Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KHIYAR
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih II
Dosen Pengampu:
Hilman Abdul Halim, Lc.MA

Di Susun Oleh :
Kelompok 4 ( PAI - C)
Dinda Ayu Shaleha
Shofya Shofwatil millah
Laila Aulia Nur H

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM KH. RUHIAT
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga
tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa'atnya di akhirat kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,juga
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Fikih II yaitu Bapa Hilman
Abdul Halim MA yang telah memberikan bimbingan sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Fikih Ibadah
Muamalah yang berjudul "Pengertian dan macam-macam Khiyar"
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca makalah ini supaya menjadi bahan perbaikan untuk kami kedepannya
dalam membuat makalah. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar besarnya.

Tasikmalaya,13 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya kebutuhan rohani
saja. Manusia juga membutuhkan kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, pakaian, tempat
tinggal dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya mereka harus
berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut dengan Muamalah.
Untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bermu'amalah, agama mengatur sebaik-
baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan
hidupnya.
Dan salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi kekeliuran antara penjual dan pembeli,
maka diperlukan adanya Khiyar (Pilihan) Kata al- khiyar dalam bahasa Arab berarti pilihan.
Pembahasan al-khiyar dikemukakan para ulama fiqih dalam permasalahan yang menyangkut
tranksaksi dalam bidang perdata khususnya tranksaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi
kedua belah pihak yang melakukan tranksaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam
tranksaksi dimaksud. Oleh sebab itu, maka di dalam makalah ini kami akan membahas
tentang "Khiyar".
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian khiyar ?
2. Apa saja macam- macam khiyar ?
3. Apa saja faktor yang menghalangi pembatalan akad dan pengembalian barang?
4. Apa saja hikmah disyari’atkan khiyar ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi khiyar
2. Untuk mengetahui macam- macam khiyar
3. Untuk mengetahui faktor faktor yang menghalangi pembatalan akad dan
pengembalian barang
4. Untuk mengetahui hikmah dari disyari’atkannya khiyar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khiyar
Secara lughah (bahasa), khiyar berarti memilih,menyisih atau menyaring. Secara
semantic kebahasaan, kata khiyar berasal dari kata khair yang berarti baik. Dengan
demikian khiyar dalam pengertian bahasa dapat berarti memilih dan menentukan
sesuatu yang terbaik dari dua hal atau lebih untuk dijadikan pegangan dan pilihan.
Sedangkan menurut istilah. khiyar adalah hak yang dimiliki seseorang yang
melakukan perjanjian usaha (jual beli) untuk menentukan pilihan antara meneruskan
perjanjian jual-beli atau membatalkannya.

B. Macam Macam khiyar


Khiyar dalam transaksi atau akad jual beli, sebagaimana dijelaskan oleh wahbah az-
Zuhaili dalam kitabnya “Al-fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu” , Ada banyak sekali
ragamnya. Ulama Hanafiyah membagi khiyar menjadi 17 macam, dan Ulama
Hanabilah membagi menjadi 8 macam, yaitu:
Khiyar Majlis, Khiyar Syarat, Khiyar Ghubn, Khiyar Tadlis, Khiyar Aib, Khiyar
Takhbir Bitsaman, Khiyar Bisababi takhluf, dan Khiyar ru’yah.
Sementara Ulama Malikiyah membagi khiyar menjadi 2 macam yaitu khiyar mutlak
dan khiyar naqisha, yakni apabila terdapat kekurangan atau aib pada barang yang
dijual. Sedangakn Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa khiyar terbagi menjadi 2
macam yang pertama yaaitu ada khiyar at-tasyahhi khiyar yang menyebakan pembeli
memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang,baik dalam majlis
maupun syarat. yang kedua, khiyar naqishah yang di sebabkan adanya perbedaan
dalam lafadzh atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau pergantian. Disini hanya
akan di bahas 3 macam khiyar yang umumnya di jelaskan dalam kitab kitab fikih
mu’tabar dan banyak dilakukan dalam praktek jual beli di Masyarakat. Ketiga macam
khiyar tersebut adalah khiyar majlis, khiyar syarat, dan khiyar aib.
1. Khiyar Majlis (Hak pilih di Lokasi Perjanjian )
Khiyar majlis adalah hak untuk memilih bagi pihak pihak yang melakukan
transaksi atau perjanjian jual-beli, antara melanjutkan atau membatalkan
transaksi/perjanjian selama masih berada dalam majlis akad (seperti
toko,kios,pasar.), atau khiyar majlis adalah kebebasan untuk memilih bagi
pihak penjual dan pembeli untuk melangsungkan jual beli atau
membatalkannya selama masih berada ditempat jual beli. Apabila kedua belah
pihak telah terpisah dari majlis maka hilangnya hak khiyar sehingga
perubahan dalam jual beli itu tidak bisa dilakukan lagi. Atau dalam ungkapan
sederhananya khiyar majlis adalah tawar menawaranatar penjual dan pembeli
pada saat mereka masih berada ditempat transaksi,yang menyebabkan
terjadinya jual beli atau sebaliknya.
Dampak dari khiyar majlis adalah,transaksi jual beli dinilai sah dan mengikat
secara hukum semenjak disepakatimya akad jual beli hingga mereka berpisah,
selama mereka berdua tidak mengadakan kesepakatan untuk tidak ada khiyar,
atau kesepakatan untuk menggurkan hak khiyar setelah dilangsungkan akad
jual beli.

Landasan Hukum Khiyar majlis


Landasan dasar disyari’atkannya khiyar ini berdasarkan hadis hadis Nabi
Muhammad SAW.

‫ ِإَذ ا َتَباَيَع الَّرُج َالِن َفُك ُّل َو اِح ٍد ِم ْنُهَم ا ِباْلِخ َياِر َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا‬: ‫َع ِن اْبِن ُع َم َر َع ْن َرُسْو ِل هللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأَّنُه َقاَل‬
‫َو َكاَنا َج ِم ْيًعا َأْو ُيَخ ِّيُر َأَح ُدُهَم ا اآْل َخ َر َفِإْن َخ َّيَر َأَح ُدُهَم ا اآلَخ َر َفَتَباَيَع ا َع َلى َذ ِلَك َفَقْد َو َج َب اْلَبْيَع َوِإْن َتَفَّر َقا َبْع َد َأْن َتَباَيَع ا‬
‫ – رواه البخاري ومسلم‬. ‫َو َلْم َيْتُر ْك َو اِح ٌد ِم ْنُهَم ا اْلَبْيَع َفَقْد َو َج َب اْلَبْيَع‬

“Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, “Apabila
ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari
mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka
masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada
pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada
yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka
telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara
mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi
(juga).” (HR. Al.Bukhari dan Muslim)

‫ اْلَبِّيَع اِن ِباْلِخ َياِر َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا ِإَّال َأْن َتُك وَن َص ْفَقَة ِخ َياٍر‬: ‫ َأَّن َرُسْو َل ِهللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬: ‫َع ْن َعْم ُرو اْبُن ُش َع ْيٍب َع ْن َأِبْيِه َع ْن َج ِّد ِه َقاَل‬
‫َو َال َيِح ُّل َلُه َأْن ُيَفاِرَق َص اِح َبُه َخ ْش َيَة َأْن َيْسَتِقيَلُه – رواه الترميذى والنسائي‬

“Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual
beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan
rekannya karena khawatir dibatalkan.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i).

2. Khiyar Syarat (Hak Pilih Berdasarkan Persyaratan)


Khiyar syarat yaitu, Khiyar yang dijadika pada waktu akad jual beli, artinya
pembeli atau penjual memilih antara meneruskan atau membatalkan transaksi
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Setelah hari yang ditentukan
itu tiba, Maka jual beli itu harus dipastikan apakah dilanjutkan atau tidak.
Dalil yang dijadikan dasar disyariatkan (kebolehan) khiyar syarat adalah
hadist yang diriwayatkan imam al-bukhari, muslim, Nasa’i dan abu Dawud:
‫ اْلَبِّيَع اِن ِباْلِخ َياِر َم ا َلْم َيْفَتِرَقا َفِإْن‬: ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن اْلَح اِرِث َع ْن َحِكيِم ْبِن ِح َزاٍم َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم َقاَل‬
‫ َقاَل َأُبو َداُوَد َح َّتى َيَتَفَّر َقا َأْو‬.‫َص َد َقا َو َبَّيَنا ُبوِرَك َلُهَم ا ِفى َبْيِع ِهَم ا َو ِإْن َكَتَم ا َو َك َذ َبا ُمِح َقِت اْلَبَر َك ُة ِم ْن َبْيِع ِهَم ا‬
‫ – رواه أبو داود‬. ‫َيْخ َتاَر‬
“Dari Abdillah bin al-Harits, dari Hakim bin Hizam bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama
mereka belum berpisah,jika keduanya jujur dan keduanya menjelaskannya (transparan),
niscaya diberkahi dalam jual beli mereka berdua, dan jika mereka berdua menyembunyikan
atau berdusta, niscaya akan dicabut keberkahan dari jual beli mereka berdua. Abu Dawud
berkata “sehingga mereka berdua berpisah atau melakukan jual beli dengan akad khiyar.”
(HR. Al-Bukhari-Muslim dan imam ahli hadis lainnya).

‫ َاْلَبِّيَع اِن ُك ُّل َو اِح ٍد ِم ْنُهَم ا ِباْلِخ َياِر َع َلى َص اِح ِبِه َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا ِإَّال َبْيَع اْلِخ َياِر‬: ‫ َأَّن َرُسْو َل هللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬: ‫َع ْن َناِفٍع َع ْن اْبِن ُع َم َر‬
‫– رواه مسلم‬

“Dari Nafi’ dari Ibnu Umar; bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang
melakukan jual beli, masing-masing mereka memiliki hak untuk memilih atas saudaranya
(teman akadnya) selama mereka berdua belum berpisah kecuali jual beli dengan
menggunakan akad khiyar.” (HR. Muslim).
‫ ُثَّم َأْنَت ِفى ُك ِّل ِس ْلَعٍة اْبَتْعَتَها ِباْلِخ َياِر َثَالَث َلَياٍل َفِإْن َرِض يَت َفَأْمِس ْك َوِإْن‬.‫ ِإَذ ا َأْنَت َباَيْعَت َفُقْل َال ِخ َالَبَة‬: ‫َقاَل الَّنِبُّي َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ – رواه ابن ماجه‬.‫َسِخ ْطَت َفاْر ُدْد َها َع َلى َص اِح ِبَها‬

“ Nabi saw bersabda: Apabila kamu menjual maka katakanlah dengan jujur dan jangan
menipu. Jika kamu membeli sesuatu maka engkau mempunyai hal pilih selama tiga hari, jika
kamu rela maka ambillah, tetapi jika tidak maka kembalikan kepada pemiliknya.” (H.R.Ibnu
Majah).

Terkait dengan batasan maksimal waktu kebolehan khiyar syarat, terjadi perbedaan pendapat
antara kalangan ulama, ada 3 pendapat:
1. Mazhab Hanafi, dan zhariri berpendapat bahwa tidak boleh kedua pihak yang berakad
atau salah satunya untuk memberikan syarat lebih lebih dari tiga hari untuk jenis
barang apa saja. Jika keduanya atau salah satunya menyarat lebih dari tiga hari, maka
akadnya menjadi rusak( tidak sah ).
2. Mazhab Hambali, Al Auza’i Sebagian Hanafi berpendapat bahwa kedua belah pihak
boleh mensyaratkan lebih dari tiga hari asalkan penjual merelakannya (Ridha).
3. Mazhab maliki berpendapat bahwa tempo khiyar berbeda beda berdasarkan perbedaan
barang yang dijual apakah ia termasuk barang barang yang perlu ada khiyar untuk
mencari informasi atau meminta pendapat keluarga atau pihak yang ahli dalam
bidangnya, seperti dalam satu,dua atau tiga hari untuk memilih baju,satu bulan untuk
membeli tanah, semuanya ditetapkan berdasarkan keperluan dan pertimbangan barang
yang dijual.
Dari ketiga pendapat ulama tersebut, yang paling realistis adalah gabungan dari pendapat
yang kedua dan ketiga,yaitu kebolehan untuk melakukan hak khiyar disesuaikan dengan
keperluan dan pertimbangan barang serta keridhoan dari pihak penjual.
Jika tenggang waktu khiyarr yang disyaratkan habis tanpa pernah terjadi penolakan atau
meneruskan akad pada saat tenggang waktu masih tersisa, dan sesuatu yang dibatasi
dengan batas waktu tertentu maka ia dianggap habis jika masa itu tiba.
3. Khiyar ‘Aib (Hak pilih karena cacat barang)
yang dimaksud khiyar aib adalah hak untuk memilih antara membatalkan atau
meneruskan akad jual beli apabila ditemukan kecatatan (aib) pada obyek
(barang) yang diperjual belikan, sedangkan pembeli tidak mengetahui adanya
kecacatan pada saat akad berlangsung. Atau dengan kata lain, jika seseorang
membeli barang yang mengandung kecacatan dan ia tidak mengetahuinya
hingga sipenjual dan si pembeli berpisah, maka pihak pembeli berhak
mengembalikan barang dagangan tersebut kepada penjualnya, dengan
meminta ganti barang yang baik atau meminta Kembali uangnya, atau sesuai
dengan perbandingan kerusakan dengan harganya.
Dalam khiyar aib, pembeli memiliki dua pilihan (Hak khiyar) apakah ia rela
dan puas terhadap barang yang dibelinya ataukah tidak. Jika pembeli rela dan
dan merasa puas dengan kecacatan yang ada pada barang, maka khiyar tidak
berlaku baginya dan ia harus menerima barang yang telah dibelinya tersebut.
Namun jika ia menolak dan mengembalikan barang kepada pemiliknya, maka
akad tersebut menjadi batal. Konsekwensinya, bagi penjual harus menerima
pengembalian barang terebut jika kecacatannya murni dari pihak penjual
(cacat bawaan) dan bukan karena kelalaian atas kesalahan pembeli seperti
akbat terjatuh dan lainnya. Dalam hal mengembalikan barang yang cacat
tersebut, pihak pembeli hendaknya mengembalikan segera tanpa menunda
nunda. Karena menunda waktu pengembalian terlebih dalam cukup yang lama
merupakan salah satu bentuk melalaikan tanggung jawab, sehingga ia dapat
dianggap rela terhadap barang yang cacat, kecuali karena ada halangan yang
dapat dibenarkan atau dimaklumi Bersama.

Dasar Hukum Disyariatkan Khiyar ‘Aib


Dasar hukum disyariatkan khiyar aib sebagaimana banyak penjelasan dalam
hadis Nabi SAW, antara lain yang diriwayatkan oleh imam ahmad, ibnu
majah, ad-daruqutni. Al- hakim dan ath-thabrani, uqbah bin amir:

‫ اْلُم ْس ِلُم َأُخ و اْلُم ْس ِلِم َو َال َيِح ُّل ِلُم ْس ِلٍم َباَع ِم ْن َأِخ يِه َبْيًعا ِفيِه َعْيٌب ِإَّال َبَّيَنُه َلُه (رواه‬: ‫َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
)‫أحمد وابن ماجة وغيره‬

“Bahwasannya Nabi saw bersabda: Muslim yang satu dengan muslim yang
lainnya adalah bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barang
nya kepada muslim lain, padahal pada barang tersebut terdapat aib/cacat
melainkan dia harus menjelaskannya”.(HR.Ahmad,Ibnu Majah,Ad-
Daruquthni, Al-Hakim dan ath-thabrani).

Faktor-faktor yang Menghalangi Pembatalan Akad dan Pengembalian


Barang
Ketentuan dalam pembatalan akad dan pengembalian barang cacat telah
bayak dirumuskan dalam kitab kitab fiqih, termasuk faktor faktor yang
menghalangi pembatalan barang. Dalam pembahasan ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pihak pembeli Ridho setelah mengetahui adanya kecacatan barang, baik
dengan mengucapkannya secara langsung atau berdasarkan petunjuk/
indikator lainya. Misalnya , mebeli buah yang sudah diumumkan atau
diberitahukan kecacatannya oleh pihak penjual seperti sudah layu atau
sebagiaanya ada yang rusak, lalu pembeli rela/ ridho membelinya setelah
terjadi penyesuaaian harga, maka pembatalan dan pengembalian barang
tidak dapat dilakukan (tidak ada hak khiyar ‘aib).
2. Menggunakan khiyar, baik secara langsung atau adanya indicator/petunjuk
lainnya. Seperti ucapan pembeli” aku telah menggurkan khiyar (hak
pilih)ku”.atau setelah ia mengetahui adanya kecacatan barang, si pembeli
tidak mengembalikan barang tersebut dalam jangka waktu yang cukup
lama / bahkan barang yang dibelinya sudah berubah wujud / habis karena
sudah dikonsumsi.
3. Barang rusak karena perbuatan pembeli atau berubah dari bentuk aslinya.
Seperti gelas pecah atau retak karena terjatuh oleh pihak pembeli atau
Sebagian barang ada yang tidak utuh atau hilang akibat kelalaian pembeli.
Namun apabila pembeli dan penjual berselisih tentang pihak yang
menyebabkan terjadinya kecacatan barang, sementara transsaksi sudah selesai
dilakukan serta tidak ada bukti yang menguatkan salah satunya, maka menurut
para ulama pernyataan penjualan yang dimenangkan atau yang diterima
setelah disumpah. Hal ini di dasarkan pada Hadis Nabi saw :

– .‫ِإَذ ا اْخ َتَلَف اْلَبِّيَع اِن َفاْلَقْو ُل َقْو ُل اْلَباِئِع َو اْلُم ْبَتاُع ِباْلِخ َياِر‬:‫َع ِن اْبِن َم ْسُعوٍد َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫رواه الترميذي و أحمد‬

“Dari ibnu mas’ud berkata,Rasululloh saw bersabda, apabila penjual dan pembeli
berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual, sedangkan
pembeli memiliki hak pilih”.(HR.Ath-thirmidzi dan ahmad) (imam ath-thirmidzi
menjelaskan bahwa hadis ini termasuk hadis mursal karena salah seorang rawi
Bernama’aun bin abdillah tidak bertemu langsung dengan ibnu mas’ud, namun Al –
albani menshahihkannya ).

Hikmah Disyari’atkan Khiyar

Hikmah disyari’atkan khiyar dalam islam sangat banyak sekali dan bersifat
menyeluruh, dan jangka Panjang. Bahkan khiyar dalam bisnis Islami
memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk menjaga
kepentingan transpransi, kemaslahatan, kerelaan kedua belah pihak yang
melakukan transaksi serta melindungi mereka dari bahaya dan kerugian bagi
semua pihak.

Secara lebih rinci dapat dikemukakan beberapa hikmah disyari’atkan khiyar


dalam islam, antara lain :

1. Dapat memper tegas adanya kerelaan dari pihak pihak yang terikat dalam
transaksi jual beli.
2. Mendatangkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak
(penjual dan pembeli).
3. Menghindarkan terjadinya penipuan dalam urusan jual beli
4. Menjamin kejujuran dan transparansi bagi pihak penjul dan pembeli
5. Menjamin kesempurnaan proses transsaksi
6. Untuk menjaga agar tidak terjadi perselisihan atau pertengkaran antar
penjual dan pembeli.

Anda mungkin juga menyukai