Guna memenuhi tugas ujian akhir semester 5 mata kuliah Syarah Muslim
NIM: 21070662
YOGYAKARTA
A. Latar Belakang
Islam adalah agama penyempurna yang mengatur segala aspek kehidupan
manusia untuk dapat mencapai keberhasilan di dunia dan diakhirat. Aspek kehidupan
tersebut dapat berupa halal-haram, kedzaliman, kemaksiatan hingga hubungan antara
manusia dengan manusia lainnya, supaya mereka saling tukar-menukar, tolong-
menolong, jual beli ataupun sewa menyewa.
Senada dengan hal tersebut, menandakan bahwasannya manusia pada
hakikatnya adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa menghindarkan diri
dari pengaruh manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dalam
hal ini, Islam memberikan sebuah solusi sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup
manusia dengan cara muamalah.
Adapun salah satu bentuk muamalah yang terjadi pada masyarakat adalah Jual
beli. Jual beli menurut bahasa adalah saling menukar (pertukaran), sedangkan
menurut istilah syara jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling ridho diantara
penjual dan pembeli. Mengenai masalah jual beli, Islam memberi syarat yang harus
diperhatikan dalam praktik jual beli yaitu mencari objek barang yang halal dengan
jalan yang halal pula, bersih dari segala sifat yang dapat merusak jual beli seperti
pencurian, penipuan, perampasan, barang yang tidak jelas (gharar) dan lain
sebagainya.
Islam juga mengajarkan kepada manusia agar tidak melakukan jual beli yang
bertentangan dengan syariat Islam, yang berarti harus sesuai dengan ketetapan hukum
Islam. Memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal yang memiliki
keterkaitan dengan praktik jual beli. Sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’. Jual beli yang diperbolehkan
oleh syara’ ada tiga ketentuan bahwa barang yang diperjualbelikan: (1) dapat dilihat
oleh pembeli (2) dapat diketahui bentuk keadaan sifatnya (3) suci dan bermanfaat.
Pada dasarnya jual beli diperbolehkan, sebagaimana firman Allah dalam Qs.
Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
Jual beli Munabadah, yaitu jual beli dengan cara melempar antara penjual
dan pembeli (salah satu dari keduanya) tanpa memperhatikan kualitas dari
barang yang dijadikan objek jual beli.
Jual beli Hashah, yaitu jual beli yang dilakukan dengan cara melempar
kerikil sebagai media utama untuk memilih objek jual beli.
َة َأْن وَل اِهلل اهلل ى ِن اْل اَل ِة اْل َنا َذ ِة
َعْن أيِب ُه َرْيَر.
1
َنَه َع ُم َم َس َو ُم َب َرُس
َعْن َبْيِع اْلَغ ِر، َنَه ى َرُس وُل اِهلل اِهلل َعْن َبْيِع اَحْلَص اِة: َعْن َأيِب ُه ْي َة َقاَل2
َر َو َر َر
“Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah ﷺmelarang jual beli hashah (jual
beli menggunakan kerikil) dan jual beli yang mengandung unsur penipuan dan
jual beli”(HR. Muslim)
Jual beli diatas merupakan jual beli yang pada dasarnya sudah ada sejak
zaman Nabi Muhammad Saw, yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Namun, seiring berkembangnya global yang semakin pesat diringi dengan
kebutuhan manusia yang mulai tak terbatas keinginan untuk memenuhi hajat
hidup hariannya. Segala cara ditempuh agar mendapatkan penghasilan yang
diinginkan guna memenuhi standart kehidupan yang minimal.
Jual beli munabadah dan hashah, merupakan salah satu alternatif yang
dilakukan oleh para penjual pada masa sekarang. Jual beli yang dilakukan
dimana penjual menjual barang dagangannya seperti pakaian dan seorang
1
Yahya bin Syarf bin Murro’ bin hasan bin Husain bin Muhammad bin Jam’ah bin Hizam Abu Zakaria
an-Nawawi Ad-Dimaski, Syarah Muslim, n.d.
2
Ibid.
pembeli hanya dibolehkan melempar pada barang yang dijadikan sebagai sebuah
objek. Tidak peduli apakah motifnya cocok ataukah ada cacat sehingga
mengandung ketidakpastian atau kejelasan dalam jual beli tersebut.
Tentu, jual beli ini merupakan jual beli yang dilarang dalam Islam, bahkan
haram dan tidak sah dilakukan, karena proses seperti ini sangatlah tidak wajar
dilakukan karena disamping mengandung tipuan dan kemungkinan akan
menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Oleh karena itu melihat problem
yang terjadi yaitu praktik jual beli munabadah dan hashah. Penulis akan
mengkaji lebih dalam terkait jual beli ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jual beli munabadah dan hashah?
2. Bagaimana Hukum Praktik Jual beli Munabadah dan Hashah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan pengertian jual beli munabadah dan hashah
2. Untuk menjelaskan hukum praktik Jual beli Munabadah dan Hashah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jual Beli Munabadah
Kata munabadah menurut kamus al-Munawwir diambil dari kata - نابذ
دةFذ – منابF ينابyang berarti melempar atau membuang , jadi kata ُم َناَب َذ ةadalah
shighah ُم َفاَع َل ةdari الَّنْب ُذ.3 sehingga dapat disimpulkan bahwa jual beli
munabadah adalah jual beli dengan cara melempar salah satu keduanya yaitu
penjual dan pembeli akan pakaiannya tanpa memperhatikan, tanpa memeriksa
atau tanpa melihat, baik dari segi kuantitas ataupun kualitas barang.
Adapun bunyi hadis yang menceritakan terkait jual beli munabadah
sebagai berikut:
َطاِء ِد ِق ِف
َح َّد َثيِن َحُمَّم ُد ْبُن َرا ع َح َّد َثَنا َعْبُد الَّرَّزا َأْخ َبَرَنا اْبُن ُج َرْيٍج َأْخ َبَريِن َعْم ُرو ْبُن ْيَناٍر َعْن َع
ْبِن ِم ْيَناَء َأَّنُه ِمَس َعُه َحُيِّد ُث َعْن َأيِب ُه َرْيَرَة َأَّنُه َقاَل َنَه ي َعْن َبْيَعَتِنْي املاَل َم َس ِة َواملَناَبَذ ِة َأَّم ا املاَل َم َس ُة
ِح ٍد ِم ِح ِه ِح ٍد ِم
َفَأْن َيْلْم َس ُك ُّل َوا ْنُه َم ا َثْوَب َص ا ِب ِبَغِرْي َتَأُّم ِل َواْلُم َناَبَذ ُة َأْن َيْنِبَذ ُك ُّل َوا ْنُه َم ا َثْو َبُه
ِإىَل ْاآل ِر ْنُظ اِح ٌد ِم ا ِإىَل ِب اِح ِبِه4
ْنُه َم َثْو َص َخ َوْمَل َي ْر َو
3
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, ed. Ali Ma’shum and Zainal
Abidin Munawwir, Edisi Keti (Surabaya: Pustaka Progresif, 2020).
4
Ad-Dimaski, Syarah Muslim.
5
Ibid.
2) Penjual mengatakan: saya jual ini kepadamu dengan lemparanmu, jika
sudah selesai melempar maka hilang khiyar pada jual beli, namun jual
belinya tetap terjadi.
Contoh: A ingin membeli baju di sebuah toko milik B, kemudian A
melempar ke arah baju yang ia inginkan, akan tetapi lemparan tersebut
tertuju ke celana bukan baju yang ia inginkan. Maka mau tidak mau
celana tersbeut yang harus di beli oleh si A.
3) Menggunakan lemparan kerikil sebagai metode jual beli.
Dalam kitab Zaadul Mustaqni, jual beli munabadah memiliki arti
melempar, maksudnya masing-masing antara penjual dan pembeli
melempar pakaiannya kepada temannya dan masing-masing dari mereka
tidak melihat pakaian temannya.6
6
Abu Musa bin Ahmad Al-Hijawy, Zaadul Mustaqni, Juz 3 (Saudi, Dar Ibnu Jauzy, 2006)
7
Ibid.
3) Kedua pihak menjadikan lemparan kerikil itu sebagai tanda jadinya
transaksi. Penjual berkata: Apabila aku melempar baju ini dengan krikil,
maka ia menjadi milikmu dengan harga sekian.
Adapun hadis terkait jual beli hashah sebagai berikut:
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin
Sa'id serta Abu Usamah dari Ubaidillah. Dan diriwayatkan dari jalur
lain, telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb sedangkan lafazh
darinya, telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Sa'id dari 'Ubaidillah telah menceritakan kepadaku Abu Az
Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara hashah
(yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang
mengandung unsur penipuan.
3. Hukum Jual beli munabdah dan hashah
Para ulama bersepakat bahwa jual beli munabadah dan hashah tidak sah
dilakukan. Menurut Muhammadiyah jual beli munabadah dikatakan tidak
sah karena memiliki illat yaitu faktor jahalah (kesamaran atau
ketidaktahuan) terhadap kuantitas dan kualitas barang, dan juga
menimbulkan kezhaliman dan kerugian bahkan memunculkan ketidak
harmonisan terhadap salah satu pihak yang bertransaksi.
Sedangkan untuk jual beli hashah, Imam An-Nawawi dalam Syarh
Muslim berpendapat bahwa semua sistem jual beli dengan cara melempar
batu itu tidak sah karena ada unsur tipuan.
BAB III
KESIMPULAN
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, ed. Ali Ma’shum and
Zainal Abidin Munawwir, Edisi Keti (Surabaya: Pustaka Progresif, 2020).
Ad-Dimaski, Yahya bin Syarf bin Murro’ bin hasan bin Husain bin Muhammad bin Jam’ah
bin Hizam Abu Zakaria an-Nawawi. Syarah Muslim, n.d.
Al-Hijawy, Ahmad. Zaadul Mustqani, Juz 3. Saudi: Dar Ibnu al-Jauzy, 2006.