MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan serta kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teologi Islam. Tak lupa pula
shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammmad SAW, para kelurganya,
para sahabatnya dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Mungkin makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta bimbingan dari dosen demi
penyempurnaan tugas yang kami buat ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat
memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca umumnya, dan penulis
khususnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PEGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................2
C. TUJUAN....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................2
A. Pengertian Tauhid......................................................................................................3
B. Pengertian Ekonomi...................................................................................................3
C. Pendekatan Islam Terhadap Ekonomi.......................................................................4
D. Maqashid As-Syari’ah dan Ilmu Ekonomi................................................................4
1. Pandangan Islam tentang Produksi......................................................................5
2. Pandangan Islam tentang Distribusi.....................................................................5
3. Pandangan Islam tentang Konsumsi....................................................................6
E. Sejarah Ekonomi Islam..............................................................................................7
F. Kewajiban Mencari Nafkah.......................................................................................8
G. Hak dan Kewajiban terhadap Harta...........................................................................12
H. Membangun Ekonomi dengan Prinsip Tauhid..........................................................14
A. KESIMPULAN..........................................................................................................16
B. SARAN......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama mempunyai tiga pondasi pokok yaitu iman, islam dan ihsan. Dalam
konteks kekinian iman sering disebut dengan teologi, ilmu kalam, aqidah, atau tauhid.
Adapun Islam, sering diekuivalenkan dengan syari’at atau fiqih. Sedangkan ihsan
terkadang diistilahkan dengan tasawuf atau akhlak.
Iman atau tauhid itu sendiri merupakan unsur utama dalam suatu agama. Ia
merupakan ilmu yang bersifat global (kulli). Sedangkan ilmu-ilmu yang lain bersifat
parsial (juz’i), sehingga ilmu-ilmu yang lain yang bersifat juz’i itu harus dilandasi
dengan ilmu tauhid yang bersifat kulli.
Ilmu tauhid itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan dan
yang berkaitan dengannya, seperti sifat-sifat Tuhan. Adapun hakikat tauhid dalam
Islam itu sebenarnya adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Allah, baik
menyangkut ibadah maupun muamalah, dalam rangka menciptakan pola kehidupan
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan
aktifitas umat Islam, baik dalam ibadah, seperti shalat, puasa, membayar zakat, haji,
dan sebagainya, juga dalam bermuamalah, seperti dalam hal ekonomi, politik, sosial
maupun budaya.
Nilai-nilai tauhid dalam beribadah, tampak jelas dan merupakan sesuatu yang
lumrah, karena ibadah itu pasti didasari oleh keimanan atau ketauhidan kepada Allah.
Berbeda halnya dalam bermuamalah. Banyak orang yang tauhidnya mantap ketika
beribadah kepada Allah, tetapi dalam bermuamalah, ia justru tidak menampakkan
sedikitpun nilai-nilai tauhid yang ada pada dirinya. Banyak orang yang tidak pernah
meninggalkan shalat, tapi jarang juga meninggalkan maksiat. Banyak orang yang rajin
puasa, tapi tekun juga berkata dusta. Banyak orang yang sering mengerjakan ibadah
haji dan umrah, tetapi sering juga menipu orang dalam bertijarah.
Problematika-problematika di atas adalah fenomena yang sering kita hadapi
dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam kegiatan sosial ekonomi. Betapa
banyak umat Islam yang tekun dalam beribadah, tetapi jarang aktif dalam kegiatan
sosial kemasyarakatan, tidak sehat dalam berpolitik, sering berlaku tidak jujur dalam
bertijarah ataupun dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang lain, dan masih banyak
kegiatan-kegiatan muamalah yang tidak didasari dengan nilai-nilai tauhid.
Seyogyanya umat Islam tidak hanya tekun dalam beribadah, tetapi juga harus
benar dalam bermuamalah. Dengan kata lain, umat Islam itu di samping memiliki
keshalihan ritual, juga harus memiliki keshalihan sosial. Umat Islam harus bisa
mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidannya kepada Allah SWT dalam kegiatan
sehari-harinya, baik dalam kegiatan politik, sosial, maupun ekonomi.
