KHIYAR
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih II
Dosen Pengampu:
Hilman Abdul Halim, Lc.MA
Di Susun Oleh :
Kelompok 4 ( PAI - C)
Dinda Ayu Shaleha
Shofya Shofwatil millah
Laila Aulia Nur H
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga
tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa'atnya di akhirat kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,juga
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Fikih II yaitu Bapa Hilman
Abdul Halim MA yang telah memberikan bimbingan sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Fikih Ibadah
Muamalah yang berjudul "Pengertian dan macam-macam Khiyar"
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca makalah ini supaya menjadi bahan perbaikan untuk kami kedepannya
dalam membuat makalah. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar besarnya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya kebutuhan rohani
saja. Manusia juga membutuhkan kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, pakaian, tempat
tinggal dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya mereka harus
berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut dengan Muamalah.
Untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bermu'amalah, agama mengatur sebaik-
baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan
hidupnya.
Dan salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi kekeliuran antara penjual dan pembeli,
maka diperlukan adanya Khiyar (Pilihan) Kata al- khiyar dalam bahasa Arab berarti pilihan.
Pembahasan al-khiyar dikemukakan para ulama fiqih dalam permasalahan yang menyangkut
tranksaksi dalam bidang perdata khususnya tranksaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi
kedua belah pihak yang melakukan tranksaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam
tranksaksi dimaksud. Oleh sebab itu, maka di dalam makalah ini kami akan membahas
tentang "Khiyar".
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian khiyar ?
2. Apa saja macam- macam khiyar ?
3. Apa saja faktor yang menghalangi pembatalan akad dan pengembalian barang?
4. Apa saja hikmah disyari’atkan khiyar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi khiyar
2. Untuk mengetahui macam- macam khiyar
3. Untuk mengetahui faktor faktor yang menghalangi pembatalan akad dan
pengembalian barang
4. Untuk mengetahui hikmah dari disyari’atkannya khiyar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khiyar
Secara lughah (bahasa), khiyar berarti memilih,menyisih atau menyaring. Secara
semantic kebahasaan, kata khiyar berasal dari kata khair yang berarti baik. Dengan
demikian khiyar dalam pengertian bahasa dapat berarti memilih dan menentukan
sesuatu yang terbaik dari dua hal atau lebih untuk dijadikan pegangan dan pilihan.
Sedangkan menurut istilah. khiyar adalah hak yang dimiliki seseorang yang
melakukan perjanjian usaha (jual beli) untuk menentukan pilihan antara meneruskan
perjanjian jual-beli atau membatalkannya.
ِإَذ ا َتَباَيَع الَّرُج َالِن َفُك ُّل َو اِح ٍد ِم ْنُهَم ا ِباْلِخ َياِر َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا: َع ِن اْبِن ُع َم َر َع ْن َرُسْو ِل هللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأَّنُه َقاَل
َو َكاَنا َج ِم ْيًعا َأْو ُيَخ ِّيُر َأَح ُدُهَم ا اآْل َخ َر َفِإْن َخ َّيَر َأَح ُدُهَم ا اآلَخ َر َفَتَباَيَع ا َع َلى َذ ِلَك َفَقْد َو َج َب اْلَبْيَع َوِإْن َتَفَّر َقا َبْع َد َأْن َتَباَيَع ا
– رواه البخاري ومسلم. َو َلْم َيْتُر ْك َو اِح ٌد ِم ْنُهَم ا اْلَبْيَع َفَقْد َو َج َب اْلَبْيَع
“Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, “Apabila
ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari
mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka
masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada
pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada
yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka
telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara
mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi
(juga).” (HR. Al.Bukhari dan Muslim)
اْلَبِّيَع اِن ِباْلِخ َياِر َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا ِإَّال َأْن َتُك وَن َص ْفَقَة ِخ َياٍر: َأَّن َرُسْو َل ِهللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل: َع ْن َعْم ُرو اْبُن ُش َع ْيٍب َع ْن َأِبْيِه َع ْن َج ِّد ِه َقاَل
َو َال َيِح ُّل َلُه َأْن ُيَفاِرَق َص اِح َبُه َخ ْش َيَة َأْن َيْسَتِقيَلُه – رواه الترميذى والنسائي
“Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual
beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan
rekannya karena khawatir dibatalkan.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i).
َاْلَبِّيَع اِن ُك ُّل َو اِح ٍد ِم ْنُهَم ا ِباْلِخ َياِر َع َلى َص اِح ِبِه َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا ِإَّال َبْيَع اْلِخ َياِر: َأَّن َرُسْو َل هللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل: َع ْن َناِفٍع َع ْن اْبِن ُع َم َر
– رواه مسلم
“Dari Nafi’ dari Ibnu Umar; bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang
melakukan jual beli, masing-masing mereka memiliki hak untuk memilih atas saudaranya
(teman akadnya) selama mereka berdua belum berpisah kecuali jual beli dengan
menggunakan akad khiyar.” (HR. Muslim).
ُثَّم َأْنَت ِفى ُك ِّل ِس ْلَعٍة اْبَتْعَتَها ِباْلِخ َياِر َثَالَث َلَياٍل َفِإْن َرِض يَت َفَأْمِس ْك َوِإْن. ِإَذ ا َأْنَت َباَيْعَت َفُقْل َال ِخ َالَبَة: َقاَل الَّنِبُّي َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم
– رواه ابن ماجه.َسِخ ْطَت َفاْر ُدْد َها َع َلى َص اِح ِبَها
“ Nabi saw bersabda: Apabila kamu menjual maka katakanlah dengan jujur dan jangan
menipu. Jika kamu membeli sesuatu maka engkau mempunyai hal pilih selama tiga hari, jika
kamu rela maka ambillah, tetapi jika tidak maka kembalikan kepada pemiliknya.” (H.R.Ibnu
Majah).
Terkait dengan batasan maksimal waktu kebolehan khiyar syarat, terjadi perbedaan pendapat
antara kalangan ulama, ada 3 pendapat:
1. Mazhab Hanafi, dan zhariri berpendapat bahwa tidak boleh kedua pihak yang berakad
atau salah satunya untuk memberikan syarat lebih lebih dari tiga hari untuk jenis
barang apa saja. Jika keduanya atau salah satunya menyarat lebih dari tiga hari, maka
akadnya menjadi rusak( tidak sah ).
2. Mazhab Hambali, Al Auza’i Sebagian Hanafi berpendapat bahwa kedua belah pihak
boleh mensyaratkan lebih dari tiga hari asalkan penjual merelakannya (Ridha).
3. Mazhab maliki berpendapat bahwa tempo khiyar berbeda beda berdasarkan perbedaan
barang yang dijual apakah ia termasuk barang barang yang perlu ada khiyar untuk
mencari informasi atau meminta pendapat keluarga atau pihak yang ahli dalam
bidangnya, seperti dalam satu,dua atau tiga hari untuk memilih baju,satu bulan untuk
membeli tanah, semuanya ditetapkan berdasarkan keperluan dan pertimbangan barang
yang dijual.
Dari ketiga pendapat ulama tersebut, yang paling realistis adalah gabungan dari pendapat
yang kedua dan ketiga,yaitu kebolehan untuk melakukan hak khiyar disesuaikan dengan
keperluan dan pertimbangan barang serta keridhoan dari pihak penjual.
Jika tenggang waktu khiyarr yang disyaratkan habis tanpa pernah terjadi penolakan atau
meneruskan akad pada saat tenggang waktu masih tersisa, dan sesuatu yang dibatasi
dengan batas waktu tertentu maka ia dianggap habis jika masa itu tiba.
3. Khiyar ‘Aib (Hak pilih karena cacat barang)
yang dimaksud khiyar aib adalah hak untuk memilih antara membatalkan atau
meneruskan akad jual beli apabila ditemukan kecatatan (aib) pada obyek
(barang) yang diperjual belikan, sedangkan pembeli tidak mengetahui adanya
kecacatan pada saat akad berlangsung. Atau dengan kata lain, jika seseorang
membeli barang yang mengandung kecacatan dan ia tidak mengetahuinya
hingga sipenjual dan si pembeli berpisah, maka pihak pembeli berhak
mengembalikan barang dagangan tersebut kepada penjualnya, dengan
meminta ganti barang yang baik atau meminta Kembali uangnya, atau sesuai
dengan perbandingan kerusakan dengan harganya.
Dalam khiyar aib, pembeli memiliki dua pilihan (Hak khiyar) apakah ia rela
dan puas terhadap barang yang dibelinya ataukah tidak. Jika pembeli rela dan
dan merasa puas dengan kecacatan yang ada pada barang, maka khiyar tidak
berlaku baginya dan ia harus menerima barang yang telah dibelinya tersebut.
Namun jika ia menolak dan mengembalikan barang kepada pemiliknya, maka
akad tersebut menjadi batal. Konsekwensinya, bagi penjual harus menerima
pengembalian barang terebut jika kecacatannya murni dari pihak penjual
(cacat bawaan) dan bukan karena kelalaian atas kesalahan pembeli seperti
akbat terjatuh dan lainnya. Dalam hal mengembalikan barang yang cacat
tersebut, pihak pembeli hendaknya mengembalikan segera tanpa menunda
nunda. Karena menunda waktu pengembalian terlebih dalam cukup yang lama
merupakan salah satu bentuk melalaikan tanggung jawab, sehingga ia dapat
dianggap rela terhadap barang yang cacat, kecuali karena ada halangan yang
dapat dibenarkan atau dimaklumi Bersama.
اْلُم ْس ِلُم َأُخ و اْلُم ْس ِلِم َو َال َيِح ُّل ِلُم ْس ِلٍم َباَع ِم ْن َأِخ يِه َبْيًعا ِفيِه َعْيٌب ِإَّال َبَّيَنُه َلُه (رواه: َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل
)أحمد وابن ماجة وغيره
“Bahwasannya Nabi saw bersabda: Muslim yang satu dengan muslim yang
lainnya adalah bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barang
nya kepada muslim lain, padahal pada barang tersebut terdapat aib/cacat
melainkan dia harus menjelaskannya”.(HR.Ahmad,Ibnu Majah,Ad-
Daruquthni, Al-Hakim dan ath-thabrani).
– .ِإَذ ا اْخ َتَلَف اْلَبِّيَع اِن َفاْلَقْو ُل َقْو ُل اْلَباِئِع َو اْلُم ْبَتاُع ِباْلِخ َياِر:َع ِن اْبِن َم ْسُعوٍد َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم
رواه الترميذي و أحمد
“Dari ibnu mas’ud berkata,Rasululloh saw bersabda, apabila penjual dan pembeli
berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual, sedangkan
pembeli memiliki hak pilih”.(HR.Ath-thirmidzi dan ahmad) (imam ath-thirmidzi
menjelaskan bahwa hadis ini termasuk hadis mursal karena salah seorang rawi
Bernama’aun bin abdillah tidak bertemu langsung dengan ibnu mas’ud, namun Al –
albani menshahihkannya ).
Hikmah disyari’atkan khiyar dalam islam sangat banyak sekali dan bersifat
menyeluruh, dan jangka Panjang. Bahkan khiyar dalam bisnis Islami
memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk menjaga
kepentingan transpransi, kemaslahatan, kerelaan kedua belah pihak yang
melakukan transaksi serta melindungi mereka dari bahaya dan kerugian bagi
semua pihak.
1. Dapat memper tegas adanya kerelaan dari pihak pihak yang terikat dalam
transaksi jual beli.
2. Mendatangkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak
(penjual dan pembeli).
3. Menghindarkan terjadinya penipuan dalam urusan jual beli
4. Menjamin kejujuran dan transparansi bagi pihak penjul dan pembeli
5. Menjamin kesempurnaan proses transsaksi
6. Untuk menjaga agar tidak terjadi perselisihan atau pertengkaran antar
penjual dan pembeli.