Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

LEMBAGA PEGADAIAN SYARIAH

Dosen pembimbing: Rustan Darwis, S.Sy., M.H

Disusun Oleh :

Farah octacilia 190 3030 0061


Nurfadila 190 3030 0082
Fajar Setiawan 190 3030 0059

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kekuatan
lahir bathin kepada kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam
semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi uswatun
khazanah di muka bumi.

            Makalah ini berjudul “LEMBAGA PEGADAIAN SYARIAH” yang menjadi tugas bagi


mahasiswa semester IV IAIN PALOPO mata kuliah Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah,
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah yang dibimbing oleh bapak Rustan Darwis, S.Sy.,
M.H

            Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kekhilafan dalam makalah ini.
Oleh karena itu kepada semua pembaca dan pakar dimohon memberikan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

            Kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik demi sempurnanya makalah
ini, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Amin ya Rabbal ‘Alamin.

PALOPO, 28 OKTOBER 2021

PENULIS

KELOMPOK 3

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................1


B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2

A. Pengertian Pegadaian Syariah......................................................................................3

B. Rukun dan Syarat Pegadaian ......................................................................................3

C. Akad Perjanjian Pengedaian Syariah............................................................................8

D. Bagaimana Fatwa Ulama tentang Pengadaian Syariah ................................................9

E. Kendala dan Strategi Pengembangan Pengadaian .....................................................10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................12

A. Kesimpulan ...............................................................................................................12

B. Saran..........................................................................................................................12

C. Daftar Pustaka ............................................................................................................13


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan lembaga keuangan berbasis syariah, seperti asuransi syariah, pasar
modal syariah, leasing syariah, baitul mal wat tanwil, koperasi syariah, pegadaian
syariah, dan berbagai bentuk bisnis syariah lainnya mengalami perkembangan yang
sangat pesat di Indonesia. Hadirnya lembaga keuangan berbasis syariah di Indonesia
merupakan fenomena baru dan menarik dalam bisnis keuangan modern.

Di dalam Islam sumber prinsip ekonomi adalah syariah. Syariah adalah prinsip
yang menjadi acuan dalam prinsip ekonomi Islam dan merupakan suatu keunikan dan
perbedaan yang ada dalam norma ekonomi konvensional.

Gadai merupakan praktik transaksi keuangan yang sudah lama dalam sejarah
peradaban manusia. Perum Pegadaian sudah seratus tahun lebih hadir di dalam kancah
keuangan Indonesia. Masyarakat di Indonesia pada umumnya sudah mengenal dan
mengetahui perihal Perum Pegadaian. Perum Pegadaian hadir sebagai institusi yang
menjadi sumber pembiayaan jangka pendek dengan persyaratan dan sistemnya yang
mudah. Oleh karena itu, bila seseorang membutuhkan dana di pegadaian, maka hanya
membawa jaminan dalam bentuk berupa benda bernilai ekonomis yang dilengkapi
dengan surat kepemilikan serta identitas diri, maka seseorang bisa mendapatkan pinjaman
sesuai dengan nilai taksiran terhadap barang tersebut.

Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang dilakukan antara dua pihak (bersegi
dua), namun dalam praktek, perjanjian gadai sering juga terlibat tiga pihak yaitu “orang
yang berhutang” (debetur), “pemberi gadai” yaitu orang yang menyerahkan benda yang
dijadikan obyek perjanjian gadai serta “orang yang berpiutang” atau “pemegang gadai”
(kreditur).
Berdasarkan pemaparan tersebut, keinginan masyarakat terhadap berdirinya
lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan mungkin karena umat Islam
menghendaki adanya lembaga gadai perusahaan yang benar-benar menerapkan prinsip
syariat Islam.6 Pegadaian berbasis syariah dalam melakukan pinjaman saat melakukan
perjanjian gadai memungkinkan pelanggan untuk mempraktekkan agama mereka dengan
mengamankan mereka dari mengambil pinjaman bunga. Sebagaimana telah disebutkan
dalam Al Qur'an dan Hadis, bahwa semua jenis riba dilarang.

