Dalam kehidupan sehari – hari manusia harus terus belajar, manusia itu bisa kita sebut peserta didik. Sehingga, belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri. Proses belajar terjadi berkat peserta didik mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh peserta didik berupa keadaan alam, benda-benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar dari suatu hal tersebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak dari luar. Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang mengartikan secara berbeda-bedadefinisi dari belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar merupakan hal yang penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori - teori yang memunculkan adanya belajar. Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil manfaat dengan adanya teori tersebut. Tentunya setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang dalam setiap teori belajar juga terdapat kritikan- kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut. Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam mild learning. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi : Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika peserta didikhanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan strukturkognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika peserta didik menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah
“bermakna” (meaningfull). Maka teori belajar yang dikemukakan oleh Ausubel disebut Pembelajaran bermakna atau meaningfull learning. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep- konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa, Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual- emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat- sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat mengembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Paham Konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif. Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Jadi, Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Dalam proses belajar bermakna, maka peserta didik akan mendapatkan poin-poin penting antara lain: Peserta didik akan memperoleh dan dapat menerapkan informasi atau konsep baru yang diperolehnya. Peserta didik akan memahami sikap ilmiah. Peserta didik dapat mengkaitkan informasi yang lama dan yang baru.
B. Pembagian Teori Belajar
Di dalam teorinya, Ausubel membagi proses belajar menjadi 4 , yaitu : 1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, peserta didik terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat suatu bujur sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang , peserta didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut. 2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh peserta didik tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dan sifat-sifatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka. Dengan alat ini diketemukan sifat-sifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan. 3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada peserta didik sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan- bahan yang akan diberikan yang susunannya diatur sedemikianrupa sehingga materi persamaan kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik. Karena pengertian persamaan lebih inklusif daripada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna. 4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada peserta didik sampai bentuk akhir , kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.
C. Prasyarat Belajar Bermakna
a. Kondisi dan sikap peserta didik terhadap tugas, hendaknya bersesuaian dengan intensi peserta didik. Apabila peserta didik melaksanakan tugas dengan sikap bahwa ia ingin memahami bahan pelajaran dan mengaplikasikan bahan baru serta menghubungkan bahan pelajaran yang terdahulu, dikatakan peserta didik itu belajar bahan baru dengan cara yang bermakna. Sebaliknya bila peserta didik itu tidak berkehendak mengaitkan bahan yang dipelajari dengan informasi yang dimiliki, maka belajar itu tidak bermakna. Demikianlah banyak peserta didik yang tidak berusaha mengerti fisika, cenderung mengalami kegagalan dan akhirnya membenci pelajaran fisika. b. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan struktur kognitif peserta didik sehingga peserta didik tersebut dapat mengasimilasi bahan baru secara bermakna. Belajar bermakna pada tahap mula-mula memberikan pengertian kepada bahan baru sehingga bahan baru itu akan terserap dan kemudian diingat peserta didik. Ia tidak menghafal asosiasistimulus-respon yang terpisah-pisah. c. Tugas-tugas yang diberikan haruslah sesuai dengan tahap perkembangan intelektual peserta didik. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkrit, bila diberi bahan materi matematika yang abstrak tanpa contoh- contoh konkrit dari materi tersebut, akan mengakibatkan peserta didik itu tidak mempunyai keinginan materi tersebut secara bermakna. Dengan demikian peserta hanya menghafal pelajaran tadi tanpa pengertian sehingga peserta didik mempelajari matematika dengan pernyataan-pernyataan verbal yang tidak cermat dan tepat.
D. Beberapa Prinsip dalam teori belajar Ausubel
1. Advance Organizer Advance Organizer Mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Advance Organizer dapat dianggap merupakan suatu pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru (Dahar, 1988: 144) 2. Diferensiasi Progresif Selama belajar bermakna berlangsung perlu terjadi pengembangan konsep dari umum ke khusus. Dengan strategi ini guru mengajarkan konsep mulai dari konsep yang paling inklusif, kemudian kurang inklusif dan selanjutnya hal-hal yang khusus seperti contoh- Seminar Nasional Pendidikan Matematika Surakarta 09 Mei 2012, 59 -contoh setiap konsep. Sehubungan dengan ini dikatakan Sulaiman (1988:203) bahwa diferensiasi progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan secara heirarkis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu kesatuan yang besar. 3. Belajar Superordinat Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas. Dinyatakan Dahar, (1988:148) bahwa belajar superorninat tidak dapat terjadi disekolah, sebab sebagian besar guru-guru dan buku-buku teks mulai dengan konsep-konsep yang lebih inklusif. 4. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif) Menurut Ausubel (Dahar, 1988: 148), selain urutan menurut diferensiasi progresif yang harus diperhatikan dalam mengajar, juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan dengan konsep-konsep yang superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi mengambil arti baru. Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa hingga dapat digerakkan hierarki-heirarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Guru dapat mulai dengan konsep-konsep yang paling umum, tetapi perlu diperlihatkan keterkaitan konsep-konsep subordinat dan kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh ke arti-arti baru bagi konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi 2.
