Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Penetapan takaran dan timbangan ini adalah atas dasar keadilan Islam yang harus
ditegakkan. Karena definisi adil akan berbeda antara satu dengan lain bila hanya mengikuti
hawa nafsu. Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama berat, tidak berat
sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, dan
sepatutnya tidak sewenang-wenang. Hal ini sejalan dengan prinsip kejujuran untuk
mewujudkan keadilan, sesuai perintah Allah SWT untuk menyempurnakan takaran dan
timbangan. Dalam Al-Isra 17:35, Allah SWT memerintahkan “Dan sempurnakanlah takaran
apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Dan memberikan ancaman untuk pelaku yang curang
didalam menimbang atau menakar, karena didorong hawa nafsu dalam mengambil
keuntungan.
Seberapa jauh berkembangnya alat ukur yang dipergunakan untuk menakar dan
menimbang sesuai dengan perkembangan teknologi,  namun semangatnya tidak boleh
berubah ancaman yang sangat berat terhadap orang-orang yang “bermain-main” dengan
takaran dan timbangan. Dalam Q.s al-Muthaffifin 83: 1-6 dinyatakan, “ Kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka meminta dipenuhkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa mereka akan dibangkitkan, pada
suatu hari yang besar, (yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”
Segala macam bentuk kecurangan tentunya akan menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan. Oleh karena itu, Rasulullah mengingatkan lima perbuatan yang akan
mengkibatkan terjadinya lima macam sanksi dalam kehidupan. (khamsun bi khamsin). 
Pertama, mereka yang tidak menepati janji akan dikuasai oleh musuh mereka; kedua,  orang
yang menghukum tidak sesuai dengan hukum Allah akan ditimpa kemiskinan; ketiga
masyarakat yang telah bergelimang dengan perbuatan keji (al-fahisyah) akan menderita
kematian; keempat mereka yang senantiasa berlaku curang dalam takaran akan mengalami
krisis ekonomi dan kegagalan dalam pertanian;  kelima orang yang  tidak mengeluarkan zakat
akan ditimpa kemarau panjang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Takaran dan Timbangan


Takaran adalah alat yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis, takaran (al-kail)
biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isibarang cair,  makanan dan berbagai
keperluan lainnya. Kata lain yang sering juga dipakai untuk fungsi yang sama adalah literan
Sedangkan timbangan (al wazn)dipakai untuk mengukur satuan berat.
Takaran dan timbangan adalah dua macamalat ukur yang diberikan perhatian untuk benar
benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.

                                                                                               
2.2     Ayat-Ayat dan Hadist yang Menjelaskan Takaran dan Timbangan
QS Al-Muthaffifin : 1-3

 (٢) ‫ َو ْي ٌل‬ ‫لِ ْل ُمطَفِّفِين‬ )١(    َ‫لَّ ِذين‬ ‫إِ َذا‬ ‫ا ْكتَالُوا‬ ‫علَى‬ ِ َّ‫الن‬  َ‫يَ ْستَوْ فُون‬
َ  ‫اس‬
(٣)‫ َوإِ َذا‬ ‫ َكالُوهُ ْم‬  ْ‫أَو‬ ‫ َو َزنُوهُ ْم‬  َ‫ي ُْخ ِسرُون‬
Artinya :
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (Yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”

QS Asy Syu'ara : 181-183

   ‫أَوْ فُوا‬ ‫أ‬ ‫ل‬
َ ‫ ْل َك ْي‬  ‫ َواَل‬ ‫ ُكونُواﺗ‬  َ‫ ِمن‬  َ‫ْال ُم ْخ ِس ِرين‬

ِ َ‫بِ ْالقِ ْسط‬ ‫َق‬


  ‫ َو ِزنُوا‬ ‫اس‬ ِ ‫اي ِم ْل ُم ْست‬

َ َّ‫الن‬ ‫أَ ْشيَا َءهُ ْم‬  ‫ َواَل‬ ‫تَ ْعثَوْ ا‬ ‫فِي‬ ‫ض‬


(٣٨١) ‫ َواَل‬ ‫تَبْخَ سُوا‬ ‫اس‬ ِ ْ‫اأْل َر‬  َ‫ُم ْف ِس ِدين‬

Artinya :
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, Dan janganlah kamu merugikan
manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan”

QS  Al Israa' : 35

(٣٥) z‫ ْال َك ْيلَ َوأَوْ فُوا‬ ‫إِ َذ‬ ‫ ِك ْلتُ ْم‬ ‫ َو ِزنُوا‬ ‫اس‬ ْ


ِ َ‫بِ ْالقِ ْسط‬ ‫ ْال ُم ْستَقِ ِيم‬  َ‫ َذلِك‬ ‫خَ ْي ٌر‬ ‫ َوأَحْ َس ُن‬  ‫تَأ ِوياًل‬
Artinya :
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :


Artinya :
     ”Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa
paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka”.