B. Rumusan Masalah.
1. Jelaskan Pengertian Pegadaian Syariah ?
2. Jelaskan Rukun dan Syarat Pegadaian Syariah?
3. Apa saja Akad Perjanjian Pengedaian Syariah ?
4. Bagaimana Fatwa Ulama tentang Pengadaian Syariah?
5. Apa saja Kendala dan Strategi Pengembangan Pengadaian ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Pegadaian Syariah
2. Mengetahui Rukun dan Syarat Pegadaian Syariah
3. Mengetahui Akad Perjanjian Pengedaian Syariah
4. Mengetahui Fatwa Ulama tentang Pengadaian Syariah
5. Mengetahui Kendala dan Strategi Pengembangan Pengadaian
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian Syariah


Gadai (rahn) menurut fiqh adalah akad penyerahan barang atau harta dari nasabah kepada
bank sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang. Atau rahn adalah menahan salah satu
harta milik seseorang (peminjam) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima,barang yang
ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Adapun pengertian lain gadai dari perspektif islam disebut dengan ar-rahn, kata ar-rahn
secara etimologi berarti tetap, berlangsung, dan menahan. Maka dari segi bahasa ar-rahn bisa
diartikan menahan sesuatu dengan tetap, atau dengan kata lain ar-rahn yaitu menahan salah
satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima.
Adapun gadai dalam bahasa arab disebut rahn yang berarti tetap, kekal, dan jaminan.
secara syara, rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara
hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
Menurut bahasanya rahn adalah tetap lestari, seperti juga dinamai al habsu, artinya
penahan, seperti dikatakan ni’matun rahinah, artinya karunia yang tetap dan lestari.Teknisnya
Ar-Rahn (Mortgage) adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Rahn
menurut syariah adalah menahan sesuatu dengan cara yang dibenarkan yang memungkinkan
ditarik kembali.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn
adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Tujuan akan rahn adalah untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan. Adapun kriteria-kriteria yang digadaikan wajib oleh
nasabah harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) milik nasabah sendiri; (2) jelas
ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar; dan, (3) dapat dikuasai
namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Gadai dalam fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan
sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta
yang diserhkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, rahn berarti tetap berlangsung dan menahan sesuatu barang
sebagaimana tanggungan utang.

B. Rukun dan Syarat Gadai


Dalam menjalankan pegadaian syariah haruslah memenuhi rukun gadai syariah. Rukun
rahn tersebut antara lain:
1. Sighat (adanya ijab qabul), yaitu kesepakatan antara rahin dan murtahin yang
dituangkaan dalam suatu akad.
2. Aqid, yaitu adanya pihak yang berakad. Aqid terdiri dari dua pihak, yakni: Pertama,
pihak yang menggadaikan (rahin), yaitu orang yang telah dewasa, berakal, bisa
dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.Kedua, yakni pihak yang yang
menerima gadai (murtahin), seperti bank, orang, atau lembaga yang dipercaya oleh
rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).
3. Marhun (jaminan), yaitu barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan
dalam mendapatkan utang.
4. Marhun Bih (adanya utang), yaitu sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada
rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.
Syarat Gadai
a. Rahin dan Murtahin
Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahn dan murtahin harus
mengikuti syarta-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat. Kemampuan juga
berarti kelayakan seseorang untuk melakukan teransaksi pemilikan.
a) Sighat, tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu
dimasa depan.
b) Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang seperti halnya
akad jualbeli. Maka tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu
dimasa depan.
c) Marhun bih ( Utang)
Pertama, harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada
pemiliknya.
Kedua, memungkinkan pemanfaatan, bila sesuatu menjadi utang tidak bisa
dimanfaatkan, maka tidak sah.
Ketiga, harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya bila tidak dapat ditukar
atau dikualifikasi rahn itu tidak sah.
d) Marhun (Barang)
Aturan pokok dalam mazhab Maliki tentang masalah ini ialah, bahwa gadai itu
dapat dilakukan pada semua macam harga pada semua macam jual-beli, kecuali pada
jual-beli mata uang asing (sharf) dan pokok modal pada salam yang berkaitan dengan
tanggungan. Demikian itu, karena pada sharf disyaratkan tunai (yakni kedua belah
pihak saling menerima. Oleh karena itu, tidak boleh terjadi akad gadai padanya.
Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :
1) Harus diperjualbelikan
2) Harus berupa harta yang bernilai
3) Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah.
4) Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan
harus berupa barang yang diterima secara langsung.
Harus dimiliki oleh rahin (pinjaman atau pegadai) setidaknya harus seizin
pemiliknya.

