Anda di halaman 1dari 5

Nama : Danu Bahtiar

Nim : 11190430000085

Mata kuliah : muamalah (UTS)

Dosen pengampu : Ahmad Bisyri, M.A

1. Prinsip-prinsip dalam bermuamalah


- saling ridho
Dasar utama jual beli adalah saling ridha. Asal usul ditetapkannya khiyar (hak memilik)
adalah untuk memastikan terbitnya rasa saling ridha ini. Hujjah harus adanya saling ridha
dalam jual beli ini, didasarkan pada hadits riwayat Ibnu Hibban:

‫إنما البيع عن تراض‬

Artinya: "Sesungguhnya jual beli itu berangkat dari saling ridha."

- Jujur dalam bermuamalah

Kejujuran merupakan bekal utama untuk meraih keberkahan. Namun, kata jujur tidak
semudah mengucapkannya, sangat berat memegang prinsip ini dalam kehidupan.seseorang
bisa meraup keuntungan berlimpah dengan lisptik kebohongan dalam bertransaksi.sementara
orang jujur harus menahan dorongan materialisme dari cara-cara yang tidak semestinya.perlu
perjuangan keras untuk membumikan kejujuran dalam setiap langkah kehidupan.

sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam,

ُ‫ َوالَ يَ ِحلُّ لِ ُم ْسلِ ٍم بَا َع ِم ْن أَ ِخ ْي ِه بَ ْيعًا فِ ْي ِه َعيْبٌ إِالَّ بَيَّنَهُ لَه‬،‫ْال ُم ْسلِ ُم أَ ُخو ْال ُم ْسلِ ِم‬

“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual
suatu barang kepada saudaranya, sementara barang itu ada cacat/rusaknya kecuali ia harus
menerangkannya kepada saudaranya (yang akan membeli tersebut).” (HR. Ibnu Majah, no.
2246, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah dan Irwaul Ghalil, no.
1321)

Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai-nilai keadilan, menghindari unsur-


unsur penganiayaan dalam pengambilan kesempatan.

ْ ُ‫َظلِ ُموْ نَ َوالَ ت‬


‫البقرة‬- .َ‫ظلَ ُموْ ن‬ ٍ ْ‫فَإِ ْن لَ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَأْ َذنُوْ ا بِ َحر‬
ْ ‫ب ِمنَ هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه َوإِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم رُ ُؤوْ سُ أَ ْم َوالِ ُك ْم الَ ت‬

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS.
Al-Baqarah: 279)
2. Ragam jual beli amanah
 Jual beli wafa’ (memenuhi janji)
Jual beli wafa’ adalah jual beli dengan persyaratan bahwa jika penjual mengembalikan
uangnya kepada pembeli maka pembeli harus mengembalikan barang yang dia beli.
 Jual beli Murabahah
Bai` Murabahah adalah menjual barang dengan harga kulakan ditambah keuntungan yang
disepakati antara kedua belah pihak.
 Jual Beli Tauliyah ,
Jual beli Tauliyah adalah seseorang menjual barang kepada orang lain dengan harga yang
sama dengan harga belinya, dan penjual menyampaikan harga belinya kepada pembeli.
 Jual Beli Wadhi’ah
Wadhi`ah berarti menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari pada harga beli
dan pembeli diberi tahu tentang harga belinya. Sehingga sistem jual beli ini merupakan
kebalikan dari jual beli murabahah.
 Jual Beli Murtasal
Jual beli mustarsal adalah seseorang penjual mengatakan kepada pembeli: Saya jual
barang ini dengan harga pasar atau sebagaimana harga umumnya masyarakat atau dengan
harga yang berlaku hari ini atau dengan harga sebagaimana yang akan ditentukan oleh si
fulan,
 Jual Beli Talji’ah
Jual beli taljiah adalah kesepakatan kepada seseorang sehingga ia menampakkan bahwa
barang itu telah ia beli darinya agar miliknya selamat dari rampasan tersebut.
3. - Jual Beli Tauliyah
Jual beli Tauliyah adalah seseorang menjual barang kepada orang lain dengan harga yang
sama dengan harga belinya, dan penjual menyampaikan harga belinya kepada pembeli.
Contoh : A membeli motor dengan harga 6 jt. A memberi tahu B bahwa dia membeli
motor tersebut seharga 6 jt. Dia tawarkan motornya kepada B dengan harga yang sama, tanpa
mengambil keuntungan sedikitpun.
- Jual beli murabahah
Bai` Murabahah adalah menjual barang dengan harga kulakan ditambah keuntungan yang
disepakati antara kedua belah pihak.
Contoh : A membeli rumah dengan harga 1 M. Datang B mau membeli rumah tersebut.
Si A memberi tahu harga dia membeli rumah (1 M) dan bersedia dijual kepada B, jika si B
mau memberi keuntungan 10 jt. Setelah sepakat, keduanya bertransaksi.
- Jual beli wadhiah
Wadhi`ah berarti menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari pada harga beli
dan pembeli diberi tahu tentang harga belinya. Sehingga sistem jual beli ini merupakan
kebalikan dari jual beli murabahah.
Contoh : A membeli motor seharga 10 jt. Dia memberi tahu B tentang hal ini. Dia
tawarkan motornya kepada B dengan harga 8 jt. Sehingga A menanggung kerugian 2 jt.
Jual beli diatas termasuk dalam kategori jual beli amanah karena dalam transaksi jual beli
murabahah, tauliyah, dan wadhi’ah terdapat keridhaan akan kedua belah pihak dan dapat
saling menguntungkan juga kepercayaan karena masing-masing mengetahui modal dan
keuntungan yang diperoleh.
4. - Jual beli salam ashli adalah jual beli salam yang dilakukan dua pihak (penjual dan pembeli
secara langsung) tanpa melibatkan pihak ketiga.
- Jual beli salam muwazhi adalah jual beli salam yang dilakukan dua pihak secara paralel,
yakni pihak yang menerima pesanan menggunakan jasa pihak ketiga.
- Jual beli salam mua'jjal adalah jual beli salam yang serah terima objeknya dilakukan pada
masa yang akan datang sesuai kesepakatan.
Fatwa MUI tentang tsaman
1) Harga dalam akad jual beli murabahah (tsaman al-murabahah) harus dinyatakan secara
pasti pada saat akad, baik ditentukan melalui tawar menawar, lelang, maupun tender.
2) Pembayaran harga dalam jual beli murabahah boleh dilakukan secara tunai (bai‟ al-
hal), tangguh (bai‟ al-mu‟ajjal), bertahap/cicil (bai‟ bi al-taqsith), dan dalam kondisi
tertentu boleh dengan cara perjumpaan utang (bai‟ al-muqashshah) sesuai dengan
kesepakatan.
5. Persamaan akad salam dan isthisna yakni
Akad isthisna dan akad salam sama-sama merupakan akad jual beli yang tidak ada (bai
ma’dum). Kedua akad ini dibolehkan oleh syariat karena menjadi kebutuhan dan kebiasaan
masyarakat.
Perbedaan akad salam dan isthisna yakni
Jika akad salam, barang yang diakadkan sudah jadi atau ready tetapi saat akad barang tersebut
belum bisa diserahterimakan kepada pembeli. Sedangkan dalam akad istishna, barang yang di
akadkan belum ada dan harus dibuatkan terlebih dahulu oleh penjual sesuai spesifikasi yang
pembeli inginkan.
Kemudian dari mekanisme pembayarannya, dalam akad salam pembeli diharuskan
membayar penuh terhadap barang yang dipesan pada saat akad salam ditandatangani. Berbeda
dengan akad Istishna yang pembayarannya dapat dilakukan diawal, dicicil sampai selesai,
maupun dibayar diakhir.
6. Jual beli juzaf berasal dari kamus Bahasa Arab yaitu (‫اجترف‬:‫ ) جزف‬yang artinya berjual
beli dengan tanpa menimbang atau menakar. Jual beli juzaf adalah menjual barang yang bisa
ditakar, ditimbang dan dihitung secara borongan dengan cara tanpa ditakar, ditimbang dan
dihitung lagi. Jika mengacu pada takaran (satuan) barang yang diperjual belikan, jual beli
seperti ini ada unsur spekulasinya karena penjual dan pembeli sama-sama tidak mengetahui
jumlah pastinya.
Syarat sah jual beli juzaf:
- Objek transaksi harus bisa dilihat.
- Penjual dan pembeli tidak mengetahui secara jelas kadar objek jual beli, baik dari segi
takaran, timbangan maupun hitungannya.
- Jual beli dilakukan atas sesuatu yang dibeli secara banyak, bukan per satuan.
- Objek transaksi bisa ditaksir oleh orang yang memiliki keahlian dalam penaksiran.
- Tidak diperbolehkan mengumpulkan jual beli barang yang diketahui kadarnya secara jelas,
dengan barang yang diketahui kadarnya secara jelas, dalam satu akad.
7. Imam Syafi’I, Maliki, dan Hanbali berpendapat barang yang terkena najis dan sulit untuk
di bersihkan seperti minyak, madu, dan pupuk tidak boleh diperjual belikan, dan untuk
barang yang terkena najis tetapi bisa untuk dibersihkan seperti pakaian maka hal tersebut bisa
dilakukan.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa bahwa memperjual belikan kotoran manusia atau
hewan murni (tanpa dicampur) hukumnya makruh, akan tetapi jika sudah dicampur dan ada
manfaat seperti untuk menyuburkan tanaman maka hal itu boleh dilakukan.

Mazhab Hanafi menegaskan pada hadits:

‫ َك َما يَجُو ُز‬،‫س َو ااِل ْنتِفَ ِع بِهَا فِي َغي ِْر ااْل َ َك ِل‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ يَجُو ُ•ز بَ ْي ُع ال َّد ْه ِن ال ُمتَنَ ِّج‬: ‫َح َّدثَنَاال َحنَفِيَّة ع َْن َع ْب ِد ِ بْن َم ْسعُو ٍ•د قَا َل‬
‫ َو اِنّ َما الَّ ِذي يَ َم ْنعُوْ نَةُ بَ ْي َع ْال َم ْيتَ ِة‬،‫س ْال َعي ِْن‬
َ ‫ َوبَ ْي ُع ال َّزبَ ِل َو اِ ْن َكانَ ن َِج‬. ‫ب َو ااْل ْنتِفَ ِع بِهَا‬ ِ ‫بَ ْي ُع ال ِع ْد َر ِة ال َم ْخلُوطَ ِة بِالتِّ َرا‬
َ ‫ َو ِج ْل ِدهَا قَب َْل ال َّدب ِْغ َو بَ ْي ُع ال ِخ ْن ِز ْي ُ•ر َوبَ ْي ُع ال‬.
ِ‫خ ْمر‬

Abdullah bin Mas‟ud berkata : “Boleh menjual belikan minyak yang terkena najis dan
memanfaatkannya selain untuk dimakan. Sebagaimana boleh memperjual belikan yang tercampur
dengan debu dan memanfaatkannya dan kotoran binatang atau pupuk meskipun dia najis
barangnya. Bahwasanya yang mereka larang adalah memperjual belikan bangkai, kulit bangkai
sebelum disamak, babi, dan arak. (H.R Bukhari)

8. Jual beli 'urbun adalah pembeli membeli sesuatu dan menyerahkan sebagian dari harga
kepada penjual.
- Pendapat jumhur ulama yakni kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi’iyyah menyatakan
ketidak sahannya, karena adanya hadits, dan karena terdapat syarat fasad dan Al Ghoror.

Dasar argumentasi mereka di antaranya:

a. Hadits Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa ia berkata :

َ ‫ك َو َذلِكَ فِی َمان ََرى َوهللاَّ ُ أَ ْعلَ ُم أَ ْن یَ ْشت َِر‬


‫ي ال َّر ُج ُل‬ َ َ‫ان ق‬
ٌ ِ‫ال َمال‬ ِ َ‫صلَّى هللاَّ ُ َعلَ ْی ِھ َو َسلَّ َ•م ع َْن بَی ِْع ْالعُرْ ب‬ َ ِ َّ‫نَھَى َرسُو ُ•ل هللا‬
َ‫ت الس ِّْل َعةَ أَوْ ْال ِك َرا َء فَ َما أَ ْعطَ ْیتُكَ لَك‬ُ ‫ْال َع ْب َد أَوْ یَتَ َكا َرى ال َّدابَّةَ ثُ َّم یَقُو ُل أُ ْع ِطی َك ِدینَا ًرا• َعلَى أَنِّي إِ ْن ت ََر ْك‬
Artinya:“Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan sistem uang
muka. Imam Malik menyatakan, “Dan menurut yang kita lihat –wallahu A’lam- (jual beli) ini
adalah seorang membeli budak atau menyewa hewan kendaraan kemudian menyatakan, ‘Saya
berikan kepadamu satu dinar dengan ketentuan apabila saya gagal beli atau gagal menyewanya
maka uang yang telah saya berikan itu menjadi milikmu.(HR. Ahmad, An-Nasa’i, Abu Dawud)
b. firman Allah

‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم ۚ إِ َّن‬ ِ َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
ٍ ‫اط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن ت ََر‬
‫هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan ridho
sama ridho diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An Nisaa’ 4: 29).
Pendapat mazhab hanbali membolehkan jual beli urbun imam ahmad menyatakan “Aku tidak akan
mampu menyatakan sesuatu sedangkan ini adalah pendapat Umar, yaitu tentang kebolehannya. Ahmad
pun melemahkan (mendhoifkan) hadits larangan jual beli ini, Karena terputus”.

Dasar argumentasi mereka adalah:

‫ َو إِالَّ فَلَهُ َك َذا َو َك َذا‬, ‫ي ُع َم ُر‬ ِ ‫ فَإِ ْن َر‬,َ‫ص ْف َوانَ ْب ِن أُ َميَّة‬


•َ ‫ض‬ َ ‫ أَنَّهُ ا ْشتَ َرى لِ ُع َم َر دَا َر السِّجْ ِن ِم ْن‬,‫ع َْن نَافِ ِع ْب ِن الحارث‬
Artinya : “Dari Nafi bin Al-Harits, ia pernah membelikan sebuah bangunan penjara untuk Umar dari
Shafwan bin Umayyah, (dengan ketentuan) apabila Umar suka. Bila tidak, maka Shafwan berhak
mendapatkan uang sekian dan sekian”

Anda mungkin juga menyukai