“HAJAR/PENYITAAN”
Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kulia Pendidikan Agama Islam
Disusun oleh :
Putri Nur Aulia
21846027
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT dengan berkat, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini yang membahas tentang
“Hajar/Penyitaan”.
Tentunya dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu sangat diharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing yang bersifat
membangun dari bidang studi ini. Semoga dengan adanya kritik dan saran tersebut
dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi saya dalam penyusunan makalah ini
pada khususnya dan para pembaca, segala kelebihan hanya milik Allah SWT semata
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHLUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain,
masing-masing berhajat kepada yang lain,saling tolong-menolong, tukar menukar
keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa,
pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat pribadi maupun untuk
kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan
menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna
menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan
teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baikny
PEMBAHASAN
A. Pengetian Hajar/Penyitaan
oleh penyidik untuk menguasai secara hukum atas suatu barang, baik barang
bergerak maupun barang tidak bergerak yang diduga terkait erat dengan tindak
pidana yang sedang terjadi. (Hartono, 2010:182).
D. Bentuk Hajar/Peyitaan
Dengan melihat ketentuan yang mengatur tentang penyitaan, di dalam
undang-undang dibedakan beberapa bentuk dan tata cara penyitaan. Antara lain
sebagai berikut :
a.) Penyitaan biasa
Adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk biasa atau umum adalah
Pertama, harus ada surat izin penyitaan dari ketua pengadilan. Kedua,
memperlihatkan dan menunjukkan tanda pengenal. Ketiga, memperlihatkan
benda yang akan disita. Keempat, dalam melakukan penyitaan harus
disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
Kelima, menyampaikan turunan berita acara penyitaan dan. Keenam,
membungkus benda sitaan (M.Yahya Harahap, 2007:266-268).
b.) Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak
Menurut M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan keadaan perlu dan
mendesak ialah bilamana di suatu tempat diduga keras terdapat benda atau
barang bukti yang perlu segera dilakukan penyitaan, atas alasan patut di
khawatirkan bahwa benda atau barang bukti itu akan segera dilarikan atau
dimusnahkan ataupun dipindahkan oleh tersangka.
E. Hukum Penyitaan
Ketika seseorang memiliki utang berupa uang atau lainnya kepada orang lain,
maka dia wajib untuk segera melunasinya. Jika sudah mampu dan pembayaran
sudah jatuh tempo, maka dia tidak boleh mengulur dan menunda pelunasan
utang. Namun bagaimana jika tidak mampu, apakah barang miliknya boleh
disita sebagai ganti dari utang yang tidak mampu dibayarnya?
Menyita barang orang lain sebagai ganti dari utang yang tidak mampu
dibayarnya hukumnya adalah boleh. Tentu dalam proses menyita barang
tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan oleh syariat. Ada dua
ketentuan yang harus diperhatikan ketika menyita barang orang lain karena
tidak mampu membayar utang.
Kedua, barang yang disita adalah barang sejenis atau senilai dengan utang
pemilik barang tersebut, tidak boleh lebih. Jika barang yang disita bukan sejenis
dengan utang pemilik barang, maka barang tersebut wajib dijual dan sisanya
dikembalikan pada pemilik barang.
Misalnya, Ahmad mempunyai utang uang sebanyak 500 ribu pada Hasan.
Karena Ahmad tidak mampu bayar, maka Hasan mengambil hp Ahmad yang
harganya satu juta. Maka hp tersebut wajib dijual dan Hasan wajib mengambil
500 ribu dari hasil penjualan hp tersebut, sementara sisanya wajib dikembalikan
pada Ahmad.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Hasyiyatul Jamal berikut;
َ ق َع ْينًا َأو َد ْينًا َعلَى َغي ِْر ُم ْمتَنِ ٍع طَالَبَهُ َأوْ ُم ْمتَنِ ٍع َأخَ َذ ِج ْن
ُفَيَبِي ُعه ُس َحقِّ ِه فَيَ ْملِ ُكهُ ثُ َّم َغي َْره َّ َوِإ ْن ا ْست ََح
“Jika seseorang berhak atas satu barang atau utang atas orang yang tidak
menolak untuk membayar, maka dia harus memintanya, atau utang atas orang
yang menolak untuk membayar, maka dia boleh mengambil barang yang sejenis
dengan utangnya dan kemudian memilikinya, atau mengambil barang yang
tidak sejenis, maka wajib menjualnya.”
BAB III
A. Kesimpulan
Penyitaan adalah salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum dan penyitaan akan ada jika kita ingkar dalam
janji akad utang piutang.
B. Saran
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan pihak
kreditur dan debitur akibat dari penyitaan serta merta yang dilakukan oleh
kreditur terhadap barang yang menjadi objek jaminan maka seharusnya
kreditur menyelesaikan perkara utang-piutang tersebut apabila debitur
mengalami wanprestasi dengan ketentuan hukum yang sudah berlaku. Jadilah
kreditur yang baik, adil, dan jujur.
DAFTAR PUSTAKA
https://bincangsyariah.com/kalam/hukum-menyita-barang-orang-yang-tak-
mampu-bayar-utang/
http://eprints.uny.ac.id/18199/2/4.%20BAB%20II.pdf
https://izha-serbaserbi.blogspot.com/2017/09/makalah-muamalah-jual-beli-
dalam-islam.html
https://www.pta-bengkulu.go.id/images/artikel/sekitar%20penyitaan.pdf
http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2014-2-1-74201-271410152-bab5-
20012015031341.pdf