. Penjual (klien) menjual barang kepada pembeli (customer) secara berjangka dengan jangka
waktu pendek.
2. Untuk kepentingan dana segar (cash flow), penjual meminta persetujuan kepada pembeli
(customer) untuk menjual piutang tersebut kepada perusahaan lembaga pembiayaan (factor).
3. Pembeli (customer) menyetujui perpindahan hak menagih dari penjual (klien) kepada factor.
4. Data mengenai piutang yang berasal dari jual beli tersebut oleh penjual diteruskan / di alihkan
kepada factor.
5. Atas dasar kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian factoring antara penjual dan factor dengan
akad-akad sesuai syariah (hiwalah/ wakalah bil ujrah).
6. Factor membayar kepada klien penjualan piutangnya dan dipotong dengan harga upah / fee
(ujrah) atas jasa factoring besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.
7. Pembeli setelah jangka waktu jatuh temponya perjanjian jual beli berjangka kemudian
membayar utangnya kepada factor.
Hiwalah ialah akad (perjanjian) yang menjamin (berisi) pemindahan utang piutang
dari satu pihak ke pihak lain.1[18]Menurut Syafi’i Antonio mengemukakan bahwa hiwalah
adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Hukum hiwalah adalah mubah sepanjang tidak merugikan semua pihak.
Akad ini dilakukan antara debitur yang memiliki utang dengan perusahaan factoring yang
bertindak sebagai penjamin utang debitur kepada kreditur. Fasilitas ini lazim untuk
membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank
mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang Prinsip hiwalah bil ujrah yaitu pengalihan
hutang dari satu pihak yang berhitung kepada pihak lain yang wajib membayarnya.
Wakalah bil ujrah ialah akad (perjanjian) yang menjamin/ mewakilkan (berisi)
pemindahan piutang dari satu pihak ke pihak lain dengan disertai biaya balas jasa berupa
ujrah/fee.2[19] Akad ini dilakukan antara pihak klien sebagai pemilik piutang dengan
perusahaan factoring sebagai pihak penjamin. Prinsip wakalah bil ujrah yaitu memberi kuasa
kepada pihak lain sebagai wakil untuk melakukan pekerjaan menjamin piutang klien terhadap
debitur.
3) Qard
Qard ialah pemberian pinjaman berupa hutang kepada seseorang. Dalam hal ini
factoring memberikan dana talangan terlebih dahulu kepada klien dalam bentuk uang
pinjaman. Qard menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang.
Realisasi qard dilakukan segera setelah barang dikirim kepada debitur.3[20] Sehingga dalam
kegiatan factoring terdapat akad perjanjian hutang piutang bukan hanya dari dua belah pihak
melainkan dari 3 pihak.
Perbedaan antara anjak piutang konvensional dan syariah dapat juga terlihat dari
perbedaan prinsip keduannya, dimana pada transaksi konvensional, bank membayar nasabah
sebesar nilai piutang yang sudah di discounted dimuka, dan bank menagih akseptor secara
penuh. Pada bank syariah, bnk tetap membayar penuh pada nasabah, namun nasabah dikenai
biaya administrasi. pada bank konvensional, setelah pembayaran di discounted di muka,
nasabah masih dikenai biaya administrasi. Pada bank konvensional invoice yang telah jatuh
tempo dapat diperjual belikan dengan discounted. Pada bank syariah transaksi semacam itu
dilarang. Pada bank konvensional, sebelum jatuh tempo piutang tersebut dapat
diperjualbelikan lagi kepada pihak lain, bahkan bisa beberapa kali pindah tangan. Sedangkan
di bank syariah transaksi semacam itu dilarang.