Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hinayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang berjudul “PEGADAIAN SYARIAH ”. Semoga makalah ini dapat di
pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pembelajaran Pengantar Lembaga Keuangan Islam.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini, dan agar kedepannya dapat menjadi lebih baik.
Makalah ini kami akui masih ada kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kami pun berterima kasih
kepada Ibu Dosen Sistem Lembaga Keuangan Syariah yang sudah memberikan
tugas ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................1
1. Latar Belakang...................................................................................................1
2. Rumusan Masalah ....................................................................................................................2
3. Tujuan Penelitian .....................................................................................................................2
4. Manfaat Penelitian ...................................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN................................................................ 4
1. Pegadaian Syariah.....................................................................................................................4
2. Pembiayaan Arrum Haji...........................................................................................................9
3. Denda Keterlambatan (Ta’wid)..............................................................................................11
4. Teori Fatwa DSN ...................................................................................................................15
BAB 3 KESIMPULAN..................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada zaman dahulu ada kesan dalam masyarakat, kalau seseorang pergi ke
pegadaian untuk menjamin sejumlah uang dengan cara menggadaikan barang, adalah
aib dan seolah kehidupan orang tersebut sudah sangat menderita, karena itu banyak
diantara masyarakat yang malu menggunakan fasilitas pegadaian. Lain halnya jika
kita pergi ke sebuah Bank, di sana akan terlihat lebih prestisius, walaupun dalam
prosesnya memerlukan waktu yang relatif lebih lama dengan persyaratan yang cukup
rumit; Akan tetapi pada masa sekarang ini, Kehadiran lembaga pegadaian syari‟ah di
Indonesia bukanlah hal yang asing lagi, bahkan lembaga ini sudah dikenal dikalangan
masyarakat dan sudah banyak orang yang mengenal pegadaian salah satu solusi untuk
mendapatkan pinjaman uang secara mudah dan proses yang cepat, tetapi masih
banyak juga orang yang tidak mau datang ke pegadaian karena malu, lain halnya jika
mereka datang ke lembaga perbankan atau lembaga finansial lainnya walaupun
dengan persyaratan yang sulit dan rumit serta proses yang lama untuk
mendapatkannya, tetapi dipandang lebih prestisius;
Ketika menjelang lebaran tiba sudah merupakan tradisi bagi pemudik diibu
kota untuk menggadaikan barang berharga mereka menjelang bulan syawal atau hari
raya lainnya. Dengan menitipkan emas, kenderaan bermotor atau barang berharga
lainnya sebagai jaminan atas uang yang dipinjam, keinginan untuk bertemu sanak
saudara dikampung dengan kerinduan yang sangatpun terobati, bukan tanpa alasan
karena disaat ongkos dan harga kebutuhan untuk membeli oleh-oleh yang semakin
menggila yang tidak lagi dapat diatasi oleh gaji maupun pendapat selama ini, maka
pegadaian merupakan alternatif yang dapat menjawab masalah tersebut, sekilas
lembaga ini memang terlihat sangat membantu dan tentu saja dengan menyuarakan
motto “mengatasi masalah tanpa masalah”, lembaga ini berhasil menafsir dan
mencitrakan dirinya di mata masyarakat sangat baik; Akan tetapi, disadari atau tidak
ternyata dalam prakteknya lembaga ini belum dapat terlepas dari persoalan, dengan
berkaca mata pada syari‟at islam, ketika perjanjian gadai ditunaikan terdapat unsur-
unsur yang dilarang syariat. hal ini dapat terlihat dari praktek gadai itu sendiri yang
menentukan adanya bunga gadai, yang mana pembayarannya dilakukan setiap hari
1
sekali. Dan tentu saja pembayarannya haruslah tepat waktu karena jika terjadi
keterlambatan pembayaran, maka bunga gadai akan bertambah menjadi dua kali lipat
dari kewajibannya.