2.3     Asbabun Nuzul Ayat-Ayat Takaran dan Timbangan


Imam an-Nasa’i dan Ibnu Majah sanad yang sahih meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang
berkata, “Ketika Nabi saw. Baru saja tiba di Madinah, orang-orang di sana masih sangat
terbiasa mengurang-ngurangi timbangan (dalam jual beli). Allah lantas menurunkan ayat,
“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang) !” setelah
turunnya ayat ini, mereka selalu menepati takaran dan timbangan.

2.4     Penjelasan Maksud Ayat-Ayat dan Hadist Mengenai Takaran dan Timbangan
QS Al-Muthaffifin : 1-3

(١) ‫ َو ْي ٌل‬ ‫لِ ْل ُمطَفِّفِين‬


  ‫لِ ْل ُمطَفِّفِين‬   → Orang-orang yang curang

Azab dan kehinaan yang besar pada Kiamat disediakan bagi orang-orang yang curang
dalam menakar dan menimbang. Allah SWT telah menyampaikan ancaman yang pedas
kepada orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang yang terjadi di tempat-
tempat jual beli di Mekah dan Madinah pada waktu itu.

(٢)  َ‫لَّ ِذين‬ ‫إِ َذا‬ ‫ا ْكتَالُوا‬ ‫ َعلَى‬ ‫اس‬


ِ َّ‫الن‬  َ‫يَ ْستَوْ فُون‬   
‫يَسْت‬ →Istawfa yang berarti menerima sepenuhnya, lengkap, sampai nilai penuhnya,
memenuhi. Asal kata yastafuun adalah wafa berarti 'sempurna, memenuhi, ketaatan,
kesetiaan'.

Jika mereka menakar [untuk dirinya] dari orang lain, mereka menakar dengan
penuh. Mufassir al-Maraghi menyebutkan bahwa ada seseorang yang bernama Abu Juhainah,
pedagang di kota Madinah. Dalam aktifitas ekonominyaselalu mempergunakan dua takaran.
Salah satu takaran itu lebih besar dari yang lain. Bila membeli, dia pergunakan takaran yang
lebih besar, dan dikala menjual, dia pakai takaran yang lebih kecil.  Kecelakaan besar yang
diancamkan terhadapkecurangan semacam itu sudah barang tentu merupakan keniscayaan,
Karenaaktifitas itu mengakibatkan kerugian kepada  orang lain.

(٣)‫ َوإِ َذا‬ ‫ َكالُوهُ ْم‬  ْ‫أَو‬ ‫ َو َزنُوهُ ْم‬  َ‫ي ُْخ ِسرُون‬
‫و‬ ُ ‫ ي ُْخ ِسر‬ → Yukhsirun berasal dari kata kerja khasira, membuat rugi,  kehilangan, tidak
sampai, binasa.

Tetapi ketika mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
menguranginya. Ketika muthaffifin (orang yang mengurangi takaran) berada dalam keadaan
mampu memberi dan menerima secara adil, yang mereka lakukan dalam transaksi malah
merugikan pihak lain dan menguntungkan diri mereka sendiri.
Ketiga ayat ini mencakup segala macam kecurangan dalam berbagai aspek dalam
pergaulan hidup. Betapa besarnya dosa orang-orang yang memakan harta benda orang lain
tanpa takaran dan timbangan yang benar seakan-akan mereka memakan harta orang lain
dengan jalan kekuasaan atau kewibawaan dengan jalan mengkomersilkan jabatan. Tidak
ragu-ragu lagi bahwa mereka itu dimasukkan golongan yang mendustakan hari pembalasan,
walaupun lidah mereka berkata bahwa mereka itu mengaku orang-orang yang mukmin yang
tulus ikhlas.

QS Asy Syu'ara : 181-183

(١٨١) ‫أَوْ فُوا‬ ‫أ‬ ‫ ْل َك ْي َل‬  ‫ َواَل‬ ‫ ُكونُواﺗ‬  َ‫ ِمن‬  َ‫ْال ُم ْخ ِس ِرين‬


  ‫أَوْ فُوا‬ ‫أ‬ ‫ْل‬
َ ‫ ْل َكي‬   → Sempurnakanlah takaran

Maksudnya adalah jika kalian berjualan, maka takarlah pembelian mereka dengan
sempurna, dan janganlah kalian merugikan hak mereka sehingga kalian memberikannya
dalam keadaan kurang. Kemudian jika kalian membeli, maka ambillah seperti jika kalian
menjual.

ِ َ‫بِ ْالقِ ْسط‬ ‫ ْال ُم ْستَقِ ِيم‬   


(١٨٢) ‫ َو ِزنُوا‬ ‫اس‬
Timbangan yang lurus

Maksudnya adalah timbanglah dengan timbangan yang lurus dan adil. Serupa ini
disajikan di dalam surat al-muthaffifin, disertai dengan peringatan.

َ َّ‫الن‬ ‫أَ ْشيَا َءهُ ْم‬


‫ َواَل‬ ‫تَ ْب َخسُوا‬ ‫اس‬
Merugikan manusia pada hak-haknya

Maksudnya adalah janganlah kalian mengurangi hak orang lain dalam takaran,
timbangan atau lain-lain, seperti pengukuran dan penghitungan. Bentuk pengurangan hak itu
seperti mengambil telur yang besar dan memberi telur yang kecil, memberi roti yang kecil
dan mengambil roti yang besar, dan seterusnya. Kemudian melarang mereka melakukan
kejahatan yang bahayanya sangat besar, yaitu mengadakan kerusakan di muka bumi dengan
segala bentuknya.

ِ ْ‫اأْل َر‬  َ‫ُم ْف ِس ِدين‬


(١٨٣)  ‫ َواَل‬ ‫تَ ْعثَوْ ا‬ ‫فِي‬ ‫ض‬
Membuat kerusakan di muka bumi

Maksudnya adalah janganlah kalian banyak mengadakan kerusakan di muka bumi,


seperti membunuh, memerangi, menyamun, merampas dan sebagainya. Setelah melarang
mereka melakukan semua itu, selanjutnya syu’aib menakut-nakuti mereka dengan
kemakmuran allah yang maha perkasa, yang telah menciptakan  mereka dan orang-orang
sebelum mereka, yang lebih kuat dan lebih sombong dibanding mereka.

QS  Al-Israa' : 35

(٣٥) z‫ ْال َك ْيلَ َوأَوْ فُوا‬ ‫إِ َذ‬ ‫ ِك ْلتُ ْم‬ ‫ َو ِزنُوا‬ ‫اس‬ ْ


ِ َ‫بِ ْالقِ ْسط‬ ‫ ْال ُم ْستَقِ ِيم‬  َ‫ َذلِك‬ ‫خَ ْي ٌر‬ ‫ َوأَحْ َس ُن‬  ‫تَأ ِوياًل‬

Neraca yang benar


Sesudah itu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar menyempurnakan
takaran bila menakar barang. Yang dimaksud dengan menyempurnakan takaran ialah: pada
waktu menakar barang hendaknya dilakukan dengan setepat-tepatnya dan secermat-
cermatnya, tidak boleh mengurangi takaran atau melebihkannya. Karena itu maka seseorang
yang menakar barang yang akan diterimakan kepada orang lain, demikianlah pula kalau
seseorang menakar barang orang lain, tidak boleh dikurangi, sebab tindakan serupa itu
merugikan orang lain. Demikianlah pula kalau seseorang menakar barang orang lain yang
akan ia terima untuk dirinya, tidak boleh dilebihkan, sebab tindakan serupa itu juga
merugikan orang lain.
Akan tetapi apabila seseorang menakar barang miliknya sendiri, dengan maksud
dipergunakannya sendiri, maka tidaklah berdosa apabila ia mengurangi takaran atau
menambahnya menurut sekehendak hatinya, sebab perbuatan serupa ini tidak ada yang
dirugikan dan tidak ada pula yang merasa beruntung. Allah SWT juga memerintahkan kepada
mereka agar menimbang barang dengan neraca yang benar. Neraca yang benar ialah neraca
yang dibuat seteliti mungkin, sehingga dapat memberikan kepercayaan kepada orang yang
melakukan jual beli, dan tidak memungkinkan terjadinya penambahan dan pemgurangan.

   Maksudnya adalah mereka ditimpa kekeringan dan paceklik, yaitu Allah Subhanahu
wa Ta'ala menahan hujan dari mereka (Dia tidak menurunkan hujan untuk mereka), dan jika
bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan maka Allah akan mengirimkan musibah kepada
mereka berupa serangga, ulat dan hama penyakit lain yang merusak tanaman. Dan jika
tanaman itu berbuah maka buahnya tidak ada rasa manis dan segar. Betapa banyak petani
yang melakukan kecurangan mendapati buah-buahannya tidak memiliki rasa.
BAB III
KESIMPULAN

3.1     Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat kita mengambil kesimpulan bahwa Takaran adalah alat
yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis, takaran (al-kail) biasanya dipakai
untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair, makanan dan berbagai keperluan
lainnya. Sedangkan timbangan (al-wazn) dipakai untuk mengukur satuan berat. Takaran dan
timbangan adalah dua macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar
dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.
Sejalan dengan semangat ekonomi yang menekan akan terwujudnya keadilan dan
kejujujuran, perintah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan berulang kali ditemukan
dalam al-Quran. Dalam QS Al-Isra’ 17: 35, Allah Swt. Sebagai pemilik mutlak alam semesta
memerintahkan, “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Adanya kecurangan dalam menakar dan menimbang terjadi karena adanya ketidakjujuran,
yang didorong oleh keinginan mendapat keuntungan yang lebih besar  tanpa peduli dengan
kerugian  orang lain.

Anda mungkin juga menyukai