Anda di halaman 1dari 4

Ulama Syafi’iyah berpendap bahwa khiyar terbagi dua; Pertama, khiyar at-tasyahhi, yakni khiyar yang

menyebabkan pembeli memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam
majlis maupun syarat. Kedua, khiyar naqhisah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau
adanya kesalahan dalam pembuatan atau pergantian. (Lihat Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, karya
Wahbah Az-Zuhaili, Juz. IV, hlm. 519-522, Damaskus, Dar Al-Fikri, cet. Ke-2 th.1985).

Khiyar dalam Jual-Beli (1)


Indah Kiyani Mubsir 05 Juli 2020 08:34 Khiyar dalam Jual Beli

Khiyar merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melaksanakan berbagai
aktifitas bisnis, khususnya dalam persoalan jual beli. Saking pentingnya persoalan ini, maka para ulama
fikih (fuqaha’) membahasnya secara panjang lebar dalam pembahasan tersendiri atau setidaknya dalam
sub pembahasan tersendiri pada bab buyu’ (jual beli). Atas dasar itulah, maka dalam pembahasan kali
ini, penulis membahas persoalan khiyar baik dari aspek definisi khiyar, dasar hukumnya, klasifikasinya,
problematikanya, dampaknya serta hikmah disyari’atkannya khiyar.
Dalam praktiknya, tidak sedikit orang merasa gelo (menyesal) dalam melakukan transaksi jual beli.
Penyesalan tersebut dapat terjadi baik di pihak penjual maupun pihak pembeli. Penyesalan umumnya
dapat diakibatkan oleh tidak adanya transparansi, tekhnik penjualan yang tidak oftimal sampai persoalan
kualitas barang yang ditransaksikan tidak sesuai dengan harapan, baik karena kesengajaan pihak
penjual maupun karena ketidak cermatan, kurang hati-hati (tergesa-gesa) atau faktor-faktor lainnya dari
pihak pembeli.
Padahal salah satu prinsip pokok dalam transaksi jual beli adalah harus didasari oleh sikap saling suka
atau saling ridha (Innamal bai’ ‘an taradin; hanya saja jual beli harus didasari saling meridhai)
sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi. Atas dasar itulah, agama memberi kesempatan kepada kedua
belah pihak yang melakukan transaksi atau akad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan, yaitu
melangsungkan transaksi (akad) jual beli atau membatalkannya, atau yang sering disebut dengan khiyar.

Pengertian Khiyar
Secara lughah (bahasa), khiyar berarti; memilih, menyisihkan atau menyaring. Secara semantik
kebahasaan, kata khiyar berasal dari kata khair yang berarti baik. Dengan demikian khiyar dalam
pengertian bahasa dapat berarti memilih dan menentukan sesuatu yang terbaik dari dua hal (atau lebih)
untuk dijadikan pegangan dan pilihan. Sedangkan menurut istilah, khiyar adalah; hak yang dimiliki
seseorang yang melakukan perjanjian usaha (jual-beli) untuk menentukan pilihan antara meneruskan
perjanjian jual-beli atau membatalkannya.

Macam-Macam Khiyar
Khiyar dalam transaksi atau akad jual beli – sebagaimana dijelaskan oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam
kitabnya “Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu”, banyak sekali ragamnya. Ulama Hanafiyah membagi khiyar
menjadi 17 macam, dan ulama Hanabilah membaginya menjadi 8 (delapan) macam, yaitu; Khiyar Masjlis,
Khiyar Syarat, Khiyar Ghubn, Khiyar Tadlis, Khiyar Aib, Khiyar Takhbir Bitsaman, Khiyar bisababi
takhaluf, danKhiyar ru’yah. Sementara Ulama Malikiyah membagi khiyar menjadi 2 (dua) macam (khiyar
mutlak dan khiyar naqishah), yakni apabila terdapat kekurangan atau aib pada barang yang dijual.
Sedangkan Ulama Syafi’iyah berpendap bahwa khiyar terbagi dua; Pertama, khiyar at-tasyahhi, yakni
khiyar yang menyebabkan pembeli memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang,
baik dalam majlis maupun syarat. Kedua, khiyar naqhisah yang disebabkan adanya perbedaan dalam
lafazh atau adanya kesalahan dalam pembuatan atau pergantian. (Lihat Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu,
karya Wahbah Az-Zuhaili, Juz. IV, hlm. 519-522, Damaskus, Dar Al-Fikri, cet. Ke-2 th.1985).
Agar tulisan ini dapat menjadi sebuah tuntunan praktis, maka dari berbagai pembagian khiyar
sebagaimana dikemukakan oleh para ulama tersebut di atas, di sini hanya dibahas tiga macam khiyar
yang umumnya dijelaskan dalam kitab-kitab fikih mu’tabar dan banyak dilakukan dalam praktek jual-beli
masyarakat. Ketiga macam khiyar tersebut adalah; Khiyar Majlis, Khiyar Syarat danKhiyar Aib.

Pertama: Khiyar Majlis (Hak Pilih di Lokasi Perjanjian)


Pengertian khiyar majlis adalah; hak untuk memilih bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi atau
perjanjian jual-beli, antara melanjutkan atau membatalkan transaksi/perjanjian selama masih berada
dalam majlis akad (seperti; di toko, kios, pasar dan sebagainya). Atau, khiyar majlis adalah; kebebasan
untuk memilih bagi pihak penjual dan pembeli untuk melangsungkan jual beli atau membatalkannya
selama masih berada ditempat jual beli. Apabila kedua belah pihak telah terpisah dari majlis maka
hilanglah hak khiyar sehingga perubahan dalam jual beli itu tidak bisa dilakukan lagi.

Dalam ungkapan yang paling sederhana, khiar Majlis adalah tawar menawar antara penjual dan pembeli
pada saat mereka masih berada di tempat transaksi, yang menyebabkan terjadinya jual beli atau
sebaliknya.

Dampak dari khiyar majlis adalah, transaksi jual beli dinilai sah dan mengikat secara hukum semenjak
disepakatinya akad jual beli hingga mereka berpisah, selama mereka berdua tidak mengadakan
kesepakatan untuk tidak ada khiyar, atau kesepakatan untuk menggugurkan hak khiyar setelah
dilangsungkannya akad jual beli.

Landasan Hukum Khiyar Majlis


Landasan dasar disyariatkannya khiyar ini berdasarkan hadis-hadis Nabi saw., antara lain:

‫ ِإَذ ا َت َباَيَع الَّر ُج َالِن َفُك ُّل َو اِحٍد ِم ْن ُهَما ِباْلِخَياِر َما َلْم َي َتَفَّر َقا َو َك اَن ا َج ِمْيًعا َأْو ُيَخ ِّيُر‬: ‫َع ِن اْب ِن ُعَمَر َع ْن َر ُسْو ِل هللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأَّن ُه َقاَل‬
. ‫َأَح ُدُهَما اآْل َخ َر َفِإْن َخ َّيَر َأَح ُدُهَما اآلَخ َر َفَت َباَيَع ا َع َلى َذ ِلَك َفَقْد َو َج َب اْلَب ْي َع َو ِإْن َتَفَّر َقا َب ْع َد َأْن َت َباَيَع ا َو َلْم َي ْت ُرْك َو اِحٌد ِم ْن ُهَما اْلَب ْي َع َفَقْد َو َج َب اْل َب ْي َع‬
‫– رواه البخاري ومسلم‬
“Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan
transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum
berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak
yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli,
maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah
seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR.
Al.Bukhari dan Muslim)
‫ اْل َبِّيَع اِن ِباْل ِخَياِر َما َلْم َي َتَفَّر َقا ِإَّال َأْن َتُك وَن َص ْفَقَة ِخَياٍر‬: ‫ َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬: ‫َع ْن َع ْم ُرو اْبُن ُشَع ْيٍب َع ْن َأِبْيِه َع ْن َج ِّد ِه َقاَل‬
‫َو َال َيِحُّل َلُه َأْن ُيَفاِر َق َصاِحَبُه َخ ْش َي َة َأْن َي ْس َت ِقيَلُه – رواه الترميذى والنسائي‬
“Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Pembeli dan
penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual beli dengan akad khiyar,
maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan.” (HR.
Tirmidzi dan Nasa’i).

Kedua: Khiyar Syarat (Hak Pilih Berdasarkan Persyaratan)


Khiyar Syarat yaitu, khiyar yang dijadikan syarat pada waktu akad jual beli, artinya pembeli atau penjual
memilih antara meneruskan atau membatalkan transaksi sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan. Setelah hari yang ditentukan itu tiba, maka jual beli itu harus dipastikan apakah dilanjutkan
atau tidak.

Dalil yang dijadikan dasar disyariatkan (kebolehan) khiyar Syarat adalah hadis yang diriwayatkan imam
al-Bukhari, Musllim, Nasa’i dan Abu Dawud:

‫ اْلَبِّيَع اِن ِباْلِخَياِر َما َلْم َي ْف َت ِر َق ا َفِإْن َصَد َقا َو َبَّي َن ا ُبوِر َك َلُهَما‬: ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْب ِن اْل َح اِر ِث َع ْن َح ِكيِم ْب ِن ِحَز اٍم َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم َقاَل‬
‫ – رواه أبو داود‬. ‫ َقاَل َأُبو َد اُو َد َح َّت ى َي َتَفَّر َقا َأْو َي ْخ َت اَر‬.‫ِفى َبْيِع ِه َما َو ِإْن َكَت َما َو َك َذ َبا ُمِح َقِت اْل َبَر َك ُة ِمْن َبْيِع ِه َما‬
“Dari Abdillah bin al-Harits, dari Hakim bin Hizam bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang
melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah,jika
keduanya jujur dan keduanya menjelaskannya (transparan), niscaya diberkahi dalam jual beli mereka
berdua, dan jika mereka berdua menyembunyikan atau berdusta, niscaya akan dicabut keberkahan dari
jual beli mereka berdua. Abu Dawud berkata “sehingga mereka berdua berpisah atau melakukan jual beli
dengan akad khiyar.” (HR. Al-Bukhari-Muslim dan imam ahli hadis lainnya)
‫َأ‬
‫ َاْل َبِّيَع اِن ُك ُّل َو اِحٍد ِم ْن ُهَما ِباْل ِخَياِر َع َلى َص اِح ِبِه َما َلْم َي َتَفَّر َقا ِإَّال َب ْي َع اْلِخَياِر‬: ‫ َّن َر ُسْو َل هللا َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬: ‫َع ْن َن اِفٍع َع ْن اْب ِن ُعَمَر‬
‫– رواه مسلم‬
“Dari Nafi’ dari Ibnu Umar; bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Dua orang yang melakukan jual beli,
masing-masing mereka memiliki hak untuk memilih atas saudaranya (teman akadnya) selama mereka
berdua belum berpisah kecuali jual beli dengan menggunakan akad khiyar.” (HR. Muslim).
‫ ُثَّم َأْن َت ِفى ُك ِّل ِس ْلَع ٍة اْب َت ْع َت َها ِباْل ِخَياِر َثَالَث َلَياٍل َف ِإْن َر ِض يَت َفَأْم ِس ْك َو ِإْن‬. ‫ ِإَذ ا َأْن َت َباَي ْع َت َفُقْل َال ِخَالَب َة‬: ‫َقاَل الَّن ِبُّي َص َّلى هللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ – رواه ابن ماجه‬.‫َس ِخْط َت َفاْر ُدْد َها َع َلى َصاِح ِبَها‬
“ Nabi saw bersabda: Apabila kamu menjual maka katakanlah dengan jujur dan jangan menipu. Jika
kamu membeli sesuatu maka engkau mempunyai hal pilih selama tiga hari, jika kamu rela maka ambillah,
tetapi jika tidak maka kembalikan kepada pemiliknya.” (HR. Ibnu Majah)
Secara faktual, khiyar syarat sebagaimana dijelaskan di atas sangat dibutuhkan oleh seseorang dengan
berbagai alasan dan pertimbangan, sehingga kedua belah pihak merasa nyaman dan hak-hak mereka
terlindungi.

Namun, terkait dengan batas maksimal waktu kebolehan khiyar Syarat, terjadi perbedaan pendapat di
kalangan para ulama. Dalam hal ini pendapat para ulama dapat dikategorikan menjadi tiga
pendapat: Pertama: Mazhab Hanafi, Syafi’i dan Zhahiri berpendapat; bahwa tidak boleh bagi kedua
belah pihak yang berakad atau salah satunya untuk memberikan syarat lebih dari tiga hari untuk jenis
barang apa saja. Jika keduanya atau salah satunya menyaratkan lebih dari tiga hari, maka akadnya
menjadi rusak (tidak sah).
Kedua: Mazhab Hambali, Al-Auza’i dan sebagian ulama Hanafi berpendapat; kedua belah pihak boleh
mensyaratkan lebih dari tiga hari asalkan penjual merelakannya (ridha). Sedangkan yang ketiga;
Madzhab Maliki berpendapat; bahwa tempo khiyar berbeda-beda berdasarkan perbedaan barang yang
dijual apakah ia termasuk barang yang perlu ada khiyar untuk mencari informasi atau meminta pendapat
keluarga atau pihak yang ahli di bidangnya, seperti dalam satu, dua atau tiga hari untuk memilih baju,
satu bulan untuk membeli tanah, semuanya ditetapkan berdasarkan keperluan dan pertimbangan barang
yang dijual.
Dari ketiga pendapat ulama’ tersebut, tentu yang paling realistis adalah gabungan dari pendapat yang
kedua dan ketiga, yaitu kebolehan untuk melakukan hak khiyar disesuaikan dengan keperluan dan
pertimbangan barang serta keridhaan dari pihak penjual.

Jika tengggang waktu khiyar yang disyaratkan habis tanpa pernah terjadi penolakan atau meneruskan
akad pada saat tenggang waktu masih tersisa, maka khiyar dianggap gugur, sebab ia terbatas dengan
tenggang waktu tertentu, dan sesuatu yang dibatasi dengan batas waktu (limits) tertentu maka ia
dianggap habis jika masa itu tiba.

Penulis : Ruslan Fariadi

Sumber Artikel : tuntunanislam.id


http://www.muhammadiyah.or.id/id/artikel-khiyar-dalam-jualbeli-1-detail-1339.html

Anda mungkin juga menyukai