Anda di halaman 1dari 8

DHAMAN ATAU KAFALAH

DHAMN ATAU KAFLAH


Olehc

Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

Syariat Islam yang mulia ini senantiasa menjaga semua yang menjadi kemaslahatan manusia
di dunia dan di akheratnya. Syariat menjaga hal-hal yang darurat, hajat dan pelengkapnya,
sehingga semua yang dapat menjaga hal-hal tersebut termasuk dalam maqshid syariat[1].
Ketika orang-orang membutuhkan interaksi dengan jaminan dan kafalah, maka Islam
membenarkan adanya jaminan. Apalagi dizaman sekarang ini, sangat sulit bila tidak
diberlakukan adanya penjamin dalam banyak muamalat, seperti hutang dan lain-lainnya.
Salah satu bentuk jaminan tersebut adalah adh-dhamn atau al-kaflah.
A. Pengertian al-Kaflah atau adh-Dhamn
Menurut Bahasa
Al-kaflah menurut bahasa berarti al-dhamn (jaminan), hamlah (beban)
dan zamah (tanggungan). Oleh karena itu Ibnul Arabi menyatakan bahwa kata ,(),()
(
) dan (
) memiliki pengertian dan makna yang sama.
dalam bahasa Arab
Sedangkan al-Mziri dalam Syarh al-Talqn menyatakan: kata ()
dan kata ( dan ()
),() semuanya satu maknanya. Namun ini diselisihi oleh
al-Mwardi yang menyatakan: Kebiasaan (praktek dalam masyarakat-red) telah
mengkhususkan kata dhamn ( untuk diyat (yaitu tebusan
) untuk harta, haml ()
untuk harta yang banyak sekali serta
akibat membunuh atau melukai) dan zam ()
untuk jiwa. kata (
() [2]
)mencakup semua itu, demikian juga kata () .
Menurut Syara
Para Ulama memberikan definisi yang beragam tentang
pengertian kaflah atau Dhamn ini, namun yang paling lengkap adalah:





Menyatukan tanggung jawab penjamin kepada tanggung jawab orang yang dijamin dalam
komitmen untuk menunaikan hak wajib, baik diwaktu itu atau dimasa yang akan datang. [3]
B. Rukun
Rukun adh-dhamn atau al-kaflah ada lima, yaitu
1. Ad-Dhamn atau al-kafl (orang yang menjamin atau penjamin)
2. Al-Madhmn lahu atau al-makfl lahu (orang yang diberikan jaminan. Misalnya, dalam
kasus jaminan hutang, al-madhmn lahu adalah pemiliki piutang)
3. Al-Madhmn anhu atau al-makfl Anhu (orang yang dijamin)
4. Al-Madhmn atau al-makfl (objek jaminan) berupa hutang, uang, barang atau orang
5. Sighah (akad/ijab)
C. Syarat
Ad-Dhamn atau al-kafl yaitu orang yang memberikan jaminan. Orang ini harus memenuhi
syarat-syarat berikut: baligh, berakal, merdeka (bebas) dalam mengelola harta bendanya
(tidak dilarang membelanjakan hartanya (mahjr) dan ini dilakukan dengan kehendaknya
sendiri, bukan terpaksa. Dengan demikian, berarti anak-anak dan orang gila tidak bisa
menjadi penjamin.
Al-Madhmn lahu atau al-makfl lahu yaitu orang yang diberikan jaminan. Syaratnya, orang
yang diberikan jaminan harus diketahui oleh orang yang memberikan jaminan karena
manusia itu tidak sama dalam cara menuntut jaminan yang dijanjikan, ada yang keras dan
ada yang lunak. Syarat ini ditetapkan demi kemudahan dan kedisiplinan terutama
dimaksudkan untuk menghindari kekecewaan di belakang hari bagi penjamin, bila orang
yang dijamin membuat ulah.
Al-Madhmn anhu atau al-makfl anhu adalah orang yang dijamin. Pada orang ini, tidak
disyaratkan rela terhadap penjamin, namun lebih baik jika dia rela atau ridha. Artinya,
kerelaan orang yang dijamin terhadap pemberi jaminan bukan syarat sah akad pemberian
jaminan.
Al-Madhmn atau al-Makfl adalah utang, barang atau orang. Disebut juga al-
madhmn bihi atau al-makfl bihi. Pada al-madhmn atau al-makfl ada syarat yang harus
terpenuhi yaitu dapat diketahui dan sudah ditetapkan.
Oleh karena itu tidak sah dhamn (pemberian jaminan), jika objek jaminan, tidak diketahui
dan belum ditetapkan karena ada kemungkinan hal ini ada gharar (tipuan atau
ketidakjelasan)
Sighat atau lafazh adalah pernyataan yang diucapkan oleh penjamin. Sighat atau lafazh ini
harus mengandung makna menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti
sementara.
Umpamanya Saya menjamin hutangmu kepada si A dan sebagainya yang mengandung
ungkapan jaminan.

Lafadz-lafadz yang menunjukkan al-kaflah menurut para Ulama adalah seperti lafadz
: Tahammaltu, takaffaltu, dhammintu, ana kafil laka, ana zaim, huwa laka indi, atau huwa
laka alaya.
Shighat ini hanya diperlukan dari pihak penjamin. Dengan
demikian, kaflah atau dhamn hanya pernyataan sepihak saja.
Hendaknya diingat bahwa jaminan berlaku hanya menyangkut harta dengan sesama manusia
saja, tidak dengan Allh Azza wa Jalla.

Contohnya : menjamin hukuman qishash bagi pembunuh dan potong tangan bagi pencuri.
Hukuman tersebut harus dijalani langsung oleh pelakunya dan tidak boleh dialihkan kepada
orang lain.
D. Dasar Hukum Syariat
Dasar pensyariatan adh-dhamn atau kaflah ini adalah dalil al-Qur`an, as-Sunnah dan
Ijma .
1. Dalil Al-Quran, diantaranya firman Allh Azza wa Jalla :





Yaqb berkata, Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu,
sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allh, bahwa kamu pasti
akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh. Tatkala mereka
memberikan janji mereka, maka Yaqb berkata, Allh adalah saksi terhadap apa yang
kita ucapkan (ini). [Ysuf/12 : 66]
Ayat yang mulia ini menunjukkan adanya syariat pemberian jaminan. Dalam ayat ini,
jaminan dilakukan dengan badan, karena mereka menjamin dan bertanggung jawab kepada
Nabi Yaqb dengan badan mereka. Ini syariat orang sebelum kita yang juga menjadi syariat
bagi kita selama tidak ada syariat kita yang menyelisihi syariat orang sebelum kita itu. [4]
Demikian juga firman Allh Azza wa Jalla :




Penyeru-penyeru itu berkata, Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya. [Ysuf/12 : 72]
Ibnu Abbs Radhiyallahu anhu menyatakan bahwa kata ( )di sini bermakna penjamin
Sehingga ini menunjukkan bolehnya kaflah. oleh karena itu Ibnu Katsr t berkata
() .
bahwa ini termasuk dalam ad-dhamn dan al-kaflah. [5]
2. Dalil As-Sunnah.
Ada beberapa hadits Nabi n yang menunjukkan bolehnya ad-dhamn atau al-kaflah,
diantaranya:
:

:



:
: : :

:
: :
:
:

: : :
:




: :
Dari Salamah bin al-Akwa Radhiyallahu anhu beliau berkata, Kami duduk-duduk disisi
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba dibawakan jenazah seraya mereka berkata
kepada Beliau Shallallahu alaihi wa sallam, Shalatkanlah mayat ini! Beliau Shallallahu
alaihi was allam bertanya, Apakah ia memiliki tanggungan hutang? Mereka menjawab,
Tidak. Lalu Beliau Shallallahu alaihi wa sallam tanya lagi, Apakah dia meninggalkan
harta? Mereka menjawab, Tidak. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
menyhalati jenazah tersebut.
Lalu didatangkan kembali jenazah yang lain dan mereka berkata, Ya Raslullh!
Shalatkanlah mayat ini! Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bertanya, Apakah ia
memiliki tanggungan hutang? Mereka menjawab, Ya Beliau Shallallahu alaihi wa
sallam bertanya lagi, Apakah dia meninggalkan harta? Jawab mereka, Ya. Dia
meninggalkan harta 3 dinar.
Lalu didatangkan kembali jenazah yang ketiga dan mereka berkata, Ya Raslullh!
Shalatkanlah mayat ini. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bertanya, Adakah dia
meninggalkan harta? Mereka menjawab, Tidak. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
bertanya, Apakah ia memiliki tanggungan hutang? Mereka menjawab, Ya, hutang 3
dinar. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam berkata, Shalatkanlah teman kalian itu. Abu
Qatdah Radhiyallahu anhu berkata, Shalatilah dia! Wahai Raslullh! Saya yang
menanggung utangnya! Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
menyhalatinya. [HR. Al-Bukhri, an-Nasi dan Ahmad]
3. Ijma Ulama membolehkan (mubah) dhamn dalam muamalah karena dhamn sangat
diperlukan dalam waktu tertentu.
Adakalanya orang memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu
biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi bisnisnya besar.
Demikian juga kita dapati muamalah orang yang menjamin orang lain sejak abad-abad
permulaan hingga kini tanpa ada yang mengingkari sama sekali. Ijma ini telah dinukilkan
dalam kitab Hasyiyah Ibnu Abidin, 5/285.[6]
E. Macam-Macam Kafalah
Secara umum kaflah dibagi menjadi 2 bagian :

Kaflah an-nafsi (kaflah jiwa dengan jiwa)


Kaflah an-Nafsi adalah Menyatukan tanggung jawab penjamin kepada tanggung jawab
orang yang dijamin dalam komitmen untuk menunaikan hak wajib menghadirkan orang
yang dijamin pada waktunya.[7]
Dalam jenis ini ada keharusan bagi pihak penjamin (al-kafl/al-dhamn) untuk
menghadirkan orang yang ia jamin kepada orang yang dia berikan jaminan (al-makfl lahu).
Penjaminan yang menyangkut masalah manusia, hukumnya mubah (boleh), menurut
pendapat jumhur Ulama dari mazhab Mlikiyah, Syfiiyah, Hanafiyah dan Hanbilah
dengan dasar firman Allh Azza wa Jalla :



Mereka berkata, Wahai al-Aziz, Sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut
usianya, lantaran itu ambillah salah seorang diantara kami sebagai gantinya,
Sesungguhnya kami melihat kamu termasuk oranng-orang yang berbuat baik. [Ysuf/12:
78].
Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan bahwa maksudnya; ambillah salah seorang dari
kami sebagai gantinya sehingga saudaranya tersebut bisa pulang bersama mereka. [8] Ini
juga didukung oleh sabda Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam :


Penjamin itu menanggung hutangnya dan hutang harus ditunaikan. [HR. Ibnu Mjah no.
2405 dan dishahihkan al-Albni dalam Shahh Sunan Ibnu Mjah].
Dengan demikian orang yang ditanggung tidak mesti mengetahui permasalahan
karena kaflah menyangkut badan bukan harta.
Contohnya : A menjamin akan menghadirkan B yang sedang dalam perkara mahkamah
(pengadilan) pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Dengan ini, maka si A wajib
berusaha maksimal untuk menghadirkan si B dalam sidang yang telah ditentukan tersebut.

Penjaminan ini hanya berlaku pada hak-hak manusia, bukan berhubungan dengan hak Allh
seperti hukuman (had) minum al-khamr dan had menuduh zina dan yang lainnya.

Jenis kaflah ini merupakan akad memberikan jaminan atas diri. Sebagai contoh dalam
praktik perbankan untuk kaflah ini yaitu seorang nasabah yang mendapat pembiayaan
dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun
bank secara fisik tidak memegang barang apapun tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat
mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.

Kaflah bil mal (kaflah dengan harta) yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan
oleh dhamn/kafl dengan pembayaran (pemenuhan) harta. Kaflah harta ada 3 macam :
1. Kaflah bid dain adalah kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain. Contoh
: A menjamin utang B kepada C.
2. Kaflah dengan penyerahan benda (Kaflah at-taslm) adalah kewajiban menyerahkan
benda-benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang
dighasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli, disyaratkan materi tersebut yang
dijamin untuk ashil (pihak yang berhutang) seperti dalam kasus ghasab. Namun bila bukan
berbentuk jaminan, kaflah batal. Contoh : A menjamin mengembalikan barang yang
dipinjam oleh B kepada C. Apabila B tidak mengembalikan barang itu kepada C maka A
wajib mengembalikannya kepada C.
3. Kaflah dengan aib adalah bahwa barang yang didapati berupa harta terjual dan didapati
ada bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya maka ia
(pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti
barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai.
F. Pelaksanaan Kaflah
Akad kaflah atau dhamn ini adalah akad permanen (lzim atau mengikat) dari pihak al-
kafl atau adh-dhamn (penjamin) dan dia dengan komitmen tersebut harus menunaikan
hutang orang yang berhutang (jika yang dijamin itu hutang) atau menghadirkan orang yang
dijaminnya. Dan penjamin tidak bisa membatalkan akad kaflah tanpa persetujuan dan
keridhaan dari al-makfl lahu.
Kaflah dapat dilaksanakan dalam 3 bentuk yaitu :

1. Munjaz (tanjiz) adalah tanggungan yang ditunaikan seketika, seperti seseorang berkata,
Saya tanggung si Fulan dan saya jamin si Fulan sekarang.
Apabila akad penanggungan (kaflah) ini terjadi, maka penanggungan atau jaminan itu
mengikuti akad utang. Maksudnya, apakah harus dibayar ketika itu, ditangguhkan atau
dicicil sesuai dengan akad ketika orang yang dijamin itu berhutang, kecuali disyaratkan
pada saat akad penanggungan.
Kaflah al-munjazah ini adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka dan untuk
kepentingan atau tujuan tertentu.
Salah satu bentuk kaflah al-munjazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk
performance Bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim dikalangan perbankan dan hal
ini sesuai dengan bentuk akad ini.
2. Muallaq (taliq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang
berkata, Jika kamu memberikan hutang kepada anakku maka aku yang akan
membayarnya atau Jika kamu ditagih A maka aku yang akan membayarnya.
3. Muaqqat (tauqit) adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu
waktu, seperti ucapan seseorang Bila ditagih pada bulan Ramadhan maka aku yang
menanggung pembayaran utangmu. Menurut madzhab Hanafi penangguhan seperti ini sah
tetapi menurut madzhab Syafii batal.
Apabila akad telah berlangsung maka madmn lahu (orang yang diberi jaminan) boleh
menagih kepada kafl atau kepada madhmn anhu, hal ini dijelaskan oleh jumhur Ulama.
G. Hal-Hal Yang Muncul Dari Akad Kaflah atau Dhamn
Akad kaflah atau dhamn memiliki konsekuensi, diantaranya:
1. adh-Dhamn adalah menyatukan tanggung jawab penjamin kepada tanggung jawab orang
yang dijamin (al-ashl) sehingga perkara yang dijamin menjadi tanggung jawab berdua. Dan
dengan pembayaran atau pelunasan dari salah satu dari keduanya, maka akad dhamn ini
telah berakhir. Inilah pendapat mayoritas Ulama. [9]
2. Pemilik piutang memiliki hak memilih untuk menagih orang yang berhutang kepadanya
atau menagih orang yang memberikan jaminan. Karena kaflah adalah penyatuan tanggung
jawab dan sudah jelas tanggung jawabnya dipikul oleh mereka berdua sehingga
diperbolehkan menagih kepada salah satu darinya.
Namun karena ini adalah amal kebaikan si penjamin dan perbuatan membantu orang lain,
maka sebaiknya bila menagih pertama kali kepada yang berhutang, apabila ia tidak
melunasinya maka dipenjara sampai jelas ia tidak mampu kemudian menagih penjamin
untuk melunasinya. Inilah pendapat mazhab Mlikiyah dan dirajihkan oleh Ibnu Qayyim.
3. Apabila orang yang menjamin (dhamn) memenuhi kewajibannya dengan membayar utang
orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali uang dibayarkannya itu kepada al-madhmn
anhu (orang yang dijaminnya), jika pembayaran itu atas perintah atau izinnya serta dia
berniat menagih ulang. Ini menurut kesepakatan empat mazhab.
Namun mereka berbeda pendapat, apabila penjamin membayar atau menunaikan beban
orang yang ia jamin tanpa izin atau permintaan orang yang dijamin.

Menurut mazhab Syfii dan Hanafi bahwa membayar utang orang yang dijamin tanpa izin
darinya adalah sunnah dan dhmin (penjamin) tidak punya hak untuk minta ganti rugi
kepada al-madhmn anhu.
Menurut madzhab Mliki, dhamn berhak menagih kembali kepada al-madhmn anhu.
Menurut Ibnu Hazm, dhamn tidak berhak menagih kembali kepada al-madhmn anhu atas
apa yang telah ia bayarkan baik dengan izin al-madhmn anhu maupun
tidak. Kafl berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak dari tuntutan kecuali
membayar atau al-madhmn lahu (orang yang diberikan jaminan) membebaskan utang
untuk kafl atau mem-fasakh-kan (menghapus) akad kaflah, sekalipun al-madhmn
anhu dan kafl tidak rela.
Masa Berakhirnya
Akad kaflah atau dhamn ini akan berakhir dengan hal-hal berikut:
1. Hutang atau hak wajib terlunasi, baik dari yang berhutang (al-madhmn anhu) atau
penjamin (dhmin) atau orang lain.
2. Pemaafan dari pemilik piutang atas hutang orang yang dijamin dan dari penjaminnya.
3. Apabila penjamin (kafl) berdamai dengan pemilik hak wajib (makfl lahu) dari hutang
dengan kompensasi tertentu.
4. Pengalihan hutang dari Kafl kepada orang lain dengan benar atau pengalihan hutang oleh
pemilik hutang kepada orang lain dengan benar, karena pengalihan hutang seperti serah
terima.
5. Apabila ada penggagalan hutang yang dijamin atau gugur. Dengan sebab hilangnya
tanggung jawab pemilik hutang, maka tanggung jawab penjamin juga hilang. Dengan ini
berarti akad kaflah telah selesai.
6. Hilangnya harta tertentu yang dikaflah atau barang yang dijadikan jaminan hancur bukan
karena perbuatan manusia. Apabila akibat perbuatan manusia maka dhamn tidak selesai
dan wajib bagi yang merusak atau menghilangkannya untuk menggantinya.
7. Pemilik piutang wafat dan seluruh harta warisnya menjadi hak orang yang berhutang,
maka kafl lepas dari kaflahnya.
8. Apabila kafl melunasi hutang dan pemilik hutang memiliki piutang pada kafl dengan
nominal yang sama dengan hutangnya, sehingga selesailah kaflah dengan hal itu. Seakan-
akan ada barter antara hutangnya dengan piutangnya yang ada pada kafl.
9. Kaflah an-nafsi berakhir apabila kafl telah menyerahkan yang dijamin kepada yang
menuntutnya di tempat yang mampu digapai oleh penuntut untuk menghadirkannya di
persidangan.
10. Kematian kafl mengakhiri akad kaflah apabila tidak ada kecerobohan atau sikap tidak
benar. Apabila ada indikasi kecorobohan semasa hidupnya maka kaflah tetap berjalan dan
diambilkan dari harta warisannya dalam rangka menjaga hak pemilik piutang.
11. Dalam kaflah an-nafsi, kematian orang yang dijamin menghilangkan kaflahnya,
karena kafl hanya diharuskan menghadirkan yang dijamin dan itu tidak mungkin dengan
kematiannya.[10]
Demikianlah sebagian dari pembahasan seputar dhamaan atau kafalah semoga bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] Tujuan-tujuan ditetapkannya syariat
[2] Lihat al-Qms al-Muhth, 4/243 dan al Mujam al-Wasth, 1/546)
[3] Al-Fiqhu al-muyassar, 6/106
[4] Min Fiqhil Mumalt, hlm. 230
[5] Tafsir Ibnu Katsr, 3/523
[6] Lihat, al-Fiqhu al-Muyassar qismi al-Muamalat, 6/123
[7] al-Fiqhu al-muyassar, 6/125
[8] Tafsr al-Qurthubi, 9/240
[9] Al-Fiqhu al-Muyassar, 6/129-130
[10] (lihat al-Fiqhu al-Muyassar dengan perubahan 6/131-133).

Sumber: https://almanhaj.or.id/6999-dhaman-atau-kafalah.html

Anda mungkin juga menyukai