Bukan hanya riba, ketidak jelasan (gharar) yang secara jelas terdapat
kencenderungan merugikan salah pihak, memang hal tidaklah terlalu diperhatikan
oleh masyarakat, tetapi ketika mereka terjebak dengan bunga yang membengkak serta
ketidak sanggupan untuk membayarnya; Paradigma pembangunan ekonomi saat ini
didominasi sistem ekonomi konvensional yang berbasis bunga telah menggurita,
mewarnai seluruh aspek ekonomi dan keuangan masyarakat, termasuk masyarakat
islam, ekonomi yang berbasis bunga tidak hanya dipraktekkan dalam lembaga
ekonomi dan keuangan yang bernama bank tetapi juga mewarnai lembaga ekonomi
dan keuangan non bank seperti pegadaian; Oleh karena itu dibentuklah lembaga
keungan yang mandiri yang berdasarkan prinsip syari‟ah. Adapun dalam makalah ini
akan dijelaskan mengenai pegadaian syariah mulai dari pengertian, dasar hukum,
rukun, syarat, Produk- Produknya, pembiayaan Arrum Haji, Ta’wid dan Teori Fatwa
DSN nya.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja hal hal yang perlu kita ketahui tentang pegadaian syariah?
3. Apa saja hal hal yang perlu kita ketahui tentang Ta'wid( denda
keterlambatan)?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Apa saja hal hal yang perlu kita ketahui tentang pegadaian
syariah
2
3. Untuk mengetahui Apa saja hal hal yang perlu kita ketahui tentang Ta'wid( denda
keterlambatan)
D. Manfaat Penelitian
2. Bagi Perusahaan Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
semua pihak yang terlibat dalam sistem pelaksanaan gadai syariah.
3. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan
pertimbangan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEGADAIAN SYARIAH
Gadai dalam bahasa Arab disebut Rahn. Rahn menurut bahasa adalah jaminan
menurut syara’ artinya akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak
yang mungkin diperoleh bayaran yang sempurna darinya.2 Dalam definisinya rahn
kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta itu bila utang tidak dibayar.2
Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir Rahn adalah menahan sesuatu barang
berbunyi:
“Gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu
barang bergerak. Barang tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh
seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang
4
orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah
diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi
pemilik, baik yang bersifat materi atau manfaat tertentu, sebagai jaminan atas
untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian hutangnya dari barang gadai
tersebut apabila pihak yang mengadaikan tidak dapat membayar hutang tepat
pada waktunaya.
a. Al-Qur’an
Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah
ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).
akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya;
dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia
adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”4
5
b. Hadist
اح ِد َح َّدثنَا َ ْْال َْع َمشُ قا َ َل َذ َكرْ نا َ ِع ْن َد إ ْبِ َرا ِهي َمِ ى ب ُْن أ َس ٍد َح َّدثنَا َ َع ْب ُد ْال َوَّ َح َّدثنَا َ ُم َعل
أن النب ََِّّي ََّ َ ض َي ال َُّّل َع ْنها ِ في السَّل َِم فقَا َ َل َح َّدثن َِي الَْْس َْو ُد ع َْن عَائ َِشةَ َر ِ َال َّر ْهن
ى َّ صل َ
أج ٍل َو َرهنَهَُ ِدرْ عًا ِم ْن َح ِدي ٍد َ ي إلِ َى ٍّ ط َعا ًما ِم ْن يهَ ُو ِد َ ال َُّّل عَليَْ ِه َو َسل ََّم ا ْشت َر
Artinya :” Telah menceritakan kepada kami [Mu'alla bin Asad] telah
menceritakan kepada kami ['Abdul Wahid] telah menceritakan
kepada kami [Al A'masy] berkata; Kami membicarakan tentang
gadai dalam jual beli kredit (Salam) di hadapan [Ibrahim] maka dia
berkata, telah menceritakan kepada saya [Al Aswad] dari ['Aisyah
radliallahu 'anha] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
membeli makanan dari orang Yahuid yang akan dibayar Beliau
pada waktu tertentu di kemudian hari dan Beliau menjaminkannya
(gadai) dengan baju besi”5
c. Ijma Ulama
Yahudi. Para ulama juga mengambil indikasi dari contoh Nabi Muhammad
saw tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada
para sahabat yang kaya kepada seorang Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih dari
sikap Nabi Muhammad saw yang tidak mau memberatkan para sahabat yang
biasanya enggan mengambil gantu ataupun harga yang diberikan oleh Nabi
Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah.
