan Nasabah.
9. Pembagian pendapatan bagi hasil atas sewa sesuai hishah.
5. Ijarah, Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang tersebut.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Line
Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Ijarah antara LKS dan Nasabah.
4. Bank melakukan pembayaran atas barang//manfaat barang/jasa kepada rekanan.
5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oleh rekanan atas nama bank
6. Nasabah membayar angsuran dan ujrah sewa kepada LKS

B. Akad-akad Pembiayaan Rekening Koran Syariah


1. Murabahah, Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank
syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah
yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. LKS mencairkan dana ke rekening nasabah di bank tersebut.
4. Terjadi akad Wakalah untuk pembelian barang atau manfaat barang atau jasa antara LKS
dan Nasabah.
5. Nasabah mewakilkan LKS untuk membeli barang atau manfaat barang atau jasa ke
rekanan.
6. Terjadi akad Murabahah/Ijarah antara LKS dan Nasabah.
7. Nasabah membayar cician Murabahah/Ijarah
2. Musyarakah, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan porsi kontribusi dana berupa kas maupun aset nonkas yang diperkenankan
oleh Syariah.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Musyarakahantara LKS dan Nasabah.
4. LKS dan Nasabah melakukan pembagian porsi modal atau kepemilikan (Hishah).
5. Terjadi Akad Wakalah untuk pembelian barang / manfaat barang / jasa anatara LKS dan
Nasabah.
6. Nasabah membeli barang/ manfaat barang / jasa (Aset)
7. Penyewaan Aset oleh nasabah itu sendiri.
8. Nasabah membayar uang sewa dan ujrah kepada LKS.
9. Pendapatan atas sewa aset milik LKS dan Nasabah.
3. Wakalah, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak
kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh
pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka
semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi
pihak pertama atau pemberi kuasa.
4. Ijarah, Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang tersebut.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. LKS mencairkan dana ke rekening nasabah di bank tersebut.
4. Terjadi akad Wakalah untuk pembelian barang atau manfaat barang atau jasa antara LKS
dan Nasabah.
5. Nasabah mewakilkan LKS untuk membeli barang atau manfaat barang atau jasa ke
rekanan.
6. Terjadi akad Murabahah/Ijarah antara LKS dan Nasabah.
7. Nasabah membayar cician Murabahah/Ijarah
5. Qardh, Qardh adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati antara nasabah dan LKS.
Skema :
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Qardh antara LKS dan Nasabah.
4. LKS Memberi talangan atas barang/ manfaat barang/ jasa yang dibeli Nasabah kepada
Rekanan.
5. Nasabah membeli barang atau manfaat barang atau jasa ke rekanan
6. Nasabah membayar cician Qardh

7. Menurut UU No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam bahasa arab, jual beli kredit dikenal sebagai Bai’ bit taqsith yang berarti membagi
sesuatu menjadi beberapa bagian tertentu. Ulama syafiiyah, hanafiyah, Al-Muayyid billah,
serta mayoritas ulama lain berpendapat bahwa hukum kredit dalam islam diperbolehkan.
Hal ini didasarkan pada beberapa hal, yakni:

1. Tidak adanya dalil yang mengharamkan kredit

Alasan pertama mengapa kredit diperbolehkan karena tidak ada dalil yang mengharamkan
hukum kredit. Ini juga beracuan pada kaidah ushul fiqhi yang menyatakan bahwa “Asal dari
hukum sesuatu adalah mubah (boleh). Sampai ada hukum yang mengharamkan atau
memakruhkannya.”
Perlu diketahui, mengharamkan sesuatu tanpa dalil yang kuat itu tidak diperbolehkan.
Sama saja dengan menghalalkan perkara yang haram.

2. Firman Allah yang membolekan Utang Piutang


Praktik kredit sama dengan utang piutang. Sedangkan Allah Ta’ala juga membolehkan
hukum berhutang piutang. Asalkan tidak ada unsur penambahan bunga. Ini dijelaskan
dalam surat Al-Baqarah ayat 282:
“Hai orang-orang yang beriman. Apabila kamu berhutang dalam waktu yang ditentukan
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar. Maka jangan lah penulis menolak menuliskanya sebagaimana
Allah telah mengajarkan kepadanya. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan. Dan
hendak lah ia bertaqwa kepada Allah, tuhannya dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari
padanya.
Jika orang yang berhutang itu lemah akal nya ( keadaannya) atau tidak mampu mendiktekan
sendiri maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan
dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika tidak ada maka boleh seorang laki-laki dan dua
orang perempuan dari orang- orang yang kamu sukai diantara mereka. Agar jika seorang lupa
maka yang lain lagi mengingatkan. Dan janganlah saksi itu menolak jika dipanggil. Dan
janganlah kamu bosan menuliskannya untuk waktunya baik hutang itu besar atau kecil. Yang
demikian itu lebih adil disisi Allah. Lebih dapat menguatkan persaksian, dan lebih
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan
di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menulisnya. Dan ambillah
saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi dipersulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS : Al-Baqarah: 282)

