Anda di halaman 1dari 2

Media Umat / Rubrik: Ustadz Menjawab 1 Tema : Denda Karena Terlambat Bayar Utang, Bolehkah?

Denda Karena Terlambat Bayar Utang, Bolehkah?

Tanya :
Ustadz, apa hukumnya denda karena terlambat membayar utang atau angsuran utang?

Jawab :
Dalam fiqih kontemporer denda karena terlambat membayar utang atau angsuran utang
disebut (ُ‫ريَّة‬ ۡ ۡ ۡ ۡ
ِ ‫ )اَلغ ََر َمةُ التَّأ ِخ ۡي‬al-gharamat at-ta`khiriyah atau (ُ‫ )اَلغ ََر َمةُ ال َمالِيَّة‬al-gharamat al-maliyah.
(Abdullah Mushlih & Shalah Shawi, Maa Laa Yasa'u at-Tajir Jahlahu, hal. 279 & 335; Ali as-
Salus, Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah, hal. 458).

Para ulama kontemporer berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian membolehkan dan
sebagian lagi mengharamkan. Yang membolehkan antara lain berdalil dengan sabda Nabi SAW,
”Tindakan menunda pembayaran utang oleh orang kaya adalah suatu kedzaliman.” (HR
Bukhari). Juga sabda Nabi SAW, ”Tindakan orang mampu [menunda pembayaran utangnya]
telah menghalalkan kehormatannya dan sanksi kepadanya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasa`i,
Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

Menurut pihak yang membolehkan, hadits ini menjadi dalil jika orang yang mampu
menunda pembayaran utangnya maka ia berhak mendapatkan hukuman, termasuk hukuman
denda. Namun mereka menetapkan dua syarat. Pertama, denda ini tidak boleh disyaratkan di awal
akad, untuk membedakannya dengan riba jahiliyah (riba nasi`ah). Kedua, denda ini hanya
dikenakan bagi yang mampu, tak berlaku bagi yang miskin atau dalam kesulitan Al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 280.
٢٨٠ َ‫خَي ٌر لَّ ُكمۡ ِإ ۡن ُك ۡنتُمۡ ت َۡعلَ ُم ۡون‬ َ َ‫َوِإ ۡن َكانَ ُذ ۡو ُع ۡس َر ٍة فَنَ ِظ َرةٌ اِ ٰلى َم ۡي َس َر ۚ ٍة َوَأ ۡن ت‬
ۡ ‫ص َّدقُ ۡوا‬
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui (QS Al-Baqarah [2]:280). (Abdullah Mushlih & Shalah Shawi, ibid., hal. 337).

Sedang pihak yang mengharamkan berdalil denda semacam ini mirip dengan riba jahiliyah
(riba nasi`ah), yaitu tambahan dari utang yang muncul karena faktor waktu/penundaan. Padahal
justru riba inilah yang diharamkan saat turun surat Al-Baqarah ayat 275;
َ ِ‫سِّ ٰذل‬
‫ا‬tt‫الُ ۡوآ ِإنَّ َم‬ttَ‫َأنَّهُمۡ ق‬t ِ‫ك ب‬ ۚ ‫ان ِمنَ ۡالم‬
َ ُ ‫ط‬ ٰ َ‫اَلَّ ِذ ۡينَ يَ ۡأ ُكلُ ۡون‬
َ ‫الرِّبوا اَل يَقُ ۡو ُم ۡونَ اِاَّل َك َما يَقُ ۡو ُم الَّ ِذ ۡي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ۡي‬
َ‫لَف‬t‫ا َس‬tt‫انتَ ٰهى فَلَ ۥهُ َم‬t ۚ t‫ َّر َم الرِّ ٰب‬t‫ َع َو َح‬t‫ َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي‬t‫وا َوَأ َح‬
ۡ tَ‫ةٌ ِّم ۡن َّربِّ ِهۦ ف‬tَ‫ ٓا َء ۥهُ َم ۡو ِعظ‬t‫وا فَ َم ۡن َج‬t ۗ ‫الرِّب‬
ٰ ‫ۡالبَ ۡي ُع ِم ۡث ُل‬
٢٧٥ َ‫ار هُمۡ فِ ۡيهَا خَالِ ُد ۡون‬ ِ ۖ َّ‫ص َحابُ الن‬ ۡ ‫ك َأ‬ َ ‫ولِٓئ‬
ٰ ‫َوَأمۡ ُر ٓۥهُ اِلَى هّٰللا ۖ ِ َو َم ۡن عَا َد فَُأ‬
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah [2]:275)
Maka apapun namanya, ia tetap riba, baik diambil dari orang yang mampu atau tidak, baik
disyaratkan di awal akad atau tidak. (Abdullah Mushlih & Shalah Shawi, ibid., hal. 338).
Pendapat yang rajih adalah yang mengharamkan. Alasannya: Pertama, meski orang
mampu yang menunda pembayaran utang layak dihukum tapi tak pernah ada sepanjang sejarah
Islam seorang pun qadhi (hakim) atau fuqoha yang menjatuhkan hukuman denda. Padahal kasus
semacam ini banyak sekali terjadi di berbagi kota di negeri-negeri Islam.

(Simpanlah baik-baik lembaran ini, di dalamnya ada ayat-ayat Al-Qur’an)


Media Umat / Rubrik: Ustadz Menjawab 2 Tema : Denda Karena Terlambat Bayar Utang, Bolehkah?

Jumhur fuqoha berpendapat hukumannya adalah ta'zir, yaitu ditahan (al-habs) meski
sebenarnya boleh saja bentuk ta'zir lainnya. (Abdullah Mushlih & Shalah Shawi, ibid., hal. 338;
Ali As-Salus, ibid., hal. 449).

Hal itu karena sudah maklum bahwa pemberi utang hanya berhak atas sejumlah uang yang
dipinjamkannya, tidak lebih. Baik ia mendapatkannya tepat pada waktunya atau setelah terjadi
penundaan. Tambahan berapa pun yang diambilnya sebagai kompensasi dari penundaan
pembayaran tiada lain adalah riba yang diharamkan. (Ali As-Salus, ibid., hal. 449).

Kedua, denda karena terlambat membayar utang mirip dengan riba, maka denda ini
dihukumi sama dengan riba sehingga haram diambil. Kaidah fiqih menyebutkan:
. ُ‫ب ال َّش ۡى َء اُ ۡع ِط َي ح ُۡك ُمه‬ َ َ‫َما ق‬
َ ‫ار‬
Maa qaaraba al-syai'a u'thiya hukmuhu (Apa saja yang mendekati/mirip dengan sesuatu, dihukumi
sama dengan sesuatu itu). (M. Shidqi Burnu, Mausu'ah al-Qawa'id Al-Fiqhiyah, 9/252).

Kesimpulannya, menjatuhkan denda karena terlambat membayar utang atau angsuran


utang hukumnya haram karena termasuk riba. Wallahu a'lam.[MU. April 2011]

(Simpanlah baik-baik lembaran ini, di dalamnya ada ayat-ayat Al-Qur’an)

Anda mungkin juga menyukai