Oleh karena itu, dalam makalah ini dibahas tentang Tauhid sebagai Prinsip
Kerja dan Ekonomi, sebagai pedoman dasar bagi kita untuk mengimplementasikan
1
nilai-nilai tauhid yang kita miliki dalam bentuk aktifitas sehari-hari terutama dalam
kegiatan ekonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tauhid?
2. Apa pengertian ekonomi?
3. Bagaimana pendekatan Islam terhadap ekonomi?
4. Apa hubungan maqashid as syariah dan ilmu ekonomi?
5. Bagaimana sejarah ekonomi Islam?
6. Apa hukum mencari nafkah dalam Islam?
7. Apa hak dan kewajiban terhadap harta?
8. Bagaimana cara membangun ekonomi dengan prinsip tauhid?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tauhid
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab yaitu kata “wahhada” ( حــد و ),
“yuwahhidu” (حــديــو ), “tauhid” ( حــيـد تــو ), yang berarti mengesakan. Sedangkan
menurut istilah, tauhid adalah mengesakan Allah ta’ala dalam uluhiyah, rububiyah,
nama-nama dan sifat-sifatNya.
على والرد العقلية باألدلة اإليمانية العقائد عن حجاج يتضمن علم هو التوحيد
األزلية صفاته فى وواحد له مقسي ال ذاته فى واحد تعالى هللا أن التوحيد وأما
“Adapun tauhid itu ialah bahwa Allah SWT itu Esa dalam Dzatnya, tidak
terbagi-bagi. Esa dalam sifat-sifat-Nya yang azali, tiada tara bandingan bai-Nya dan
Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya tiada sekutu bagi-Nya.”
B. Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan setiap tindakan
atau proses yang bersangkut paut dengan penciptaan barang atau jasa yang dibuat
untuk memenuhi kebutuhan manusia.3
Ekonomi berdasar Syari’ah (Ekonomi Islam) adalah ekonomi yang
berdasarkan tauhid. Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam
1
Ibnu Khaldun, Muqaddiman Ibnu Khaldun (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiah, 1971), h. 363.
2
Abu al-Fath Muhammad Abd al-Karim bin Abi Bakr Ahmad Al-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal (Bairut-
Libanon: Daar al-Fikr, 2005), h. 32.
3
Winardi, Kamus Ekonomi(Bandung: Mandar Maju, 1989), cet.ke-9.
3
dengan ekonomi kapitalisme dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat
sekularisme dan materialisme.
Harun Yahya menyatakan, Istilah kapitalisme berarti kekuasaan ada di tangan
kapital, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan pada keuntungan, di mana
masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini. Terdapat tiga unsur penting dalam
kapitalisme: pengutamaan kepentingan pribadi (individualisme), persaingan
(kompetisi) dan pengerukan kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme,
sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat,
akan tetapi sebagai “individu-individu” yang sendirian dan harus berjuang sendirian
untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena di
mana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat sengit dan
kasar.
4
dan kualitas kebutuhan material dan non-material manusia beserta cara pemuasannya.
Iman juga berfungsi sebagai filter moral yang akan mengkontrol self-interest dalam
batas-batas social-interest. Sedangkan jiwa, akal dan keturunan adalah kebutuhan
moral, intelektual dan psikologis manusia yang sangat penting. Pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan ini akan menciptakan pemenuhan yang seimbang terhadap
semua kebutuhan hidup manusia dan juga akan berpengaruh signifikan terhadap
variabel-variabel ekonomi yang penting, seperti konsumsi, tabungan dan investasi,
lapangan kerja dan produksi, serta distribusi pendapatan.
5
mencari wajah Allah, itulah yang mendapat bunga. Mereka yang berbuat
demikianlah yang beroleh pahala yang berlipat ganda.” (Ar Rum: 38-39)
Distribusi melalui zakat mendorong peningkatan agregat permintaan dan
menjamin perekonomian berputar pada tingkat minimum sehingga pertumbuhan
ekonomi bukan saja ada dalam kondisi pertumbuhan yang stabil tapi juga
terdorong untuk terus meningkat.
6
2) Menjaga aset yang mapan dan pokok.
