Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Kafalah

Al-kafalah menurut bahasa berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan za‟mah
(tanggungan).Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga yang memeneuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian
lain kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang
pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin

Dasar Hukum Tentang Kafalah


kafalah disyaratkan oleh Allah SWT terbukti dengan firman-Nya:
Artinya : “ya‟qub berkata: “ aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti
akan membawanya kepadaku kembali,” (QS. Yusuf: 66).
Artinya : Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya". (Q.S. Yusuf : 72).
Dalam tafsir Aisarut Tafasir disebutkan bahwa Para pembantu raja menjawab, "Kami sedang
mencari bejana tempat minum raja. Kami akan memberikan hadiah bagi orang yang
menemukannya berupa makanan seberat beban unta." Pemimpin mereka pun menyatakan dan
menegaskan hal itu dengan berkata, "Aku menjamin janji ini." Ibnu Abbas berkata bahwa yang
dimaksud dengan za‟im dalam ayat ini adalah kafiil penjamin.
Jabir bin Abdullah ra. Berkata: ٍ
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu
kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kami
mendatangi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan kami tanyakan: Apakah baginda akan
menyolatkannya?. Beliau melangkan beberapa langkah kemudian bertanya: "Apakah ia
mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali.Maka Abu Qotadah
menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar itu
menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Betul-betul
engkau tanggung dan mayit itu terbebas darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau
menyolatkannya. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban
dan Hakim. Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Salamah bin al-Akwa‟ dan
disebutkan bahwa utangnya dua dinar.Di dalam riwayat Ibn Majah dari Abu Qatadah, ia ketika
itu berkata, “Wa anâ attakaffalu bihi (Aku yang menanggungnya).” Di dalam riwayat al-Hakim
dari Jabir di atas terdapat tambahan sesudahnya: Nabi bersabda kepada Abu Qatadah, “Keduanya
menjadi kewajibanmu dan di dalam hartamu sedangkan mayit tersebut terbebas?” Abu Qatadah
menjawab, “Benar.” Lalu Nabi saw. menshalatkannya. Saat bertemu Abu Qatadah Rasul saw.
bertanya, “Apa yang telah dilakukan oleh dua dinar?” Akhirnya Abu Qatadah berkata, “Aku
telah membayar keduanya, ya Rasulullah.” Nabi saw. bersabda, “Sekarang engkau telah
mendinginkan kulitnya.” (HR al-Hakim).1

Jenis-Jenis Kafalah
a. Kafalah bi an-Nafs
Adalah jaminan si penjamin Bank sebagai juridical personality dapat memberikan
jaminan untuk maksud-maksud tertentu.
b. Kafalah bi al-Mal
Adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Bentuk kafalah ini
merupakan medan yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para
nasabahnya dengan imbalan atau tertentu.
c. Kafalah bit Taslim
Jenis kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin dikembalikannya barang sewaan pada
akhir masa kontrak. Keterangan: hal ini dapat dilakukan dengan leasing company terkait
atas nama nasbah dengan mempergunakan depositnya di bank dan mengambil fee
atasnya.
d. Kafalah al-Mujazah
Adalah jaminan untuk tidak dibatasi oleh kurun waktu tertentu atau dihubungkan dengan
maksud-maksud tertentu.
e. Kafalah al-Mualah
Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-Munjazah dimana,
jaminan dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan-tujuan tertentu. Keterangan: dalam dunia
perbankan modern jaminan jenis ini biasa disebut performance bonds (jaminan prestasi)

Rukun Kafalah
a. Kafil (penjamin)
Penjamin haruslah seseorang yang sudah aqil baligh, tidak tercegah pembelanjaan
hartanya, serta memberikan tanggungan karena kehendak sendiri bukan karena paksaan
dari pihak lain.
b. Makful lahu (orang yang diberikan jaminan)

1
Ibnu Hajar Al-„Asqalani, Fhatul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari Jilid 19, hlm 262
Orang yang diberikan jamiman haruslah diketahui atau bisa juga seseorang yang sudah
dikenal oleh penjamin, hal ini dimaksudkan agar tidak terselip kekecewaan pada hati
penjamin dibelakang / hari-hari setelahnya apabila orang yang ia jamin berbuat ulah /
melakukan sesuatu.

c. Makful’anhu (tentanggung / orang yang dijamin)


Orang yang dijamin haruslah seseorang yang dikenal oleh penjamin, serta berkemampuan
untuk menerima objek pertanggungan, baik oleh dirinya sendiri maupun orang lain yang
mungkin mewakilinya.
d. Makful bih (objek tanggungan)
Objek yang dimaksud ialah objek pertanggunga, harus bersifat mengikat terhadap diri
tertanggung dan tidak bisa dibatalkan tanpa adanya sebab yang syar’i. Selain itu objek
tersebut juga harus merupakan tanggung jawab penuh pihak tertanggung.
e. Sighat kafalah (ijab kabul)
Ijab kabul akad kafalah dapat diekspresikan dengan ungkapan yang menyatakan adanya
kesanggupan untuk menanggung hal tersebut, sebuah kesanggupan untuk menjamin /
menuaikan kewajiban.

Syarat kafalah
a. Syarat-syarat untuk penjamin (kafil)
 Kafil haruslah ridho atas jaminan yang ia berikan kepada
 Kafil menyatakan jaminan atas nama yang ia berikan jaminan
 Kafil merupakan seseorang yang tidak memiliki hutang pada orang yang sama
 Tanggung jawab yang kafil berikan akan terus berjalan hingga
 makful anhu terbebas dari hutang yang ia tanggungkan
 Kafil boleh terdiri dari satu orang
b. Syarat-syarat untuk seseorang yang dijamin (makful anhu)
 Makful anhu sanggup untuk menyerahkan tanggungannya pada kafil
 Makful anhu merupakan seseorang yang dikenal oleh kafil
c. Syarat-syarat untuk seseorang yang diberikan jaminan (makful lahu)
 Makful lahu merupakan seseorang yang dikenal oleh kafil
 Makful lahu harus hadir saat akad berlangsung
 Makful lahu memiliki hak penuh atas piutang yang ia berikan
d. Syarat-syarat untuk objek jaminan (makful bih)
 Makful bih haruslah merupakan tanggungan yang telah disepakati, baik berupa
hutang uang, benda, maupun pekerjaan
 Makful lahu dapat dilaksanakan oleh kafil
 Makful lahu haruslah mengikat yang tidak mungkin dapat dibatalkan tanpa
adanya alasan yang syar’i / sudah dilunasi
 Makful lahu bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan syariat islam,
bukan sesuatu yang diharamkan

Berakhirnya Akad Kafalah

Berakhirnya akad Kafalah untuk setiap jenis dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kafalah bii mal berakhirnya karena:


a. Harta diserahkan kepada pemilik hak, yakni orang yang berpiutang (ad-dayn), baik
yang menyerahkannya karena hak penuntutan hutang adalah dengan pelunasan.
Kafalah juga berakhir apabila orang yang berpiutang menghibahkan hartanya.
Disamping itu, kafalah juga berakhir apabila pemilik hak meninggal dan hartanya
diwarisi.
b. Apabila pemilik hak, yakni orang yang berpiutang membebaskan kafil ataupun ashil.
c. Kafil memindahkan hutang kepaa orang lain (hiwalah) dan orang tersebut
menerimanya
d. Kafalah berakhir dengan kedamain. Apabila kafil berdamai dengan ad- dayn, ketika
itu kafil dan ashil bebas dengan dua keadaan. Dikatakan: “saya dan orang yang
ditanggung (ashil) berdamai”. Dikatakan “saya berdamai dengan engkau”.

2. Apabila jenis kafalahnya adalah kafalah bin – nafsi maka kafalah berakhir karena:
a. Penyerahan diri orang yang dituntut ditempat yang memungkinkannya untuk
dihadapkan dimuka sidang pengadilan.
b. Pembebasan terhadap kafil oleh pemilik hak dari kewajiban kafalah bin nafsi. Tetapi,
ashil tidak membebaskan pada kondisi ini karena pembebasan kafil tidak termasuk
pembebasan ashil.
c. Meninggalnya ashil. Apabila ashil meninggal maka kafalah menjadi berakhir dan
kafil terbebas dari tuntutan. Jadi, ashil tidak mungkin dihadirkan. Demikian pula
kafalah berakhir karena meninggalnya kafil. Akan tetapi, apabila makful lah yang
meninggal maka kafalah bin nafsi tidak gugur dan kedudukannya diduduki oleh ahli
waris atau pemegang wasiat.
3. Apabila jenis kafalah bil ‘ain maka kafalah dapat berakhir karena :
a. Penyerahan benda yang ditanggung (dijamin) apabila barangnya masih ada, atau
persamannya atau hartanya apabila barangnya telah rusak.
b. Pembebasan kafil dari kafalah misalnya, perkaitan pemilik hak “saya bebaskan
engkau dari kafalah”. Demikian pula kafalah dapat gugur karena pembebasan ashil.

Pengertian Istishna

Istishna adalah bentuk transaksi yang menyerupai jual beli salam jika ditinjau dari sisi
bahwa objek (barang) yang dijual belum ada. Barang yang akan dibuat sifatnya mengikat dalam
tanggungan pembuat (penjual) saat terjadi transaksi.

Dalam istilah para fuqaha, istishna didefinisikan sebagai akad meminta seseorang untuk
membuat sebuah barang tertentu dalam bentuk tertentu. Atau dapat diartikan sebagai akad yang
dilakukan dengan seseorang untuk membuat barang tertentu dalam tanggungan. Maksudnya akad
tersebut merupakan akadmembeli sesuatu yang akan dibuat oleh seseorang.

Transaksi istishna ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat
muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Menurut Para ulama
Hanafiyah jika didasarkan pada qiyas dan kaidah umum, maka akad istishna‟ tidak boleh
dilakukan, karena akad ini megandung jual beli barang yang tidak ada (bay ma‟duum) seperti
akad salam. Namun demikian, Para ulama tersebut membolehkan akad istishna berdasarkan dalil
istihsan yang ditunjukan dengan kebiasaan masyarakat melakukan akad ini sepanjang masa tanpa
ada yang mengingkarinya, sehingga menjadi ijma tanpa ada yang menolaknya.
Akan tetapi, menurut sebagian fuqaha kontemporer bai‟ al-istishna‟ adalah sah atas dasar
qiyas dan aturan umum syari‟ah karena itu memang jual beli biasa dan si penjual akan
mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan. Demikian juga kemungkinan terjadi
perselisihan atas jenis dan kualitas barang dapat diminimalkan dengan pencantuman spesifikasi
dan ukuran-ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai