Anda di halaman 1dari 17

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

KHIYAR DALAM JUAL BELI

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah


Fiqh Muamalah

DOSEN PEMBIMBING:
SULAIMAN HASIBUAN, Lc. MA

OLEH:
NOVI RISTANTI
NUR SAKINAH SIREGAR
NENAH SYARIFAH

JURUSAN ILMU AL QURAN DAN TAFSIR

INSTITUT SAINS AL QURAN SYEKH IBRAHIM

TAHUN AKADEMIK 2016/2017


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Khiyar ........................................................................................ 2

2.2 Jenis-jenis Khiyar......................................................................................... 3

2. 3 Hukum Khiyar.............................................................................................. 12

BAB III KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transaksi jual beli tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Karena jual

beli merupakan kegiatan sehari-hari yang memiliki banyak fungsi. Baik untuk

fungsi ekonomi, untuk kebutuhan pribadi dan berbagai fungsi lainnya. Namun

tidak jarang kita jumpai bahkan kita alami ketika terjadinya jual beli terdapat

banyak kekeliruan, baik itu cacat barang, penipuan bahkan ketidaktahuan. Maka

dari itu ada hak khiyar bagi permasalahan-permasalahan yang timbul. Khiyar

dalam jual beli akan dipaparkan secara ringkas dalam makalah ini.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Khiyar

‫ وهو طلب خرياالمرين من امضاءالبيع او فسخه‬: ‫اخليار‬


Artinya : khiar adalah mencari kebaikan dalam perkara jual beli melanjutkannya

atau membatalkannya.1

Kata al khiyar dalam berarti pilihan. Khiyar ini menyangkut transaksi ekonomi,

sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad)

ketika terjadi beberapa persoalan dalam suatu transaksi.

Secara bahasa, para ulama fiqh telah mendefinisikan al khiyar, antara lain:

1. Sayyid Sabiq:

‫ض ِاء َأ ِوااْلِ لْغَ ِاء‬ ِ


َ ‫ب خَرْيِ ااْل َ ْم ِر م َن ااْلِ ْم‬
ِ
ُ َ‫اَخْل يَ ُار ُه َو طَل‬

“Khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau

membatalkan (jual beli)”.2

2. Abdul Mujieb:

“Khiyar adalah hak memilih atau menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli

dan penjual, apakah akad jual beli akan diteruskan atau dibatalkan”.

3. Wahbah Az-Zuhaili:

1
Sayyid Imam Muhammad Bin Ismail Al Kahlani, Asson’anil Ma’rufi Fil Amiri
Subulussalam, (Bandung: Diponegoro), Juz 3, Hal 33
2
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Depok:Madina Alpustaka,2012), Jilid 5, Hal.69

2
‫ضاِئِ'ه بَِف ْس ِج ِه َر ْف ًقا لَْل ُمَت َعاقِ َديْ ِن‬ ِ ِ ‫َأ ْن ي ُكو َن لِْلمتعاقِ ُد ب ِإم‬.
َ ‫ضاء الْ َع ْقد َو َع َدِم ِإ ْم‬
َ ْ َ ‫َ ْ ُ َ َ َنْي‬

“Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi

untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan

kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.”

2.2 Jenis-jenis Khiyar

Terdapat berbagai macam khiyar, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Khiyar Majlis

Apabila ijab kabul telah berhasil dilakukan oleh penjual dan pembeli, dan akad

telah selesai, maka masing-masing dari keduanya memiliki hak untuk meneruskan

akad atau membatalkannya selama keduanya masih berada dalam majelis, yaitu

tempat dilakukannya akad. Khiyar seperti ini hanya berlaku dalam transaksi yang

bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli

dan sewa menyewa.

Sering terjadi, salah satu dari dua orang yang berakad terburu-buru mengucapkan

ijab dan kabul , setelah itu tampak adanya kepentingan yang menuntut

dibatalkannya akad tersebut. Karena itu, syariat memberikan hak khiyar kepada

orang tersebut untuk memperoleh hak yang mungkin hilang karena tergesa-gesa

tadi.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Hakim bin Hazam bahwa Rasulullah saw

bersabda:

3
‫ فان صدقا وبينا بورك هلما ىف بيغهما وان كتما وكذبا‬,‫ألبيعان' باخليار مامل يتفرقا‬

)‫حمقت بركة بيعهما (رواه البخارى ومسلم‬

“dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selam belum

berpisah. Jika keduanya benar dan jelas maka keduanya diberkahi dalam jual beli

mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah

keberkahan jual beli mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya, masing-,masing dari penjual dan pembeli sama-sama memiliki hak untuk

melanjutkan akad atau membatalkannya selama keduanya belum berpisah secara

fisik. Perpisahan disini dinilai sesuai dengan situasi dan kondisinya. Di rumah

yang kecil, perpisahan terjadi dengan keluarnya salah satu dari dua orang yang

berakad. Di rumah yang besar, perpisahan ditandai dengan berpindahnya salah

seorang dari tempat mereka duduk ke ruangan lain. Jika keduanya berdiri

bersama-sama dan pergi bersama-sama maka belum dikatakan berpisah dan

khiyar masih ada. Menurut pendapat yang dianggap kuat, maka berpisah

disesuaikan dengan kebiasaan atau tradisi setempat.

Baihaqi meriwayatkan, Abdullah Bin Umar berkata:

“aku pernah menjual kepada Amirul Mu’minin Utsman harta milikku yang ada

disebuah lembah dengan penukar sebuah harta miliknya yang terdapat di Khaibar.

Setelah kami selesai melaksanakan jual beli, aku langsung berbalik dan beranjak

hingga keluar dari rumahnya karena takut ia akan membatalkan jual beli

denganku. Sebab berdasarkan as sunnah penjual dan pembeli memiliki khiyar

4
sampai keduanya berpisah.” Ini adalah pendapat jumhur ulama yang terdiri dari

para sahabat dan tabi’in. Di antara para imam, pendapat ini dianut oleh Syafi’i dan

Ahmad.

Khiyar ini gugur apabila digugurkan oleh penjual dan pembeli setelah akad.

Apabila salah satu dari keduanya menggurkan khiar ini, maka tinggal khiyar yang

masih bisa berlaku. Khiyar terputus sendirinya dengan kematian salah satu dari

kedua orang yang berakad.

2. Khiyar Syarat

Khiyar syarat yaitu hak pilih yang dijadikan syarat oleh penjual dan pembeli, atau

salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad meneruskan atau membetalkan

akadnya tersebut, agar dipertimbangkan selama waktu yang ditentukan. Syarat ini

dibolehkan bagi penjual dan pembeli atau salah satu dari keduanya.

Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya khiyar syarat ini adalah sebagai berikut:

)‫انت بااخليار ىف كل سلعة ابتعتها ثالث ليال (رواه البيهقى‬

“kamu diperbolehkan khiyar (memilih) pada setiap benda yang telah dibeli selama

tiga hari tiga malam.” (HR. Baihaqi)

‫كل بيعني ال يبع بينهما حىت يتفرقا اال بيع اجليار‬

“setiap dua orang yang melakukan jual beli, belum sah jual beli itu sebelum

mereka berpisah, kecuali jual beli khiyar.”

5
Artinya, jual beli dapat dilangsungkan dan dinyatakan sah bila mereka berdua

telah berpisah, kecuali bila disyaratkan oleh salah satu dari kedua belah pihak,

atau kedua-duanya mengajukan syarat dalam masa tertentu.

Juga dari Ibnu Umar diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda:

“apabila ada dua orang melakukan jual beli maka keduanya boleh melakukan

khiyar sebelum mereka berpisah dan sebelumnya mereka bersama-sama. Atau

salah satu dari mereka khiyar maka mereka berdua melakukan jual beli dengan

cara itu. Dengan demikian, jual beli menjadi wajib.”

Jika masa waktu yang ditentukan telah berakhir dan akad tidak dibatalkan, maka

jual beli wajib dilaksanakan. Khiyar batal dengan ucapan dan tindakan pembeli

terhadap barang yang ia beli, dengan cara mewakafkan, menghibahkan, atau

membayar harganya. Karena hal tersebut menunjukkan kerelaannya atas sesuatu

yang dibelinya.

