Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KHIYAR DAN AKAD


Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas fiqh muammalah
Dosen Pengampu : Taufik Hidayat Nazar, Lc., M.H.

Disusun Oleh :

Bima Prasetya 2002012003


Galuh Rizki Prayogo 2002012005

JURUSAN AHWAL AL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI METRO
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan taufiq serta hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
“Fiqh Muammalah” dengan tepat waktu. Tak lupa sholawat serta salam juga kita haturkan
kepada nabi agung Muhammad SAW yang insyaallah kita nanti-nanti kan syafa’at nya kelak
di hari qiamat, amin yaa rabbal ‘alamin.
Kami selaku pemakalah mengucapkan terimakasih kepada bapak selaku dosen
pengampu mata kuliah fiqh muammalah, dan juga kepada teman-teman sekalian yang telah
memberikan dukungan kepada saya dalam mengerjakan tugas ini. Dan saya mohon maaf
apabila dalam makalah yang saya buat ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Harapan
saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak orang untuk menambah wawasan.
Sekian dari saya

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Metro, 14 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i


KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................1
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Pengertian Khiyar dan Akad ...................................................................................2
B. Rukun,Syarat Khiyar dan Aakad.............................................................................4
C. Macam-macam Khiyar dan Akad ...........................................................................4
D. Hikmah Khiyar dan Akad .......................................................................................10
E. Akad dan Konsekuensinya......................................................................................`10

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................12


A. Kesimpulan .............................................................................................................12
B. Saran .......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disadari ataupun tidak, kita sering melakukan khiyar dan akad dalam kehidupan
sehari-hari. Yakni dalam proses jual beli. Misalnya, ketika kita membeli baju atau
barang lain tetapi ketika dibawa kerumah barang itu tidak sesuai dengan kebutuhan
kita atau terdapat cacat pada barang tersebut sehingga kita mengembalikan dan
menukarnya kepada pedagang ketika kita membeli kita sudah ada perjanjian
dengannya, apabila tidak muat boleh dikembalikan. Hal itu adalah salah satu contoh
daripada khiyar dan akad.
Khiyar adalah pemilihan didalam melakukan akad jual beli apakah mau meneruskan
akad jual beli atau menarik kembali kehendak untuk melakukan jual beli. Dalam
pertimbangan bisnis dan ekonomi khiyar ini menjadi penting karena dengan adanya
khiyar, orang yang melakukan transaksi bisnis yang berjual beli dapat memikirkan
kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan menjadi penyesalan
dikemudian hari lantaran merasa tertipu.
Akad merupakan perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan) antara satu pihak dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban
masing-masing sesusi dengan prinsip syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Khiyar dan Akad ?
2. Apa rukun dan syarat khiyar dan akad ?
3. Bagaimana Macam-macam Khiyar dan Akad?
4. Bagaimana Hikmah Khiyar dan Akad?
5. Bagaimana Akad dan Konsekuensinya?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Khiyar dan Akad
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat khiyar dan akad
3. Untuk Mengetahui Macam-macam Khiyar dan Akad
4. Untuk Mengetahui Hikmah Khiyar dan Akad
5. Untuk Mengetahui Akad dan Konsekuensinya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Khiyar dan Akad


Khiyar adalah “boleh memilih antara dua, meneruskan akad jual beli atau
mengurungkan (menarik kembali), tidak jadi jual beli”. Diadakan khyar oleh syara’
agar kedua orang yang jual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing yang
lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan dikemudian hari lantaran merasa
tertipu. 1
Sedangkan menurut M.Ali Hasan, dalam buku yang berjudul Berbagai Macam
Transaksi dalam Islam, bahwa khiyar adalah untuk menjaga jangan sampai terjadi
perselisihan antara pembeli dengan penjual, maka syari’at islam memberikan hak
khiyar, yaitu hak memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut karena
ada suatu hal bagi kedua bela pihak.
Menurut Hendi Suhendi, dalam buku yang berjudul fikih muamalah, dalam jual beli,
menurut agama islam dibolehkan memilih, apakah akan meneruskan jual beli atau
akan membatalkannya, disebabkan terjadinya oleh suatu hal.
Dalam pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa khiyar adalah suatu
hukum dalam islam yang membolehkan memilih dalam jual beli agar tidak ada
perselisihan maupun penyesalan setelah membeli barang tersebut, dikarenakan barang
yang tidak cocok atau barang yang tidak serasi dengan pembeli.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. (Q.S.
An-Nisa: 29).

Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transaksi
perdagangan, bisnis jual beli. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman
untuk memakan, memanfaatkan menggunakan (dan segala bentuk transaksi lainnya)
harta orang lain denga cara yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at.
Yang diperbolehkan memakan harta orang lain adalah dengan jalan perniagaan yang
saling, “berkeridoan” (suka sama suka) diantara kamu( kedua bela pihak).
1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,(Jakarta:Djajamurni,1954), hlm.286.

2
Walaupun kerelaan adalah suatu yang tersembunyi di lubuk hati tetapi indikator dan
tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan kobul atau apa saja yang dikenal dalam adat
kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk
menunjukkan kerelaan.
Akad secara bahasa diambil dari kata aqada yang berarti mengencangkan (ikatan).
Akad juga dapat berarti jaminan dan janji. Arti ini dapat diaplikasi dalam obyek yang
bersifat materil seperti menghubungkan ikatan tali dan juga obyek yang bersifat
abstrak seperti hubungan perkawinan. Akad juga dapat terjadi hanya dari satu pihak
seperti akad cerai atau dari beberapa pihak seperti akad jual beli.
Arti bahasa dari kata akad ini memiliki korelasi yang kuat dengan arti akad secara
istilah. Secara istilah, akad memiliki dua pengertian, pengertian luas dan pengertian
khusus atau sempit.
Menurut pengertian akad secara umum, akad adalah setiap yang ingin diperbuat oleh
seseorang, baik keinginan ini muncul dari satu pihak seperti wakaf, talak, sumpah
atau keinginan yang muncul dari berbagai pihak seperti jual beli, penanaman saham
dan lain sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan apa yang disebut dengan iltijam
(keterikatan) sehingga akad dalam arti luas mengatur segala keterikatan pihak-pihak
yang ada di dalamnya.
Ketika penjual mengatakan: “Saya jual buku ini”! maka ini dinamakan dengan ijab.
Sedangkan ketika pembeli mengakatan: “Saya beli buku ini‟! maka perkataan ini
disebut dengan qabul. Ketika ijab dan qabul bertemu dan diucapkan oleh orang yang
dibenarkan secara syariat untuk melakukan akad maka ini berimplikasi terhadap
obyek akad yaitu buku dan harga. Implikasi di sini adalah pindahnya kepemilikan
barang dari penjual kepada si pembeli disertai kewajiban pembayaran dari pembeli.
Esensi dari ijab dan qabul adalah adanya indikasi kerelaan dari pihak-pihak yang
berakad. Akad yang dilaksanakan harus sesuai dengan aturan syariat. Akad yang
bertentangan dengan syariat seperti kesepakatan membunuh seseorang, merusak hasil
kebun, mencuri harta dan lain sebagainya merupakan akad tidak sah dalam pandangan
hukum islam. Akad juga harus memberikan dampak tertentu terhadap obyek akad.
Sesuatu yang tidak berdampak terhadap obyek akad seperti membeli barang milik
sendiri, atau menceraikan wanita yang bukan istrinya tidak dapat dikatakan sebagai
akad.
B. Rukun dan Syarat Khiyar dan Akad
Syarat dan Rukun Khiyar
3
a. Syarat-syarat khiyar dalam literature fiqh muamalah yaitu:
a) Barang yang dikhiyarkan hendaknya jelas
b) Barang yang dikhiyarkan hendaklah ditentukan harganya
c) Pembeli harus melihat barang yang dikhiyarkan
b. Rukun khiyar yaitu:
a) Adanya penjual dan pembeli (pelaku khiyar)
b) Adanya barang yang dikhiyarkan
c) Adanya akad dalam pembayaran
d) Shigat (lafadz akad yang jelas)

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha berkenaan dengan rukun akad.


Menurut jumhur fuqaha rukun akad terdiri atas:2
1. Aqid yaitu orang yang berakad (bersepakat)
2. Ma'qud'alaih merupakan benda-benda yang diakadkan, seperti benda yang ada
dalam transaksi jual-beli.
3. Maudhu'al-'aqd yakni tujuan pokok dalam melakukan akad.
4. Shigat al-'aqd yang terdiri dari ijab qabul.

Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat yaitu kepemilikan dan kekuasaan.
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas
beraktivitas dengan apa-apa yang dimilikinya sesuai dengan aturan syara'. Adapun
kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam ber-tasharuf sesuai dengan ketentuan
syara'.

