Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRINSIP TITIPAN ATAU SIMPANAN (WADI’AH)

DISUSUN OLEH:

Nama : Rafiatun (2022613060083)

Riska nadila (2022613060090)

Kelas : 2A ALKS

MK :Perbangkan syariah

Dospem :Haris Al Amin,S.E.I.,MA

PRODI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


JURUSAN TATA NIAGA
POLITEKNIK NEGERI LLHOKSEUMAWE
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PRINSIP TITIPAN ATAU
SIMPANAN (WADI’AH)”. Penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Perbankan Syariah di Politeknik Negeri Lhokseumawe .
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami Bapak Haris Al Amin, S.E.I., M.A yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Lhokseumawe, 12 September 2023

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3
2.1 Pengertian AlWadi’ah ................................................................................................... 3
2.2 Dasar Hukum Wadi’ah.................................................................................................. 3
2.3 Hukum Menerima Barang Titipan ................................................................................ 4
2.4 Rukun wadi’ah .............................................................................................................. 5
2.5 Syarat Wadi’ah ............................................................................................................. 5
2.6 Pembagian Wadi’ah dan Penerapannya pada Perbankan Syariah ................................. 6
2.7 Akad Wadi’ah pada Era Kontemporer .......................................................................... 9
2.8 Perubahan Wadi’ah dari Amanah Menjadi Dhamanah ................................................. 10
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 12
3.2 Saran .............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah –kaedah
dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga
mu’amalah (hubungan antar makhluk). Mu’amalah merupakan suatu kegiatan yang
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama manusia untuk
memenuhi keperluannya sehari-hari, yang bertujuan untuk memberikan kemudahan
dalam melengkapi kebutuhan hidup, saling memahami antara penjual dan pembeli, saling
tolong menolong, serta mempererat silaturrahmi. Namun, dari beberapa tujuan
mua’amalah tersebut tidak sepenuhnya terlaksana. Masih banyak masalah-masalah yang
terjadi karena proses mu’amalah tetsebut. Diantaranya masih banyak orang yang
dirugikan dalam suatu proses mu’amalah tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga
tidak terjadi penyimpangan dan pelanggran yang merusak kehidupan ekonomi dan
hubungan sesama manusia.
Kesadaran mu’amalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing,
sebelum orang terjun kedalam kegiatan mu’amalah itu. Pemahaman agama, pengendalian
diti, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk beluk muamalah
hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) mu’amalah itu.
Dari sekian banyak transaksi atau akad yang ada, dintaranya adalah akad Al-Wadi’ah.
Al-Wadi’ah merupakan salah satu akad yang digunakan bank syariah untuk produk
penghimpunan dana pihak ketiga. Dalam akad Al-Wadi’ah, bank syariah dapat
menawarkan dua produk perbankan yang telah dikenal oleh masyarakat luas yaitu giro
dan tabungan. Kedua produk ini dapat ditawarkan dengan menggunakan akad al-
Wadi’ah, yaitu giro wadi’ah dan tabungan wadi’ah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi wadi’ah?
2. Bagaimana dasar hukum wadia’ah?
3. Bagaiman hukum menerima titipan (wadi’ah)
4. Bagaimana rukun wadia’ah?
5. Bagaimana syarat wadia’ah?
6. Bagaimana pembagian wadi’ah dan aplikasinya pada Perbankan Syariah?
7. Bagaimana perubahan wadi’ah dari al-Amanah menjadi adh-Dhamanah?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari wadi’ah
2. Untuk mengetahui dasar hukum dari wadi’ah
3. Untuk mengetahui hukum menerima titipan (wadi’ah)
4. Untuk mengetahui rukun wadi’ah
5. Untuk mengetahui syarat wadi’ah
6. Untuk mengetahui pembagian wadi’ah dan penerapannya pada perbankan syariah
7. Untuk mengetahui perubahan wadi’ah dari al-Amanah menjadi adh-Dhamanah

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Wadi’ah
AL-Wadi’ah merupakan prinsip simpanan murni dari pihak yang menyimpan atau
menitipkan kepada pihak yang menerima titipan untuk dimanfaatkan atau tidak
dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan. Titipan harus dijaga dan dipelihara oleh pihak
yang menerima titipan, dan titipan ini dapat diambil sewaktu-waktu pada saat dibutuhkan
oleh pihak yang menitipkannya.
Menurut bahasa, al-wad’u berarti meninggalkan, sedangkan wadiah (titipan) berarti
menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara.
Menurut istilah terdapat dua pengertian wadiah menurut ahli fiqih.
Pertama, menurut ulama Hanafiyah, wadiah (titipan) adalah mengikutsertakan orang
lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun
melalui isyarat. Sebagai contoh, seseorang berkata kepada orang lain “Ahmad menitipkan
laptop beserta tasnya kepada Muhammad”, kemudian Muhammad menjawab “ya saya
terima”, maka terpenuhilah akad (perjanjian) wadiah ; atau Kamil menitipkan bukunya
kepada Walid, kemudian Walid selaku orang yang dititip diam saja (berarti setuju).
Kedua, menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah wadiah adalah
mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu juga.
Dari dua definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqih di atas dapat dipahami, bahwa
wadiah (titipan), adalah perjanjian seseorang dengan menitipkan barangnya kepada orang
lain supaya dijaga sebagaimana yang berlaku menurut Islam. Bila kemudian hari ada
kerusakan atau cacat pada barang yang dititipkan bukan karena kelalaiannya, maka dia
tidak harus menggantikannya, sebaliknya bila kerusakan atau cacatnya barang tersebut
disebabkan kelalaiannya, maka ia harus menggantinya.

2.2 Dasar Hukum Wadi’ah


Menitipkandan menerima titipan hukumnya boleh (jaiz). Bahkan disunahkan bagi
orang yang dapat dipercaya dan mengetahui bahwa dirinya mampu menjaga barang
titipan. Dasarnya dalah Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma’.
a. Al-Qur’an
Yaitu QS. An-Nisa’ (4):58 sebagai berikut:

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya”.

Kemudian pada QS. Al-Baqarah (2):283 ditegaskan :

3
Artinya: Dan jika kamu dalam perjalanan sadang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunauikan amanatnya
(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.
b. Al-Hadist
Hadis Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi sebagai berikut :
“Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu, dan
janganlah kamu mengkhianati orang-orang yang mengkhianatimu.”
Hadis Riwayat Thabrani:
Dari Ibnu Umar berkata, bahwasanya Rasulullah saw, berkata: “Tiada kesempurnaan
iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi orang yang tidak
bersuci.”
c. Ijma’
Dasar dari Ijma’, yaitu bahwa ulama sepakat diperbolehkannya wadi’ah. Ia termasuk
ibadah sunah. Dalam kitab Mubdi disebutkan: Ijma’ dalam setiap masa
memperbolehkan wadi’ah. Dalam kitab Ishfah disebutkan: ulama sepakat bahwa
wadi’ah termasuk ibadah sunah dan menjaga barang titipan itu mendapatkan pahala.

2.3 Hukum Menerima Barang Titipan


Tidak semua orang atau jasa penitipan bisa dipercayai untuk menerima barang
titipan, kecuali orang atau jasa penitipan yang memiliki komkitmen dan tanggung jawab
yang tinggi. Oleh sebab itu, hokum menerima titipan dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Sunah
Disunahkan menerima barang titipan bagi orang yang percaya kepada dirinya
bahwa dia sanggup menjaga benda-benda yang dititipkan kepadanya sebagaimana
mestinya. Adapun alasan hukumnya sunah karena dengan diterimanya titipan itu
merupakan perbuatan tolong-menolong, sedangkan perbuatan tolong-menolong
antara sesame manusia merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam agama
Islam.
2. Wajib
Diwajubkan menerima barang-barang titipan bagi seseorang yang percaya bahwa
dirinya sanggup menerima dan menjaga barang-0barang tersebut, sementara orang
lain tidak ada seorang pun yang dapat dipercayai untuk memelihara barang-barang
tersebut.

4
3. Haram
Apabila seseorang tidak kuasa/mampu dan tidak sanggup memelihara barang
titipan, sebab dengan menerima barang titipan memberikan kesempatan (peluang)
kepada kerusakan atau hilangnya barang-barang titipan sehingga akan menyulitkan
pihak yang menitipkan
4. Makruh
Dihukumkan sebagai makruh yaitu dalam hal si penerima titipan mempunyai
keyakinan bahwa sebenarnya dia dapat menjaganya sebagimana mestinya, akan
tetapi dia ragu-ragu dengan adanya barang titipan itu dalam penjagaannya akan
mengakibatkan dia tidak berlaku amanah.

2.4 Rukun Wadi’ah


Menurut Hanafiyah rukun wadiah (titipan) hanya satu, yaitu ijab dan qabul dengan
ungkapan “saya titipkan barang ini kepada anda” atau dengan kalimat “saya minta anda
memelihara barang ini”, atau dengan kalimat yang semakna denga hal ini kemudian pihak
lain menerimanya.
Rukun wadi’ah menurut jumhur ulama ada tiga, yaitu:
1. Orang yang berakad, yaitu orang yang menitipkan dan menerima titipan (wadi’ah
dan muwaddi’)
2. Barang titipan (wadi’ah)
3. Sighat (ijab-qabul)

2.5 Syarat Wadi’ah


1. Orang yang berakad
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi syarat bagi kedua orang yang
berakad adalah harus berakal. Apabila anak kecil yang telah berakal dan diizinkan
oleh walinya untuk melakukan transaksi wadi’ah (titipan) maka hukumnya sah,
mereka tidak mensyaratkan baligh dalam persoalan wadi’ah (titipan). Akan tetapi
anak kecil yang belum berakal, atau orang yang kehilangan kecakapan bertindak
hukumnya seperti orang gila, tidak sah melakukan wadi’ah (titipan).
Adapun jumhur ulama mensyaratkan kepada kedua belah pihak (penitip dan
yang dititip) harus baligh, berakal, dan cerdas, karena akad wadi’ah (titipan)
merupakan akad yang banyak mengandung risiko penipuan. Oleh karena itu, anak
kecil sekalipun berakal tidak dibenerkan melakukan akad wadi’ah (titipan), baik
sebagai orang yang menitipkan barang maupuin sebagai orang yang menerima titipan
barang. Di samping itu, jumhur ulama juga mensyaratkan orang yang berakad harus
cerdas. Sekalipun telah berakal dan baligh, tetapi kalau tidak cerdas, tidak sah untuk
melakukan alad hiwalah (titipan).
2. Barang yang dititipkan

5
Syarat barang yang dititipkan harus berupa property atas barang yang mampu
untuk diberikan secara fisik. Barang titipan tidak bisa berupa hewan yang kabur, ikan
di laut, burung di udara atau barang lain yang tidak mampu dijangkau untuk
dipindahtagankan. Menurut ulama fikih, syarat kejelasan harus dapat dikuasai dan ini
dianggap penting karena terkait erat dengan masalah kerusakan barang titipan yang
mungkin akan timbul atau barang itu hilang selama dalam penitipan. Apabila barang
yang dititipkan tidak dapat dikuasai oramg yang dititipi, kemudian hilang dan rusak,
maka orang yang dititipi tidak dapat dimintai pertanggujawaban keadilan.
3. Sighat ijab dan qabul
Ungkapan serah terima barang titipan disyaratkan dimengerti oleh kedua orang
yang berakad, baik dengan jelas maupun sindiran.

2.6 Pembagian Wadi’ah dan Penerapannya pada Perbankan Syariah

Secara umum terdapat dua jenis wadi’ah, yaitu Wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah
yad adh-dhamanah.
1. Wadi’ah yad al-Amanah (Trustee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristuk sebagai berikut:
a. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan
oleh penerima titipan.
b. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas
dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannya.
c. Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan
biaya kepada yang menitipkan.
d. Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh
penerima titipan, aplikasi perbankan syariah yang memungkinkan untuk jenis
ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box.

Layanan safe Deposit Box (SDB) adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta
atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari bahan baja dan ditempatkan
khusus dalam ruang khazanah yang kokoh dan tahan api untuk menjaga keamanan
barang yang disimpan dan memberikan rasa aman bagi penggunanya.
Nasabah memanfaatkan jasa tersebut untuk menyimpan surat berharga maupun
perhiasan untuk keamanan, karena risiko yang timbul akibat penyimpanan yaitu hilang
atau terselip. Atas pelayanan jasa safe deposit box, bank akan mendapatkan fee, Besar
kecilnya fee tergabtung pada besar kecilnya ukuran box dan pada umumnya fee atas
sewa box ini diberikan setiap tahun.

6
Dokumen yang dapat disimpan dalam safe Deposit Box yaitu:
a. Sertifikat tanah.
b. Sertifikat deposito, bilyet deposito, surat berharga.
c. Saham, obligasi.
d. Ijazah, paspor, surat nikah, dan surat-surat lainnya.
e. BPKB
f. Perhiasan emas, berlian, permata, dan perhiasan lainnya.
g. Uang rupiahmaupun mata uang asing.

Keuntungan SBD bagi bank syariah:


a. Fee atas penyimpanan.
b. Dapat menarik dana nasabah dengan memberikan layanan yang memuasakan.

Keuntungan SBD bagi nasabah:


a. Jaminan atas kerahasiaan barang yang disimpan, karena bank tidak dapat
mengetahui isi safe deposit box
b. Jaminan keamanan barang yang disimpan
c. Biaya relative murah

Mekanisme wadi’ah yad al-Amanah dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

1 Titipan Barang
Bank
Nasabah
(Penerima titipan)
(Penitip) 2 Bebankan Biaya Penitipan

Keterangan:
Dengan konsep al-wadi’ah yad al-Amanah, pihak yang menerima titipan tidak
boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya
penitipan.

2. Wadi’ah yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)


Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang
menerima titipan.

7
b. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat
menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi
penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada si penitip.
c. Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
d. Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalah yang dihitung
berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Aadapun pada bank syariah,
pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak
ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi bener-benar pemberian sepihak sebagai
tanda terima kasih dari pihak bank.
e. Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen
bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekannya adalah
titipan.
f. Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadiah karena pada
prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang dapat diambil
setiap saat. Perbedaannya tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat
lain yang dipersamakan.

Mengacu pada pengertian yad adh-dhamanah, bank sebagai penerima simpanan


dapat memanfaatkan al-wadi’ah untuk:
1. Giro Wadi’ah
Giro wadi’ah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Pemilik simpanan giro wadiah dapat menarik dananya kapan saja pada saat
yang diperlukan, asalkan saldonya cukup.
Pencairan simpanan giro wadiah secara tunai dilakukan dengan
menggunakan cek sebagai sarana pncairan tunai, dan pemindahbukuan dana
dari rekening nasabah ke rekening lain dilakukan dengan menggunakan
bilyet giro. Kedua sarana penarikan ini, cek maupun bilyet giro merupakan
sarana penarikan yang telah umum dilakukan oleh nasabah/pemegang
rekening giro wadiah.
2. Tabungan Wadi’ah
Tabungan wdiah merupakan jenis simpanan yang menggunakan akad
wadiah(titipan) yang penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian.
Tabungan merupakan salah satu bentuk simpanan yang diperlukan oleh
masyarakat untuk menyimpan uangnya, karena merupakan jenis simpanan
yang dapat dibuka dengan persyaratan yang sangat mudah dan sederhana.
Pada umumnya bank syariah memberikan persyaratan yang sama pada setiap
masyarakat yang ingin membukan simpanan tabungan, yaitu perlu

8
menyerahkan fotokopi identitas, misalnya KTP, SIM, Paspor, dan identitas
lainnya.

Mekanisme wadiah yad adh-Dhamanah dapat digambarkan dalam skema sebagai


berikut:

1 Titipan
Nasabah Bank

(Penitip) 4 Beri Bonus (Penyimpan)

3 Bagi Hasil 2 Pemanfaatan


Dana

User Of Fund

(Nasabah
Pengguna Dana)

Keterangan:
Dengan konsep wadiah yad adh-Dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.

2.7 Akad Wadi’ah pada Era Kontemporer


Pada era kontemporer saat ini, akad wadiah tidak hanya diterapkan pada produk bank
yang sifatnya tabungan tetapi juga terhadap produk yang lain yang memudahkan
seseorang untuk bertransaksi. Produk tersebut adalah e-money. Secara sederhana e-money
adalah system uang elektronik yang menconversi uang kertas yang dimiliki ke dalam
system e-money yang berbentuk kartu.
Kartu sudah lazim dikebanyakan orang terutama bagi mereka yang tidak terbiasa
membawa uang tunai terlalu banyak. Mereka akan mengkonversi uang ke dalam kartu e-
money. Terlebih buat mereka yang berkendara menggunakan transportasi umum seperti
kereta yang tentunya akan lebih efisien ketika menggunakan e-money.

9
Salah satu akad yang digunakan pada akad e-money adalah akad wadiah. Akad ini
terjadi antara penerbit e-money dengan pengguna kartu e-money. Aadapun akad yang
terjadi antara penerbit e-money dengan merchant adalah ijarah, ju’alah, dan wakalah bil
ujrah.
Kartu e-money secara syariah diperbolehkan. Hal ini mengacu pada fatwa DSN
No:116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah karena dilihat dari mashlahat
yang hadir dengan adanya kartu e-money.

2.7 Perubahan Wadia’ah dari Amanah Menjadi Dhamanah


Wadi’ah bisa berubah dari amanah menjadi dhamanah (ganti rugi) karena hal-hal
sebagai berikut:
a. Penerima titipan mengabaikan pemeliharaan barang titipan
Apabila pemeliharaan harta wadi’ah diabaikan hingga harta itu rusak, penerima
titipan (muwadi’) harus mengganti harta tersebut. Begitu juga apabila barang titipan
dicuri orang, sedangkan dia mampu untuk menghalangi pencurian tersebut, penerima
titipan harus mengganti harta titipan.
b. Penerima titipan (muwadi’) menitipkan barang titipan kepada orang lain dan orang
lain itu tidak memelihara barang titipan tersebut.
Apabila orang yang menerima titipan menitipkan barang titipan kepada orang lain
tanpa uzur/halangan, dia wajib menjamin harta tersebut karena penitip (wadi’)
menitipkan barang dan merelakan barangnya dalam pemeliharaannya, bukan kepada
orang lain.
c. Penerima titipan memanfaatkan/memakai barang titipan, seperti memakai laptop
titipan seseorang, maka orang yang menerima titipan harus menjaminnya. Bila ada
barang tersebut rusak maka ia harus mengganti kerusakan tersebut.
d. Bepergian dengan barang titipan
Menurut Hanafiyah, orang yang menerima titipan bolrh melakukan perjalanan
dengan harta titipan bila tidak dilarang oleh pemiliknya dan tidak ada jaminan
terhadap barang titipan. Menurut Malikiyah, orang yang menerima titipan tidak boleh
melakukan perjalanan dengan barang titipan, kecuali dia menyerahkan barang titipan
kepada pemiliknya, wakilnya, atau orang yang dipercayai, dan tidak wajib menjamin
harta titipan tersebut.
e. Mengingkari wadi’ah
Apabila orang yang menitipkan barang meminta barang titipan kepada orang yang
menerima titipan, sedangkan orang yang menerima barang titpan tersebut
mengingkari atau menahan barang tersebut dan dia mampu untuk menyerahkannya,
maka orang yang menerima titipan menjamin atau menggantinya.