5 Shahih Bukhari, Abu Abdullah bin Ismail bin Ibrahim Albukhari Alja’fi, Kitab: Jual Beli, juz 3,
(Darul Fikri, Bairut –Libnon, 1981 M), h.8.
6 Adrian Sutedi, hukum Gadai Syariah (Bandung: alfabeta, 2011), h. 185.
6
Rukun gadai syariah tersebut adalah :
b. Kedua, Al-Murtahin (yang menerima gadai) adalah orang, bank atau lembaga
yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang
gadai.
e. Kelima, Sighat, Ijab dan Qabul adalah kesepakatan antara rahin dan murtahin
4. Syarat Gadai
berikut:
Syarat Aqid, baik rahin dan murtahin harus mempunyai kemampuan juga
berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikan, setiap orang yang
Marhun Bih (utang) dengan syarat harus merupakan hak yang wajib
sesuatu yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah, harus
dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya bila tidak dapat diukur atau tidak
Marhun (barang) dengan syarat harus bisa diperjualbelikan, harus berupa harta
yang bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah, harus diketahui keadaan
7
Sighat (Ijab dan Qabul) dengan syarat sighat tidak boleh diselingi dengan
ucapan yang lain selain ijab dan qabul dan diam terlalu lama pada waktu transaksi,
Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :
a) Harus diperjualbelikan
d) Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan harus
e) Harus dimiliki oleh rahin (pinjaman atau pegadai) setidaknya harus seizing
pemiliknya.
mikro.
modal usaha dengan jaminan BPKB dan emas, kendaraan masih dapat
d. Arrum haji adalah pembiayaan dengan sistem gadai emas untuk pendaftaran
haji
8
B. Pembiayaan Arrum Haji
Syariah yang bertujuan untuk membantu nasabah agar bisa mendapatkan porsi haji
Syariah yang bertujuan untuk membantu nasabah agar bisa mendapatkan porsi haji
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Arrum haji yaitu dana
yang diberikan lembaga keuangan syariah kepada calon jemaah haji. Untuk
DSN-MUI sebagai landasan syariah. Produk Pembiayaan Arrum haji juga demikian.
Berikut adalah fatwa DSN-MUI yang menjadi landasan syariah produk pembiayaan
arrum haji :
jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
9
(a) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun
(b) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya,
(2) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun
penjualan.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
sebagaimana mestinya
10
2) Fatwa No.26/DSN-MUI/IV/2002 tentang Rahn Emas
emas.
Pertama :
a) Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn (lihat fatwa DSN nomor:
(rahin).
Kedua : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
sebagaimana mestinya.
Kata al-ta‘wid berasal dari kata iwad yang berarti memberi ganti, sedangkan
Ta‘wid (ganti rugi) adalah sistem untuk membagatasi adanya rugi yang bisa
yang tidak sesuai aturan, hal ini memunculkan adanya kerugian yang nyata,
sehingga mampu diperhitungkan dengan nyata dan tegas dalam suatu jelas dalam
7 Tim Kashiko, Kamus Lengkap Arab Indonesia (Surabaya: Kashiko, 2000), hal 449.
8 Wahbah al-Zuhaili dalam Adiwarman A. Karim, Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam: Sintesis
Fikih dan Ekonomi (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal 156.
11
suatu perjanjian tersebut dengan upaya untuk memperoleh pembayaran dan bukan
merupakan kerugian yang diperkirakan akan terjadi karena adanya peluangan yang
hilang.
pembatalan perjanjian, peralihan kesalahan oleh satu pihak yang dapat merugikan
pihak lain dengan tidak melaksanakan apa yang sudah diperjanjikan 9. Hal tersebut
sesuai dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) padal 36 dan 38, yang
berbunyi:
dilakukan.
2. Pasal 38 berbunyi Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat
apabila terdapat kerugian atau kerusakan dari pihak lawan secara wajar. Lembaga
perjanjian yang telah disepakati. Maka ketika kerugian atau kerusakan tersebut
timbul karena suatu kesalahan pelanggan (nasabah), masuk akal bila sebuah
lembaga keuangan meminta sebuah ganti rugi dari pelanggan (nasabah) tersebut10.
9 kusmedia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Bandung: Fokusmedia, 2008), hal 22.
10 International Shari’ah Research Academy for Islamic Finance (ISRA), Sistem Keuangan Islam:
prinsip dan Operasi, terj. Ellys T (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), hal 290.
12
2. Dasar Hukum Denda Keterlambatan
1) Al-qur’an
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Maksud dari arti al-
apabila dalam keadaan mampu, serta janganlah merugikan pihak lain dalam hal
transaksi. Apabila terjadi kerugian dibalas dengan kerugian yang dapat diterima.
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan umat manusia agar memenuhi janji,
baik
berupa perjanjian kepada Allah maupun sesama manusia. Perjanjian yang telah
disepakati harus dilaksanakan sesuai hukum dan aturan yang berlaku, sehingga
apabila terdapat pihak yang melanggar maka akan mendapatkan balasan yang
setimpal.
2) Hadist
Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf: Perjanjian boleh dilakukan di
antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.
13
3. Ganti Rugi Menurut Ulama
Menurut Yeni Salma, ganti rugi adalah salah satu bentuk ketentuan khusus
mengenai terjadinya kerugian atas akad-akad yang dilakukan oleh bank Syariah dan
nasabah11. Dalam Fatwa DSN MUI tentang Ganti Rugi (ta‘wid) telah membolehkan
Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Maghni, juz IV, halaman 342, dalam
perjalanan haji sedangkan jatuh tempo utang pada bulan Muharram atau
haknya pada saat jatuh tempo. Akan tetapi, apabia debitur menunjuk penjamin atau
menyerahkan jaminan yang cukup untuk membayar utangnya pada saat jatuh tempo,
dapat dihindarkan”.
11 Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam Sistem Hukum
Nasional di Indonesia (Jakarta: Badan Litbang Dan Kementrian Agama RI, 2010), hal 269
14
1. Latar Belakang Fatwa DSN MUI Mengatur Denda Keterlambatan
Fatwa DSN-MUI Nomor 43 Tahun 2004 menjelaskan tentang Ganti Rugi atau
diantaranya adalah:
1) Menghindarkan praktik riba atau praktik yang menjurus kepada riba, serta
konvensional.
4) Menunjukkan kerugian yang benar-benar dialami secara riil oleh para pihak
dalam transaksi wajib diganti oleh pihak yang menimbulkan kerugian tersebut.
5) Adaya permintaan dari pihak yang bertransaksi di LKS untuk adanya fatwa
dari DSN-MUI mengenai ganti rugi yang diakibatkan oleh adanya penunda-
15
1) Ta‘wid hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena
2) Kerugian yang dapat dikenakan ta‘wid adalah kerugian riil yang dapat
3) Kerugian riil adalah biaya riil yg dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yg
seharusnya dibayarkan.
4) Ta‘wid hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang menimbulkan utang
1) Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak
2) Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata
4) Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan
Arbitrase
16
BAB III
KESIMPULAN
Rahn adalah menahan barang jaminan pemilik, baik yang bersifat materi atau
manfaat tertentu, sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
diterima memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
hutangnya dari barang gadai tersebut apabila pihak yang mengadaikan tidak dapat
membayar hutang tepat pada waktunya.
Arrum haji merupakan sebuah produk yang ditawarkan oleh Pegadaian
Syariah yang bertujuan untuk membantu nasabah agar bisa mendapatkan porsi haji
Ibadah Haji (BPIH). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Arrum
haji yaitu dana yang diberikan lembaga keuangan syariah kepada calon jemaah haji.
sebesar Rp. 25.000.000, sehingga jemaah tersebut bisa mendapatkan porsi haji.
Ta‘wid (ganti rugi) adalah sistem untuk membagatasi adanya rugi yang bisa
merupakan penutup terjadinya rugi yang terlaksana dengan peristiwa kesalahan yang
tidak sesuai aturan, hal ini memunculkan adanya kerugian yang nyata, sehingga
mampu diperhitungkan dengan nyata dan tegas dalam suatu jelas dalam suatu
merupakan kerugian yang diperkirakan akan terjadi karena adanya peluangan yang
hilang.
13 Wahbah al-Zuhaili dalam Adiwarman A. Karim, Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam: Sintesis
Fikih dan Ekonomi (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal 156.
17