C. Akad Perjanjian Pegadaian Syariah


1. Akad Qard Al-Hasan.
Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan barang untuk keperluan
konsumtif. Dengan demikian, nasabah (rahin) akan memberikan biaya upah atau fee
kepada pegadaian (murtahin) telah menjaga atau merawat barang-barang gadaian
(marhun.
2. Akad Mudharabah.
Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan
jaminannya untuk menambah modal usaha. Dengan demikian, rahin akan
memberikan bagi hasil kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang
pinjam terlunasi.
3.Akad bai’ Muqayyadah.
Untuk sementara akad ini dapat dilakukan jika rahin yang menggadaikan barangnya
untuk keperluan produktif. Artinya dalam menggadaikan, rahin tersebut
menginginkan modal kerja berupa pembelian barang. Sedangkan barang jaminan
dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, murtahin akan membelikan barang yang
sesuai dengan keinginan rahin atau rahin akan memberikan mark up kepada murtahin
sesuai dengan kesepakatan pada saat akad berlangsung sampai batas waktu yang telah
ditentukan.

D. Fatwa Ulama tentang Pengadaian Syariah


Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa Nomor
25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/DSNMUI/III/2002
tentang Rahn Emas, bahwa pinjaman dengan menggadaikan emas sebagai jaminan
diperbolehkan. Fatwa mengenai rahn emas itu sendiri didasari oleh kebiasaan masyarakat
yang pada umumnya menjadikan emas sebagai barang berharga untuk disimpan dan
menjadikannya objek rahn sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman uang. Sejak
adanya fatwa tentang rahn emas tersebut maka beberapa bank syariah juga membuka
layanan gadai emas sebagai alternatif layanan mereka.
Gadai (rahn) menurut Fatwa DSN Syariah Nasional Nomor: 25/DSNMUI/III/2002
adalah menahan barang sebagai jaminan atas hutangnya, dimana besar biaya
pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah
pinjaman.
Yang dimaksud yaitu menjadikan suatu benda berharga yang ada nilainya (benda
tersebut tidak harus sama besar harga jual dengan besar pinjamannya) sebagai
tanggungan atas hutang untuk menciptakan rasa aman dan kepercayaan seorang yang
memberi hutang dan yang berhutang, dengan ketentuan barang jaminan tersebut akan
diserahkan oleh murtahin dan bisa diambil sampai rahin bisa melunasi hutangnya.
Apabila jatuh tempo pengembalian uang, akan tetapi rahin tidak bisa melunasi hutangnya
maka barang jaminan tersebut bisa dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
Yang mana hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan
dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Adapun kelebihan hasil
penjualan menjadi milik rahin dan kekurangan menjadi kewajiaban rahin.

E. Kendala dan Strategi Pengembangan Pengadaian


Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah 
1. Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem keuangan. Oleh karenanya,
menjadi tantangan tersediri bagi pegadaian syariah untuk mensosialisasikan
syariahnya.
2. Masyarakat kecil yang dominan menggunakan jasa pegadaian kurang familiar dengan
produk rahnn di lembaga keuangan syariah. Apalagi sebagian besar yang
berhubungan dengan pegadaian selama ini adalah rakyat kecil maka ketika ia
dikenalkan bentuk pegadaian oleh bank. Apalagi dengan fasilitas bank yang mewah
timbul hambatan psikologi dari masyarakat dalam berhubungan dengan rahnn.
3. Kebijakan pemerintah tentang gadai syariah belum sepenuhnya akomodatif terhadap
keberadaan pegadaian syariah. Dan di samping itu, keberadaan pegadaian
konvensional di bawah Departemen Keuangan mempersulit posisi pegadaian syariah
bila berinisiatif untuk independen dari pemerintah pada saat pendiriannya.
4. Pegadaian kurang popular, image yang selama ini muncul adalah bahwa orang yang
berhubungan dengan pegadaian adalah mereka yang meminjam dana jaminan suatu
barang, sehingga terkesan miskin atau tidak mampu secara ekonomi.
5. Kurangnya tenaga profesional yang handal dan mengerti bagaimana operasionalisasi
pegadaian syariah yang seharusnya dan sekaligus memahami aturan islam mengenai
pegadaian.
6. Sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarkat mengenai bahaya bunga yang
sudah mengakar dan menguntungakan bagi segelintir orang.
7. Kurangnya seperangkat aturan yang mengatur pelaksanaan dan pembinaan pegadaian
syariah.
 Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah
Dalam menghadapi persangian yang ketat dan semakin kritisnya konsumen,
pegadaian syariah perlu melakukan strategi dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Secara umum strategi pengembangan usaha kedepan diarahkan pada 6 bentuk
kegiatan pokok, antara lain :

1. Mengoptimalkan produk yang sudah ada dengan lebih professional.


2. Mempertahankan surplus pegadaian syariah, dan terus berupaya
meningkatkannya.
3. Memasarkan produk baru yang menguntungkan.
4. Meningkatkan modernisasi dan penanganan sarana dan prasarana.
5. Membuat posisi keuangan yang likuid dan solvable.
6. Meningkatkan komposisi barang gadai
7. Ekstensifikasi transaksi yang digunakan harus sesuai dengan penggunaan dana.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian kita sepakati bersama bahwa Pegadaian syariah atau Rahn adalah
semacam jaminan utang atau gadai merupakan suatu sistem menjamin utang dengan
barang yang kita miliki di mana uang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari
hasil penjualannya. Rahn juga bisa diartikan menahan salah satu harta benda milik si
penjamin sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang dijamin tersebut
memiliki nilai ekonomis dan pihak yang menahan itu memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Pegadaian Syariah dibentuk untuk kemudahan dalam mengatasi masalah yang ada
pada masyarakat yang sedang membutuhkan uang dengan segera tetapi mempunyai
kendala tertentu, maka dengan cara menggadaikan barang-barang sebagai  jaminan dari
pinjaman uang yang diajukan pada pegadaian diharapkan mampu untuk mengurangi
beban dan kesulitan dalam memperoleh uang tunai.
B. Saran
Dalam memilih pilihan untuk mengatasi keuangan, apalagi bagi masyarakat yang
membutuhkan dana dengan segera namun dalam keadaan likuiditas yang kurang baik, 
jangan sampai memilih untuk meminjam uang pada agen rentenir dengan bunga tertentu
yang sudah diperjanjikan, karena bunga itu sewaktu-waktu pastilah akan membesar 
jumlahnya dan malah akan menambah kesulitan dikemudian hari untuk melunsinya.
Lembaga pegadaian syariah telah memberikan sejumlah pilihan, dan juga keuntungan-
keuntungan yang tidak akan menyulitkan dikemudian hari, serta konsep-konsep yang ada
didalamnya pun berdasarkan syariah yang sudah pasti lebih baik dibandingkan dengan
lembaga pegadaian konvensional.
DAFTAR PUSTAKA

[ CITATION ked20 \l 1033 ]

[ CITATION lem10 \l 1033 ]

[ CITATION AKA20 \l 1033 ]

Anda mungkin juga menyukai