Anda di halaman 1dari 12

HAK OPSIONAL (KHIYAR)

MAKALAH INI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA


KULIAH FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER
Dosen Pengampu: Muh. Rabbul Jalil, M.E.

OLEH KELOMPOK 5:
1. ABDUL HANAN (2102609087)
2. YANA MAULIDA (2102609108)
3. ZAHRATUN MAULIDIATI (2102609111)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI PANCOR
TAHUN 2023/2024
ABSTRAK
Dalam jual beli itu sendiri, terdapat khiyar jual beli yang bertujuan untuk
memberikan solusi dan penjelasan dalam suatu masalah jual beli yang sering
terjadi dikalangan masyarakat. Dimana salah satu contoh kasus yaitu pembelian
berupa barang di shopee maupun secara langsung. Metode yang digunakan adalah
metode observasi yang diambil secara langsung melalui pengalaman dari
kebanyakan masyarakat. Hasil dari pembahasan ini menunjukkan bahwa khiyar
ini memberikan kesadaran pada produsen/pihak penjual dan konsumen/pembeli
agar terjalinnya suatu akad jual beli dengan baik serta guna menjamin suatu akad
yang dilaksanakan benar-benar terjadi atas dasar kerelaan diantara keduanya,
karena sahnya suatu akad tergantung pada kerelaan dari kedua belah pihak.
HAK OPERASIONAL (KHIYAR)

Khiyar menurut bahasa arab artinya pilihan. Sedangkan menurut terminologi ini
ada beberapa para ulama mendefinisikan mengenai khiyar ini antara lain yaitu
menurut wahbah al-zuhaili dan menurut sayyid sadiq. Menurut wahbah al-zuhaili
mendefinisikan khiyar dengan: “Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak
yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi
yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan
transaksi.” Sedangkan menurut Menurut sayyid sabiq: “khiyar adalah mencari
kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual beli)”. Hukum
dari khiar itu sendiri boleh. Khiyar bisa dilarang dalam beberapa sebab,
diantaranya: karena terdapat usaha untuk membantu perbuatan maksiat, karena
terdapat unsur-unsur penipuan, karena terdapat unsur-unsur pemaksaan. Seperti
yang kita tahu bahwa khiyar ini tidak akan terjadi dengan sendirinya, pasti ada
kesepakatan antara kedua belah pihak baik itu dari penjual dan pembeli (pihak
akad). Dan akad jual beli tentunya harus atas dasar suka sama suka diantara kita,
maka dalam hal syariat islam memberikan keringanan melakukan akad jual beli
ini dengan memilih dua kemungkinan yaitu antara melanjutkan atau membatalkan
suatu akad. Menurut ulama Fiqih juga berpendapat bahwa khiyar ini adakalanya
menimbulkan penyesalan kepada salah seorang dari pembeli atau penjual, seperti
dalam praktek kegiatan berdagang yang berkembang di masyarakat, orang sering
kurang memperhatikan tingkat kepuasan konsumen. Artinya, yang penting bagi
pedagang, barang mereka laku terjual, tidak penting bagi mereka barang tersebut
ternyata setelah diteliti mengandung cacat atau aib (yang disembunyikan) dan
konsumen tidak bisa lagi complain atau mengembalikan barang tersebut karena
dalam bukti pembayaran diperjanjikan bahwa barang yang sudah dibeli tidak bisa
dikembalikan. Bagi pedagang, hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa
barang bisa saja rusak atau mengandung aib sebagai akibat kecerobohan
konsumen karena tidak sedikit konsumen yang berbohong bahwa barang rusak
berasal dari produsen. Dan untuk keperluan inilah cara tersebut banyak dilakukan.
Akan tetapi bagi konsumen, bisa saja cacat atau aib barang memang berasal dari
produsen dan kehendak mereka untuk membatalkan akad terhalang akan adanya
perjanjian bahwa barang yang sudah dibeli tidak bisa ditukar kembali. Hal seperti
ini tentu bisa menimbulkan perasaan tertipu bagi konsumen dan efek jera untuk
bertransaksi lagi dengan mereka. Padahal dalam transaksi bisnis, loyalitas
pelanggan sangat penting untuk dijaga. Ketika seseorang merasa dizalimi ada
perasaan enggan untuk berhubungan kembali dengan pihak yang telah
menzaliminya. Karena kegiatan bisnis adalah kegiatan yang menyangkut manusia,
berhubungan dengan manusia yang mempunyai perasaan. Ini berarti norma atau
nilai yang berlaku baik atau dianggap baik di masyarakat, mau tidak mau juga
harus dibawa ikut dalam kegiatan dan kehidupan bisnis seseorang1. Berikut
contoh kasus dalam sehari-hari:
Kasus 1
Sebagian orang terkadang kalau membeli suatu barang hanya tertarik dengan
bungkusnya, jika bungkusnya menarik maka orang biasanya tidak berfikir panjang
dan langsung membelinya serta tidak melihat kualitas dan mutu pada barang
tersebut. Sehingga dalam hal ini ketika bungkusnya sudah dibuka dan barangnya
tidak sesuai harapan, hanya penyesalan yang akan dirasakan bagi pembeli,
kemudian diikuti dengan rasa dengki, pertengkaran dan lain sebagainya.
Kasus 2
Pada kasus jualan online, ketika seorang konsumen atau katakan si A membeli
baju di shopee, kemudian dia baru melihat gambar barang/baju tersebut sangat
bagus dan akhirnya tertarik kemudian memesannya. Selang beberapa hari/minggu
datanglah paket si A ini, setelah dibuka ternyata baju yang dipesan itu tidak sesuai
dengan ekspetasi.
Dari kedua kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa kita sebagai penjual perlu
memberikan deskripsi yang jelas mengenai produk/barang yang dijualnya,
sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Tapi tidak serta-merta menjadi
kesalahan si penjual saja karena konsumen juga perlu lagi berhati-hati ketika
memesan sesuatu, entah itu dengan cara mengkonfirmasi atau melakukan
pengecekan produk yang terpampang. Dan jangan hanya melihat gambar
produknya saja, tapi perlu melihat rating dari penjualan itu sendiri.
1
Orin Oktasari, “AL-KHIYAR DAN IMPLEMENTASINYA DALAM JUAL BELI ONLINE”, (Bengkulu:
STIESNU BENGKULU, 2021). Hal. 41
Perlu diketahui bahwa khiar ini tidak akan berlaku pada pemindahan hutang, akad
bagi hasil, akad nikah, hibah, akad gadai, wakaf, memerdekakan, talak, dan semua
akad yang dilakukan dua arah, seperti perwakilan, perseroan, dan tanggungan.
Berikut khiyar bagi ulama syafi’i (orang yang membeli barang dengan mengambil
lebih dulu), terdapat sebuah pendapat yaitu menurut syarah kabir, bab syuf’ah
menyatakan berhak mengambil barang dengan cara disamakan dengan akad
pemberian ganti rugi dengan alasan dikembalikan jika ada cacat dan habis
masanya (tidak melunasi pembayaran). Dasar hukum khiyar diantaranya, ialah:
firman allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 29:
۟ ‫۟ ْأ‬ ٓ
ٍ ‫ٰيََأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُوا اَل تَ ُكلُ ٓوا َأ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱل ٰبَ ِط ِل ِإٓاَّل َأن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً عَن ت ََر‬
‫اض ِّمن ُك ْم ۚ َواَل‬
‫تَ ْقتُلُ ٓو ۟ا َأنفُ َس ُك ْم ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah ialah Maha Penyayang
kepterdapatmu. (QS An-Nisa: 29).
Dan Sabda Nabi Muhammad SAW. yang artinya: “Dua orang yang mengerjakan
jual beli boleh mengerjakan khiyar selama belum berpisah. Jika keduanya benar
dan jelas maka keduanya diberkahi dalam jual beli mereka.Jika mereka
menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah keberkahan jual beli
mereka”. (HR. Bukhori Muslim)
Khiyar dalam jual beli itu tidak sah kecuali dengan dua syarat, antara lain:
hendaknya penjual dan pembeli sepakat dengan teknik khusus,
yang akan kamu ketahui, hendaknya terdapat barang dagangan terdapat cacat yang
memperkenankan dikembalikan. Berdasarkankan pendapat Abu Yusuf yang dapat
dipahami bahwa syarat khiyar ialah muta’akidaini, dalam satu lokasi, masanya
tiga hari dan terdapat kerusakan barang yang diperjual belikan.
Perkara yang menghalangi pengembalian barang yang cacat dan akad menjadi
lazim (mengikat) di antaranya dengan sebab-sebab sebagai berikut: ridha setelah
mengetahui adanya cacat, baik secara jelas diucapkan atau adanya petunjuk,
menggugurkan khiyar, baik secara jelas atau adanya petunjuk. Seperti “aku telah
mengugurkan khiyar”, dan ucapan yang serupa, barang rusak karena perbuatan
pembeli atau berubah dari bentuk aslinya, adanya tambahan pada barang yang
bersatu dengan barang tersebut dan bukan berasal dari aslinya atau tambahan yang
terpisah dari barang tetapi berasal dari aslinya, seperti munculnya buah atau
lahirnya anak.
Macam-macam khiar dalam jual beli ada tiga macam: Khiyar majlis
Khiyar seperti ini hanya berlaku dalam sebuah transaksi yang
sifatnya mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi yang
sifatnya pertukaran, seperti jual beli dan sewa-menyewa. Antara penjual
dan pembeli boleh melakukan khiyar asalkan si penjual dan si pembeli
belum meninggalkan lokasi kontrak (majlis akad). Dari ibnu umar ra.
Bahwasannya rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “apabila ada dua
orang berjual beli, maka setiap orang dari keduanya masih boleh khiyar
(yakni jadi atau tidak jadi) asal kedua belah puhak belum berpisah.”