C. Macam-macam Khiyar dan Akad


1. Khiyar Majelis
Khiyar majelis adalah kedua bela pihak yang melakukan akad mempunyai hak
pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli selama masih berada
dalam satu majelis (tempat) atau toko, atau seperti jual beli atau sewa menyewa.
Sebagaimana dalam hadits nabi Muhammad SAW:

2
buku Fikih Muamalah Dinamika Teori Akad dan Implementasinya dalam Ekonomi Syariah, karya Dr. Oni
Sahroni dan Dr. M. Hasanuddin.

4
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda,
“Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-
masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum
berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak
memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah
satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual
beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah
terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak
(meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR.
Al.Bukhari dan Muslim).
Menurut ulama mazhab syafi’i dan hambali,bahwa masing masing pihakberhak
mempunyai khiyar selama masih berada dalam satu majlis, sekalipun sudah
terjadi ijab Kabul.
Berbeda dengan madzhab Hanafi dan Maliki, bahwa suatu akad telah dipandang
sempurna, apabila telah terjadi ijab dan Kabul. Ijab dan Kabul itu terjadi setelah
ada kesepakatan dan saling suka sama suka yang dijelaskan pada surah An-
Nisa:29.3
2. Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang ber akad atau
keduanya, apakah meneruskan atau membatalkan akad itu selama dalam tenggang
waktu yang disepakati bersama.
Umpamanya, pembeli mengatakan “saya akan membeli barang anda ini dengan
ketentuan diberikan renggang waktu selama tiga hari”.
Sesudah tiga hari tidak ada berita, berarti akad itu batal.Khiyar syarat boleh
dilakukan dalam segala macam jual beli, kecuali barang yang wajib diterima
ditempat jual beli, seperti barang-barang riba.Masa khiyar syarat paling lama hanya
tiga hari tiga malam terhitung dari waktu akad.Sabda Rasulullah Saw:
Artinya: “Nabi saw bersabda: Apabila kamu menjual maka katakanlah dengan
jujur dan jangan menipu. Jika kamu membeli sesuatu maka engkau
mempunyai hal pilih selama tiga hari, jika kamu rela maka ambillah,
tetapi jika tidak maka kembalikan kepada pemiliknya.” (HR. Ibnu
Majah).

3
M.Ali Hasan,Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,(Jakarta:Fajar Interpratama,2003), hlm.139.

5
Barang yang terjual itusewaktu dalam masa khiyar kepunyaan orang yang
mensyaratkan khiyar,kalo yang khiyar hanya salah seorang dari mereka. Tetapi
kalau kedua duanya mensyaratkan khiyar,maka barang itu tidak di punyai
seorangpun dari keduanya.

Jika jual beli sudah tetap akan diteruskan,barulah diketahui bahwa barang itu
kepunyaan pembeli mulai dari masa akad.

Tetapi kalau jual beli tidak diteruskan, barang itu tetap kepunyaan si penjual.
Untuk meneruskan jual beliatau tidaknya, hendaklah dengan lapas yang jelas
menunjukkan terus atau tidaknya jual beli

Para ulama fikih sependapat mengetakan, bahwa khiyar syarat ini diperbolehkan
untuk menjaga (memelihara) hak pembeli dari unsur penipuan yang mungkin terjadi
dari pihak penjual.4
Oleh karena itu, salah satu macam-macam khiyar dalam jual beli ini, dapat
dipraktekkan dengan memperhatikan beberapa ketentuan berikut ini:
a. Jika masa khiyar syarat telah lewat, otomatis transaksi menjadi sah dan tidak
dapat dilakukan pembatalan jual beli atau transaksi
b. Hak khiyar syarat tidak dapat diwariskan
c. Sehingga, jika pembeli meninggal pada masa khiyar, kepemilikan barang menjadi
milik ahli waris pembeli
d. Sedangkan jika penjual meninggal dalam masa khiyar, kepemilikan otomatis
menjadi hak pembeli

3. Khiyar ‘aibi
Khiyar ‘aibi adalah dalam jual beli ini, disyaratkan kesempurnaan benda-benda
yang dibeli, seperti seorang berkata ;”saya beli mobil itu seharga sekian, bila mobil
itu cacat akan saya kembalikan”.

Seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah RA bahwa
seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya,
didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada Rasul, maka
budak itu dikembalikan pada penjual.5

4
Op.cit., hlm.287.
5
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta:Fajar Interpratama,2002).hlm.84.

6
Khiyar ‘aib artinya sipembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila
pada barang itu terdapat suatu cacad yang mengurangi suatu kualitas barang itu,
atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang yang seperti itu baik, dan
sewaktu akad cacat nya itu sudah ada tetapi sipembeli tidak tahu, atau terjadi
sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya. Keterangannya adalah Ijma’ “sepakat
ulama mujtahid.
Syarat dan ketentuan berikut, sebelum melakukan khiyar ‘aibi kepada penjual
a. Tidak ada khiyar ‘aibi untuk cacat yang telah disampaikan penjual kepada
pembeli
b. Cacat pada benda tersebut dapat diperiksa, jika timbul perselisihan antara
penjual dan pembeli mengenai cacat benda, maka diselesaikan berdasarkan
ketetapan pengadilan
c. Penjual wajib mengembalikan uang pembelian, jika cacat disebabkan oleh
kelalaian penjual.
d. Jika cacat pada barang karena kelalaian pembeli, maka tidak ada hak
pembeli melakukan khiyar aib.
e. Jika membeli barang dalam jumlah besar. Pembeli dapat menolak
keseluruhan barang apabila ditemukan beberapa stok yang cacat.

f. Atau membeli hanya barang yang tidak cacat dengan mengembalikan


sisanya. Retur barang yang diterima toko kepada produses karena
menemukan cacat produksi adalah salah satu contoh khiyar dalam
kehidupan sehari-hari

4. Khiyar Ru’yah
Khiyar Ru’yah adalah ada hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau
batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat pada saat
akad berlangsung.
Jumhur Ulama (Hanafiah,Malikiyah,Hanabilah dan Zahiriyah), menyatakan,
bahwa khiyar ru’yah disyariatkan dalam islam. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
Yang artinya: “Siapa yang membeli sesuatu yang belum dia lihat, maka dia berhak
Khiyar apabila ia telah melihat barang itu.” (H.R.Darul Quthni).
7
Akad memiliki banyak pembagian dengan klasifikasi yang berbeda-beda. Bahkan
dalam beberapa hal, satu akad dapat disifati dengan lebih dari satu sifat seperti
mana satu akad dapat masuk ke dalam beberapa klasifikasi pembagian.Akad
memiliki beberapa klasifikasi pembagiannya, yaitu:
1. Akad berdasarkan hukum taklify
Pembagian akad berdasarkan hukum taklify karena akad berkaitan erat
dengan hukum taklify. Hukum taklify yang terbagi menjadi lima bagian,
wajib, mandub, mubah, makruh dan haram, terkait dengan semua jenis
akad. Keterkaitan ini lumrah, karena semua akad bahkan semua perbuatan
manusia pasti masuk ke dalam salah satu bagian dari lima bagian hukum
taklify. Nikah bagi pria yang memiliki kemampuan finasial dan sehat
jasmani rohani wajib baginya nikah bila diduga kuat akan terperosok ke
dalam perzinahan kalau tidak segera menikah. Di dalam kondisi normal,
atau si pria masih dapat mengontrol sahwatnya maka nikah baginya
menjadi mandub atau sunnah. Contoh akad lainnya yang dihukumi sunnah
adalah wakaf. Akad jual beli, sewa menyewa dan beberapa akad lainnya
hukumnya adalah mubah. Akad tersebut dapat juga berubah dari mubah
menjadi makruh bila muncul syak (dugaan lemah) tapi belum sampai ke
tahapan yakin bahwa si pembeli akan mempergunakan obyek jual beli
untuk sesuatu yang diharamkan, seperti menjual anggur kepada orang yang
dia rasa ada kemungkinan menjadikannya minuman khamr (arak). Hukum
akad dapat berubah menjadi haram, seperti jual beli barang ribawi yang
dilakukan secara on the spot (tunai), seperti jual beli mata uang dengan cara
cicil.
2. Akad berdasarkan hukum wadh‟i
Akad terbagi lagi menjadi dua bagian, akad shahih (sah) dan akad ghair
shahih (tidak sah).
1) Akad shahih adalah akad yang tujuannya terpenuhi karena sesuai
dengan perintah Allah karena memenuhi apa-apa yang telah
ditetapkan Allah baik rukun dan syaratnya serta terhindar dari apa-
apa yang merusak akad tersebut.Akad shahih sendiri terbagi lagi
menjadi dua bagian yaitu: akad lazim (mengikat) dan akad ja`iz
(tidak mengikat).

