Anda di halaman 1dari 22

BAB I

Zakat kontemporer

Perbedaan antara pemikiran ulama-ulama klasik dengan ulama kontemporer mengenai harta

yang wajib dizakati. Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkategorikan bahwa harta yang

kena zakat adalah : binatang temak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian dan yang

terakhir adalah hasil pertanian. Tetapi dalam ijtihad kontemporer yang saat ini salah satunya

diwakili Qardawi, beliau merinci banyak sekali model-model harta kekayaan yang kena

zakat, sebanyak model dan bentuk kekayaan yang lahir dari semakin kompleknya kegiatan

perekonomian.

Qardawi membagi kategori zakat kedalam sembilan kategori; zakat binatang ternak, zakat

emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian

meliputi tanah pertanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil

laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain2, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat

saham serta obligasi. Dari sisi jumlah kategori, kita akan dapatkan bahwa hasil ijtihad fiqh

zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat kategori harta wajib zakat yang telah

diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Kategori baru yang terdapat pada buku tersebut

adalah, zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lainJain. Zakat

pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Bahkan Qardawi juga menambah

dengan zakat hasil laut yang meliputi mutiara ambar dan lain-lain. Kaidah yang digunakan

oleh ulama kontemporer dalam memperluas kategori harta wajib zakat adalah, bersandar pada

dalil-dalil umum, disamping berpegang pada syarat harta wajib zakat yaitu tumbuh dan

berkembang. Baik tumbuh dan berkembang melalui usaha atau berdasarkan pada dzat harta

tersebut yang berkembang.


Selain pada persoalan penghimpunan dana zakat maka dalam hal penyaluran dana zakat pun

telah mengalami perkembangan yang signifikan. Secara umum zakat dikelola dengan

menyerahkan barta zakat berupa uang dari orang-orang yang wajib zakat (Muzakki) kepada

orang-orang yang berhak menerima zakat (Mustahiq). Akan tetapi secara khusus, saat ini ada

trend pengelolaan zakat yang pendistribusiannya bukan dalam bentuk uang, namun dalam

bentuk program. Program pendistribusian zakat kontemporer (saat ini) dilakukan dalam

bentuk pemberian beasiswa kepada peserta didik miskin (seperti yang dilakukan Yayasan

Dompet Dhuafa Rumah zakat dan Lembaga Amil Zakat Lainnya), atau dalam bentuk lain

yang tujuannya memang ingin memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat miskin dalam

beragam dimensi yang ada.

Selain itu dalam konteks modem, para Ulama kontemporer telah merumuskan beberapa fatwa

yang terkait dengan zakat. Fatwa-Fatwa Hasil Sidang IV yang dilaksanakan di Bahrain, 17

Syawwal l4l4 * 29 Maret 1994 dapat ditinjau dari beberapa aspek :

1. Penyaluran Zakat untuk Amilr fatwanya meliputi :

a. Amil zakat adalah setiap orang yang ditunjuk oleh pemimpin negeri-negeri Islam, atau

ditugaskan dan dipilih oleh lembaga yang berkiprah di bidang zakat, baik pemerintah maupun

organisasi keislaman untuk nelaksanakan aktivitas pengumpulan, penyaluran beserta segala

konsekuensinya seperti advertansi tentang hukum-hukum zakat, memperkenalkannya kepada

para pemilik modal, advertansi tentang para mustahiq, menyimpan, mengelol4 menjaga,

mengembangkan, mendayagr.rnakan dalam sektor usaha profit making sesuai ketentuan yang

sudah diputuskan dalam Fatwa hasil sidang I. Lembaga Islam yang termasuk di sini adalah

yayasan-yayasan Islam, berbagai wadah perkumpulan yang ada di zaman kini yang concem

di bidang shadaqah. Semua lembagaJembaga tersebut di atas harus sesuai dengan sistem

Islam dan syaratsyarat yang ditetapkan untuk bisa menjadi amil zakat.
b. Diantara tugas yang harus dike{akan oleh amil adalah tugas yang bersifat baku karena

terkait dengan tugas pokok dan manajemen. Maka, dipersyaratkan untuk setiap orang yang

akan memegang tanggung jawab ini adalah ia harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh

para fuqaha (ahli fiqh), seperti muslim, laki-laki, amanah, berilmu tentang hukum-hukum

zakat. Dan bisa ditambahkan p€rsyaratan lainnya jika ada salah satu persyaratan di atas yang

tidak terpenuhi.

c. Amil zakat berhak atas dana zakat namun tidak boleh lebih dari gajinya walaupun mereka

bukan fakir, dengan catatan p€nyaluran untuk seluruh amil dan peralatan serta administrasi

tidak boleh lebih dari 12,5 o/o. Hal ini dengan memperhatikan untuk tidak mempeke{akan

orang untuk menjadi amil kecuali sesuai kebutuhan walaupun sebaiknya tanggung jawab gaji

mereka, seluruhnya atau sebagiannya, dibebankan kepada pemerinah. Hal ini ditujukan agar

dana zzkat juga tersalur kepada para mustahiq lainnya. Amil tidak boleh menerima

pemberian apapun, hadiah, hibah, ataupun uang dari orang lain.

d. Penambahan lokasi lembaga./yayasan dan administrasinya yang konsekuensinya akan

memerlukan penambahan sarana dan prasarana, jika tidak memungkinkan untuk bisa

menganggarkan dari dana selain zakat seperti anggar:rn negara, hibah, shadaqah, maka boleh

untuk diambilkan dari hak amil sesuai kebutuhan. Iful ini dengan catatan bahwa sarana dan

prasarana tersebut memiliki hubungan langsung dengan aktivitas pengumpulan zakat,

penyaluran, ataupun darnpak positif terhadap progresivitas penerimaan zakat

e. Wajib melakukan kontrol terhadap lembaga zakat. Llal ini sebagai bentuk pengamalan

terhadap perilaku Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengevaluasi para petugas zakat.

