Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Matematika sebagai ilmu yang disiplin dan abstrak sangatlah perlu dikuasai oleh siswa
karena matematika adalah ilmu yang sering digunakan sehari-hari. Sehingga dalam
membuat suatu strategi, seorang guru harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki
siswa agar siswa tersebut lebih mudah dan dapat memahami konsep matematika dengan
benar. Tapi faktanya, banyak siswa yang masih kesulitan memahami pelajaran matematika
yang diakibatkan karena menghafal rumus terlalu banyak. Kebanyakan siswa akan terlihat
sulit ketika guru menanyakan secara terperinci jawaban dari soal yang diberi. Bahkan ada
siswa yang tidak mampu menjelasakan konsep matematika dari jawaban yang dia tulis
sendiri karena dia hanya memasukkan angka dalam rumus. Hal ini disebabkan karena
rendahnya kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran.
Masalah yang dimiliki siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya rendah
mempunyai solusi. Salah satu solusinya adalah dengan cara menerapkan pembelajaran
bermakna dimana dalam penerapannya mampu membangun informasi baru sesuai dengan
struktur kognitif yang dimiliki siswa. Dengan menerapkan solusi ini, siswa mampu
membangun pengetahuannya sendiri, sehingga pengetahuan itu akan bertahan lama dalam
ingatan. Teori belajar bermakna inilah adalah teori yang dikemukakan oleh David Ausubel.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teori belajar menurut David Ausubel?
2. Bagaimana penerapan Teori Ausubel dalam pembelajaran Matematika?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut David Ausubel.
2. Untuk mengetahui penerapan Teori Ausubel dalam pembelajaran Matematika.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi David Ausubel

2.2 Penjelasan Teori Ausubel

Pembelajaran berlangsung ketika siswa dan guru saling berkomunikasi dan mempengaruhi
satu sama lain. Menurut Mulyasa (dalam Sihombing, Sinaga, 2015: 102), pembelajaran
dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak tidaknya sebagian besar
peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun social dalam proses pembelajaran,
di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi,semangat belajar yang besar, dan rasa
percaya diri sendiri. Menurut Ausubel (dalam Sihombing, Sinaga, 2015:104) belajar dapat
diklasifikasikan dalam dua dimensi yaitu dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi
atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan dan penemuan. Dimensi
kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengkaitakan Berdasarkan hal tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa peran guru sangatlah penting dalam proses pembelajaran agar siswa
mampu menguasai materi yang diajarkan.
Menurut Dahar (dalam Rahmawati, 2016:11) belajar bermakna merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Menurut David Ausubel “belajar diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu : a)
belajar Bermakna (Meaningfull Learning) yaitu informasi atau materi pelajaran yang akan
dipelajari peserta didik sesuai dengan struktur kognitif yang telah peserta didik miliki”.
Struktur kognitif mencakup fakta, konsep dan generalisasi, sehingga peserta didik mampu
mengaitkan informasi baru sesuai dengan struktuk kognitif yang telah dipelajari dan diingat
oleh peserta didik. b) Belajar Hafalan (Rote Learning) yaitu informasi baru yang diperoleh
peserta didik hanya dihafalkan saja tanpa menghubungkan informasi tersebut sesuai dengan
konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya.
Ausubel mengeluarkan empat tipe belajar menurut, yaitu: (1) Belajar dengan penemuan
yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran
yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menmukan pengetahuannya dari apa
yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang
sudah ada. (2) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian
dia hafalkan. (3) Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang
telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir,kemudian
pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
(4) Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan
yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah
ia miliki.
Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Pengaturan Awal
Pengaturan awal mengarahkan para peserta didik ke materi yang akan mereka pelajari dan
menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat
digunakan dalm membantu menanamkan pengetahuan baru.
b. Diferensiasi Progresif
Guru dalam mengajarkan penyusunan konsep dimulai dengan cara mengajarkan konsep yang
paling inklusif, kemudian konsep yang kurang inklusif dan terakhir adalah hal-hal yang paling
khusus.
c. Belajar Superordinat
Belajar superordinat terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal
sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif.
d. Penyesuaian Integratif
Untuk mengatasi atau mengurangi pertentangan kognitif, Ausubel menyarankan suatu prinsip
penyesuaian integratif. Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya
disusun sedemikian rupa sehingga kita menggerakkan konseptual “ke atas dan ke bawah“
selama informasi disajikan.
2.3 Contoh Penerapan Teori Ausubel Dalam Pembelajaran Matematika
Penerapan teori Ausubel dalam pembelajaran matematika sudah banyak dilakukan oleh
peneliti. Rata-rata hasil penelitian membuktikan bahwa perkembangan proses siswa dalam
menguasai pengetahuan meningkat. Sebelum menerapkan teori ini, Ausubel menyarankan
untuk menggunakan dua fase yaitu fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Fase
perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang
pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan advance organizer.
Fase pelaksanakan terdiri dari advance organizer, diferensiasi progresif dan rekonsiliasi
integratif:
a. Fase Perencanaan
i. Menetapkan Tujuan Pembelajaran, tahapan pertama dalam kegiatan perencanaan
adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Model Ausubel ini dapat digunakan untuk
mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi.
Sebagaimana dikatakan Sulaiman (1988), bahwa model Ausubel tidak dirancang
untuk mengajarkan konsep atau generalisasi, melainkan untuk mengajarkan
“Organized bodies of content” yang memuat bermacam konsep dan generalisasi
ii. Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, model Ausubel ini meskipun
dirancang untuk mengajarkan hubungan antar konsep-konsep dan generalisasi
generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran itu sendiri, tetapi
cukup fleksibel untuk dipakai mengajarkan konsep dan generalisasi, dengan syarat
guru harus menyadari latar belakang pengetahuan siswa, Efektivitas penggunaan
model ini akan sangat tergantung pada sensitivitas guru terhadap latar belakang
pengetahuan siswa, pengalaman siswa dan struktur pengetahuan siswa. Latar
belakang pengetahuan siswa dapat diketahui melalui pretes, diskusi atau pertanyaan
iii. Membuat struktur materi, membuat struktur materi secara hierarkis merupakan salah
satu pendukung untuk melakukan rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel
iv. Memformulasikan Advance Organizer, Eggen(1979), Advance organizer dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) mengkaitkan atau menghubungkan materi
pelajaran dengan struktur pengetahuan siswa, b) mengorganisasikan materi yang
dipelajari siswa.
Terdapat tiga macam organizer, yaitu definisi konsep, generalisasi dan analogi:
a) Definisi konsep dapat merupakan organizer materi yang bermakna, bila materi
tersebut merupakan bahan pengajaran baru atau tidak dikenal oleh siswa. Untuk
kemudahan siswa, guru sebaiknya mengusahakan agar definisi dibuat dalam
terminalogi yang dikenal siswa.
b) Generalisasi berguna untuk meringkas sejumlah informasi
c) Analogi merupakan advance organizer yang paling efektif karena seringkali
sesuai dengan latar belakang siswa. Nilai analogi sebagai advance organizer
tergantung pada dua faktor yaitu (1)penguasaan atau pengetahuan siswa terhadap
analogi itu, (2) tingkat saling menunjang antara gagasan yang diajarkan dengan
analogi yang digunakan. Dengan analogi, motif dan minat siswa lebih baik
dibandingkan dengan generalisasi dan definisi konsep
b. Fase Pelaksanaan
Untuk menjaga agar siswa tidak pasif maka guru harus dapat mempertahankan
adanya interaksi dengan siswa melalui tanya jawab, memberi contoh perbandingan dan
sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu. Guru hendaknya mulai
dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai
pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran.
Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih
terperinci melalui diferensiasi progresif. Setelah guru yakin bahwa siswa mengerti
akan konsep yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:1)
menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi
integratif, atau 2) melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut
menjadi lebih luas.