3. Khiyar Aib/Cacat

'‫ ان خيتار رداملبيع اىل بائعه بالعيباخليار‬: '‫العيب‬


Artinya: “Bahwa boleh pembeli memilih untuk menolak barang karna ada aib”3

Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah

pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjualbelikan,

dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung. Misalnya,

seseorang membeli pakaian,kemudian ketika diperiksa ada bagian yang sobek

pada pakaian tersebut. Hal tersebut sebelumnya tidak diketahui oleh penjual atau
3
Ali Bin Muhammad Bin Ali Sayiduzzain Abi Hasan Husaini Aljarjani Al
Hanafi,Atta’rifat, hal 91

6
pembeli, maka dalam hal ini ditetapkan hak khiyar bagi pembeli. Jadi dalam

khiyar aib apabila terdapat bukhti cacat pada barang yang dibelinya, pembeli

dapat mengembalikan barang tersebut dengan meminta ganti barang yang lebih

baik, atau kembali uang.

Setiap orang diharamkan menjual barang yang mengandung cacat tanpa

menjelaskannya kepada pembeli. Dasar hukum khiyar aib diantaranya:

‫املسلم أخو املسلم الحيل ملسلم باع من اخيه بيعا وفيه عيب االبينه‬

(‫)رواه ابن جماح عن عقبة بن عامر‬

“sesama muslim itu bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang

nya kepada muslim lain, padahal pada barang itu terdapat cacat/aib.” (HR. Ibnu

Majah dan dari ‘Uqbah bin ‘Amir)

Khiyar aib menurut kesepakatan ulama fiqh, berlaku sejak diketahuinya cacat

pada barang yang diperjualbelikan dan dapat diwarisi oleh ahli waris pemilik hak

khiyar. Adapun cacat yang menyebabkan munculnya hak khiyar, menurut ulama

Hanafiyah dan Hanabilah adalah seluruh unsure yang merusak objek jual beli itu

dan mengurangi nilainya. Tetapi menurut ulam Malikiyah dan Syafi’iyah seluruh

cacat yang menyebabkan nilai barang itu berkurang atau hilang unsur yang

diinginkan dari barang tersebut.

Apabila akad telah terlaksana sedangkan pembeli sudah mengetahui adanya

cacat,maka akad ini bersifat mengikat dan tidak ada khiyar bagi pembeli itu

7
karena dia telah ridha dengan barang yang dibelinya. Sedangkan jika pembeli

tidak mengetahui adanya cacat, lalu dia mengetahuinya setelah akad, maka akad

tersebut tetap sah tetapi tidak bersifat mengikat. Pembeli tersebut memiliki hak

khiyar dan boleh mengembalikan barang dan mengambil kembali uangnya atau

tetap mempertahankan barang dan mengambil sebagian uang sesuai dengan kadar

kekurangan yang ditimbulkan oleh kecacatan barang tersebut. Kecuali apabila ia

telah menunjukkan rasa ridha terhadap aib barang tersebut, misalnya dengan

menggunakannya, atau menjualnya kembali.

Ibnu Mundzir berkata, “Hasan, Syuraih, Abdullah bin Hasan, Ibnu Abi Laila, Ats-

Tsauri, dan mereka para ashabur-ra’yi berpendapat bahwa apabila seseorang

memeli barang lalu menawarkannya untuk dijual setelah mengetahui adanya cacat

pada barang tersebut maka khiyarnya batal.”

Apabila penjual dan pembeli berselisih tentang ditangan siapa cacat itu terjadi

disertai berbagai kemungkinannya, sedangkan antara penjual dan pembeli tidak

memiliki bukti maka perkataan yang diterima adalah perkataaan penjual disertai

dengan sumpah. Sementara pendapat lain mengatakan, yang diterima adalah

perkataan pembeli disertai sumpah. Dia boleh mengembalikan barang kepada

penjual.

4. Khiyar Tadlis

Yaitu khiyar untuk mengembalikan akad karena adanya penipuan. Khiyar yang

berlaku bagi pembeli untuk mengembalikan barang yang telah dibeli adalah

selama tiga hari. Dasar hukum khiyar ini adalah sebuah hadist riwayat Abu

Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,

8
“Janganlah kalian menahan susu unta dan kambing. Barang siapa membelinya

setelah penjual melakukan itu maka ia memiliki khiyar untuk menentukan dua

keputusan setelah memerahnya. Jika mau, dia boleh mempertahankannya. Dan

jika mau, ia boleh mengembalikannya bersama satu sha’ kurma.”

Artinya jangan menahan susu hewan-hewan ini agar terlihat besar, sehingga

pembeli tergiur untuk membelinya. Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Hadist ini adalah

dasar larangan untuk menipu, merusak objek jual beli, serta larangan untuk

menahan susu binatang dan berlakunya khiyar karena hal tersebut.”

5. Khiyar Ghabn

Khiyar ghabn merupakan khiyar yang terjadi akibat adanya suatu kekeliruan.

Kekeliruan yang terjadi pada penjual misalnya ia menjual barang bernilai 5

dirham dengan harga 3 dirham. Sedangkan kekeliruan pada pihak pembeli

misalnya ia membeli barang senilai 3 dirham dengan harga 5 dirham. Maka

apabila terdapat kekeliruan seperti ini dapat dilakukan khiyar untuk membatalkan

akad dan jual beli dengan syarat ia tidak tahu harga dan tidak pandai tawar

menawar. Hal ini berdasarkan dalil sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari

dan Muslim dari Ibnu Umar r.a yang berkata,

“diceritakan kepada Nabi saw bahwa seorang laki-laki bernama Habban bin

Munqidz selalu tertipu dalam beberapa jual beli yang dilakukannya, lalu Nabi saw

bersabda, “apabila kamu berjual beli, maka katakanlah ‘jangan sampai ada

penipuan’.

Ibnu Ishak menambahkan dalam riwayat Yunis bin Bukair dan Abdul A’la dari

Ibnu Umar,

9
“kemudian kamu memiliki khiyar dalam setiap barang yang kamu beli selama tiga

malam. Apabila kamu ridha, maka pertahankanlah barnga itu. Dan apabila kamu

tidak ridha, maka kembalikanlah.”

Khiyar ghabn memiliki beberapa jenis, diantaranya:

a. Talaqqi Al Jalab

Diantara jenis ghabn adalah dalam kasus memberhentikan barang yang

didatangkan dari luar suatu daerah. Misalnya ketika para pedagang dari desa

datang untuk menjual hasil panen ke pasar kota. Lalu ketika belum sampai ada

orang kota tersebut memberhentikan mereka dan membeli barang tersebut dengan

harga murah(dibawah harga pasar) sebelum pedagang desa itu sampai di pasar dan

mengetahu harga pasar hasil panen tersebut. Hal ini menghilangkan kesempatan

pedagang desa untuk mengetahui harga pasar dan merupakan kekeliruan karena

ada penipuan dalam transaksi tersebut. Maka dari itu, terdapat khiyar untuk

membatalkan transaksi.

b. Tanajusy atau Najsy

Tanajusy atau najsy bermakna menaikkn harga barang dalam suatu penawaran

dengan persekongkolan. Mereka menawar dengan harga tinggi bukan dengan niat

untuk membeli barang tersebut, tetapi agar orang lain orang lain membeli dengan

harga lebih tinggi daripada yang ia tawar. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa

Rasulullah saw melarang najsy dan diharamkan berdasarkan kesepakatan para

ulama. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata didalam Fathul Bari’,

10
“Para ulama berselisih pendapat tentang hukum jual beli apabila terjadi hal

diatas.”

Ibnu Mundzir mengutip dari sekelompok ahli hadits bahwa jual beli seperti ini

batal. Ini adalah pendapt ahli Zahir, dan pendapat paling masyhur dikalangan

ulama Mazhab Hanbali. Pendapat masyhur di Mazhab Maliki tentang jual beli

semacam ini adalah berlakunya khiyar dan ini juga pendapat ulama Mazhab

Syafi’i yang juga mengqiyaskan kepada tashriyah(menahan susu binatang).

Namun pendapat ulama Mazhab Hanafi adalah bahwa jual beli tetap sah namun

disertai dengan dosa.

6. Khiyar Ru’yah

Yaitu khiyar bagi pembeli untuk menyatakan berlanjut atau batalnya jual beli

yang dilakukan terhadap objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.

Jumhur ulama fiqh(Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, Zahiriyah) menyatakan

bahwa khiyar ru’yah disyariatkan dalam Islam berdasarkan sabda Rasulullah saw,

“siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat maka ia berhak khiyar apabila

telah melihat barang tersebut.”

Akad seperti ini boleh terjadi disebabkan objek yang akan dibeli itu tidak ada di

tempat berlangsungnya akad, karena sulit dilihat. Khiyar ini berlaku ketika

pembeli melihat barang yang akan ia beli.

Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik

barang itu disebutkan sifatnya ketika akad maupun tidak. Oleh sebab itu, khiyar

11
ru’yah tidak berlaku karena akad dikhawatirkan mengandung unsur penipuan

yang dapat membawa kepada perselisihan. Dalam hal ini sabda Rasulullah saw,

“Rasulullah saw melarang jual beli yang mengandung penipuan.”

7. Khiyar Ta’yin

Yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas

dalam jual beli. Misalnya ketika ada suatu barang dengan kualitas super dan

kualitas sedang, namun pembeli tidak mengetahui perbedaan barang tersebut.

Khiyar dalam hal ini diperbolehkan oleh ulama Hanafiyah dengan alasan bahwa

barang serupa dengan kualitas berbeda sangat banyak jadi pembeli memerlukan

bantuan ahli yang mungkin sulit untuk diminta bantuannya. Maka dari itu, agar

pembeli tidak tertipu maka khiyat ta’yin diperbolehkan.

Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima hal ini dengan alasan bahwa

dalam akad jual beli ada ketentuan yaitu barang yang diperdagangkan harus jelas.

Jelas disini yaitu kualitas dan kuantitasnya. Dalam Khiyar ta’yin barang yang

akan dibeli belum jelas. Maka dari itu termasuk kedalam jual beli al ma’dum

(tidak jelas identitasnya).4

2.3 Hukum Khiyar

Hak khiyar dalam jual beli menurut islam diperbolehkan apakah akan meneruskan

jual beli atau membatalkannya, tergantung keadaan atau kondisi barang yang

diperjualbelikan.

4
Abdurrahaman Al Ghazaly,dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup), Edisi 1, hal. 99

12
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, status khiyar dalam pandangan ulama fiqh

diperbolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan

kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.

Pada zaman modern seperti saat ini, jual beli tidak hanya bertatap muka secara

langsung dan khiyar tetap diberlakukan. Hanya saja tidak selalu menggunakan

kata-kata khiyar, tetapi dengan yang lebih menarik, misalnya “teliti sebelum

membeli”. Ini berarti pembeli diberi hak khiyar dengan hati-hati dan cermat dalam

menjatuhkan pilihannya untuk membeli.5

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
5
Abdurrahaman Al Ghazaly,dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup), Edisi 1, hal. 98

13
Pengertian khiyar menurut etimologi berarti pilihan. Dan secara terminologi

khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau

membatalkan(jual beli). Atau hak untuk menentukan pilihan antara dua hal bagi

pembeli dan penjual, apakah akad jual beli diteruskan atau dibatalkan.

Khiyar terbagi menjadi beberapa macam, yaitu khiyar majlis, khiyar syarat, khiyar

aib/cacat, khiyar tadlis, khiyar ghabn, khiyar ru’yah dan khiyar ta’yin.

Hukum khiyar dalam ulama fiqh mubah atau dibolehkan karena suatu keperluan

yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak

yang melakukan transaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Mardani, 2012. Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana

14
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk, 2010. Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup

Sabiq, Sayid, 2012. Fiqih Sunnah diterjemahkan oleh Rijalul Qolam,dkk, Jakarta:

Penerbit Madina Adi Pustaka

Ali Bin Muhammad Bin Ali Sayiduzzain Abi Hasan Husaini Aljarjani Al

Hanafi,Atta’rifat.

Sayyid Imam Muhammad Bin Ismail Al Kahlani, Asson’anil Ma’rufi Fil Amiri

Subulussalam, Bandung: Diponegoro

15

Anda mungkin juga menyukai