Sebab, amil zakat adalah pemegang amanah harta, maka ia harus memberikan

pertanggunglawabamya, baik berupa pelanggaran maupun ketidakoptimalan ke{anya.


f. Amil harus selalu memperhatikan kode etik Islam secara umum seperti sopansantun kepada

para muzakki, mendoakan muzakki, kepada mustahiq, mempublikasikan hukum-hukum zakat

dan urgensinya sehingga terc apai social insurance, serta brsegera dalam menyalurkan

berbagai shadaqah ketika ada mustahiq.

2. Zakat atas Harta Haram, meliputi :

a. Harta haram adalah setiap harta yang oleh syariat diperingatkan agar dijauhi dan tidak

digunakan, baik haram secara dzat karena mengandung unsur bahaya maupun nista seperti

bangkai dan minuman keras, ataupun haram karena faktor lain, misalnya karena adanya link

yang salah dalam proses perolehannya seperti memiliki tanpa izin pemiliknya (menipu),

ataupun mengambil dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh syariat walaupun saling

ridha, seperti riba dan suap.

b. Untuk harta haram karena sebab adanya link yang salah dalam proses perolehannya, maka

ia tidak ada pemililnya sepanjang zaman apapun. Pemegang harta ini wajib

mengembalikannya kepada pemiliknya yang sah ataupun kepada ahli warisnya, jika

terketahui. Jika tidak lagi memungkinkan, maka ia wajib menyalurkannya dalam sektor sosial

sehingga ia bisa terbebas dari harta tersebut, dengan meniatkan shadaqah dari pemiliknya

yang sah.

c. Jika harta haram itu merupakan gaji atas peke{aan haram, maka pemiliknya harus

menyalurkannya pada sektor sosial dan tidak mengembalikannya kepada pemilik

sebelumnya.

d. Tidak boleh mengembalikan harta haram kepada pemiliknya jika pemiliknya masih tetap

bermuamalah secara haram yang menyebabkan tedadinya harta haram, seperti bunga bank,

akan tetapi harta itu disalurkan dalam sehor sosial.


e. Jika ia tidak bisa mengembalikan harta t€rsebut kepada pemiliknya yang sah maka ia wajib

mengembalikannya dengan harta yang sepadan ataupun secara senilai jika mampu. Jika tidak,

maka ia wajib menyalurkannya dalam sektor sosial dengan meniatkan shadaqah dari

pemiliknya yang sah.

f. Harta yang haram secara dzat tidak bisa menjadi halal karena dizakati, sebab ia bukanlah

harta yang benar dalam pandangan syariat. Oleh karena itu, wajib atas setiap kita

membebaskan diri darinya dengan cara-cara yang dibenarkan syariat.

g. Harta yang haram karena adanya faltor lain, semisal karena adanya link yang salah dalam

proses perolehannya tidak ada zakaffiya. Namun jika sudah dikembalikan kepada pemiliknya

yang sah maka, b€rdasarkan pendapat yang dipilih, pemiliknya wajib menunaikan z*afiya

untuk tahun pertama saja walupun harta tersebut sudah berlalu bertahun-tahun.

h. Pemegang harta haram, jika ia mengeluarkan zakat atas harta tersebut, maka ia

mendapatkan dosa karena ia masih memegang harta haram, dan zakatnya tidak sah, dan ia

tetap menanggung beban itu sampai ia mengembalikan kepada pemiliknya yang sah ataupun

kepada ahli warisnya jika mampu ataupun menshadaqahkan atas nama pemiliknya.

3. Zakat dan Pajak, meliputi:

a. Sidang menluarakan kepada para pemimpin pemerintahan negeri-negeri muslimin untuk

menetapkan undang-undang tentang pengumpulan dan penyaluran zakat. Sidang

menyuarakan agar mereka mendirikan badan atau lembaga zzkat dengm seluruh penerimaan

dan penyalurannya dalam rekening dan sistem tersendiri. Sidang juga menyuarakan agar

mereka meninjau ulang seluruh sistem keuangan yang sudah ada dan menyesuaikannya

dengan sistem Islam.


b. Pada dasamya, neraca keuangan negara adalah dari penerimaan kepemilikan umum dan

penerimaan yang halal. Namun jika tidak mencukupi, pemerintah diperbolehkan menetapkan

pajak dengan cara yang adil untuk kebutuhan pembiayaan negara dimana hal itu tidak boleh

dari penerimaan zakat, ataupun untuk menutupi defisit dalam penyaluran zakat dalam

memenuhi kebutuhan para mustahiq.

c. Karena pembolehan penetapan adanya pajak adalah demi kemaslahatan, maka wajib tetap

memperhatikan maslahat ketika akan menetapkan besaran pajak, sesuai dengan kaidah sistem

keuangan yang Islami dan memperhatikan kaidahkaidah umum serta maqashid syariah

(tujuan+ujuan penetapan hukum).

d. Dipersyaratkan agar dalam menetapkan adanya aturan pajak tetap melihat kepada

kebutuhan faktual.

e. Wajib memperhatilen azss keadilan dalam timbangan syariat, baik dalam penyaluran dan

penggunaannya, serta ditetapkar adanya fungsi kontrol yang terpercaya dan professional.

f. Pembayaran pajak tidak menggugurkan kita dari kewajiban menunaikan zakat karena

perbedaan keduany4 baik dari aspek dasar hukum perwajibannya maupun tujuan utamany4

apalagl jika dilihat dari aspek lainnya seperti tatakelolanya, standar minimal wajibnya,

penyalurannya. Dan tidak boleh memotong pajak dari harta wajib zakat.

g. Pajak yang wajib dibayarkan dalam satu tahun akan tetapi tidak dibayarkan dalam 2 tahun,

maka pajaknya dipotongkan dari harta wajib zakat, dengan pertimbangan bahwa hak yang

wajib ditunaikan.

h. Sidang menyarankan kepada pemerintah negeri-negeri muslimin untuk mengevaluasi

undang-undang dan peraturannya agar bisa mengeluarkan zakat dari harta wajib pajak. FIal

ini untuk memudahkan muslimin dalam menunaikan kewaj iban zakatnya


Sumber Zakat Kontemporer Berdasarkan pendekatan yang telah dijelaskan di atas maka

berikut pembahasan tentang beberapa jenis zakat yang dapat dikenakan berdasarkan

pandangan ulama kontemporer.

l. Zakat Penghasilan/Profesi, merupakan salah satu kasus baru dalam fiqh (hukum Islam). Al-

Quran dan al-Sunnah, tidak memuat aturdn hukum yang tegas mengenai zakat profesi

ini.Begitu juga ulama mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syaf i, dan Ahmad ibn Hanbal

tidak pula memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat profesi ini. Hal ini disebabkan

oleh terbatasnya jenis-jenis usaha atau pekeiaan masyarakat pada masa Nabi dan imam

mujtahid. Sedangkan hukum Islam itu sendiri adalah refleksi dari peristiwa-peristiwa hukum

yang te{adi ketika hukum itu ditetapkan. Tidak munculnya berbagai jenis pekerjaan dan jasa

atau yang disebut dengan profesi ini pada masa Nabi dan imam-imam mujtahid masa lalu,

menjadikan zakat profesi tidak begitu dikenal (tidak familiar) dalam Sunnah dan kitabkitab

fiqh klasik. Dan adalah wajar apabila sekarang te{adi kontroversi dan perbedaan pendapat

ulama di sekitar zakat profesi ini.Ada ulama yang mewajibkannya dan ada pula ulama yang

secara apriori tidak mewajibkannya. Para penentang keberadaan zakat profesi bukan tidak

punya argumen, sebab mereka sesungguhnya juga para ulama bahkan dari segi jumlah,

mereka amat banyak, karena merupakan representasi dari pendapat umumnya para ulama

sepanjang zaman. Mereka selama 14 abad tidak pemah berupaya melakukan 'penciptaan'

jenis zakat baru, bukan karena tidak melihat perkembangan zaman, namun karena mereka

memandang bahwa masalah zakat bukan semata-mata mengacu kepada rasa keadilan. Tetapi

yang lebih penting dari itu, zakat adalah sebuah ibadah yang tidak terlepas dari ritual.

Sehingga j enis kekayaaan apa saja yang wajib dizakatkan, harus mengacu kepada nash yang

shahih dan kuat dari Rasulullah SAW. Tidak boleh hanya didasarkan pada sekedar sebuah

ijtihad belaka. Selama tidak ada nash dari Rasulullah SAW, maka kita tidak punya wewenang

untuk membuat jenis zakat baru. Meski demikian, para ulama ini bukan ingin menghalangr
orang yang ingin bersedekah atau infaq. Hanya yang perlu dipahami, mereka menolak bila

hal itu dimasukkan ke dalam bab zakat, sebab zakat itu punya banyak aturan dan

konsekuensi. Sedangkan bila para artis, atlet, dokter, lawyer atau pegawai itu ingin

menyisihkan gajinya sebesar 2,5 % per bulan, tentu bukan hal yang diharamkan, sebaliknya

justru sangat dianjurkan.

2. Zakat saham dan Obligasi, Secara praktis instrumen saham belum didapati pada masa

Rasulullah SAW dan para sahabat. Pada masa Rasulullah SAW dan sahabat yang dikenal

hanyalah perdagangan komoditas barang riil seperti layaknya yang te{adi pada pasar biasa.

Pengakuan kepemilikan sebuah perusahaan (syirkah) pada masa itu belurn direpresentasikan

dalam bentuk saham seperti layaknya sekarang. Dengan demikian pada masa Rasulullah

SAW dan para sahabat, bukti kepemilikan dan atau jual-beli atas sebuah aset hanya melalui

mekanisme jual-beli biasa dan belum melalui Inrtial Public Ofering dengan saham sebagai

instrumennya. Pada saat itu yang terbentuk hanyalah pasar riil biasa yang mengadakan

pertukaran barang dengan uang fiual-beli) dan pertukaran barang dengan barang atau barter.

Terkait dengan zakat saham, Qardawi mengemukakan dua pendapat, pertama, jika

perusahaan itu merupakan perusahaan industri mumi, artinya tidak melakukan kegiatan

perdagangan maka sahamnya tidaklah wajib dizakati, misalnya perusahaan hotel, biro

pe{alanan dan transportasi. Alasannya saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan,

gedung-gedung, sarana dan prasarana lainnya. Akan tetapi keuntungan yang ada dimasukkan

ke dalam harta pemilik saham tersebut, lalu zakafiya dikeluarkan beserta harta lainnya,

pendapat ini dikemukakan pula oleh Syekh Abdul Rahman Isa.Kedua, jika perusahaan

tersebut merupakan perusahaan dagang mumi yang membeli dan menjual barang-barang,

tanpa melakukan kegiatan pengolahaq seperti perusahaan yang menjual hasil-hasil industri,

perusahaan dagang intemasional, ekspor-impor maka wajib dikeluarkan zakat *aflryz.

Abdurrahman Isa dalam Qardawi (2010), berpendapat kriteria wajib zakat atas saham
perusahaan adalah perusahaan itu harus melakukan kegiatan dagang, apakah disertai kegiatan

industri atau tidak. Ulama-Ulama besar seperti Abu Zahra, Abdur Rahman Hasan, dan Khalaf

berpendapat bahwa saham dan obligasi adalah kekayaan yang dipe{ual belikan sehingga

pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya, sama seperti barang dagangan

lainnya, sehingga saham dan obligasi termasuk kategori objek zakat.

3. Zakat Perusahaan, Zakat perusahaan" (Corporate zakat) adalah sebuah fenomena baru,

sehingga hampir dipastikan tidak ditemukan dalarn kitab fiqih klasik. Terkait dalil yang

mewajibkan zzkat atzs harta perusahaan, para ulama fiqh kontemporer memiliki dua

pandangan. Pertama. Tidak wajib zakat, karena tidak ada teks yang mewaj ibkannya. Kedua.

Wajib zakat pada harta-harta di atas, dengan dalil-dalil berikut ini: (1) Q.S. Albaqarah (2) :

267 dan Q.S. At-Taubah (9) :103 serta hadist riwayat Bukiari dari Anas bin Malik,

bahwasanya Abu Bakar menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang z*at binatang

temak yang didalamnya ada unsur sfirkah. Sebagian isi surat itu antara lain: "......Jangan

dipisahkan sesuatu yang telah tergabung (berserikat), karena takut mengeluarkan zakat. Dan

apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi), maka

keduanya harus dikembalikan (dipe{uangkan) secara sama". Teks hadist tersebut sebenarnya,

berkaitan dengan perkongsian zakat binatang temak, akan tetapi ulama menerapkannya

sebagai dasar qiyas (analog) untuk perkongsian yang lain, sep€rti p€rkongsian dalam

perusahaan. Dengan dasar ini, maka keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha di pandang

sebagai syakhsiah hukmiayah (badan hukum). Para individu di perusahaannya. Segala

kewajiban ditanggung bersama dan hasil akhirpun diniknati bersama, termasuk di dalamnya

kewajiban kepada Allah, yakni zakat harta. Namun harus diakui bahwa, kewajiban zakat bagi

perusahaan yang dipandang sebagai syakhsiah hukmiah, masih mengandung sedikit

khilafiyah di kalangan ulama kontemporer. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena

memang lembaga badan hukum seperti perusahaan itu memang belum ada secara formal
dalam wacara fiqih klasik. Meskipun ada semacam khilafiyah, tetapi umumnya ulama

kontemporer yang mendalami masalah zakat, mengkategorikan lembaga badan hukum itu

sebagai menerima hukum taklif dari segi kekayaan yang dimilikinya, karena pada hakekatnya

badan hukum tersebut merupakan gabungan dari para pemegang saham yang masingmasing

terkena taklif. Justru itu, maka tak syah lagi ia dapat dinyatakan sebagai syakhsyiyah

hukmiayah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perusahaan. (2) Alasan kewajiban

zakat hata adalah pertambahan, setiap harta yang bertambah, maka wajib zakat, seperti hewan

temak, pertanian, dan uang. Sedangkan harla konsumsi pribadi, dikategorikan sebagai harta

tidak berkembang, maka tidak wajib zakat.Dan perusahaan adalah jenis kekayaan yang paling

besar perkembangannya di zaman sekarang ini. (3) Sesungguhnya hikmah zakat adalah untuk

membersihkan pemilik harta, dan memberi keleluasaan kepada orang-orang yang

membutuhkan, dan menjaga Islam. Apa boleh hal ini tidak diwajibkan kepada pemilik

perusahaan, pabrik, pesawat terbang, kapal laut, dan apartemen? (a) Telah menjadi

kesepakatan ulama tentang kewajiban zakat yang tidak disebutkan langsung oleh Rasulullah

SAW. secara tekstual, tetapi para ulama menetapkannya menggunakan qiyas, seperti zakat

emas, menurut Imam Syaf i, adalah qiyas terhadap perak. Zakat harta pemiagaan diqiyaskan

dengan uang. Zakat kuda menurut madzhab Hanafi diqiyaskan dengan zakat hewan lainnya

yang telah disebutkan secara tekstual. Zakat madu menurut madzhab Hanbali diqiyaskan

dengan pertanian. Zakatbwang tambang menurut mereka diqiyaskan dengan emas, perak, dan

sebagainya seperti yang tercantum dalam buku-buku fiqh.(5) Sedangkan teks fiqh yang tidak

mewajibkan zakat pada rumah tinggal, alat ket'a, kendaraan pribadi, perabotan rumah tangg4

dengan menyeriakan alasan bahwa harta benda jenis ini digunkan untuk konsumsi primer,

tidak berkembang. Maka jika berubah dari konsumsi pribadi menjadi harta berkembang,

maka wajib zakat. Diceriakan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal pemah mendapatkan biaya

sewa rumahnya, lalu ia mengeluarkan zakatnya. Diriwayatkan dari Imam Ahmad tentang
omng yang menyewakan rumahnya, ia wajib mengeluarkan zakat penghasilannya (6) Az-

Zrftally dalam karya monumentalnya *Al-frqhi Al-Islami wa Adillatuhu" menuliskan : Fiqih

Islam mengakui apa yang disebut dalam hukum positif sebagai syakhsyiyah hukmiyah atau

syakhsyiyah I'tibariyah/ma'nawiyah atau mujanadoh (badan hukum) dengan mengakui

keberadaannya sebagai lembagalembaga umum, seperti yayasan, perhimpunan dan

perusahaan, sebagai syakhsiyah (badan) yang menyerupai syathsyiyah manusia pada segi

kecakapan memiliki, mempunyai hak-hak, menjalankan kewajibankewajiban, memikul

tanggung jawab yang berdiri sendiri secara umum. (8) Zarga dalam kitab "Madkhal Al-Fiqh

al'Aam" mengatakan, ..Fiqih Islam mengakui adanya syakhsyiyah hukmiyah atau I'tibariyah

(badan hukum). Oleh karena zakat perusahaar; analogi dari zakat prdagangan, maka

perhitungaq nishab dan syaxat-syarat lairmya, juga mengacu pada zakat perdagangan.Dasar

perhitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada nwayat yang diterangkan oleh Abu

'lJbaid dalam kitab al-Amwal dari Maimun bin Mihram.'Apabila telah sampai batas waktu

untuk membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki baik uang (kas) atau pun

barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang.

Demikian pula piutang. Kemudian hitunglah hutang-hutangmu dan kurangkanlah atas apa

yang engkau miliki". (9) Dalam peraturan perundangundangan zakat di lndonesia, zakat

perusahaan telah diatomodasi di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, yaitu pasal I

l. Dinyatakan bahwa di antara objek zakat yang wajib dikeluarkan zzkafiya adalah

perdagangan dan perusahaan dan kemudian dirubah dalam UU No 21 Tahun 20ll tentane

pengelolaan zakat pda pasal 4 ayat 3 yang menyatakan Zakat mal sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.

1. Zakat Profesi
Pengertian Zakat Profesi

Zakat profesi adalah zakat dikenakan pada penghasilan yang diperoleh dari profesi. Adapu

profesi adalah setiap pekerjaan yang menghasilkan uang, baik pekerjaan itu dikerjakan

sendiri tanpa tergantung orang lain (konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, penjahit,

pelukis, dan lain-lain) maupun pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama misalnya

pegawai (negeri atau swasta) dengan sistem upah atau gaji. Dalam istilah fiqh pendapatan

seperti ini dikatakan sebagai al-maal as-mustafaad.

Landasan Hukum Zakat Profesi

Kewajiban zakat profesi didasarkan kepada nash-nash yang bersifat umum, seperti :

1. Al-Qur’an surat At-Taubah : 103

‘Pungutlah zakat dari kekayaan mereka , engkau bersihkan dan sucikan mereka dengannya.”

2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 267

‘Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”

3. Al-Qur’an surat Adz-Dzariyaat : 19

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang yang meminta dan orang-orang miskin

yang tidak mendapat bagian”

Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fii Zhilalil Qur’an ketika menafsirkan firman Allah dalam

surat Al-Baqarah ayat 267 menyatakan, bahwa nash tersebut mencakup seluruh hasil usaha

manusia yang baik dan halal, dan mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari

dalam dan atas bumi.

Al-Qurtubi dalam tafsir Al-Jaami’ li Ahkaam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan kata-kata hakkun ma’lum (hak yang pasti) pada surat Adz-dzariyaat : 19 adalah zakat
yang diwajibkan, artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan,

jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.

Sementara itu, dalam Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait (29 Rajab

1404 H / 30 April 1984 M) telah disepakati tentang wajibnya zakat profesi apabila telah

mencapai nishab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.

Dalam pasal 11 ayat 92 Bab IV UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, dijelaskan

bahwa harta yang dikenai zakat meliputi:

a. Emas, perak, dan uang;

b. Hasil perdagangan dan perusahaan;

c. Hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan;

d. Hasil pertambangan;

e. Hasil peternakan;

f. Hasil pendapatan dan jasa;

g. Rikaz.

Nishab, Kadar, dan Waktu Zakat Profesi

Ada beberapa pendapat tentang cara menentukan nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan

zakat profesi. Hal ini sangat bergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan.

1. Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar, dan waktu

mengeluarkannya sama dengan zakat emas dan perak. Nishabnya 85 gram emas, kadar

zakatnya 2,5 % dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan

pokok.

2. Jika dianalogikan dengan zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau

gandum, kadar zakatnya sebesar 5 % dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau

penghasilan, misalnya sebulan sekali.


3. Jika dianologikan pada zakat rikas, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nisab, dan

dikeluarkan pada saat menerimanya.

Menurut DR. KH. Didin Hafidudin dalam bukunya Zakat dalam Perekonomian Modern,

zakat profesi bisa dianalogikan pada dua hal sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada

zakat emas dan perak. Dari sudut nishab dianalogikan pada pada zakat pertanian, yaitu

sebesar lima ausaq atau senilai 653 kg padi/gandum ( = Rp. 1.632.500,- jika diasumsikan

harga padi Rp. 2500/kg) dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Misalnya setiap bulan bagi

karyawan yang menerima gaji bulanan langsung dikeluarkan zakatnya, sama seperti zakat

pertanian yang di kelurkan pada saat panen, sebagaimana digambarkan oleh Allah SWT

dalam surat al–An’aam: 141

Karena dianalogikan pada zakat pertanian, maka zakat bagi profesi tidak ada ketentuan haul.

Ketentuan waktu menyalurkannya adalah pada saat menerima, misalnya setiap bulan, dapat

didasarkan pada ‘urf (tradisi) di sebuah negara. Karena itu profesi yang menghasilkan

pendapatan setiap hari, misalnya dokter yang membuka praktek sendiri, atau notaris,

zakatnya dikeluarkan sebulan sekali.

Penganalogian zakat profesi dengan zakat pertanian dilakukan karena ada mirip di antara

keduanya (al-syabah). Jika hasil panen setiap musim berdiri sendiri tidak terkait dengan hasil

sebelumnya, demikian pula gaji dan upah yang diterima, tidak terkait dengan penerimaan

bulan kesatu, bulan kedua dan seterusnya. Berbeda dengan perdagangan yang selalu terkait

antara bulan pertama dan bulan kedua dan seterusnya sampai dengan jangka waktu satu tahun

atau tahun tutup buku.

Dari sudut kadar zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji, honorarium, upah

dan yang lainnya pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu kadar zakatnya

adalah sebesar rub’ul usyri atau 2,5 %.


Qiyas syabah, yang penulis gunakan dalam menetapkan kadar dan nisab zakat profesi pada

zakat pertanian dan zakat nukud (emas dan perak) adalah qiyas yang ‘ilat hukumnya

ditetapkan melalui metode syabah .

CONTOH MENGHITUNG ZAKAT PROFESI

1. Seorang pegawai negri dengan gaji tetap per bulan Rp. 2 juta, kemudian setiap setahun

sekali juga dapat THR sebesar satu kali gaji. Adapu kebutuhan pokok tiap bulannya Rp. 1

juta, maka zakatnya adalah :

Total gaji dalam setahun Rp. 24.000.000,-

Tunjangan Hari Raya Rp. 2.000.000,-

Total penghasilan per tahun Rp. 26.000.000,-

Kebutuhan pokok dalam setahun Rp. 12.000.000,-

Sisa anggaran dalam setahun Rp. 14.000.000,-

Sisa anggaran lebih dari 1 nishab*, maka zakat yang harus dikeluarkan :

2,5 % x Rp. 14.000.000,- = Rp. 350.000/tahun atau Rp. 29.167/bulan.

2. Seorang notaris memperoleh penghasilan bersih per tahun 50 juta rupiah, sedangkan

kebutuhan pokok per bulannya sebesar Rp. 2.000.000,-, maka zakatnya adalah :

Total penghasilan dalam se tahun Rp. 50.000.000,-

Kebutuhan pokok dalam setahun Rp. 24.000.000,-

Sisa anggaran dalam setahun Rp. 26.000.000,-

Sisa anggaran lebih dari 1 nishab*, maka zakat yang harus dikeluarkan :

2,5 % x Rp. 26.000.000,- = Rp. 650.000/tahun atau Rp. 54.167/bulan.

* Nishab emas = 85 gram

Jika diasumsikan harga emas Rp. 100.000,-/gram, maka nishab emas = Rp. 8.500.000,-
 

2. ZAKAT PERUSAHAAN

Landasan Hukum

Kewajiban zakat pada perusahaan didasarkan pada nash-nash yang bersifat umum, seperti :

1. Al-Quran surat al-Baqarah : 267

“Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik..

2. Al-Quran surat at-Taubah : 103.

“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan mereka dengannya.

3. Hadits riwayat Imam Bukhari

Dari Muhammad bin Abdillah al-Anshari dari bapaknya, ia berkata bahwa Abu Bakar r.a.

telah menulis surat yang berisikan kewajiban yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw.,

sebagai berikut :

“…Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah.

Sebaliknya jangan pula dipisahkan harta yang pada mulanya bersatu, karena takut

mengeluarkan zakat.”

“ …Dan harta yang disatukan dari dua orang yang berkongsi, maka dikembalikan kepada

keduanya secara sama.”

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dalam Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di

Kuwait (29 Rajab 1404 H) dinyatakan bahwa kewajiban zakat sangat terkait dengan

perusahaan, karenanya sejak awal harus ada kesepakatan diantara pemegang saham sehingga

terjadi keikhlasan dan keridhaan.


Dalam Undang-undang No. 38 tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat, dikemukakan pula

bahwa diantara objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan

perusahaan.

Nishab, Waktu, dan Kadar Zakat Perusahaan

Dari Muktamar Internasional tersebut disepakati pula bahwa zakat perusahaan dapat

dianalogikan kepada zakat perdagangan. Sehingga nishabnya juga sama dengan zakat

perdagangan yaitu sama dengan nishab zakat emas dan perak senilai 85 gram emas.

Zakat tersebut harus dikeluarkan setelah perusahaan berjalan selama satu tahun, sedangkan

kadar zakatnya sebesar 2,5 %.

Cara Menghitung Zakat Perusahaan

Ada dua pendapat cara menghitung zakat perusahaan:

1. Perusahaan dagang : penghitungan zakat didasarkan pada neraca perusahaan, dimana harta

perusahaan yang harus dizakati adalah senilai aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban

lancar (utang jatuh tempo).

2. Perusahan jasa : Penghitungan zakat didasarkan pada keuntungan perusahaan (Laporan

Laba Rugi).

Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Seiring dengan diberlakukannya UU No. 38 Tahun 1999 dan UU No. 17 Tahun 2000 tentang

Pajak Penghasilan dan diatur dalam UU PPh yang baru yaitu bahwa :

“Zakat (yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak baik pribadi / badan usaha yang

dimiliki ummat Islam kepada Lembaga Amil Zakat atau badan Amil Zakat yang telah
disyahkan oleh Pemerintah) dapat dijadikan bukti pengurangan atas pajak yang akan

dibayarkan oleh wajib pajak”

Contoh perhitungan :

1. Pak Haji Qodir punya rumah kotrakan petak 8 pintu di daerah Ciganjur. Harga

kontrakan tiap pintu adalah Rp. 150.000,-. Jadi setiap bulan beliau menerima total

uang kontrakan sebesar 8 x Rp. 150.000 = Rp. 1.200.000,-. Namun ini adalah

pemasukan kotor. Sedangkan kehidupan Pak Haji Qodir ini semata-mata

menggantungkan dari hasil kontrakan. Beliau punya tanggungan nafkah keluarga

yang kebutuhan pokoknya rata-rata tiap bulan Rp. 1.000.000,-. Jadi yang tersisa dari

pemasukan hanya Rp. 200.000,-. Bila dikumpulkan dalam setahun, maka akan didapat

Rp. Rp. 2.400.000,- dari pemasukan bersihnya. Angka ini sudah melewati nishab

zakat investasi yang besarnya Rp. 1.300.000,-. Karena itu zakat yang harus

dikeluarkan adalah 5 % dari pemasukan bersih. Jadi besarnya zakat yang

dikeluarkannya adalah dari setiap pemasukan bersih tiap bulan 5 % x Rp. 200.000 =

Rp. 20.000,-.Angka ini tidak terasa memberatkan bagi seorang Haji Qodir yang bukan

termasuk investor kaya.

2. PT. Alam Prima memiliki 1000 armada taxi. Uang setoran bersih tiap taxi setelah

dipotong biaya perawatan dan lain-lain adalah Rp. 100.000,- perhari. Separo dari

armadanya masih berstatus hutang kredit. Sehingga uang setoran untuk ke-500

armada itu digunakan untuk mencicil pembayaran. Maka dalam sehari pemasukan

bersihnya adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 50.000.000 = Rp. 50.000.000,-.

Zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-

perhari. Dalam setahun akan terkumpul dana zakat dari PT Alam Prima uang zakat

sebesar 365 x Rp. 2.500.000,- = Rp. 912.500.000,-. Jumlah yang lumayan besar ini
tentu sangat berarti untuk mengentaskan kemiskinan umat Islam. Seandainya semua

perusahaan taxi milik umat Islam menerapkan zakat dalam perusahaannya, banyak hal

yang bisa dikerjakan.

3. ZAKAT SAHAM DAN OBLIGASI SYARIAH

Saham adalah hak pemilikan tertentu atas kekayaan satu perseroan terbatas (PT) atau atas

penunjukkan atas saham tersebut. Tiap saham merupakan bagian yang sama kekayaan itu.

Obligasi adalah perjanjian tertulis dari Bank, perusahaan, atau pemerintah kepada

pembawanya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu

pula.

Saham dapat memberikan keuntungan sesuai keuntungan perusahaan atau bank, yang bisa

banyak atau sedikit sesuai keberhasilannya perusahaan atau bank itu, tetapi juga menanggung

kerugiannya. Sedangkan boligasi memberikan keuntungan tertentu atas pinjaman tanpa

bertambah atau berkurang.

Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk

penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori

harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari

nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan

zakat itu dibayarkan setiap tahun.

Contoh:

Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal

Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300,-
Total jumlah harta (saham) = 500.000 x Rp.5.300,- = Rp.2.650.000.000,-

Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000,- = Rp. 66.750.000,-

4. ZAKAT INVESTASI (Pabrik, Gedung, dan sejenisnya)

Hasil eksploitasi adalah kekayaan yang wajib zakat atas materi, dikenakan bukan karena

diperdagangkan tetapi karena mengalami pertumbuhan yang memberikan penghasilan dan

lapangan usaha kepada pemiliknya, dengan menyewakan materi itu atau menjual

produksinya.

Sebagaimana disepakati para fuqaha, bahwa setiap harta yang tumbuh dan berkembang

diwajibkan padanya zakat. Beberapa ulama juga sepakat bahwa barang-barang konsumsi,

seperti barang tidak bergerak, untuk disewakan, serta semua barang yang disewakan wajib

dizakati seperti halnya zakat perdagangan yang harus dikeluarkan setiap tahun.

Karena dianalogikan dengan zakat perdagangan,maka nishabnya adalah senilai 85 gram

emas, dan kadar zakatnya 2,5 % dari hasil sewa tersebut setelah dikurangi biaya-biaya yang

diperlukan.

5. ZAKAT ASURANSI SYARIAH

Konsep asuransi syariah berdasarkan konsep takaful yang merupakan perpaduan rasa

tanggung jawab dan persaudaraan antar peserta. Dalam hal ini para peserta setuju untuk

memberikan sumbangan keuangan untuk derma (tabarru’) karena Allah semata, untuk

membantu sesama peserta yang tertimpa musibah kematian, bencana, dan lain sebagainya.
Perusahaan asuransi sebagai pengelola dana dapat melakukan kegiatan-kegiatan usaha

berdasarkan prinsip bagi hasil, seperti mudharabah,murabahah, musyarakah, wadiah, dan

sebagainya.

Atas dasar itu jika dilihat dari kajian zakat, perusahaan asuransi syariah termasuk ke dalam

sumber atau obyek zakat. Sehingga setiap tahun harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %

dari total aset (selain aktiva tetap) yang dimilikinya setelah diperhitungkan rugi labanya.

Demikian juga nasabah atau peserta atau ahli warisnya yang mendapatkan klaim asuransi,

pada saat menerimanya , ia wajib mengeluarkan zakatnya 2,5 % dari seluruh klaim yang

diterimanya, jika jumlahnya mencapai atau sama dengan senilai 85 gram emas.

6. ZAKAT USAHA TANAMAN ANGGREK, SARANG BURUNG WALET, IKAN

HIAS, DAN SEKTOR MODERN LAINNYA.

Usaha tanaman anggrek, kini konsumennya telah merambah ke berbagai negara merupakan

komoditas yang potensial. Demikian pula usaha sarang burung walet, ikan hias, dan mungkin

yang lainnya. Karena itu usaha-usaha tersebut merupakan obyek zakat yang cukup potensial.

Usahan tersebut termasuk dalam kategori zakat pertanian, karena hasilnya bersifat musiman.

Nisabnya senilai 653 gabah/gandum, dikeluarkan pada saat panen sengan kadar zakat 5 %,

setelah dikurangi keperluan dan biaya dari usaha tersebut.

7. ZAKAT UANG SIMPANAN

Landasan hukum zakat uang simpanan :


“Sayidina Ali telah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda : Apabila kamu mempunyai

(uang simpanan) 200 dirham dan telah cukup haul (genap setahun), maka diwajibkan

zakatnya 5 dirham. Dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu

mempunyai 20 dinar. Dan apabila kamu memiliki 20 dinar dan telah cukup setahun, maka

diwajibkan zakatnya setengah dinar. Demikian juga kadarnya jika nilainya bertambah, dan

tidak diwajibkan zakat suatu harta kecuali genap setahun” (HR. Abu Daud).

Cara menghitungnya adalah dengan melihat saldo terendah dari jumlah simpanan dalam

tempo setahun. Hendaknya dihitung juga perkiraan kapan mulai jatuh haul dan kapan

berakhirnya haul simpanan tersebut. Harus dipastikan juga bahwa di dalam uang simpanan

tersebut tidak terdapat bunga bank (yang menggunakan sistem riba). Jika terdapat bunga

bank, maka hendaknya bunga bank tersebut dikeluarkan dulu dari jumlah simpanan yang

dimiliki.

Beberapa hal yang perlu Anda perhatikan dalam kaitannya dengan zakat uang simpanan:

1. Tentukan tanggal permulaan memasukkan uang simpanan yang telah mencukupi nilai

nisab.

2. Pastikan bahwa jumlah simpanan tidak kurang dari nisab, selama uang tersebut berada

dalam simpanan sepanjang tahun (haul).

3. Jika uang itu di simpan dalam simpanan biasa/tabanas, hitung jumlah saldo terendah dalam

masa penyimpanan selama setahun (haul).

4. Keluarkan bunga bank yang ada dalam simpanan.

5. Bandingkan jumlah simpanan dengan nisab di akhir haul. Jika jumlah simpanan menyamai

atau melebihi nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5 % dari jumlah saldo

terendah yang telah mencapai nisab.

Anda mungkin juga menyukai