Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TENTANG JUAL BELI

DISUSUN OLEH
AULIA SHABRINA ALIFA
VIVI USMAWINDA

KELAS IX. A

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI KARIMUN


TAHUN PELAJARAN 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah “Jual Beli

Dalam Islam”

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang telah diberikan oleh

guru mata pelajaran. Shalawat dan salam buat junjungan umat, Nabi Muhammad

SAW yang telah membuka mata dunia akan pentingnya arti pendidikan sehingga kita

bisa menikmati dunia pendidikan yang penuh dengan ilmu pengetahuan.  

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun dengan kerendahan hati

penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu

penulis mengharap kritik dan saran atas kekurangan dan kekeliruan yang tidak

penulis sadari demi kesempurnaannya. Semoga makalah ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi pembaca.

                                               

                                                                                    Tanjungbatu, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I     PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar belakang......................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah ................................................................................... 1

1.3 Tujuan pembahasan ................................................................................ 2

BAB II    PEMBAHASAN.............................................................................. 3

2.1 Pengertian Jual Beli ................................................................................ 3

2.2 Hukum Jual Beli ..................................................................................... 3

2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli..................................................................... 3

2.4 Macam – macam Jual Beli ..................................................................... 4

2.5 Khiyar Dalam Jual Beli .......................................................................... 6

BAB III   PENUTUP  ..................................................................................... 8

3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 8

3.2 Saran........................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak dapat hidup sendiri dan selalu
membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Terutama
dalam hal muamalah, seperti jual beli, baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk
kemaslahatan umum. Namun sering kali dalam kehidupan sehari-hari banyak kita
temui kecurangan-kecurangan dalam urusan muamalah ini dan merugikan
masyarakat. Untuk menjawab segala problema tersebut, agama memberikan
peraturan dan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kita yang telah diatur
sedemikian rupa dan termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits, dan tentunya untuk kita
pelajari dengan sebaik-baiknya pula agar hubungan antar manusia berjalan dengan
lancar dan teratur.

Jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan cara tertentu yang setiap
hari pasti dilakukan namun kadang kala kita tidak mengetahui apakah caranya sudah
memenuhi syara’ ataukah belum. Kita perlu mengetahui bagaimana cara berjual beli
menurut syariat.

Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami bahas mengenai jual beli,
karena sangat kental dengan kehidupan masyarakat. Disini pula akan banyak dibahas
mulai dari tata cara jual beli yang benar sampai hal-hal yang diharamkan atau
dilarang, tujuannya untuk mempermudah praktek muamalah kita dalam kehidupan
sehari-hari dan supaya kita tidak mudah untuk terjerat dalam lingkaran kecurangan
yang sangat meresahkan dan merugikan masyarakat.

1.2.  Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dibahas antara lain:
1. Apa pengertian, hukum, rukun dan syarat jual beli?
2. Apa saja macam-macam jual beli?
3. Apa saja hikmah yang terkandung dalam jual beli?
4. Apa hukum khiyar dalam jual beli, macam-macam khiyar?
5. Apa saja hikmah khiyar?

1
1.3.  Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan yang akan
dicapai dalam makalah ini antara lain:
1. Siswa mampu memahami pengertian, hukum, rukun dan syarat jual beli
2. Siswa mampu memahami macam-macam jual beli
3. Siswa mampu memahami hikmah yang terkandung dalam jual beli
4. Siswa mampu memahami hukum khiyar dalam jual beli, macam- macam
khiyar
5. Siswa mampu memahami hikmah khiyar
  

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Jual Beli


Jual beli menurut bahasa disebut ‫ال@@@@@@بيع‬, merupakan masdar dari
ُ ‫بِع‬ diucapkan  ‫بَ@@@@@@@ا َع‬- ‫يَبِيْ@@@@@@@ ُع‬  bermakna
kata ‫ْت‬ memiliki dan membeli. Adapun
menurut istilah syara’ adalah: 
“Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang syah) dengan  ijab qabul
dan berdasarkan suka sama suka.” 
Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus dilakukan berdasarkan
suka sama suka.
Artinya: “…Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu dengan jalan
batal, melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka….”
(QS. An Nisa’: 29)

2.2.   Hukum Jual Beli


Jual beli hukum asalnya jâiz atau mubah/boleh (halal) berdasarkan dalil dari
al-Quran, hadis dan ijma’ para ulama.
Artinya: “….janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu….. “
 (QS. An Nisa’29)
Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(Qs. Al Baqarah 275)