10
f. Bercampurnya barang wadi’ah dengan yang lainnya
Apabila orang yang menerima titipan mencampurkan harta wadiah dengan
hartanya sendiri, jika bisa dibedakan antara keduamya tidak ada masalah. Namun,
jika tidak bisa dibedakan, penerima titipan menjamin atau mengganti denga yang
sama.
g. Menyalahi syarat orang yang menitipkan barang dalam pemeliharaan barang titipan
Apabila orang yang menitipkan barang mensyaratkan agar orang yang menerima
titipan memelihara barang titipan di tempat tertentu, seperti di suatu daerah atau di
suatu rumah. Kemudian dia memindahkannya ke tempat lain tanpa uzur, maka orang
yang menerima titipan harus menjaminnya. Jika dipindahkan ke tempat yang serupa
dengan tempat pemeliharaan yang biasa atau ke tempat yang layak maka orang yang
menerima titipan tidak menggantinya.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
AL-Wadi’ah merupakan prinsip simpanan murni dari pihak yang menyimpan atau
menitipkan kepada pihak yang menerima titipan untuk dimanfaatkan atau tidak
dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan. Titipan harus dijaga dan dipelihara oleh pihak
yang menerima titipan, dan titipan ini dapat diambil sewaktu-waktu pada saat dibutuhkan
oleh pihak yang menitipkannya.
Secara umum terdapat dua jenis akad wadi’ah, yaitu wadia’ah yad al-amanah dan
wadi’ah yad adh-dhamanah. Wadi’ah yad al-amanah merupakan titipan murni dari pihak
yang menitipkan barangnya kepada pihak yang menerima titipan. Pihak penerima titipan
harus menjaga dan memelihara barang titipan dan tidak diperkenankan untuk
memanfaatkannya. Sedangkan wadi’ah yad adh-dhamanah adalah akad antara dua pihak
yang menitipkan (nasabah) dan pihak lain yang menerima titipan. Pihak yang menerima
titipan dapat memanfaatkan barang yang dititipkan.
Pada Era kontemporer saat ini, akad wadi’ah tidak hanya diterapkan pada produk bank
yang sifatnya tabungan, tetapi juga terhadap produk lain yang memudahkan seseorang
bertransaksi. Produk tersebut adalah e-money.

3.2 Saran
Penulis berharap kepada pembaca agar dapat menambah wawasan pengetahuan terkait
dengan permasalahan prinsip titipan atau simpanan. Khususnya yang berminat untuk
mengetahui lebih jauh tentang pembahasan ini. Penulis juga berharap agar semua
masyarakat dapat menerapkan prinsip titipan atau simpanan sesuai dengan ketentuan
syariah yang telah ditetapkan dalam hukum Islam.

12
Daftar Pustaka

Al-Hadi, Abu Azam. 2017. Fikih Muamalah Kontemporer. Depok: Rajawali Pers.

Anggraini, Sri Dewi dan Adeh Ratna Komala. 2020. Akuntansi Syariah Peluang dan
Tantangan. Bandung: Rekayasa Sains.

Apridar dan Meutia Rita. 2020. Model Ekonomi Syariah Fondasi Sistem Ekonomi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ismail. 2016. Perbankan Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Mardani. 2015. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana

Muhammad. 2018. Bisnis Syariah Transaksi dan Pola Pengikatannya. Depok: Rajawali Pers

Rozalinda. 2017. Fikih Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.

13

Anda mungkin juga menyukai