8
2) Akad Ghair Shahih yaitu akad yang tidak tercapai maksud dan
tujuannya secara syara‟ karena bertentangan dengan perintah Allah
dikarenakan tidak terpenuhinya apa-apa yang telah ditetapkan oleh
Allah swt, terkhususnya pada rukun dan syarat. Menurut mayoritas
ulama, di antaranya ulama Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah
bahwa akad ghair shahih hanya satu jenis yaitu bathil atau fasid.
Menurut mereka, dua kata ini, bathil dan fasid, tidak memiliki
perbedaan makna. Sedangkan ulama Hanafiyah membedakan antara
bathil dan fasid. Menurut mereka bathil adalah akad yang tidak
tercapai maksudnya karena kecacatan pada hukum asalnya atau
dengan kata lain bathil adalah akad yang secara esensi tidak sesuai
dengan syara‟. Sedangkan fasid adalah akad yang tercapai
tujuannya ditilik dari aturan dasarnya tetapi tidak dari sifatnya.

3. Akad berdasarkan shigah


shighah, terkadang terdapat penambahan keterangan waktu di dalam akad,
terkadang terdapat juga ta‟liq (hubungan/pensyaratan) akad dengan sesuatu
atau shighah berbentuk mutlak yang berarti tidak ada keterangan waktu
khusus maupun ta‟liq. Melihat dari hal ini maka akad berdasarkan shighah
dibagi menjadi dua jenis:
1) Akad mudhaf adalah akad yang tidak bertujuan terjadinya dampak
akad pada saat itu juga tetapi pada waktu yang disepakati di masa
yang akan datang. Akad seperti ini sering kita jumpai dalam akad
wasiat. Akad wasiat bisa terlaksana kalau si pemberi wasiat telah
mangkat. Perlu diperhatikan juga bahwa tidak semua akad boleh
dikaitkan dengan waktu di masa datang, seperti membatasi masa
pernikahan.
2) Akad mu‟alaq adalah akad yang terjadi dengan mengaitkannya
dengan sesuatu yang lain, atau dengan bahasa lain akad ini
terlaksana bila sesuatu yang dihubungkan dengannya (syaratnya)
terlaksana juga. Mu‟alaq „alaihi (hal yang menjadi syarat) tidak
harus ada ketika transaksi terjadi, tetapi mu‟alaq „alaihi haruslah
sesuatu yang diduga bisa terjadi di masa akan datang dan tidak
bersifat mustahil. Seperti perkataan seseorang “Saya menjual tanah
9
ini padamu jika saya dipindah tugaskan dari kota ini”. Orang yang
memiliki tanah menyanggupi untuk menjual tanah bila di kemudian
hari dia dipindahkan dari kota tersebut. Ta‟liq ini terjadi karena ada
dua ungkapan. Ungkapan pertama berbentuk syarat, seperti dengan
kata jika dan kalau. Adapun ungkapan yang kedua itu dinamakan
ungkapan jaza‟, atau balasan yang berkaitan erat dengan
munculnya akad. Dua ungkapan ini boleh di dahulukan yang mana
saja.
D. Hikmah Khiyar
Khiyar adalah pemilihan di dalam melakukan akad jual beli yang dilaksanakan oleh
seorang penjual dan seorang pembeli yang mana diantara keduanya agar tidak ada
saling merasa ditipu, makanya dalam hukum islam diadakan khiyar dalam jual beli.
Adapun hikmah Khiyar antara lain sebagai berikut:
1. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan jual beli.
2. Menghindarkan kemungkinan terjadinya unsur penipuan dalam jual beli.
3. Mendidik penjual agar bersikap jujurdalam menjelaskan kualitas barang
dagangnya.
4. Menghindarkan terjadinya penyesalan dikemudian hari bagi penjual dan pembeli.

E. Akad dan Konsekuensi Hukumnya


Dalam masa khiyar, haram atau tidak sah apabila salah satu (penjual atau pembeli)
melakukan kewenangan tertentu terhadap barang yang diperjual belikan tanpa izin
yang lain kecuali memerdekakan budak. Contoh dalam hal ini, misalnya ada kedua
orang bersepakat untuk menjual mobilnya dan memberlakukan khiyar syarat selama
sepekan. Lalu tanpa meminta izin kepada penjual, mobil ini dijual kepada pihak lain.
Maka jual beli kepada pihak lain ini haram hukumnya dan tidak sah. Juga bila
pembeli ingin memodifikasi atau merubah catnya. Haram hukumnya melakukan hal
tersebut tanpa izin dari penjual
Dan begitu juga dari sisi penjual. Haram dan tidak sah hukumnya dia memakai uang
si pembeli bila uang itu ditentukan. Misalnya telah diterima uang sebanyak seratus
juta dalam satu tas. Kemudia dia mempergunakan uang dalam tas tersebut untuk
membeli barang yang lain. Maka hal ini haram dan tidak sah dalam masa khiar syarat
tadi.Kecuali jika objeknya adalah budak dan untuk dimerdekakan. Pembeli boleh

10
memerdekakan budak tanpa izin penjual. Hal ini dikarenakan syariat sangat
menganjurkan untuk memerdekakan budak.

