Anda di halaman 1dari 11

Ketentuan Fikih terkait Dhaman

MAKALAH
Diajukan Guna Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Fikih Muamalah

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Fiqri Ibnu Ahmadi 202112007


2. Rudi Hartono 202112009

Dosen :
Dr.Munadi,MA

FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1. Latar Belakang........................................................................................................3
3. Tujuan Penulisan....................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
1. Pengertian Dhaman................................................................................................4
2. Pengertian kalafah.................................................................................................5
3. Rukun dan Syarat Al-kafalah...................................................................................7
4. Macam Macam Al-kafalah......................................................................................8
5. Pelaksanaan Al-khafalah.........................................................................................9
PENUTUP..........................................................................................................................10
1. Kesimpulan...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dhaman (jaminan) merupakan salah satu ajaran islam. Jaminan pada


hakikatnya ialah usaha untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi
semua orang yang melakukan transaksi. Di era sekarang ini kafalah ialah
asuransi. Asuransi atau jaminan telah disyariatkan oleh islam ribuan tahun silam.
Dan untuk sekarang ini kafalah (jaminan) sangat penting, tidak pernah lepas dari
bentuk transaksi seperti hutang. Dalam kafalah ini biasanya mendatangkan sikap
tolong menolong, keamanan,kenyamanan dan kepastian dalam bertransaksi,
supaya orang yang memiliki hak mendapatkan ketenangan terhadap hutang yang
dipinjamkan kepada orang lain atau benda yang dipinjam.

Tujuan Penulisan

Berdasar kan rumusan masalah di atas maka terdapat beberapa tujuan


penulisan :
1) Menjelaskan pengertian Dhaman
2) Menjelaskan Pengertian Kafalah
3) Menjelaskan bentuk-bentuk serta hukum dari Dhaman dan Kafalah

PEMBAHASAN

1. Pengertian Dhaman

Dhaman adalah menjamin atau menanggung hutang yang sudah pasti


dalam tanggungan itu sah hukumnya, apabila jumlahnya sudah jelas. Orang yang
mempunyaihak boleh menangih haknya orang yang menjamin atau orang yang
dijamin, apabila jaminan itu sesuai dengan apaa yang telah di terangkan.Apabila
dhamina (peminjam) telah membayar hutangnya, maka ia boleh menarikkembali
jaminanya, yaitu uang dari orang yang dijamin, apabila jaminan dan
pembayarannya itu mendapat izin dari orang yang dijamin.Apabila dhamina
(peminjam) telah membayar hutangnya, maka ia boleh menarik kembali
jaminanya, yaitu uang dari orang yang dijamin, apabila jaminan
dan pembayarannya itu mendapat izin dari orang yang dijamin.

2.Hutang yang tidak boleh dilamin


Menjamin hutang yang tidak jelas itu tidak sah hukumnya, begitu juga
menjamin hutang yang tak wajib,kecuali darkul mabi( hutang pembayaran yang
mesti dijual)
Adapun menjamin hutang yang tidak wajib yaitu hutang belum tetap adalah
tidak sah, sebab jaminan tersebut adalah untuk menetapkan hak. Misalnya
seseorang berkata kepada temannya :’Hutangkanlah barang ini kepada si Fulan
dan saya menjamin gantinya.”terus yang dikecualikan disini adalah darkul mabi
yaitu menjamin pembayaran kembali harga barang yang telah dibeli.apabila
pembeli khawatir atas barang yang telah dibeli menjadi hak orang lain,atau
barang itu bukan pemilik penjual atau barang itu cacat.Dhaman (menjamin)
seperti berarti dhaman (menjamin) hutang yang belum tetap. Dhaman darkul
mabi ini boleh karna adanya hajat.Menurut sebagian ulama tidak boleh.

2. Pengertian Kafalah
Al-kafalah menurut bahasa berartial-dhamani(jaminan),,hamalah(beban),,dan
za’amah(tanggungan).Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan al-
kafalah atau al-dhaman sebagaimana dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:

1. Menurut mazhab hanafi bahwa al kafalah memiliki dua pengertian,yang


pertama arti al kafalah ialah : menggabungkan dzimah kepada dzimah
yang lain dalam penagiha dalam jiwa, utang atau zat benda.
2. Menurut mazhab maliki bahwa alkafalah ialah : “orang yang mempunyai
hak mengerjakan tanggungn pemberi beban serta beban nya sendiri yang
disatukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai(sama) maupun
pekerjaa yang berbeda”.
3. Menurut mahab hambali bahwa yang dimaksud al kafalah : “iltizam
sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut
yang dibeban kan atau iltizm orang yang mempunyai hak menghadirkan
dua harta(pemiliknya) kepada orng yang mempunyai hak”.
4. Menurut mazhab syafi’I bahwa yang dimaksud al kalah ialah :” akad yang
mentapkan iltizam hak yang tetp pada tanggungan (beban) yang lain atau
menghadirkan sebendayang dibeban kan atau menghadirkan badan oleh
orang yang berhak menghadirkan nya”. Berdasarkan definisi yang
dikemukakan diatas bahwa al kafalah terdiri dari 3 pengertian, yaitu:
Al kafalat al adayn, al kafalat al a’in dan al kafalat abdan.