2.3.  Rukun dan Syarat Jual Beli


     a)      Penjual dan Pembeli
Syaratnya adalah:
1. Brakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual
belinya.
2. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).
3. Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu si tangan
walinya.
4. Baligh (berumur 15 tahun ke atas/dewasa). Anak kecil tidak sah jual
belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai
umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka diperbolehkan

3
berjual beli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak diperbolehkan,
sudah tentu menjadi kesulitan dan menetapkan peraturan yang
mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya

     b)      Uang dan Benda yang di beli


Syaratnya adalah:
1. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk
dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
2. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-
nyiakan (memboroskan) harta yang terlarang.
3. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat
diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang
masih berada ditangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab
semua itu mengandung tipu daya (kecohan).
4. Barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli. Zat, bentuk, kadar
(ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara penjual dan pembeli keduanya tidak
saling kecoh-mengecoh.
  
c)      Akad (Ijab dan Kabul)
Rukun jual beli ada tiga yaitu; akad (ijab Kabul), orang-orang yang berakad
(penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih (objek akad).
Akad ialah ikatan antara penjual dan pembeli, jual beli belum dikatan sah
sebelum ijab dan Kabul dilakukan, sebab ijab Kabul menunjukan kerelaan
(keridhaan), pada dasarnya ijab Kabul dilakuhkan dengan lisan, tapi kalau tidak
mungkin, seperti bisu atau yang lainnya, maka boleh ijab Kabul dengan surat-
menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.

2.4.  Macam-Macam jual beli


Jual beli dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
a.       Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan menjadi:
-          Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad,
barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.
-          Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual beli ini
harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang ditempat
akad berlangsung.

4
-          Jual beli benda yang tidak ada,  Jual beli seperti ini tidak diperbolehkan
dalam agama Islam.
b.      Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:
-          Dengan lisan,  akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi
orang bisu dapat diganti dengan isyarat.
-          Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual beli
ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis akad, dan
ini dibolehkan menurut syara’.
-          Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan barang
tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan yang sudah
bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini
dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat jual beli, namun
sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi membolehkannya.
c.       Dinjau dari segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan syarat dan
rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut pandang ini, jumhur ulama
membaginya menjadi dua, yaitu:
-          Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya
-          Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan
rukunnya.
Sedangkan fuqoha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli menjadi tiga,
yaitu:
1.      Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya
2.      Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli, dan
ini tidak diperkenankan oleh syara’. Misalnya:
-           Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti jual beli
janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak.
-          Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, bangkai dan
khamar.
-          Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan
syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli.
-          Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli patung, salib
atau buku-buku bacaan porno.
-          Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya
haram, seperti menjual anak binatang yang masih bergantung pada
induknya.

5
3.      Fasid, yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syara’
namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi keabsahannya. Misalnya
-          jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan ketika
berlangsungnya akad.
-          Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar, yaitu
menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya
dengan harga murah
-          Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan
dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
-          Jual beli barang rampasan atau curian.
-          Menawar barang yang sedang ditawar orang lain. Rasulullah bersabda:
“ Tidak boleh seseorang menawar di atas tawaran saudaranya”
 (HR.Bukhari & muslim ).

3.  Hikmah Jual Beli


Allah mensyari’atkan jual beli sebagai penberian keluangan dan keleluasaan dari-
Nya untuk hamba-hamba-Nya, yang  membawa hikmah bagi manusia diantaranya:
1. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang
menghargai hak milik orang lain.
2. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
3. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram
atau secara bathil.
4. Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rizki Allah
5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

2.5.  Khiyar Dalam Jual Beli


a)      Pengertian Khiyar
Secara bahasa Khiyar diambil dari bahasa arab yang berarti pilihan, Secara
umum khiyar berarti menentukan yang terbaik dari dua hal atau lebih untuk dijadikan
orientasi. Secara terminologi, banyak para ulama fiqih yang mendefinisikannya,
diantaranya adalah Sayid sabiq, yaitu:
“ khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau
membatalkan jual beli”
Wahbah al-Zuhaily mendefinisikan khiyar dengan :

6
“ Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi
untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan
kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi”
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan bahwa
khiyar adalah pemberian hak memilih kepada orang-orang yang melakukan transaksi
untuk melanjutkan transaksi atau tidak. Hal ini dilakukan untuk menjamin kerelaan
dan kepuasan timbal baik pihak-pihak yang melakukan jual beli.

b)      Hukum Khiyar
Menurut Islam, hak khiyar dalam jual beli itu diperbolehkan, karena suatu
keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing
pihak yang melangsungkan transaksi.