(Hadist riwayat bukhari dan muslim).
1. Khiyar syarat
Khiyar syarat merupakan hak dari masing-masing pihak yang
menyelenggarakan akad untuk melanjutkan atau membatalkan
akad dalam jangka waktu tertentu. Misalnya dalam suatu transaksi jual
beli, seorang pembeli berkata kepada penjual: Aku membeli barang
(celana dan baju) dengan perjanjian, jika ukurannya cocok, maka jadilah
membelinya. Akan tetapi jika tidak cocok dan ternyata setelah dicoba
dirumah memang tidak cocok, maka syaratnya aku diberi khiyar selama
sehari atau tiga hari.
Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai batas tenggang waktu
dalam khiyar syarat ini. Namun umumnya mereka sepakat bahwa
tenggang waktu harus ditentukan secara tegas dan jelas, sebab kalau tidak
maka akad terancam akan fasad (menurut Hanafi) dan batal (menurut
Syafi’i dan Hambali).
Berakhirnya Khiyar Syarat menurut para ahli fiqh adalah sebagai
berikut:
a) Akad dibatalkan atau dianggap sah oleh pemilik khiyar, baik
melalui pernyataan maupun tindakan.
b) Tenggang waktu khiyar jatuh tempo tanpa pernyaratan batal ata
diterukannya jual beli itu dari pemilik khiyar dan jual beli
menjadi sempurnah dan sah.
c) Objek yang diperjual belikan hilang atau rusak ditangan yang
berhak khiyar.
d) Bertambahnya nilai objek yang diperjualbelikan di tangan
pembeli dan hak khiyar ada dipihaknya.
e) Wafatnya pemilik hak khiyar karena hak khiyar bukanlah hak
yang boleh diwariskan (menurut Hanafiyah dan Hanabilah),
sedangkan menurut Malikiyah dan Syafi’iyah wafatnya pemilik
hak Khiyar tidak membatalkan hak Khiyar karena hak Khiyar
boleh diwariskan.
2. Khiyar ‘aib (cacat) adalah jika terdapat cacat pada barang yang tidak
diketahui oleh pembeli pada waktu melakukan akad jual beli maka,
pembeli boleh mengembalikan barang tersebut dan penjual harus
menerima pengembaliannya. Dari ibnu umar ra. Berkata yang artinya “
seorang laki-laki yang mengadu kepada rasulullah saw. Bahwa ia tertipu
dalam jual beli, maka rasulullah saw. Bersabda : apabila kamu jual beli,
katakanlah : jangan ada tipuan”. (hadist riwayat bukhari dan muslim).
Dalam melakukan khiyar aib harus memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut:
a) aib (cacat) yang terjadi sebelum akad, atau setelah akad namun
belum terjadi penyerahan. Jika cacat tersebut terjadi setelah
penyerahan atau terjadi dalam penguasaan pembeli maka tidak
berlaku hak khiyar.
b) Pihak pembeli tidak mengetahui cacat tersebut ketika berlangsung
akad atau ketika berlangsung penyerahan. Jika pihak pembeli
sebelumnya setelah mengetahuinya, maka tidak ada hak khiyar
baginya.
c) Tidak ada kesepakatan bersyarat bahwasanya penjual tidak
bertanggung jawab terhadap segala cacat yang ada. Jika ada
kesepakatan bersyarat seperti ini, maka hak khiyar pembeli
menjadi gugur.
d) Cacat pada barang tersebut tidak hilang sampai dilakukannya
pembatalan akad.
e) Jika ternyata terdapat cacat pada barang yang dijual maka
harganya menjadi berkurang. Jika seorang pembeli tidak
mengetahui cacat barang yang dibelinya, lantas belakangan
sipembeli mengetahuinya maka pada saat itu boleh melakukan
tawar menawar. Pembeli berhak atas khiyar, bila adanya
kecacatan pada barang, memilih antara meneruskan jual beli atau
membatalkannya.
f) Jika penjual menyembunyikan aib telah lewat (pembahasannya),
maka apabila seseorang membeli barang yang cacat sementara ia
tidak mengetahui cacatnya hingga keduanya berpisah, ia boleh
mengembalikan barang tersebut kepada penjualnya.
Hak khiyar aib gugur apabila berada dalam kondisi pihak yang
dirugikan merelakan setelah dia mengetahui cacat tersebut, pihak yang
dirugikan sengaja tidak menuntut pembatalan akad, terjadi kerusakan atau
terjadi cacat baru dalam penguasaan pihak pembeli, dan terjadi
pengembangan atau penambahan dalam penguasaan pihak pembeli, baik
dari jumlah pembeli seperti beranak atau bertelur, maupun segi ukuran
seperti mengembang.
3. Khiyar at-Ta’yin adalah hak bagi konsumen/pembeli dalam menentukan
barang yang menjadi objek suatu kontrak (akad). Khiyar ini berlaku
apabila identitas suatu barang dan objek akad belum jelas, misalnya
pembeli masih bingung untuk memilih salah satu barang yang akan di
ambil. Jadi khiyar ini berfungsi untuk menghidarkan suatu akad (aqad)
yang belum jelas.
4. Khiyar ar-Ru’yah atau hak pilih melihat, adalah hak untuk melanjutkan
dan membatalkan akad setelah melihat barang yang menjadi objek akad.
Salah satu contoh setelah pembeli melihat barang yang dibelinya, apabila
setuju maka dia akan mengambilnya akan tetapi jika tidak setuju maka
pembeli berhak mengembalikan/membatalkan barang tersebut kepada
penjual dan penjual juga harus mengembalikan uang si pembeli.
5. Khiyar sifat suatu khiyar di mana pembeli diberi kesempatan untuk
memilih antara menerima semua harga yang disebutkan, atau
membatalkan jual beli karena hilangnya sifat yang disenangi dalam barang
yang dijual.
6. Khiyar an-naqd, ini merupakan bagian dari khiyar syarat, yaitu apabila
penjual dan pembeli mensyaratkan dalam jual belinya, bahwa apabila
pembeli tidak menyerahkan harga dalam waktu yang ditentukan, yaitu tiga
hari, maka jual beli tidak jadi.
7. Khiyar ghabn ma’a at-taghrir, yaitu suatu hak pilih dimana penjual
mengecoh pembeli atau sebaliknya dengan ucapan, misalnya harga yang
murah, atau dengan perbuatan, yaitu tipuan dalam sifat, dan ini tipuan
yang buruk (fahisy).
8. Khiyar Kammiyah, yaitu suatu bentuk khiyar di mana seseorang membeli
sesuati dalam wadah dan penjual tidak tahu apa dan berapa isi dari wadah
tersebut. Dalam hal ini penjual setelah membuka wadah tersebut berhak
memilih antara melanjutkan jual beli atau membatalkannya.
9. Khiyar istihqa, yaitu suatu khiyar yang ditetapkan kepada pembeli, karena
ia mendapat hak penuh atas barang yang dijual baik seluruhnya maupun
sebagiannya.
10. Khiyar taghrir fi’li, ini termasuk khiyar ghabn, yaitu suatu hak pilih karena
ada penipuan dalam sifat objek akad. Misalnya disebutkan barangnya
bagus, tetapi ternyata yang bagus hanya yang di atasnya (di
permukaannya) sedangkan di bagian bawahnya jelek.
11. Khiyar kasyful hal, yaitu suatu khiyar di mana seseorang membeli
setumpuk barang yang tidak diketahui berat timbangannya atau
takarannya. Misalnya seseorang membeli emas dengan timbangan batu.
12. Khiyar khiyanah murabahah, yaitu suatu bentuk khiyar dalam jual beli
murabaha dengan tambahan harga oleh penjual, tetapi sebenarnya ia
berdusta.
13. Khiyar khiyanah tauliyah, yaitu suatu bentuk khiyar dalam jual beli
tauliyah dengan tambahan harga oleh penjual, tetapi sebenarnya ia
berdusta.
14. Khiyar tafriq ash-shafaqah karena rusaknya sebagian objek jual beli.
Dalam hal ini pembeli boleh khiyar dengan cara membatalkan jual beli dan
meminta kembali uang harga semuanya, atau mengambil sebagian barang
yang masih bagus dengan potongan harga untuk barang yang rusak.
15. Persetujuan aqad fudhuli, yaitu khiyar bagi si pemilik barang apabila
barangnya dijual oleh orang lain, dan jual belinya mauquf menurut
Hanafiah dan Malikiyah. Pemilik boleh memilih antara meneruskan jual
beli, sehingga akadnya menjadi nafidz, atau membatalkan jual beli
sehingga barang dikembalikan kepadanya.
Bagi para pihak yang ingin melakukan upaya hukum melalui perdamaian
(shulh) harus memperhatikan rukun perdamaian (shulh) yang dikemukakan oleh
jumhur ulama,yang terdiri dari empat rukun, yaitu2:
a) ‘aqidain, yaitu mushalihain, yakni dua orang yang melakukan
perdamaian.
b) Mushalah ‘anhu, yaitu hak yang disengketakan.
c) Mushalah ‘alaih, yaitu benda yang menjadi pengganti sulh.
d) Shighat, yaitu ijab dan qabul.
A. Hikmah Khiyar

2
Putri, Rina Permata. “HUKUM KHIYAR DALAM AKAD YANG MENGANDUNG PENIPUAN DALAM
PERSFEKTIF HUKUM ISLAM”. Diakses dari
https://r.search.yahoo.com/
_ylt=AwrKAMrUNDNkYdMKVT7LQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG9zAzIEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/
RE=1681106260/RO=10/RU=https%3a%2f%2fmedia.neliti.com%2fmedia%2fpublications%2f13976-ID-
hukum-khiyar-dalam-akad-yang-mengandung-penipuan-dalam-perspektif-hukum-islam.pdf/RK=2/
RS=FWdF91RhjZTa7UQeHivkWyXAofA-. Pada Tanggal 9 April 2023 pukul 6.51.
Khiyar adalah pemilihan di dalam melakukan akad jual beli yang
dilaksanakan oleh seorang penjual dan seorang pembeli yang mana diantara
keduanya agar tidak ada saling merasa ditipu, makanya dalam hukum islam
diadakan khiyar dalam jual beli3.
Adapun hikmah Khiyar antara lain sebagai berikut:
1. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan jual beli.
2. Menghindarkan kemungkinan terjadinya unsur penipuan dalam jual
beli.
3. Mendidik penjual agar bersikap jujur dalam menjelaskan kualitas
barang dagangnya.
4. Menghindarkan terjadinya penyesalan dikemudian hari bagi penjual dan
pembeli.

DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Yazid. 2009. FIQH MUAMALAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Yogyakarta: Logung Pustaka.
Al-Husaini, Taqiyuddin Abu Bakar. 1997. kifayatul akhyar KITAB HUKUM
ISLAM DILENGKAPI AL-QUR’AN DAN HADIST. Surabaya: PT Bina
Ilmu.
Gresilena, Ocha Mutiara. 2016. Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Khiyar Aib
Pada Transaksi Jual Beli Barang Elektronik di Bandung Elektronic Center
(BEC). Bandung: Universitas Islam Bandung.
Hafizah, Yulia. 2012. KHIYAR SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN
KEADILAN DALAM BISNIS ISLAM. (hal 165-167). Banjarmasin:
Fakultas Syariah IAIN Antasari.
Hasan, Akhmad Farroh. 2018. FIQH MUAMMALAH dari Klasik hingga
Kontemporer (Teori dan Praktik). Malang: UIN-Maliki Malang Press.

3
Siregar, Bahrum. “Makalah Khiyar”. Diakses dari
https://www.academia.edu/42290187/MAKALAH_KHIYAR. Pada tanggal 9 April 2023 pukul 7.01
Jumarni. KONSEP KHIYAR PADA ONLINE SHOP DENGAN METODE COD
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM. Vol 1, Nomor 2 (hal 99-100). Bone:
IAIN Bone.
Oktasari, Orin. 2021. AL-KHIYAR DAN IMPLEMENTASINYA DALAM JUAL
BELI ONLINE. Vol 4, Nomor 1 (hal 40-41). Bengkulu: Stiesnu Bengkulu.
Rifai, Mohammad. 2003. FIQIH UNTUK MADRASAH TSNAWIYAH. Semarang:
CV. Wicaksana Semarang.
Siregar, Hariman Surya. Koko Khoerudin. 2019. Fikih Muamalah TEORI DAN
IMPLEMENTASI. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Syafe’i, Rachmat. 2020. FIQIH MUAMALAH. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.

Anda mungkin juga menyukai