Konsekuensi hukum dari suatu akad adalah :


1. Terjadi perpindahan hak dan kewajiban dari para pihak (timbal balik)
2. Terjadi Perpindahan kepemilikan dari satu pihak kepada pihak lain
3. Berubahnya status hukum ( Dari Haram menjadi Halal).6

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Khiyar adalah pemilihan di dalam melakukan akad jual beli apakah mau meneruskan
akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali) kehendak yang melakukan jual
beli.Dalam pertimbangan bisnis dan ekonomi, khiyar ini menjadi penting karna
dengan adanya khiyar orang yang melakukan transaksi bisnis yang berjual beli dapat

6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, ( Jakarta, Gema Insani,2001) h. 18

11
memikirkan kemaslahatan masing masing lebih jauh, supaya tidak akn terjadi
penyesalan dikemudian hari lantaran merasa tertipu.
Akad adalah setiap yang ingin diperbuat oleh seseorang, baik keinginan ini muncul
dari satu pihak seperti wakaf, talak, sumpah atau keinginan yang muncul dari berbagai
pihak seperti jual beli, penanaman saham dan lain sebagainya. Pengertian ini sejalan
dengan apa yang disebut dengan iltijam (keterikatan) sehingga akad dalam arti luas
mengatur segala keterikatan pihak-pihak yang ada di dalamnya..

B. Saran
Saya selaku penyusun menyadari masih jauh dari kata sempurna tentunya masih
banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini.Hal ini disebabkan masih
terbatasnya kemampuan saya.Oleh karena itu, saya selaku pembuat makalah ini
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Saya juga mengharapkan
makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca pada umumnya.

GLOSARIUM
Bathil adalah terlepas atau gugurnya suatu perbuatan dari ketentuan syarak serta tidak adanya
pengaruh perbuatan tersebut dalam memenuhi tuntutan syariat.
Fasid adalah akad yang tercapai tujuannya ditilik dari aturan dasarnya tetapi tidak dari
sifatnya.
Haram adalah dilarang
Iltijam adalah komitmen

12
Ijab dan kobul adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.
Mandub adalah segala sesuatu yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika
ditinggalkan tidak mendapatkan siksa. 
Makruh adalah suatu perkara yang jika dilakukan tidak akan mendapat dosa, namun jika
ditinggalkan akan mendapat pahala
Mubah adalah diizinkan atau dibolehkan 
Wajib adalah sesuatu yang harus dikerjakan apabila ditinggalkan mendapat dosa.

DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,Jakarta:Djajamurni,1954

M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,Jakarta:Fajar Interpratama,2003.

Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,Jakarta:Fajar Interpratama,2002.


13
Abdul Salam ,Izzudddin. Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih Al-Anam, Kairo: Maktabah Kulliyat
Azhariyah, 1991.

Abu Sulaiman, Abdul Wahab Ibrahim. „Aqd al-`Ijarah; Masdhar min Mashadhir al-Tamwil
al-Islamyiah, (Jeddah, Al-Ma‟had al-Islamy li al-Buhust wa al-Tadrib, 2000.

Al Hadi, Abu Azam. Fikih Muamalah Kontemporer, Depok: Raja Grafindo Persada, 2017.

Al-Anshari, Zakaria bin Muhammad. Fathul Al-Wahab Bi Syarh Minhaj Al-Tullab, Beirut:
Dar Fikr, 1994.

Ibnu Arabi Al-Maliki, Ahkam Al-Qur‟an, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2003.

Ibnu Atsir, Al-Nihayah fi Gharib Al-Hadis wa Atsar, Beirut: Al-Maktabah Al-„Ilmiyah, 1979.

Baihaqi, Abu Bakar. Al-Sunan Al-Kubra, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2003.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari, Beirut: Dar Thuq Al-Najat, 1422 H.

Al-Daruquthni, Abu Hasan. Sunan Al-Daruquthni, Beirut: Muassasah Al-Risalah, 2004.

14

Anda mungkin juga menyukai