Anda di halaman 1dari 12

AKAD IBRA

Panji Adam
DEFINISI IBRA’
• Secara etimologi al-ibra’ artinya adalah al-tanzih (pembersihan), al-talkhis
(pembebasan, pemurnian) dan muba’adah (menjauhkan) dari sesuatu.
• Secara terminologis syara ibra’ adalah pengurangan (al-isqath) oleh
seseorang terhadap haknya yang berada di dalam tanggungan orang lain;
seperti pengurangan oleh da’in (pihak yang berpiutang) terhadap al-dain
(utang) yang berada dalam tanggungan al-madin (pihak yang berutang).
• Ibra’ disamping mengandung makna al-isqath (pengguguran), juga
mengandung makna lain, yaitu al-tamlik (pemilikan, menjadikan utang
yang ada sebagai hak milik pihak yang berutang).
• jadi ibra’ adalah pengguguran terhadap utang yang ada dan memilikinya
(al-tamlik) kepaa pihak yang berutang.
• Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa akad hibah dalam arti umum mencakup
3 hal, yaitu: al-shadaqah, al-hadiyah dan al-ibra’. Pengertian al-ibra’
adalah menghibahkan piutang kepada pihak yang wajib membayar
dan/atau melunasinya.
LANDASAN YURIDIS AKAD IBRA’
• Dasar hukum ibra’ adalah dalam Al-Quran dan hadis. Adapun dalam
al-Quran adalah sebagai berikut:
• Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan...(Q.S al-Baqarah (2): 280).
• Substansi penggalan ayat di atas memrintahkan pihak yang
berpiutang memberikan tenggang waktu yang cukup kepada pihak
yang berutang untuk membayar kewajibannya (utang). Sampai
akhirnya pihak yang berutang mampu untuk menunaikan prestasinya.
• dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.S al-Baqarah (2): 280).
• Ayat di atas bermaknabolehnya ibra’ mu’abbad (pembebasan
pembayaran utang tanpa batas waktu) dan di antara produknya
adalah penghapusan pembiayaan.
Lanjutan...
• Adapun landasan yuridis akad ibra’ dalam hadis Rasulullah Saw di antaranya riwayat
sebagai berikut:
،‫ب يَ ْوِم الْ ِقيَ َام ِة‬
ِ ‫ َن َّفس اهلل َعْنهُ ُكربةً ِمن ُكر‬،‫الد ْنيا‬
َ ْ َ ْ ُ َ َ ُّ ِ ‫ «من َن َّفس َعن م ْؤِم ٍن ُكربةً ِمن ُكر‬:‫اهلل صلَّى اهلل َعلَْي ِه وسلَّم‬
‫ب‬ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ َ ُ َ
ِ ‫ول‬ ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ْن أَيِب ُهَرْيَرَة‬
‫ َواهللُ يِف َع ْو ِن الْ َعْب ِد َما َكا َن الْ َعْب ُد يِف َع ْو ِن‬،‫الد ْنيَا َواآْل ِخَرِة‬
ُّ ‫ َسَتَرهُ اهللُ يِف‬،‫ َوَم ْن َسَتَر ُم ْسلِ ًما‬،‫الد ْنيَا َواآْل ِخَرِة‬
ُّ ‫ يَ َّسَر اهللُ َعلَْي ِه يِف‬،‫َوَم ْن يَ َّسَر َعلَى ُم ْع ِس ٍر‬
‫َخ ِيه‬
ِ ‫أ‬،
• “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, maka Allah Sawt
akan meleaspakan kesulitannya pada hari kiamat; siapa yang memudahkan urusan
orang lain maka Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirtat, dan siapa
yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan tutup aibnya di dunia dan akhirat
dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong sudaranya”.
(H.R Muslim).
‫كلم النيب صلى اهلل عليه وسلم غرماء جابر ليضعوا عنه‬
• “Rasulullah Saw berbicara kepada pihak-pihak yang memiliki piutang kepada Jabir dan
meminta mereka untuk menggugurkan utang Jabir r.a”.
RUKUN AKAD IBRA’
• Rukun ibra’ menurut ulama Hanafiyyah hanya ijab saja yang dilakukan oleh
al-mubri (pihak yang berpiutang yang membeaskan pihak yang berutang
dari tanggungan utangnya) yang menunjukan secara jelas bahwa ia
melepaskan haknya tersebut. hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
rukun adalah bagian inti dari sesuatu yang tanpanya, sesuatu tersebut tidak
ada. Sedangkan elemen atau unsur akad ibra’ lainnya berupa kedua belah
pihak yang melakukan akad ibra’ dan objeknya, maka semua itu adalah sisi-
sisi atau bagian luar akad, bukan termasuk rukun.
• Sementara itu, jumhur ulama berpendpaat bahwa akad ibra’ memiliki empat
rukun, yaitu al-mubri’ (pihak yang membebaskan hak piutangnya), al-mubra’
(pihak yang berutang yang dibebaskan dari utangnya), shighat (ijab) dan al-
mubra’ minhu (objek al-ibra’ yaitu berupa utang, harta atau hak), dengan
berdasarkan pertimbangan bahwa rukun adalah sesuatu yang bergantung
kepadanya, baik itu termasuk bagian atau unsur di dalamnya, yaitu ijab sana
atau kabul saja; maupun merupakan bagian atau unsur luar, seperti kedua
belah pihak yang mengadakan akad ibra’ dan objek ibra’.
SYARAT DALAM AKAD IBRA’
• Pembahasan mengenai syarat dalam akad ibra silahkan untuk
mempelajari secara langsung dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuh karya Wahbah al-Zuhaili, terbitan Dar al-Fikr, Damaskus.
MACAM-MACAM IBRA’
• Al-ibra’ yang mengandung arti al-isqath bisa dibagi menjadi beberapa
macam bagian berdasarkan beberapa pertimbangan atau jika dilihat
dari beberapa sisi, yaitu jika dilihat dari sisi keumuman dan tidaknya,
maka terbagi menjadi 2, yaitu khsuus dan umum. Jika diliat dari sisi
waktunya, maka terbagi 2 yaitu yang telah lalu dan yang akan datang.
Jika dilihat dari sisi shighat nya maka terbagi menjadi 2, yaitu al-ibra
yang mengandung arti al-isqath dan al-ibra yang mengandung arti al-
istifa (pembebasan dengan mengeluarkan pernyataan dan pengakuan
telah menerima pemenuhan hak yang ada).
Al-IBRA’ DILIHAT DARI SISI KEUMUMAN DAN
TIDAKNYA
• Ibra umum adalah peng-ibra’-an atau pembebasan dari setiap harta ‘ain, utang dan
dari hak yang berada dalam tanggungan seseorang (al-mubra’). Seperti halnya juga
mencakup al-bara’ah (keterbebasan) dari semua hak seperti yang dijelaskan oleh
ulama Hanafiyyah walaupun hak tersebut bukan berupa hak bersifat kehartaan,
seperti kafalah (jaminan) terhadap jiwa, qishah dan hadd menuduh orang berbuat
zina (qadzf), keterbebasan dari sesuatu pengganti yang berupa harta seperti harga
pembelian barang yang dijual atau upah biaya sewa, keterbebasan dari sesuatu
pengganti yang tidak bersifat harta seperti mahar dan denda jinayah (tindak pidana),
keterbebasan dari sesuatu yang tertanggung seperti barang ghasab-an atau amanat
seperti barang titipan dan barang pinjaman.
• Al-ibra’ khusus adalah peng-ibra’an atau pembebasan dari suatu hak tertentu, dan
peng-ibra’-an ini hanya terbatas atau terkhsus pada objek khusus dan tertentu
tersebut. jika seseorang di-ibra’-kan atau dibebaskan dari utang tertentu umpamanya,
maka ia hanya terbebas dari utang tertentu tersebut saja, atau ia di-ibra’-ka dari
utang umum seperti peng-ibra’-an terhadap seseorang dari tanggungan utangnya
kepada pihak lain, maka ia juga terbebas dari tanggungan utang tersebut. jika ia di-
ibra’-kan dari sebuah rumah, barang atau amanat umpamanya, maka ia terbebas.
AL-IBRA’ DILIHAT DARI WAKTUNYA
DAN PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT
• Dampak hukum ibra’ ihanya terbatas pada sesuatu (al-mubra minhu’)
yang telah ada dan positif, tidak mencakup utang atau hak-hak yang
muncul dan datang setelah itu. Karena ulama sepakat bahwa gar ibra’
sah, maka disyaratkan al-mubra’ minhu memang sesuatu yang
memang telah ada, tetap dan positif. Dalam “Fatawa Qadhikhan”
disebutkan bahwa al-bara’ah atau keterbebasan yang lalu tidak
berlaku untuk utang yang muncul setelahnya.
PEMBAGIAN IBRA DILIHAT DARI SISI SHIGHAT-NYA
• Menurut ulama Hanafiyyah, ibra dilihat dari sisi shigat-nya menjadi 2,
yaitu berupa al-ibra berupa al-isqath dan al-ibra’ berupa al-istifa.
1. Apabila yang di-ibra-kan adalah ibra yang berarti isqath
(pengguguran), maka al-mubra’ minhu gugur dari tanggungan al-
mubra’, seperti perkataan, “Saya menggugurkan utang yang ada,
atau “Saya membebaskanmu dari tanggungan utang yang ada
dengan pembebasan berupa al-isqath (pengguguran)”. Dalam hal ini
yang digugurkan ada kalanya seluruh utang yang ada atau hanya
sebgainnya saja.
2. Adapun ibra’ dalam bentuk al-istifa adalah pengakuan pihak yang
memiliki hak bahwa ia telah menerima pemenuhan haknya, seperti
perkataan, “Saya membebaskanmu dengan pembebasan al-istifa””
atau “Saya membebaskanmu dari al-istifa”. Ibra’ atau pembebasan
ini berkonsekuensi bahwa setelah itu, pihak yang bersangkutan tidak
boleh menagih lagi utang yang ada.
RAGAM BENTUK IBRA’
• Rafiq Yunus al-Mishri dan Sha’il Ahmad Hasan al-Haj Yunus memberkan ibra’
menjadi 2, yaitu:
1. Ibra’ mutlaq, yaitu pembebasan pembayaran utang secara penuh. Ibra’
muthlaq merupakan ibra’ yang sangat sejalan dengan substansi Q.S al-
Baqarah (2): 280, yaitu membebaskan pihak yang berutang yang mengalami
kesulitan dari kewajiban membayar utangnya.
2. Ibra’ muqayyad, yaitu kesepakatan atau pemberian keringanan (al-maisarah)
kepada pihak yang berutang mengenai kewajiban pembayaran utangnya,
antara lain dalam bentuk:
a. Perpanangan jangka waktu pembayaran, misalnya angsuran yang seharusnya
12 bulan diperpanjang menjadi 24 bulan. Dengan perpanjangan waktu
tersebut, jumlah angsuran yang harus dibayarnya menjadi terjangkau.
b. Pembebasan sebagaian kewajiban, misalnya Lembaga Keuangan Syariah
melakukan pembiayaan murabahah dengan nasabah. LKS membebaskan
sebagaian kewajiban membayar utang murabahah nasabah.
FATWA DSN-MUI MENGENAI IBRA’
• DSN-MUI telah menetapkan dan mengeluarkan fatwa mengenai akad al-
ibra, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Fatwa DSN-MUI Nomor 4 Tahun 2000 tentang Murabahah.
2. Fatwa DSN-MUI Nomor 5 Tahun 2000 tentang Jual-Beli Salam.
3. Fatwa DSN-MUI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Potongan Pelunasan
dalam Murabahah.
4. Fatwa DSN-MUI Nomor 46 Tahun 205 tentang Potongan Tagihan
Murabahah.
5. Fatwa DSN-MUI Nomor 47 Tahun 2005 tentang Penyelesaian Piutang
Murabahah bagi Nasabha yang Tidak Mampu Membayar.
6. Fatwa DSN-MUI Nomor 48 Tahun 2005 tentang Penjadwalan Kembali
Tagihan Murabahah.
7. Fatwa DSN-MUI Nomor 87 Tahu 2012 tentang Metode Perataan
Pengahasilan (Income Smoothing) Dana Pihak Ketiga.

Anda mungkin juga menyukai