3. Hadist Shahih tentang Rasul yang Pernah Berhutang

Dibolehkannya transaksi dengan kredit juga didasarkan pada hadist shahih yang
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli
makanan dengan cara berhutang.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membeli sebagian bahan makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran dihutang dan
beliau juga menggadaikan perisai kepadanya.” (HR. Bukhari d an Muslim)

8. Keunggulan Kredit Emas


Berikut adalah keunggulan yang dapat Anda rasakan ketika memilih cara investasi kredit
emas. Di antaranya:

 Dapat memiliki emas meskipun dana yang dimiliki terbatas.

 Keamanan emas terjamin.

 Batasan jumlah untuk pembiayaan tergolong sangat besar yakni Rp 150.000.000

 Emas dalam bentuk fisik yang telah diperoleh dapat digadaikan atau dijadikan

jaminan ketika ada kebutuhan mendesak.


 Harga perolehan emas ditentukan pada saat akad.

Kelemahan Kredit Emas


Sedangkan kelemahan cara investasi ini adalah:

 Harus menyiapkan uang muka sebesar 15% atau bahkan lebih tergantung dimana

Anda melakukan investasi emas dalam bentuk kredit.

 Apabila dihitung secara teliti, terdapat bunga dalam setiap cicilan yang Anda

bayarkan.

 Terdapat penalti apabila ternyata cicilan dibayarkan lebih cepat dari waktu yang

telah disepakati.

 Emas dapat ditarik atau bahkan dilelang apabila gagal dilunasi.

Keunggulan Tabungan Emas


Setelah memahami keunggulan dan kekurangan kredit emas, berikut adalah keunggulan
investasi tabungan emas:

 Tak membutuhkan uang muka.

 Jangka waktu yang sangat fleksibel. Investor tak terikat pada tenor dan bebas kapan

saja ingin melakukan tabungan emas.

 Setoran minimal sangat murah, yakni setara dengan emas seberat 0,01 gram saja.

 Tabungan emas dapat dijadikan jaminan jika suatu saat terjadi kebutuhan

mendesak.

Kelemahan Tabungan Emas


Sedangkan untuk kelemahan dari investasi tabungan emas, ada beberapa poin yang perlu
diperhatikan. Di antaranya adalah:

 Emas yang ditabung baru dapat diambil apabila telah terkumpul minimal seberat 5

gram.

 Berlaku kurs beli dan kurs jual sehingga akan terdapat selisih dana yang diperoleh.

 Terdapat biaya cetak apabila ingin mempunyai emas berbentuk fisik.

9. Landasan Hukum Pembiayaan Gadai Emas


a. Al-Qur’an
Allah berfirman dalam Al-Qur’an mengenai transaksi gadai pada QS. Al-Baqarah ayat 283: ْ ِ ‫ن‬
‫ٌۖة‬
ۗ َّ ‫إ ُبو َض َف َها ٌن َمْق ِ ُِجدوا َكِاًت با َفر ْم َت َوَل ٍ ْم َعَل ٰى َسَفر ْن ُْك ُنت ِ ۞ َوإ ِم َن أ َُيّؤ د َ ْل َمَاَن ت ُه َْبع ُُض ْك م َْبع ًضا َف َ ِذي ْاُؤ ت ِم َن أ‬
‫ال‬
“jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang)....”. 10 Ayat tersebut secara eksplisit menyebutkan “barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. Dalam dunia financial, barang tanggungan bisa
dikenal sebagai jaminan (collateral) atau objek pegadaian
b. Al-Hadits
Yang menjadi landasan hukum atau dasar dari pada akad Gadai (Rahn) selain Al-Qur’an
ialah beberapa hadits yang menjelaskan tentang akad Gadai sebagai berikut: Hadits riwayat
Aisyah ra., ia berkata: َ ُْ ِ ‫ه َو َسلهم ِ ٍِّ َصلًه هَّلُال َعَل ٍَ هَّلال َْع ن َها َا ّن النهب َري َر ِضى ا ْشَت ) َع ْن َعاِئ َشَة َج ٍل َو َر َهَن ُه ِد ْر‬
‫“ ًعا ِم ْن َِحَد د( ًما ِم ْن ََ ُهى ِد ٌٍّ ِاًَل َا َعا َط‬Aisyah r.a. berkata Rasulullah SAW membeli makanan dari
seorang Yahudi dengan cara menangguhkan pembayarannya, lalu beliau menyerahkan baju
besi beliau sebagai jaminan”.
c. Ijma’
Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh
dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama
berpendapat bahwa disyari’atkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu
bepergian, berdasarkan kepada perbuatan Rasulullah Saw dalam hadits di atas yang
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW, yang menggadaikan baju besinya untuk
mendapatkan makanan dari seorang yahudi.
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Fatwa DSN-MUI menjadi salah satu rujukan yang berkenaan dengan gadai syariah,
diantaranya dikemukakan sebagai berikut: 1) Fatwa DSN-MUI No: 25/DSNMUI/III/2002
tentang Rahn. 2) Fatwa DSN-MUI No: 26/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn Emas. 3) Fatwa DSN-
MUI No: 09/DSNMUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. 4) Fatwa DSN-MUI No:
43/DSNMUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi.

10. Terdapat perbedaan pendapat antara ulama madzhab yang empat yaitu Madzhab
Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi‘i, dan Madzhab Hambali dengan fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengenai Jual beli emas
secara kredit atau tidak tunai.
Para ulama madzhab berpendapat bahwa jual beli emas secara kredit diharamkan dengan
alasan bahwa emas termasuk kedalam enam barang ribawi menurut dalil syara‟, illatnya
yaitu karena emas dijadikan sebagai patokan harga dan merupakan alat pembayar
Melalui fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dinyatakan bahwa jual beli
emas secara tidak tunai diperbolehkan selama emas tidak menjadi alat tukar yang yang
resmi (uang). Fatwa tersebut tentunya dihasilkan melalui ijtihad yang dilakukan oleh para
ulama kontemporer, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, dan Syeikh Ali Jumu‘ah.
Titik persamaan antara pendapat empat ulama Imam Madzhab dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia yaitu bahwa emas merupakan barang-barang komoditi
yang berpotensi riba berdasarkan hadits-hadits Rasulallah Saw yang penjualannya
disyaratkan secara tunai. Namun karena perkembangan zaman, sekarang ini emas tidak lagi
dijadikan sebagai alat tukar (uang), dan masyarakat sekarang ini sudah banyak yang
melakukan jual beli emas secara kredit baik itu berbentuk perhiasan ataupun yang masih
murni, dalam hal inilah timbul perbedaan antara ulama kontemporer dan empat ulama
Imam Madzhab.

11. Kodifikasi produk pembiayaan kepemilikan emas


1. Pembiayaan Kepemilikan Emas yang selanjutnya disebut PKE adalah pembiayaan untuk
kepemilikan emas dengan menggunakan akad murabahah.
2. Objek PKE adalah emas dalam bentuk lantakan (batangan) dan/atau perhiasan.
3. Jumlah PKE adalah harga perolehan pembelian emas yang dibiayai oleh Bank Syariah
atau UUS setelah memperhitungkan uang muka (down payment).
4. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS.

12. Ada beragam akad yang dipakai perbankan syariah untuk produk ini. Beberapa bank
syariah menggunakan akad murabahah (jual beli), namun ada pula yang memakai skema
qardh dan ijarah.
Murabahah merupakan akad transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan
barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli. Di sini
penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli. Cicilan
pembiayaan kepemilikan emas dengan akad murabahah ini tetap setiap bulannya selama
masa pembiayaan hingga lunas.
Selain dengan akad murabahah, pembiayaan kepemilikan emas juga ada yang
menggunakan akad qardh dan ijarah. Dengan skema ini nasabah dapat melakukan
pembayaran secara angsuran, sekaligus jasa pemeliharaan emas akibat emas yang
dijaminkan.

13.
14. Pada mekanisme akad Rahn, nasabah diminta untuk langsung menandatangani akad
murabahah dan akad rahn dalam waktu bersamaan.Hal ini menimbulkan pandangan
bahwa pembiayaan tersebut terjadi di antara dua akad dalam satu transaksi. Posisinya akad
murabahah terlebih dahulu kemudian diikuti dengan akad rahn sedangkan barang yang
dijadikan obyek dalam akad tersebut belum ada dan belum menjadi milik Bank Syariah.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa meskipun dalam pelaksanaan pembiayaan
murabahah kepemilikan emas terjadi dua akad dalam satu transaksi, akan tetapi hal
tersebut diperbolehkan karena prosedur terkait pembiayaan tersebut masih berada dalam
batas kewajaran dan selama akad dilakukan sudah sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak.
Tetapi pada pelaksanaannya penandatanganan Akad Gadai (Rahn) dibuat dan dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan Akad Murabahah, sedangkan yang menjadi obyek Rahn
disini belum ada, sedangkan ketentuan menurut Fatwa DSN No:25/DSN- MUI/III/2002
Tentang Rahn “Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun
(barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.” tetapi obyek
gadai dalam hal ini emas belum ada dan belum diserahkan kepada nasabah dan belum
dimiliki oleh pihak Bank Syariah, sehingga disini muncul ketidak pastian barang atau obyek
dalam hal ini emas.

Anda mungkin juga menyukai