c)      Macam-macam Khiyar
a.       Khiyar majlis
Hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad,
selama keduanya masih berada dalam majlis akad. Dasar hukumnya:
“ Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selama belum
terpisah. Jika keduanya benar dan jelas maka keduanya diberkahi dalam jual beli
mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah
keberkahan jual beli mereka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

b.      Khiyar ‘aib
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah
pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjual belikan,
dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.(fiqh muamalah,
abdul Rahman dkk, h.100). Dasar hukumnya:
“ Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual
barangnya kepada muslimlain, padahal pada barang itu terdapat ‘aib/cacat ” 
(HR. Ibnu Majah)

c.       Khiyar Ru’yah
Yaitu hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang
ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung. Jumhur
ulama mengataklan bahwa khiyar ini diperbolehkan dengan alasan objek yang akan
dibeli itu tidak ada di tempat berlangsungnya akad. dengan dasar hukum:

7
“ Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat maka ia berhak khiyar apabila
telah melihat barang itu” 
( HR. Dar al-Quthni dari Abu Hurairah )
Namun, ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah.
Baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu
menurut mereka khiyar ru’yah tidak diperbolehkan karena mengandung unsur
penipuan yang akan membawa pada perselisihhan.

d.      Khiyar Syarat
 Yaitu hak pilih yang dijadikan syarat oleh keduanya atau salah seorang dari
keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu agar
dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.
Rasulullah bersabda:
“ Kamu boleh khiyar ( memilih) pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga
hari, tiga malam” 
(HR.Baihaqi)

e.        Khiyar Ta’yin


Yaitu hak pembeli dalam menentukan barang yang berkualitas dalam jual beli.
Menurut jumhur ulama khiyar seperti ini tidak sah karena dalam akad jual beli ada
ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan harus jelas, baik kualitasnya maupun
kuantitasnya. Oleh karena itu jumhur ulama memasukkannya dalam kategori jual beli
al-ma’dum ( tidak jelas identitasnya).
Namun ulama hanafiyah membolehkan khiyar ini dengan alasan bahwa
produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak dan tidak diketahui secara pasti
oleh pembeli sehingga ia memerlukan bantuan seorang pakar. Namun ada tiga syarat,
yaitu:
o Pilihan dilakukan terhadap barang sejenis yang berbeda kualitas dan sifatnya
o Barang itu berbeda sifat dan nilainya
o Tenggang waktu untuk khiyar ta’yin harus ditentukan, yaitu tidak boleh lebih
dari tiga hari

d)     Hikmah Khiyar
1.    Membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip Islam, yaitu
kerelaan dan ridha antara penjual dan pembeli.

8
2.    Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga
pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik, sepadan pula dengan harga
yang dibayar.
3.    Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli, dan
mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.
4.    Terhindar dari unsur-unsur penipuan dari kedua belah pihak, karena ada kehati-
hatian dalam proses jual beli.
5.    Khiyar dapat memelihara hubungan baik antar sesama. Sedangkan ketidakjujuran
atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat penyesalan yang mengarah pada
kemarahan, permusuhan, dendam dan akibat buruk lainnya.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu
diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia
dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka.
Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan. Ada juga jual beli yang
dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan.
Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang
kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah
dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam
menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang
berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir
sama.

Dalam jual beli juga dikenal istilah khiyar, yaitu hak memilih yang diberikan
kepada pembeli untuk meneruskan atau membatalkannya karena suatu hal. Hal ini
dilakukan untuk kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi, dan
inipun diperbolehkan dalam Islam.

3.2 Saran
Demikian makalah ini menjelaskan tentang konsep jual beli dalam islam.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun dengan kerendahan hati penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis
mengharap kritik dan saran atas kekurangan dan kekeliruan yang tidak penulis sadari
demi kesempurnaannya. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

As-Sa'di, Abdurrahman, dkk. 2008. Fiqih Jual-Beli. Jakarta: Senayan Publishing


Rasyid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Rasjid, sulaiman. 1994. Fiqih islam. Bandung: sinar baru algensindo.
Muhammad, Ibrahim Al-Jamal. 1999. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani.
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2013/03/jual-beli-dalam-islam.html
http://hukumjualbelidalamislam.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-dan-dasar-hukum-
jual-beli.html
http://zuniarahmatin.blogspot.com/2015/11/konsep-jual-beli-dalam-islam.html
http://evendimuhtar.blogspot.com/2015/07/jual-beli-dalam-islam.html

11

Anda mungkin juga menyukai