Anda di halaman 1dari 8

TEORI BELAJAR BERMAKNA

“MENURUT TEORI DAVID PAUL


AUSUBEL”

DISUSUN OLEH:
ISMA KARIMA 2201032010
INTAN SAFELLA 2201032009
EKA ARDI NUGROHO 2201030023
KLASIFIKASI BELAJAR MENURUT DAVID P.
AUSUBEL
David P. Ausubel mengklasifikasikan cara belajar menjadi sebagai berikut:
a.Klasifikasi belajar dalam dimensi yaitu dimensi 1 dan dimensi 2
b.Klasifikasi belajar berdasarkan cara siswa menerima pelajaran yaitu dengan belajar bermakna dan
belajajar menghafal
BELAJAR BERMAKNA MENURUT DAVID P.
AUSUBEL
Teori belajar Ausubel ini menitikberatkan pada bagaimana seseorang dapat memperoleh
pengetahuannya. Menurutnya terdapat dua jenis belajar, yaitu belajar hafalan dan belajar
bermakna.
Menurut Ausubel, belajar bermakna yaitu sebuah proses mengaitkan informasi baru pada konsep yang
relevan yang terdapaat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna disebut juga
dengan pengolahan informasi baru ke dalam pikiran yang terkait dengan pengetahuan yang telah
di pelajari sebelumnya (Robert E. Slavin, 2011:249).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut David P. Ausubel adalah struktur
kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada
waktu tertentu. Pembelajaran bermakna tersebut dapat terjadi apabila seseorang belajar dengan
mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dalam proses belajar
seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena,
dan fakta-fakta baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Jika struktur kognitifnya stabil dan
diatur dengan baik, maka informasi yang jelas dan tidak meragukan akan bertahan lama didalam
struktur kognitif siswa tersebut atau tersimpan didalam long-term memory siswa tersebut.
PRINSIP BELAJAR BERMAKNA
David P. Ausubel sebagai pelopor aliran kognitif mengemukakan teori belajar bermakna. Pembelajaran
tersebut dapat menimbulkan belajar bermakna apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1.Materi yang akan dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial
2.Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.

Berdasarkan pandangannya, Ausubel mengajukan beberapa pandangan belajar bermakna,


diantaranya :
1. Pengaturan awal (advance Organizer)
2. Diferensiasi Progresif
3. Belajar Superordinat.
4. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif)
PROSES PEMBELAJARAN BERMAKNA
AUSUBEL
Untuk menerapkan teori belajar Ausubel, Dadang Sulaiman menyarankan agar menggunakan dua fase,
yaittu fase perencanaan dan fase pelaksanaan.
Fase Perencanaan
a.Menetapkan tujuan pembelajaran
b.Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa
c.Membuat struktur materi
d.Memformulasikan Advance Organizer,
Fase pelaksanaan setelah fase perencanaan, guru dapat menyiapkan pelaksanaan berdasarkan model
Ausubel. Guru harus dapat mempertahankan adanya interaksi dengan siswa melalui tanya jawab,
memberi contoh perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu
untuk menjaga agar siswa tidak pasif. Sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan
pengajaran, guru hendaknya mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir
pelajaran.
PENERAPAN TEORI BELAJAR BERMAKNA
Penerapan teori belajar Ausubel (Kemendikbud, 2006) pada
pembelajaran pokok bahasan pertidaksamaan linear satu
variabel
a.Fase Perencanaan
b.Fase Pelaksanaan
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BELAJAR
BERMAKNA
Menurut Ausubel dan Novak (Burhanuddin, 2010 : 115) terdapat tiga kelebihan dari belajar
bermakna, yaitu :
a.Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
b.Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat
meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses belajar
mengajar berikutnya untuk memberi pelajaran yang mirip.
c.Informasi yang pernah dilupakan setelah pernah dikuasai sebelumnya masih meninggalkan bekas
sehingga memudahkan proses belajar mengajar untuk materi pelajaran yang mirip walaupun
telah lupa.
Adapun kelemahan dari belajar bermakna yaitu :
a.Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.
b.Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan
hal yang lain yang sudah diketahuinya, maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat
dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai