Anda di halaman 1dari 6

ERIKA RAMADANI

224120200032

UTS

PERKEMBANGAN FIQH EKONOMI KLASIK DAN KONTEMPORER

1. Uraikan operasional produk fiqh klasik dan kontemporer dalam bidang muamalah. (3
produk)
2. Uraikan satu produk pemikiran Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun.
a. Latar belakang pemikiran
b. Penerapan pemikiran pada saat ini

JAWABAN

1. Produk Fiqh Klasik dan Kontemporer Dalam Bidang Muamalah


a. Khiyar
Khiyar ialah hak pilih bagi salah satu pihak atau kedua belah pihak yang melakukan
transaksi jual beli bilamana pihak penjual dan pihak pembeli sama-sama mempunyai hak
pilih guna menilai apakah mereka benar-benar akan membeli, menjual, membatalkan atau
menentukan pilihan di antara barang-barang yang ditawarkan. Khiyar ini dilandasi dengan
dua sumber (Elbadriati, 2014 ), yakni yang pertama kesepakatan antara pihak yang
menyelenggarakan akad seperti khiyar syarat dan ta’yin. Kedua yakni syara’ seperti khiyar
majlis, ru’yah dan ‘aib. Pengaturan masalah khiyar dalam konsep islam yakni untuk
memberikan peluang kepada setiap pihak untuk pertimbangan rasional sebelum
memberikan keputusan final dalam sebuah transaksi.
Dalam ekonomi modern khiyar dikenal dengan istilah garansi. Hampir semua produksi
barang saat ini diterapkan sistem garansi untuk menarik perhatian konsumen dan
penerapannya memberikan keuntungan yang berlipat. (Indriati, 2004).

b. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad yang sering digunakan baik di zaman dahulu maupun zaman
sekarang, mudharabah merupakan bentuk kerjasama dalam bisnis yang telah ada sebelum
Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul, yang kemudian ditetapkan kebolehannya
dalam islam. Mudharabah klasik merupakan suatu akad dimana para pihak sepakat untuk
mengerjakan suatu projek kegiatan usaha yang diawali dengan kesepakatan antara yang
mempunyai keahlian dengan pemilik modal untuk secara bersama terlibat dalam pekerjaan
dimaksud dan para pihak sepakat untuk membagi keuntungan dan kerugian secara
bersama (Zuhaily , 2000). Sedangkan yang dimaksud dengan klasik adalah sebelum
teraplikasi ke dalam perbankan syariah dimulai dari zaman Nabi, sahabat dan tabi’in.
Sedangkan Mudharabah kontemporer adalah bentuk kontrak perjanjian antara pemilik
modal dan pengguna dana untuk digunakan aktivitas produktif dimana keuntungan dibagi
kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan dan begitu pula dengan kerugian akan
dipertangung jawabkan bersama. Menurut Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006 pengertian
mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul mal) kepada pengelola
dana (mudharib) utnuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
menggunakan metode bagi untung (profit Sharing) berdasarkan nisbah yang telah
disepakati. diberlakukan dalam perbangkan syariah yang ada di Indonesia, sistem
mudharabah dalam perbankan menghindari dari bunga simpanan lebih tinggi
dibandingankan dengan bunga kredit, sistem tersebut membuat keamanan, kesejahteraan
pada sistem barbankan syariah itu sendiri. Jika di masa nabi Muhammad Saw, hanya
terdapat 1 model mudharabah, tetapi di masa kontemporer bentuk mudharabah sudah
menjadi lima macam yaitu mudharabah bilateral, mudharabah multilateral, mudharabah
muwazi, mudharabah musytarakah dan Mudharabah Muntahiyah bit Tamliik. Contohnya
adalah mudharabah di bank syariah dengan sistem profit sharing

c. Murabahah
Al-Mudarabah adalah Kontrak jual beli atas barang tertentu, dalam transaksi tersebut,
penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual-belikan dan tidak termasuk
haram, harga pembelian dan keuntungan yang diambil dan pembayrannya harus
disebutkan dengan jelas. Murabahah masuk kategori jual beli mutlaq dan jual beli amanah,
ia disebut jual beli mutlaq karena obyek akadnya adalah barang(‘ayn) dan uang (dayn).
Sedangkan ia termasuk kategori jual beli amanah karena dalam prosesnya penjual dengan
jujur menyampaikan harga perolehan (al-tsaman al-awwal) dan keuntungan yang diambil
ketika akad (Hidayat, 2015). Penerapan pembiayaan Murâbahah mengalami
perkembangan yang cukup signifikan mulai dari jual beli yang dilaksanakan oleh dua
pihak secara langsung dan di lakukan secara kontan dengan menetapkan jumlah margin
yang diinginkan dengan adanya transparansi yang sangat jelas (Hanafiyyah dan
Malikiyyah), kemudian murâbahah yang dilakukan oleh tiga pihak dimana pembeli yang
menetapkan margin yang akan diberikan pada penjual namun masih bersifat
pribadi/perorangan belum melibatkan lembaga keuangan dan transaksi masih dilakukan
secara kontan (Imam Syafi”i), serta Murâbahah yang telah melibatkan tiga pihak dan
dilakukan pembayaran secara tempo (Hanabilah), yang semuanya pada masa klasik ini
diberikan persyaratan‐persyaratan yang sangat ketat oleh para ulama seperti adanya hak
khiyar.
Dewan Syariah Nasional Menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Murabahah yaitu
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba (Fatwa DSN
No.04/DSN-MUI/IV/2000). Sedangkan menurut Bank Indonesia Murabahah adalah akad
jual beli antara Bank dengan nasabah, bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan
menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harag pokok ditambah dengan
keuntungan yang disepakati (Djamil, 2012). Kontrak Murabahah telah digunakan secara
luas oleh banyak bank syariah untuk bergabai operasi pembiayaan seperti pembiayaan
kendaraan bermotor, permbiayaan pribadi, pembiayaan rumah, dan pembiayaan dagang.
Konsep yang digunakan dalam pembiayaan Bank Syariah adalah jenis murabahah dengan
pesanan atau yang lebih dikenal dalam dunia Internasional dengan sebutan MPO
(Murabahah to the Purchase Orderer) bukan murabahah biasa.
Dalam teknis perbankan, murabahah merupakan salah satu bentuk produk pembiayaan,
yaitu melalui akad jual-beli antara satu bentuk produk pembiayaan, yaitu melalui akad
jual-beli antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan
untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan jual-beli yang disepakati bersama.
Rukun dan Syarat murabahah adalah sama dengan rukun dan syarat dalam fikih,
sedangkan syarat lain seperti barang, harga dan cara pembayaran adalah sesuai dengan
kesepakatan nasabah dengan bank yang bersangkutan. Harga jual bank adalah harga beli
dari supplier ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Jadi, nasabah mengetahui
keuntungan yang diambil oleh bank. Selama akad belum berakhir, maka harga jual-beli
tidak boleh berubah. apabila terjadi perubahan maka akad tersebut menjadi batal.

2. Produk Pemikiran Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun.


a) Abu Yusuf
 Latar Belakang Pemikiran
Abu Yusuf adalah orang pertama yang mengenalkan konsep perpajakan di dalam buku
karyanya yang berjudul al kharaj, kitab ini dijadikan pedoman dalam pengaturan sistem
baitul mal dan sumber pendaatan negara. Di dalam kitab al kharaj karya abu yusuf
terdapat pembahasan ekonomi publik, yang mengkhususkan tentang perpajakan dan
peran negara dalam pembangunan. Abu Yusuf sangat menjunjung tinggi nilai keadilan,
kewajaran, dan persesuain terhadap kemampuan membayar pajak, serta pentingnya
akuntanbilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini negara memiliki
peranan peting dalam penyediaan fasilitas publik yang dibutuhkan rakyat (Syamsuri &
Prastyaningsih, 2018)
 Penerapan Pemikiran Pada Masa Sekarang
Konsep Perpajakan Abu Yusuf mengganti praktik misahah (fixed tax) dengan
muqasamah (proportional tax), dikarenakan hal tersebut akan menindas dan
mendzalimi rakyat miskin, dan menentang sistem Qobalah. Pemikiran Abu Yusuf
tentang pajak sejauh dijadikan rujukan di beberapa negara di Dunia. Dalam hal
penetapan pajak, Abu Yusuf cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hari
hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian.
Menurutnya, cara ini lebih adil dan memberikan hasil produksi yang lebih besar dengan
memberikan kemudahan dalam memperluas tanah garapan. Dalam hal pajak juga, ia
telah meletakan prinsip-prinsip yang jelas yang berabad-abad kemudian dikenal oleh
para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Kesanggupan membayar, pemberian
waktu yang longgar bagi pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam
administrasi pajak adalah beberapa prinsip yang ditekankannya (Syamsuri &
Prastyaningsih, 2018)
b) Al-Ghazali
 Latar Belakang Pemikiran
Imam al-Ghazali memandang, permasalahan-permasalahan ekonomi pada masanya
yang kerab bermunculan ialah permasalahan pada sistem barter atau tukar menukar
barang. Al-Ghazali sangat berpengaruh dalam menuangkan pemikirannya mengenai
konsep uang yang berkenaan dengan kerugian sistem barter dan pentingnya uang
sebagai alat tukar dan pengukur nilai dari barang dan jasa. pemikiran al-Ghazali
mengenai ekonomi adalah pengetahuan yang berharga di abad pertengahan yang
tertuang dalam bab as Syukru di dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, dimana al-Ghazali
membahas mengenai uang dan penggunaannya sebagai nikmat dari Allah SWT.
Masalah uang dalam ekonomi menjadi salah satu perhatian Al-Ghazali dalam mengenal
masalah dalam kegiatan ekonomi. Pembahasannya mengenai uang dikelompokkan
menjadi: pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter dan evolusi uang, serta peranan
negara dan keuangan publik (Muttaqien, Saripudin, & Gandana, 2020).
 Penerapan Pemikiran Pada Masa Sekarang

Al-Ghazali memandang bahwa produksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai


kewajiban sosial. Hal ini berarti, jika telah ada sekelompok orang yang berkecimpung
di dunia usaha yang memproduksi barang-barang tersebut dalam jumlah yang
mencukupi kebutuhan masyarakat, maka kewajiban seluruh masyarakat telah terpenuhi.
Namun, jika tidak ada seorang pun yang melibatkan diri dalam kegiatan tersebut atau
jika jumlah yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, semua orang akan
dimintai pertanggungjawabannya di akhirat. Dalam hal ini, pada prinsipnya negara
harus bertanggng jawab dalam menjamin kebutuhan masyarakat terhadap barang-
barang kebutuhan pokok. Contohnya adalah banyaknya UMKM di Indonesia yang
dibiayai oleh pemerintah agar produksi barang kehidupan tetap bisa berjalan. Misalnya
pembiayaan melalui KUR lewat bank yang ada di Indonesia.

c) Ibnu Khaldun
 Latar Belakang Pemikiran
Persoalan tentang ekonomi dikaji oleh Ibnu Khaldun di dalam bukunya “Al-
Muqaddimah” bagian ke V. Beliau menjelaskan bahwa motif ekonomi timbul karena
adanya Hasrat manusia yang tidak terbatas, sedangkan barang-barang yang akan
memuaskan kebutuhan manusia itu sangat terbatas (Ibnu Khaldun). Ibnu Khaldun yang
juga menjadi salah satu tokoh sosiolog, mengkaji keilmuan sosiologinya melalui
berbagai aspek salah satunya ialah sosiologi ekonomi. Diantaranya kontribusinya dalam
bidang ekonomi dengan memunculkan beberapa konsep tentang ekonomi, antara lain
konsep ekonomi makro dan ekonomi mikro. Ibnu Khaldun melihat praktek pemungutan
pajak pada kerajaankerajaan sering dilakukan dengan tujuan untuk menambah
penerimaan negara. Ia berpendapat pajak dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian
masyarakat dan penerimaan negara dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Pembebanan pajak yang begitu tinggi hanya akan mengakibatkan peningkatan
penerimaan negara dalam waktu pendek. Dalam jangka panjang penerimaan pajak akan
menurun walaupun tarif yang dikenakan cukup tinggi, dise-babkan biaya produksi atas
barang yang tinggi akan menyebabkan harga jual tingi. Hal ini menga-kibatkan
permintaan menurun dan tingkat penghasilan pun menurun yang berimbas pada
penurunan penerimaan pajak yang dibayar oleh pengusaha (A.R, 2004).
 Penerapan Pemikiran Pada Masa Sekarang
Ibnu Khaldun melarang pembebanan pajak yang terlalu tinggi. Pembebanan pajak yang
begitu tinggi hanya akan mengakibatkan peningkatan penerimaan negara dalam waktu
pendek. Dalam jangka panjang penerimaan pajak akan menurun walaupun tarif yang
dikenakan cukup tinggi, disebabkan biaya produksi atas barang yang tinggi akan
menyebabkan harga jual tinggi. Kebijakan mengenai pajak ini telah diterapkan di
Indonesia. Yakni pengenaan tarif pajak secara proporsional, progresif, degresif, dan
regresif, yang pada intinya pengenaan pajak sesuai dengan jumlah pendapatan.
Misalnya tarif pajak progresif pada pengenaan pajak penghasilan (PPH), dimana untuk
pendapatan Rp 50.000.000 dikenakan 5%, penghasilan Rp 50.000.000 hingga Rp
250.000.000 dikenakan tarif pajak 15% dan seterusnya.

DAFTAR PUSTAKA
A.R, K. I. (2004). Mukaddimah. Damaskus: Maktabah al-Hidayah.
Djamil, F. (2012). Penerapan Hukum Islam Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
Elbadriati, B. (2014 ). Rasionalitas Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli Islam. Jurnal Ekonomi
Dan Keuangan Islam .
Hidayat, E. (2015). Fiqh Jual Beli. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Indriati, D. S. (2004). Penerapan Khiyar dalam Jual Beli. Jurnal Ilmiah Al-Syira'ah .
Muttaqien, M., Saripudin, U., & Gandana, D. (2020). Konsep Moneter Al-Ghazali: Sejarah
dan Fungsi Uang. Serambi : Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 83-90.
Syamsuri, & Prastyaningsih, I. (2018). Upaya Pencapaian Kesejahteraan Masyarakat Melalui
Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al Kharaj Abu Yusuf Di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Syariah.
Zuhaily , W. (2000). al-fiqih al-islami wa Adillatuhu. Dar Al-Fikr, 3924.

Anda mungkin juga menyukai