3. Rukun dan Syarat Al-kafalah

Meurut Mashab Nahafi bahwa rukun al-kafalah adalah satu, yaitu ijab dan Kabul
(al-jaziri, 1969:226).Sedangkan menurut para ulama yang lainnya bahwa rukun
dan syarat al-kafalah adalah sebagai berikut :

1. Dhamin, kafil atau za’im yaitu orang yang menjamin dimana ia


disyaratkan sudah baligh, berakal,tidak dicegah membelanjakan hartanya
(mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
2. Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang
bepiutang atau diketahuioleh orang yang menjamin.
3. Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berhutang.
4. Madmun bih atau makfulbih adalah utang, barang atau orang, disyaratkan
pada makfulbih dapatdiketahui dan tetap keadaanya, baik sudah tetap
maupun akan tetap.
5. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz berarti menjamin, tdak digantungkan
kepada sesuatu dantidak berarti sementara.

4. Macam-Macam Al-kafalah

Secara umum (garis besar) bahwa al-kafalah dibagi menjadi dua bagian, yaitu
kafalah dengan jiwa dankafalah dengan harta. Kafalah dengan jiwa dkenal pula
dengan kafalah bi al-wajhi, yaitu adany kemestian(keharusan) pada pihak
penjamin (al-kafil, al-dhamin, atau al-za’im) untuk menghadirkan orang yang
iatanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfullah) Penanggungan
(jaminan) yang menyangkut masalah manusaia adalah boleh hukumnya, orang
ang ditanggung tidak mesti mengetahui permasalahan, karena kafalah menyangkut
badan bukan harta.Penanggungan tentang hak allah, seperti had al-khamar dan
had menuduh zna adalah tidak sah, sebabnabi SAW. Bersabda:Yang artinya :
“tidak ada kafalah dalam had” (riwayat al-baihaqi).Alasan berikutnya ialah,
karena menggugurkan dan menolak had adalah perkara syubhat,o leh karena
itutidak ada kekuatan jaminan yang dapat dipegang an tidaklah mungkin had
dapat dilakukan kecuali olehorang yang bersangkutan.

Mazhab syafi’iberpendapat bahwa kafalah dinyatakan sah dengan menghadirkan


orang yang terkenakewajiban menyangkut hak manusia, seperti qishash dan
qadzab, karena kedua hal tersebut menurut syafi’ayah termasuk hak yang zalim,
adapun bila yang menyangkut had yang telah ditentukan oleh allah,maka hal itu
tidak sah dengan kafalah.Ibnu hazm menolak pendapat tersebut, menjamin dengan
menjamin dengan menghadirkan badan dengan pokoknya tidak boleh, baik
menyangkut persoalan harta maupun menyangkut masalah had, karena
syaratapapun yang tidak terdapat dalam kitaullah adalah bathil. Namun demikian,
sebagian ulama membenarkan adanya kafalah jiwa (kafalah bil al-wajh),dengan
alasan bahwa rasulullah SAW. Pernah menjamin urusan tuduhan, namun menurut
ibnu hazm bahwa hadist yangmenceritakan tentang penjaminan rasulullah SAW.
Pada masalah tuduhan adalah bathil, karena hadisttersebut diriwayatkan oleh
ibrahim bin khaitsam bin arrak, dia adalah dhaif dan tidak boleh diambil
periwayatanya.

Jika seseorang menjamn akan menghadirkan seseorang, maka orang tersebut akan
menghadirkannya, bilaia tidak dapat menghadirkannya, sedangkan penjamin
masih hidup atau penjamin itu sendiri berhalanganhadir, menurut mazhab maliki
dan penduduk madinah penjamin wajib membayar hutang orang
yangditanggungnya, dalam hal ini rasulullah SAW. Besabda:Yang
artinya:“penjamin adalah yang berkewajiban membayar” (riwayat abu dawud).
Sedangkan menurut mazhab hanafi bahwa penjamin (kafil atau dhamin) harus
ditahan sampai ia dapatmenghadikan orang tersebut atau sampai penjamin
mengetahui bahwa asbil telah meninggal dunia, dalamkeadaan demikian penjamin
tidak berkewajiban membayar dengan harta, kecuali ketika
menjaminmensyaratkan demikian (akan membayarnya).Menurut mazhab syafi’I,
bila asbil telah meninggal dunia, maka kafil tidak wajib membayar
kewajibanya,karena ia tidak menjamin harta tapi menjamin orangnya dan kafil
dinyatakan bebas tanggung jawab(sabiq,t.t:161).

Kafalah yang kedua ialah kafalah harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan
oleh dhamin atau kafildengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta. Kafalah
harta ada tiga macam, yaitu:

1. Kafalah bi al-dayn, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi beban


orang lain, dalamhadits salamah bin aqwa bahwa nabi SAW. Tidak mau
menshalatkan mayat yang mempunyaikewajiban membayar hutang,
kemudian qhatadah ra. Berkata: “shalatkanlah dia dan saya akanmembayar
hutangnya, rasulullah kemudian mensholatkanya”.

Dalam kafalah utang disyaratkan sebagai berikut:

a. Hendalah nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi


jaminan, seperti utangQiradh, upah dan mahar, seperti seseorang berkata
“juallah benda itu kepada A dn aku berkewajiban menjamin pembayaran
nya dengan harga sekian”, maka harga penjulan bendatersebut adalah
jelas, hal disyaratkan menurut Mazhab Syafi’i. Sementara Abu Hanifah,
Malik ndan Abu Yusuf berpendapat boleh menjamin sesuatu yang nilainya
belum ditentukan.
b. .Hendaklah barang yang dijamin diketahui menurut Mazhab Syafi’I dan
Ibnu Hazm bahwa seseorang tidak sah menjamin barang yang tidak
dikeahui, sebab itu perbuatan tersebut adalahgharar, sementara itu Abu
Hanifah, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa sesorang bolehmenjamin
sesuatu yang tidak diketahui.
c. Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda-
benda tertentu yang adaditangan orang lain, seperti mengembalikan barang
yang dighasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli,
disyaratkan materi tersebut yang dijamin untuk asbil seperti dalam
kasusghasab. Namun bila bukan bentuk jamina, maka kafalah batal.
d. Khafalah dengan ‘aib, maksudnya bahwa barang yang didapati berupa
harta terjual dan mendapat bahaya (cacat), karena waktu yang terlalu lama
atau karena hal-hal lainya, maka ia (pembawa barang) sebagai jaminan
untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti barang yang
dijualadalah milik orang lain atau barang tersebut barang gadai.

5. Pelaksanaan Al-khafalah

Al-khafalah dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk yaitu :

1. Munjaz (tanjiz)ialah tangungan yang ditunaikan seketika, seperti


seseorang berkata : “sayatangung sifilan dan saya jamin sifulan sekarang”,
lafaz yang menunjukkan al-khafalah menurut para ulama adalah seperti
lafaz : tahammaltu, takaffaltu, dhamintu, anakafil laka, anazaim,
huwalaka’indi atau huwa laka’alaya. Apabila akad penanggungan terjadi,
maka penanggungan itumenggikuti akad utang, apakah harus dibayar
ketika itu, ditanguhkan atau dicicil, kecualidisyaratkan pada
penanggungan.
2. Mu’allaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu,
seperti seseorang berkata :”Jika kamu mengutangkan pada anakku, maka
aku yang akan membayarnya” atau “ jikakamu ditagih pada A, maka aku
yang akan membayarnya”.
3. Mu’aqqat (taukit) adalah tanggunganang harus dibayar dengan dikaitkan
pada suatu waktu,seperti ucapan seseorang : “Bila ditagih pada bulan
ramadhan, maka aku yang menanggung pembayaran utangmu”, menurut
mazhab Hanafi penanggungan seperti ini adalah sah tetapimenurut mazhab
Syafi’I adalah batal. Apa bila akad telah berlangsung maka madmunlah
boleh menagih kepada kafil (orang yang menanggung beban) atau
madmun ‘anhu atau makful ‘anhu(yang berhutang), hal ini dijelaskan oleh
para ulama jamhur.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Apabila orang yang menjamin (dhamin) emenuhi kewajibanya dengan


membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada
madmun ‘anhu apabila pembayaran itu atas izinya. dalam hal ini para ulama
bersepakat, namun mereka berbeda pendapat apabila penjamin membayaratau
menunaikan beban orang yang ia jamin tana izin oran yang dijami bebannya,
menurut al Syafi’Idan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang
dijamin tanpa izin darinya adalah sunah,dhamin tidak punya hak untuk minta
ganti rugi kepada orang yang ia jamin, menurut mazhab Maliki bahwa
dhamin berhak menangih kembali kepada madmun ‘anhu.

Ibnu hazm berpendapat bahwa dhamin tidak berhak menagih kembali


kepada madmun ‘anhu atasapa yang telah dia bayarkan, baik dengan izin
madmun ‘anhu maupun tidak (sabiq, t.t: 164). Apabila orang yang ditanggung
tidak ada, kafil berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak
darituntutan kecuali dengan membayar atau orang yang mengutangkan
menyatakan bebas untuk kafil dariutang orang yang mengutangkan adalah
mem-fasakh-kan akad kafalah, sekalipun makful ‘anhu dankafil tidak rela.
DAFTAR PUSTAKA

Daib Al-Bigha, musthafa. 2008.


Tadzhib Kompilasi Hukum

Islam
. Surabaya: Al-hidayah.

Muhammad, Asy-Syeh bin Qasim Al-ghazali. 1991.


Terjemah Fathul Qarib jilid 1.
Al-hidayah.

Suhendi, Hendi. 2002


. Fiqih muamalah
. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Anda mungkin juga menyukai