E. Fokus Teori Belajar Ausubel
Berikut ini merupakan indikator-indikator yang menjadi fokus menurut teori belajar Ausubel, diantaranya : a) Konsep yang telah dimiliki peserta didik Sebelum dilakukan pembelajaran bermakna terlebih dahulu peserta didik harus telah menguasai atau memiliki konsep. Sehingga guru berperan dalam memberikan pengaturan awal yaitu berupa pengarahan akan materi yang akan dibahas dan membantu peserta didik untuk meningat kembali informasi yang berkaitan yang dapat digunakan dalam membantu proses penerimaan informasi baru. Suatu pengaturan awal dapat dianggap semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru, sehingga dapat meningkatakan pemahaman peserta didik tentang berbagai macam materi yang akan disampaikan. b) Informasi baru untuk siswa Agar belajar tersebut jadi lebih bermakana maka terdapat beberapa persyaratan dalam penyampaian informasi: Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial Maksudnya, materi yang disampaikan harus sesuai dengan konsep yang telah dipahami oleh siswa sebelumnya. Sebab jika tidak, maka akan belajar bermakna tidak akan terwujud. Untuk itu kebermaknaan materi pembelajaran secara potensial tergantung pada pada materi, yaitu materi harus memiliki kebermaknaan logis dan juga gagasan-gagasan yang harus relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Siswa harus memiliki tujuan dan niat yang kuat Saat penyampaian materi siswa tersebut harus memiliki kesiapan dalam menerima informasi. Siswa yang telah siap maka aka lebih mudah mencerna semua informasi yang akan disampaikan. Dan jika sampai terjadi kesulitan maka siswa tersebut akan mampu berusaha dalam mencari penyelesaiannya. c) Kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep Inti dari belajar bermakna adalah suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Sebab belajar itu bukan hanya dinilai dari hasil yang dicapai tetapi juga prosesnya. Belajar yang baik ialah belajar yang melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Untuk itu tingkah laku seseorang ditentukan oleh presepsi serta pemahamannya serta pemahamannya situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. F. Penerapan Pembelajaran Bermakna Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar peserta didik, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu.Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel memaparkan bahwa proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam strukturkognisi peserta didik. Proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep relevan yang sudah ada dalam strukturkognisi peserta didik. Pada belajar bermakna peserta didik dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, peserta didik diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika peserta didik mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh peserta didik. Berikut ini langkah – langkah menerapkan teori Ausubel dalam mengajar : Ausubel mengatakan “ faktor yang paling penting mempengaruhi siswa belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. Yakinilah ini dan ajarlah dia demikian”. Pernyataan Ausubel tersebutlah yang menjadi inti teori belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip- prinsip dan konsep-konsep yang perlu kita perhatikan, yaitu : a. Pengatur awal Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru. b. Diferensiasi Progresif Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep. Pengembangan konsep berlangsung paling baik,bila unsur- unsur yang paling umum diperkenalkan terlebih dulu, baru kemudian hal-hal yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut. c. Belajar Superordinat Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu onsep yang lebih luas, lebih inklusif. d. Penyesuaian integratif Dalam mengajar, bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana konsep- konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
G. Contoh Deskripsi Pembelajaran menurut Teori Ausubel
Di sebuah kelas X-2 saat pelajaran Kimia, Bu Bunga bertindak sebagai guru. Hari ini Bu Bunga akan menyampaikan materi tentang konfigurasi electron. Sebelum memulai pelajaran Bu Bunga mempersilahkan ketua kelas untuk memempin do’a sebelum pelajaran dimulai. Setelah semua siswa siap, maka Bu Bunga memulai pelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini. Tujuan belajar hari ini adalah siswa mampu membuat konfigurasi elektron dari suatu unsur. Sebelum masuk ke materi Bu Bunga menanyakan apa saja hal yang telah siswa ketahui sebelumnya tentang atom. Setelah itu Bu Bunga menanyakan sisiwa apa yang ia ketahui tentang Elektron. Setelah mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, ternyata Bu Bunga dapat menyimpulkan strategi apa yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Dikarenakan siswa belum pernah sama sekali dijelaskan tentang konfigurasi electron, maka Bu Bunga menjelaskan cara konfigurasi electron dengan metode kulit secara perlahan. Sebab materi ini merupakan materi dasar sebelum masuk ke materi Sistem Periodik Unsur. Bu Bunga memberi contoh dengan menggunakan unsure yang sederhana dulu, seperti Unsur H, He, Na, Mg, dan keunikan unsure Ca. Setelah itu Bu Bunga memberikan contoh dengan unsure yang lebih kompleks. Setelah penyampaian materi dirasa cukup, maka Bu Bunga meminta siswanya untuk maju ke depan mengerjakan soal konfigurasi electron. Siswa juga diberi kesempatan untuk menanyakan hal yang tidak ia pahami. Bu Bunga memberi reward pada siswa yang berani maju untuk mengerjakan soal. Dan Bu Bunga juga membantu siswa yang belum mengerti tentang konsep ini. Setelah itu, Bu Bunga sedikit membahas tentang elektron valensi dan keterkaitannya dalam menentukan periode dan golongan dari suatu unsur yang merupakan materi yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Tak Lupa Bu Bunga memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan latihan soal tentang konfigurasi electron agar siswa dapat lebih mendalami materi tersebut. Sebelum menutup pertemuan hari ini Bu Bunga dan siswanya secara bersama mengambil kesimpulan dari hasil belajar hari ini. Dan sekali lagi memastikan siswanya apakah ada yang masih belum mengerti tentang materi konfigurasi elektron. Belajar hari ini ditutup dengan membaca do’a yang dipimpin oleh ketua kelas.
H. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Ausubel
Ada tiga kebaikan dari belajar bermakna,yaitu: Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
Kelemahan belajar bermakna yaitu :
Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat. Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya.