Anda di halaman 1dari 15

KONSEP KHIYAR DALAM JUAL BELI ONLINE

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Problematika Hukum Islam Kontemporer

Dosen Pengampu: Drs. Mughni Labib, M.S.I

Disusun Oleh:

1. Farih Wahyu Subekti (1917304026)

2. Aji Ihya Ulumuddin (1917304022)

3. M. Zian Azhar (1917304009)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB

FAKULTAS SYARIAH

UIN PROF. K. H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2022
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan
Perkembangan zaman dan kecanggihan tekhnologi sekarang telah mempermudah proses
transaksi dalam bisnis. Begitu juga dengan perkembangan pemasaran barang yang
diperjualbelikan (marketing). Media pemasaran yang awalnya hanya dilaksanakan dengan
saling bertemu pihak penjual dan pembeli, sekarang hal-hal ini sudah bisa dilaksanakan tanpa
harus bertemu langsung dengan adanya perkembangan alat telekomunikasi berupa jaringan
internet. Jual beli secara online sekarang ini telah menjadi pilihan bagi masyarakat untuk
mendapatkan barang yang dibutuhkan. Transaksi ini dinilai praktis dan tak serumit jual beli
secara konvensional yang telah berlangsung lama. Dalam Islam jual beli online termasuk
kedalam akad jual beli salam, bai’as-salam memiliki defenisi sederhana yaitu jual beli yang
barangnya diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan diawal. Bai’as-
salam dengan akad pemesanan ini hukumya boleh dalam transaksi ekonomi Islam.
Jual beli online diperbolehkan dalam Islam dengan syarat jenis objek, sifat objek, kadar
objek jual beli haruslah jelas. Jadi jika kemudian barang yang sesuai dengan spesifikasi penjual
maka sahlah jual belinya. Pada praktiknya jual beli online memiliki sisi positif dan negatifnya.
Transaksi online yang dinilai praktis ini menemukan sisi negatif dimana konsumen merasa
dirugikan karena barang serta merta menjadi kesalahan yang dibebankan kepada pihak penjual.
Karena pembeli sebagai pelaku ekonomi juga punya kewajiban untuk menjaga hak-haknya
sendiri dengan berhati-hati ketika melakukan transaksi. Oleh karena itu ada hak khiyar untuk
menerus kan atau tidak menuruskan jual beli tersebut. Setiap kontrak yang dilakukan
dipersyaratkan adanya kerelaan (ridha) para pihak, maka syariat Islam menetapkan hak Khiyar
yang fungsi utamanya untuk menjamin syarat kerelaan itu terpenuhi.1 Bisnis Islam mengenal
prinsip customer oriented yang berarti juga memberikan kebolehan kepada konsumen atas hak
Khiyar (meneruskan atau membatalkan transaksi) jika ada indikasi penipuan atau merasa
dirugikan. Konsep Khiyar ini dapat menjadi faktor untuk menguatkan posisi konsumen di mata
produsen, sehingga produsen atau perusahaan manapun tidak dapat berbuat semena-mena
terhadap pelanggannya.2

1
Oni Sahroni dan M. Hasanudin, Fikih Muamalah: Dinamika Teori Akad dan Implementasinya dalam
Ekonomi Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016) hlm. 111.
2
Muslich, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Ekonisia Fakultas EkonomiUII 2010), hlm.215.

1
B. Pengertian Khiyar
Al-Khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan,
atau proses melakukan pemilihan terhadap sesuatu. Khiyar menurut etimologi (bahasa) al-
khiyar artinya pilihan. Pembahasan al-khiyar dikemukakan oleh para ulama fiqh dalam
permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi.
Sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi
beberapa persoalan dalam transaksi yang dimaksud.3 Secara terminologi para ulama fiqh
(Wahbah Zuhaili) mendefinisikan Khiyar dengan “Hak pilih salah satu atau kedua belah pihak
yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang
disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.” 4 Dengan
kata lain, dalam transaksi jual beli, ada hak khiyar yang berfungsi untuk memberikan
kesempatan bagi si penjual maupun pembeli untuk benar-benar meneruskan atau membatalkan
akad jual beli yang telah mereka lakukan dan atau menentukan pilihan diantara barang-barang
yang ditawarkan.
Sedangkan pengertian khiyar menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal
20 (8) adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad
jual beli yang dilakukannya. Untuk menetapkan sahnya khiyar harus ada ikrar terlebih dahulu
dari kedua belah pihak atau salah satu yang diterima oleh pihak lainnya atau salah satu pihak
yang diterima oleh pihak lainnya atau kedua pihaknya apabila kedua belah pihak
menghendakinya. Dasar hukum jual beli adalah salah satunya adalah QS An-Nisa 29

‫ّللا َكانَ بِ ُك ْم َرحِ يْم‬ َ ُ‫ع ْن ت ََراض ِم ْن ُك ْم ۗ َو َل تَ ْقتُلُ ْْٓوا ا َ ْنف‬


َ ٰ ‫س ُك ْم اِن‬ َ ‫ٰيْٓاَيُّ َها ال ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َل ت َأ ْ ُكلُ ْْٓوا ا َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَاطِ ِل اِلْٓ ا َ ْن ت َ ُك ْونَ تِ َج‬
َ ‫ارة‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.

3
Dewi Sri Indriati, “Penerapan Khiyar dalam Jual Beli”, Hal.12.
4
Yulia Hafizah, “Khiyar sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan dalam Bisnis Islam”, At-Taradhi: Jurnal Studi
Ekonomi Vol.3 No.2, Desember 2012, Hal.166.

2
Dalil lain yang menunjukan dasar jual beli adalah sabda Rasulullah Saw: Sesungguhnya jual
beli itu harus atas dasar saling merelahkan.5 Kata kunci dari akad jual beli atau muamalah
adalah saling ridho, ridho menjadi perhatian penting dalam akad muamalah sebagai sahnya
jual beli. Jika dikaitkan dengan Khiyar merupakan tindakan pencegahan yang melindungi
terhadap ketidakcocokan pada barang yang berasal dari kurangnya pengetahuan tentang
kualitas produk dan kurangnya kualitas yang diinginkan.

Dalil lain memperkuat dengan kebolehan adanya khiyar sebagaimana disabdakan Nabi
SAW: Dari Ibnu Umar r.a ia berkata: Telah bersabda Nabi SAW: Penjual dan pembeli boleh
melakukan khiyar selagi keduanya belum berpisah, atau salah seorang mengatakan kepada
temannya: Pilihlah. Dan kadang-kadang beliau bersabda: atau terjadi jual beli khiyar. (HR.
Al-Bukhari).6

Terdapad dalam kitab Bulughul Maram mengenai dasar Khiyaryaitu pada hadits ke-645
yang berbunyi

‫فَ ُك ُّل‬, ‫ ِإذَا تَبَايَ َع اَلر ُج ََل ِن‬: ‫ّللا صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬
ِ َ ‫سو ِل‬
ُ ‫ع ْن َر‬ َ ُ‫ي َّللا‬
َ , -‫ع ْن ُه َما‬ َ ‫ض‬ ُ ‫ع ْن اِب ِْن‬
ِ ‫ َر‬- ‫ع َم َر‬ َ ‫َو‬
‫علَى‬ ِ َ‫احد ِم ْن ُه َما ِب ْال ِخي‬
َ ‫فَإِ ْن خَي َر أَ َحدُ ُه َما اَ ْْلخ ََر فَتَبَايَ َعا‬, ‫أَ ْو يُخ َِي ُر أَ َحدُ ُه َما اَ ْْلخ ََر‬, ‫ار َما لَ ْم يَتَفَرقَا َوكَانَا َج ِميعا‬ ِ ‫َو‬
‫ب اَ ْل َب ْي ُع ) ُمتفَق‬ َ ‫احد ِم ْن ُه َما اَ ْل َب ْي َع فَقَ ْد َو َج‬
ِ ‫ َولَ ْم َيتْ ُر ْك َو‬, ‫ َو ِإ ْن تَفَرقَا َب ْعدَ أَ ْن تَ َبا َي َعا‬, ‫ب اَ ْل َب ْي ُع‬
َ ‫ذَلِكَ فَقَدَ َو َج‬
ُ ‫ َوالل ْف‬, ‫علَ ْي ِه‬
‫ظ ِل ُم ْس ِلم‬ َ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Apabila dua orang melakukan jual-beli, maka masing-masing orang mempunyai
hak khiyar (memilih antara membatalkan atau meneruskan jual-beli) selama mereka belum
berpisah dan masih bersama; atau selama salah seorang di antara keduanya tidak menentukan
khiyar pada yang lain, lalu mereka berjual-beli atas dasar itu, maka jadilah jual-beli itu. Jika
mereka berpisah setelah melakukan jual-beli dan masing-masing orang tidak mengurungkan
jual-beli, maka jadilah jual-beli itu." Muttafaq Alaihi. Dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

5
Orin Oktasari, “Al-Khiyar dan Implementasinya dalam Jual Beli Online”, JURNAL AGHINYA STIESNU BENGKULU
Volume 4 Nomor 1 Januari 2021, hlm. 45.
6
Galuh Tri Pambekti, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Khiyar pada Jual Beli On-Line di
Indonesia, Jurnal Akses Vol.12 No. 24. 2017. hlm. 88.

3
Dari hadis tersebut jelaslah bahwa khiyar dalam akad jual beli hukumnya dibolehkan.
Apalagi apabila dalam barang yang dibeli terdapat cacat (‘aib) yang bisa merugikan kepada
pihak pembeli. Hak khiyar ditetapkan oleh syari’at Islam bagi orang-orang yang melakukan
transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga
kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiyar,
menurut ulama fiqih adalah disyari‟atkan atau dibolehkan karena masing-masing pihak yang
melakukan transaksi supaya tidak ada pihak yang merasa tertipu.

C. Macam Macam Khiyar


1. Khiyar Majlis
Khiyar majlis adalah tempat yang dijadikan berlangsungnya transaksi jual beli.
Kedua belah pihak yang melakukan jual beli memiliki hak pilih selama masih berada dalam
majelis. Artinya suatu transaksi dianggap sah apabila kedua belah pihak yang yang
melaksanakan akad telah berpisah badan atau salah seorang diantara mereka telah
menentukan pilihan untuk menjual dan atau membeli. Khiyar ini hanya berlaku dalam
suatu transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi,
seperti jual beli dan sewa-menyewa.
Landasan hukum khiyar majlis dapat dilihat dari sabda Rasulullah: Artinya : Dari
Ibnu Umar ra, dari rasulullah Saw bahwa rasulullah bersabda, “apabila dua orang yang
melakukan transaksi jual beli maka masing- masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar,
selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak
memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak
memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu,
dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang seorang diantara mereka
tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi juga”. (HR.Muttafaqun
‘alaih).7
Bahasa mudahnya memahami khiyar majlis seperti ini, misalnya Indra sebagai
penjual di toko kue dan Ayu sebagai pembelinya, ayu membeli kue ulang tahun dengan
bentuk doraemon seharga Rp. 100.000 sudah terjadi akad dan sudah lunas, tiba tiba Ayu

7
Orin Oktasari, “Al-Khiyar dan Implementasinya dalam Jual Beli Online”, JURNAL AGHINYA STIESNU BENGKULU
Volume 4 Nomor 1 Januari 2021, hlm. 43.

4
membatalkan pembelian tersebut sebelum meninggalkan kasir toko roti itu. Keputusan
Ayu ini diperbolehkan karena pada dasarnya setiap akad adalah lazim (mengikat) tetapi
khiyar majlis itu terjadi otomatis, jadi konsekuensi setiap akad muamalah adalah adanya
khiyar majlis, ini yang menjadi perhatian bagi semua penjual. Khiyar majlis tidak
memerlukan batasan waktu kapan dia boleh menggugurkan atau membatalkan dengan
catatan dia belum keluar dari majlis akadnya.

2. Khiyar Syarat
Yaitu hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya
atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam
tenggangan waktu yang ditentukan. Misalnya, pembeli mengatakan “saya beli barang ini
dari engkau dengan syarat saya berhak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad
selama satu minggu." Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa khiyar syarat ini
dibolehkan dengan tujuan untuk memelihara hak-hak pembeli dari unsur penipuan yang
mungkin terjadi dari pihak penjual. Sedangkan khiyar syarat menentukan bahwa baik
barang maupun nilai/harga barang baru dapat dikuasai secara hukum, setelah tenggang
waktu khiyar yang disepakati itu selesai.
Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam menentukan jumlah hari yang dijadikan
tenggang waktu dalam khiyar syarat. Menurut Imam Abu Hanifah, Zufar ibn Hujail, pakar
fiqh Hanafi, dan Imam asy-Syafi’i, tenggang waktunya tidak lebih dari tiga hari. Hal ini
sejalan dengan hadits tentang kasus Habban ibn Munqiz yang melakukan penipuan dalam
jual beli, sehingga para konsumen mengadu kepada Rasulullah saw, dan Rasulullah saw
ketika itu bersabda:
“Apabila seseorang membeli suatu barang, maka katakanlah (pada penjual): janganlah
ada tipuan! Dan saya berhak memilih dalam tiga hari”. (HR al-Bukhari dan Muslim dari
Umar). Menurut mereka, ketentuan tenggang waktu tiga hari ini ditentukan syara’ untuk
kemaslahatan pembeli.
Khiyar Syarat harus jelas Batasan waktu dan ditentukan saat akad buka setelah
akad. Tenggat waktu ini hanya digunakan untuk mencoba kelayakan barang, tidak boleh
ditransaksikan dengan orang lain selama masih ada waktu syarat, jika hal demikian
dilakukan sama saja pembeli/ penjual menggugurkan khiyar syarat/ ridho terhadap apa

5
yang diakadkan, jika ingin melakukan hal demikian maka harus izin dahulu dengan pihak
yang melakukan akad.

3. Khiyar Ru’yah
Khiyar ru’yah adalah hak pilih bagi salah satu pihak yang berkontrak pembeli
misalnya untuk menanyakan bahwa kontrak yang dilakukan terhadap suatu objek yang
belum ia lihat ketika kontrak berlangsung - dilanjutkan atau tidak dilanjutkan. Atau lebih
jelasnya, khiyar ru’yah yaitu hak yang dimiliki pihak akad yang melakukan transaksi
pembelian barang, tetapi belum melihat barang yang dibelinya untuk membeli atau
membatalkannya (tidak jadi membeli) saat melihat barangnya. Jadi, dalam transaksi jual
beli tersebut, jika barang yang dilihatnya sesuai dengan pesanan dan kriteria yang
disepakati saat jual beli, maka pembeli harus melanjutkan akadnya. Tetapi jika barang yang
diterimanya itu tidak sesuai dengan yang dipesannya, maka pembeli memiliki hak khiyar
ru’yah yaitu hak untuk melanjutkan dan menerima cacat barang atau membatalkannya dan
mengambil kembali harga yang telah diberkan kepada penjual. Mayoritas ahli hukum
Islam, yan terdiri atas ulama hannafiyah, Malikiyyah, Hanabilah, dan Dhahiriyah
berpendapat bahwa bai’ ‘ain ghaibah (menjual barang yang belum terlihat) itu boleh, maka
khiyar ru’yah itu juga dibolehkan. Sedangkan para fuqaha yang berpendapat bahwa bai’
‘ain ghaibah itu tidak boleh, maka khiyar ru’yah itu tidak dibolehkan juga. Para ulama yang
membolehkan bai’ ‘ain ghaibah (menjual barang yang belum terlihat) berdalih dengan
hadits Rasulullah Saw: “Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak
khiyar apabila telah melihat barang itu”. (H.R. Ad-Daruqutni dari Abu Hurairah). Menurut
mereka, akad seperti itu dibolehkan karena objek yang akan dibeli itu tidak ada di tempat
akad atau karena sulit dilihat, seperti makanan kaleng.8

4. Khiyar ‘Aib
Khiyar ‘aib adalah hak untuk membatalkan atau melangsungkan kontrak bagi kedua belah
pihak yang berakad, apabila terdapat suatu cacat pada objek kontrak, dan cacat itu tidak
diketahui pemiliknya ketika kontrak berlangsung. Misalnya, seorang pembeli yang belum

Orin Oktasari, “Al-Khiyar dan Implementasinya dalam Jual Beli Online”, JURNAL AGHINYA
8

STIESNU BENGKULU Volume 4 Nomor 1 Januari 2021, hlm. 42.

6
melihat barangnya, kemudian melihat cacat pada barang sebelum terjadi serah terima
(Taqabudh), dan pembeli belum mengetahui cacat tersebut di majlis akad dan ia tidak ridha
dengan kondisi barang tersebut, maka ia memiliki hak khiyar ‘aib. Seluruh ulama sudah
ijma (konsesus) bahwa khiyar ‘aib itu dibolehkan karena setiap akad bisa disepakati jika
objek akad itu tidak bercacat. Jika ada cacat pada objek akad, maka itu indikasi pada pihak
akad itu tidak ridha karena itu keridhaan menjadi syarat sah setiap akad, sebagaimana
firman Allah Swt QS. An-Nisa’ ayat 29: Maka syariat Islam memberikan hak fasakh
kepada pihak yang menemukan cacat pada barang yang dibelinya sebagaimana sabda
Rasulullah Saw:
Artinya: Seorang muslim tidak dibolehkan menjual sesuatu yang bercacat kepada
saudaranya, kecuali menjelaskan cacat tersebut kepada saudaranya
Hadits lain menjelaskan: Uqbah bin Amir r.a, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
bersabda: “Dari Uqbah Ibnu Amir Al-Juhani ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw
bersabda: Seorang muslim adalah saudaranya muslim lainnya, tidak halal bagi seorang
muslim apabila menjual barang jualannya kepada muslim lain yang didalamnya ada
cacat, melainkan ia harus menjelaskan (aib atau cacatnya) itu kepadanya”. (HR. Al-
Hakim dari „Uqbah Ibnu Amir)9
Berbeda jika pembeli sudah mengetahui aib dari barang yang akan dibeli,
contohnya Misbah sebagai penjual sayur dan Ugi sebagai pembelinya, siang hari Ugi
hendak membeli sayur mayur dan Misbah sudah menunjukan kecacatan sayur tersebut
dengan berkata sayur ini sudah layu mungkin kalua dimasak jadi kurang nikmat atau
berkata setengah sayur ini ada yang busuk dan Ugi mengiyakan dengan harga yang
disepakati untuk tetap membeli maka Ugi tidak boleh lagi complain dengan alasan barang
ini ada aibnya yaitu sayur tidak dapat dimakan karena separuh busuk separuh layu, dengan
demikian khiyar Aib menjadi gugur karena setiap pihak sudah mengetahui kondisi barang.

D. Pandangan Ulama Mengenai Khiyar


Ulama berbeda pendapat terhadap khiyar, dibawah ini kami buatkan table untuk
mempermudah pemahaman dari pendapat ulama.

9
Abdul Wahid Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Ghazali Said, Terj. “Bidayatul Mujtahid”,
Jakarta: Pustaka Amani, 2007, hlm.815.

7
Ulama Jenis Khiyar Pendapat Kesimpulan
Hanafiyah Khiyar Majlis Hak khiyar majelis tidak berlaku bagi Ada omongan
orang-orang yang melakukan akad, terlebih
kacuali dengan beberapa syarat, apabila dahulu saat
akad mereka telah selesai dilangsungkan akad.
dengan sempurna tanpa mensyaratkan
adanya hak khiyar maka akad (jual beli)
itu menjadi tetap (mengikat), baik
penjual maupun pembeli masih berada
ditempat (majelis) maupun sudah
berpisah. Sesuatu yang masih menjadi
hak bagi mereka yang melakukan akad
dalam majelis tanpa syarat hanyalah
khiyar kaul (ucapan).
Malikiyah Khiyar Majlis Tidak khiyar majelis sama sekali. Tidak ada
Syafi’iyah Khiyar Majlis Khiyar Majelis itu ada pada tiap-tiap Ada dengan
akad yang sudah memenuhi lima qayid. syarat. Sudah
dipelajari
dalam mata
kuliah
terdahulu.
Kalau anda
menanyakan
ini berati anda
harus kredit
bawah mata
kuliah Fikih
Muamalah
Perbandingan.
Hambaliyah/ Khiyar Majlis Khiyar majelis tetap ada pada dua belah Terjadi khiyar
Hanabilah pihak melakukan akad, meski mereka majlis tanpa

8
tidak mensyaratkan dan walau sesudah pemberitahuan
akad (jual beli) sempurna. terlebih
dahulu pas
akad.
Ulama Jenis Khiyar Pendapat Kesimpulan
Hanafiyah Khiyar Syarat Sah syarat khiyar pada tiap akad lazim Ada.
yang mengandung faskh, sama juga
lazim (tetap) dari segi salah satu pihak
maupun dari dua belah pihak.
Malikiyah Khiyar Syarat Menurut madzhab Maliki menetapkan Ada
khiyar syarat bagi penjual, pembeli dan
untuk orang lain (ketiga), kalau khiar
syarat diberikan kepada orang lain
bertiga, maka dialah yang berhak bicara
dalam soal mengurungkan akad (jual
beli) atau melanjutkannya. Dan tidak ada
hak bicara bagi orang menetapkan khiyar
syarat.
Syafi’iyah Khiyar Syarat Khiyar syarat itu ada kalanya bagi Ada
penjual dan pembeli, adakalanya bagi
dalam satu dari mereka atau bagi orang
ketiga.
Ulama Jenis Khiyar Pendapat Kesimpulan
Hanafiyah Khiyar Aib Sah menyatakan bebas (tidak tanggung Menganggap
jawab) terhadap sesuatu yang ada pada bahwa penjual
barang yang diperjual belikan dalam tidak tanggung
setiap keadaaan. Baik syarat itu umum jawab dengan
ataupun khusus dan sama juga dia adanya cacat
mensyaratkan bebas dirinya, yakni dia saat akad,
mensyaratkan bahwa dirinya tidak kelepasan diri
bertanggung jawab atau sesuatu cacat dari cacat

9
yang muncul pada barang yang diperjual diperbolehkan
belikan, atau dia mensyaratkan bebas dalam hal
dari barang yang diperjual belikan yang sifatnya
tentang keselamatan dari cacat. batin saja
bukan yang
dzohir, dalam
hal yang
dzohir
pembeli
dituntut untuk
teliti.
Malikiyah Khiyar aib Batasan suatu cacat yang karenanya Sudah jelas.
barang yang diperjualbelikan dapat
dikembalikan ialah cacat yang dapat
mengurangi atau menurunkan harga
barang.
Syafi’iyah Khiyar Aib Apabila orang membeli sesuatu, Kapanpun
kemudian menemukan cacat padanya, terdapat cacat
maka ia berhak mengembalikan, jika yang tidak
cacat itu sudah ada sebelum pembeli dikarenakan
menerima, sama juga cacat itu sudah ada oleh pembeli
sebelum akad jual beli atau sesudahnya, maka boleh
tetapi belum diterima si pembeli. dikembalikan.
Adapun jika cacat itu terjadi sesudah
barang disterima, maka apabila
penyebab cacat itu sudah lama, maka dia
punya hak mengembalikannya juga. Dan
apabila penyebabnya tidak lama, maka
dia tidak punya hak mengembalikan.
Hambaliyah/ Khiyar Aib Batasan cacat ialah suatu cela yang mana Tergantung
Hanabilah adat kebiasaan menghendaki selamatnya adat

10
benda yang diperjualbelikan dari cela
tersebut.
Ulama Jenis Khiyar Pendapat Kesimpulan
Hanafiyah Khiyar Ru’yah Khiyar ru'yah tidak ada. Memperjual Ada dengan
belikan barang gaib yang tidak dapat syarat tidak
dilihat oleh dua belah pihak yang ada kesamaran
melakukan akad baik barang itu ditempat pada barang
akad maupun tidak. Adalah sah dan milik
memperjual belikan barang yang gaib sendiri.
kalau ada dua syarat: a) Barang itu
adalah milik penjual sendiri. b)
Hendaknya penjual menjelaskannya
dengan sifat-sifat yang dapat
menghilangkan kesamaran.
Malikiyah Khiyar Ru’yah Sah akad jual beli tanpa melihat barang. Ada.
Kecuali bila telah ada salah satu dari dua
hal: a) Mensifati barang dengan yang
dapat menentukan dan menjelaskan
macam dan jenisnya. b) Mensyaratkan
khiyar ru'yah pada barang itu

E. Implementasi Khiyar dalam Jual Beli Online


Pada dasarnya akad jual beli bila terpenuhi rukun dan syaratnya maka akad jual beli itu
bersifat lazim (mengikat). Namun, kadangkala muncul kepentingan yang lebih urgen dari akad
ini oleh para pihak yang melakukan jual beli, maka syariat membolehkan khiyar sehingga
kemashlatan para pihak selalu terpelihara. Pelaksanaan khiyar bertujuan untuk menghilangkan
kesulitan, menolak kemudharatan dan mewujudkan kemashlahatan bagi pihak yang melakukan
transaksi jual beli. Pada zaman sekarang implementasi khiyar pada transaksi bisnis atau jual
beli online ditemukan sangat sedikit. Sebagai contoh yaitu penjual biasanya terdapat
keterangan dengan memberikan catatan bahwa barang yang sudah dipesan tidak bisa

11
dikembalikan, atau dengan catatan “membeli berarti setuju”, atau “tidak melayani complaint”,
dan redaksi lainnya yang menjelaskan bahwa hak khiyar tidak ada lagi.
Penjual tidak mau melayani pembeli yang complaint terhadap mutu barang yang telah
dibeli atau berbeda dengan yang diinginkan dan tidak mau menerima atau mengganti barang
tersebut, padahal untuk khiyar aib perjanjian hak khiyar tidak mesti diungkapkan pada waktu
akad atau hak khiyar aib melekat pada transaksi ini secara langsung. Begitu juga dengan khiyar
ru’yah yang terdapat pada transaksi jual beli, jika barang yang dilihatnya sesuai dengan
pesanan dan kriteria yang disepakati saat jual beli, maka pembeli dapat melanjutkan akad,
tetapi jika barang yang diterimanya tiak sesuai dengan yang dipesan maka pembeli memiliki
hak khiyar ru’yah yaitu hak untuk melanjutkan dan menerima cacat barang atau
membatalkannya dan mengambil kembali harga yang telah diberikan kepada penjual. Pembeli
sebenarnya memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau pergantian apabila
barang yang diterima tidak sesuai dengan semestinya. Penjual lebih memilih melayani pembeli
yang komplain terhadap mutu barang atau terdapat cacat pada barang yang diketahui pembeli
setelah jual beli berlangsung hanya dalam bentuk penukaran atau pergantian dengan barang
lain, sedangkan untuk bentuk pengembalian uang atau pembatalan jual beli karena merasa
dirugikan pembeli kebanyakan tidak mau melayani pembeli dalam hal ini. Penjual yang merasa
tidak ingin direpotkan dengan pengembalian atau ganti rugi bagi barang yang cacat atau tidak
sesuai dengan pemesanan membuat hak khiyar ini tidak terlaksana dan menjadikan pembeli
untuk lebih berhati-hati dalam bertransaksi agar tidak menyesal ketika telah terjadi akad jual
beli.10
Dalam jual beli online juga terdapat khiyar majlis, jika diamati dan diterapkan pada jual
beli online keputusan tidak jadi membeli dapat dilakukan dan diperbolehkan contoh kasus
Bahrun adalah Owner Toko keripik setan goyang disitus jual beli Skopi dan Fikri sebagai
customernya, suatu saat fikri checkout 10 bungkus keripik setan goyang dengan metode
transfer ATM, pada jam 17.00 Fikri tranfer biaya 10 bungkus keripik beserta ongkirnya, tiba
tiba pada jam 18.00 WIB Fikri berubah pikiran untuk membatalkan pesanan. Dengan fitur
batalkan pesanan fikri dapat membatalkannya selagi barang pesanannya tidak sedang

Orin Oktasari, “Al-Khiyar dan Implementasinya dalam Jual Beli Online”, JURNAL AGHINYA
10

STIESNU BENGKULU Volume 4 Nomor 1 Januari 2021, hlm. 45-46.

12
pengiriman atau sedang dikirimkan. Contoh kasus diatas termasuk dari khiyar majlis. Beda
kasus dengan toko yang menuliskan “harap dividio ketika pesanan sampai, tidak menerima
complain tanpa disertai video” pesanan yang sudah datang kemudian terdapat terdapat cacat
yang tidak diketahui dan tidak disebabkan pembeli misalnya pesan baju yang dating baju sobek
tidak dapat dipakai maka pembeli dapat memutuskan untuk meneruskan atau mengembalikan
barang tersebut dengan khiyar Aib.
Adapun Contoh lain yaitu kita belanja di situs jual beli misalnya sepatu kulit merk
crocodile dengan spek yang tertulis jelas ukurannya, kualitas bahannya tetapi ketika barang
datang terjadi ketidaksesuaian antara merk dan spek yang ditawarkan dengan barang yang
dating maka pembeli dapat memutuskan melanjutkan akad, menukarnya atau justru meminta
pengembalian uang dengan menggunakan metode khiyar Ru’yah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hafizah, Y. (2012). Khiyar sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan dalam Bisnis Islam. At-
Taradhi: Jurnal Studi Ekonomi Vol.3 No.2.
Hafizah, Y. (2012). Khiyar sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan dalam Bisnis Islam. At-
Taradhi: Jurnal Studi Ekonomi Vol.3 No.2.
Indriati, D. S. (n.d.). Penerapan Khiyar dalam Jual Beli.
Muslich. (2010). Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII.
Oktasari, O. (2021). Al-Khiyar dan Implementasinya dalam Jual Beli Online. JURNAL
AGHINYA STIESNU BENGKULU Volume 4 Nomor 1, 39-46.
Pambekti, G. T. (2017). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Khiyar pada Jual Beli
On-Line di Indonesia. Jurnal Akses Vol.12 No. 24., 84-98.

14

Anda mungkin juga menyukai