Contoh penerapan Teori Belajar Ausubel pada Pembelajaran Pokok Bahasan Fungsi
Kuadrat
1) Menetapkan tujuan Pembelajaran, siswa memahami dan terampil menggunakan
aturan dan rumus-rumus persamaan kuadrat dan persamaan garis
2) Indikator: Menentukan dan meninjau nilai a,b,c, dan D dalam fungsi kuadrat, serta
mampu meninjau hubungan suatu fungsi kuadrat terhadap fungsi kuadrat lainnya
atau terhadap suatu fungsi linear
3) Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, latar belakang pengetahuan siswa
dalam memahami pokok bahasan ini adalah sebagai berikut;
i. Persamaan Linear satu peubah dan dua peubah
ii. Persamaan kuadrat
4) Membuat struktur materi (Kalimat Matematika  Kelimat Terbuka), (Kalimat
Terbuka  persamaan dan Pertidaksamaan) (Kalimat MatematikaKalimat
terbuka), (Kalimat terbukapersamaan dan pertidaksamaan),
(Persamaanpersamaan Linear dan Persamaan Kuadrat)
5) Memformulasikan Advance Organizer, untuk mengajarkan pokok bahasan
pertidaksamaan kuadrat, pengetahuan yang telah dimiliki siswa dan dapat
digunakan sebagai advance organizer adalah sebagai berikut:
i. Persamaan adalah kalimat terbuka yang ruas kiri dan kanan dihubungkan oleh
salah satu dari tanda =
ii. Pertidaksamaan dalam bentuk seperti 𝑎𝑥 + 𝑏 = 0 dengan 𝑎, 𝑏𝜖 𝑅 dan 𝑎 ≠ 0
disebut pertsamaan linear dengan satu variabel. Dikatakan linear karena pangkat
dari variabelnya yaitu 𝑥 adalah satu)
iii. Bentuk umum persamaan kuadrat adalah 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅, 𝑎 ≠ 0
iv. Untuk mencari akar-akar persamaan kuadrat digunakan beberapa cara yaitu
memfaktorkan, membentuk kuadrat sempurna dan “rumus 𝑎𝑏𝑐”
v. Untuk mencari nilai a,b,c, dan D dapat ditinjau dari grafik kurva dan dengan
menggunakan rumus-rumus yang diberikan.
vi. Untuk meninjau hubungan suatu fungsi kuadrat terhadap fungsi kuadrat ataupun
fungsi linear lainnya, dapat ditinjau dari 𝑦1 = 𝑦2 .
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Rahmawati, Ika. 2016. Penerapan Teori Belajar Bermakna David Ausubel Berbantuan
Lembar Kerja Peserta Didik Terhadap Peningkatan Komunikasi Matematis dan Prestasi
Belajar Matematika Peserta Didik Kelas VIII-B SMP Islam Al-Kahfi Somalang Kebumen
Tahun 2015/2016. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah
Purworejo. Purworejo.

Sihombing Belsasar, Christa V Sinaga. 2015. Penerapan Teori Ausubel dengan


Menggunakan Metode Inkuiri pada Mata Kuliah Kalkulus. 1(03) 102-104.

Ahmad. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning). Makalah

Anda mungkin juga menyukai