Tidak sepatutnya seorang muslim memperbanyak belanjanya
dengan cara menjual asset-aset yang mapan dan pokok, misalnya
tempat tinggal. Nabi mengingatkan, jika terpaksa menjual asset maka
hasilnya hendaknya digunakan untuk membeli asset lain agar
berkahnya tetap terjaga.
4) Kesederhanaan.
Membelanjakan harta pada kuantitas dan kualitas secukupnya
adalah sikap terpuji bahkan penghematan merupakan salah satu
langkah yang sangat dianjurkan pada saat krisis ekonomi terjadi.
Dalam situasi ini sikap sederhana yang dilakukan untuk menjaga
kemaslahatan masyarakat luas.
7
masyarakat yang sangat buruk”,”nyaris tanpa industri dan perdagangan”,sehingga
sama sekali tidak memiliki tradisi ekonomi.4
Ibukota Spanyol muslim, Kordova, adalah kota paling berbudaya di Eropa dan
bersama-sama Konstantinopel dan Baghdad, menjadi pusat peradaban dunia pada saat
itu. Dan kemajuan dalam bidang pertanian merupakan salah satu sisi keagungan
Spanyol Muslim dan menjadi hadiah abadi Arab Muslim kepada daratan Eropa.
Selain itu masih banyak lagi kemajuan-kemajuan yang dihasilkan oleh Spanyol
Muslim pada saat itu, namun seakan-akan sejarah itu hilang. Berikut adalah rantai
sejarah yang hilang :
1. Sejarah Pemikiran ekonomi modern diklaim berasal dari pemikiran ekonomi para
filsuf Yunani untuk kemudian bangkit kembali di Eropa melalui para pemikir
Skolastik.
2. Periode antara pemikir Yunani dan pemikir Skolastik, yaitu perode kajayaan
pemikir Muslim, dianggap steril dan tidak produktif. Periode ini diberi label
“blank centuries”.
3. Kontribusi pemikiran ekonomi Islam dalam ekonomi modern dihilangkan secara
vulgar.
4. Mengabaikan kontribusi pemikiran dari peradaban Islam dan Arab yang berjaya
selama lebih dari 700 tahun, adalah sebuah arogansi intelektual dan
ketidakobjektifan yang serius.
5. Mirakhor (1987) menunjukkkan bahwa motivasi dan kesempatan yang ada pada
ilmuwan Eropa abad pertengahan, banyak dipengaruhi oleh pemikiran dan
institusi ekonomi yang dibangun pada masa pertengahan Islam.
6. Ghazanfar (2000) secara jelas menunjukkan kesamaan dan kemiripan antara
pemikiran ekonomi dua ilmuwan besar abad pertengahan yang terpisah waktu 200
tahun; pemikir Arab Islam Abu Hamid Al Ghazali (1058-1111) dan pemikir latin
Kristen St. Thomas Aquinas (1225-1274). Ilmuwan-ilmuwan barat pun mengakui
hal ini bahkan secara eksplisit menyimpulkan bahwa Aquinas sangat
menyandarkan diri pada Al Ghazali.
7. Berbagai teori-teori ekonomi permulaan yang dicetuskan ilmuwan Eropa, diduga
keras merupakan pencurian dari ilmuwan Muslim-Arab.
8
“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh,
seandainya salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan
kayu itu, maka itu lebih baik, daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik
orang itu memberinya ataupun tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-‘Awwam r.a., ia berkata: Rasulullah
Saw bersabda: Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil
beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat
kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan
kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia,
baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR. Bukhari).
“Dalam sebuah hadits Rasul saw bersabda: Barang siapa pada malam hari
merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia
diampuni Allah” (Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir ).
“Rasulullah saw pernah ditanya, Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau
menjawab, Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan
semua perjualbelian yang dianggap baik,”(HR Ahmad dan Baihaqi).
9
Bekerja dalam Islam akan mendapatkan pahala, kenapa? Jawabannya
sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam merupakan kewajiban atau fardhu.
Dalam kaidah fiqh, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala,
sedangkan mereka yang meninggalkannya akan terkena sanksi dosa. Tentang
kewajiban bekerja, Rasulullah bersabda, Mencari rezeki yang halal itu wajib sesudah
menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya), (HR ath-Thabrani dan
al-Baihaqi).
Karena bekerja merupakan kewajiban, maka tak heran jika Umar bin
Khaththab pernah menghalau orang yang berada di masjid agar keluar untuk mencari
nafkah. Umar tak suka melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk di
masjid, sementara sang mentari sudah terpancar bersinar.
Akan tetapi perlu diingat bahwa yang dimaksud dalam hadits-hadits di atas
adalah orang yang bekerja sesuai dengan ajaran Islam. Bekerja pada jalur halal dan
bukan bekerja dengan pekerjaan yang diharamkan oleh Allah SWT.
10
3. Memberi nafkah termasuk sedekah
11
‘Aisyah radhiyallahu 'anhaberkata,
Yang artinya: “Ada seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku meminta
makanan, akan tetapi ia tidak mendapati sedikit makanan pun yang ada padaku
kecuali sebutir kurma. Maka aku pun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu
ia membagi sebutir kurma tersebut untuk kedua putrinya, dan ia tidak makan
kurma itu sedikit pun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar.
1. Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah Allah
Swt. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan
amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS
al_Hadiid: 7). Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:
“Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya
untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana
didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa
dipergunakan”.
12
Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan
melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak,
dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134).
3. Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) atau mata pencaharian
(Maisyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)
“Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain”. (HR
Thabrani).
4. Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-
Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9),
melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada
sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7).
5. Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah:
273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri
merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin:
1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui
suap menyuap (HR Imam Ahmad).
Imam Sajjad mengatakan, "Hak harta dan kekayaan adalah hendaknya ia tidak
diperoleh kecuali melalui jalan yang halal dan jangan digunakan kecuali untuk
keperluan yang halal. Jangan engkau belanjakan harta bukan pada tempatnya dan
jangan engkau alihkan kepada orang lain melalui jalan yang tidak benar. Karena harta
itu engkau dapatkan dari Allah maka jangan engkau gunakan kecuali untuk
mendekatkan dirimu kepada Allah. Jangan engkau dahulukan orang yang tidak
berterima kasih kepadamu dari dirimu dengan hartamu, sebab bisa jadi ia akan
menggunakannya di jalan yang tidak diridhai Tuhanmu."
1. Zakat
13
Zakat adalah kewajiban periodik harta, dan wajib dikeluarkan dalam setiap
kesempatan dan keadaan. Dalam kondisi biasa seorang muslim tidak diwajibkan
selain zakat, kecuali dengan sukarela.
2. Dalam kondisi darurat terdapat kewajiban harta selain zakat, yang disepakati para
ulama, yaitu:
a) Hak kedua orang tua, dalam bentuk nafkah yang mereka butuhkan pada
saat anaknya kaya.
b) Hak kerabat, dengan perbedaan tingkat kedekatan yang mewajibkan
nafkah.
c) Hak orang-orang yang sangat membutuhkan pakaian atau rumah tinggal.
d) Membantu keluarga untuk membayar diyat pembunuhan yang tidak
disengaja.
e) Hak kaum muslimin yang sedang ditimpa bencana.
14
mengutamakan aspek hukum serta etika, yaitu berupa adanya keharusan
mengimplementasikan beberapa prinsip hukum serta etika bisnis Islami.
Implementasinya berupa prinsip:
1. Prinsip keadilan (al’adl)
Perintah berlaku adil ditujukan kepada setiap orang, tanpa pandang bulu.
Perkataan yang benar mesti disampaikan apa adanya walaupun perkataan itu akan
merugikan kerabat sendiri. Maka dari itu Kemestian berlaku adil dalam muamalat
mesti ditegakan di dalam keluarga dan masyarakat muslim itu sendiri. Bahkan
kepada orang kafir pun umat Islam diperintahkan berlaku adil.
BAB III
PENUTUP
15
A. KESIMPULAN
Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan dan yang berkaitan
dengannya, seperti sifat-sifat Tuhan. Hakikat tauhid dalam Islam itu sendiri adalah
penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Allah, baik menyangkut ibadah maupun
muamalah.
Umat Islam, sebaiknya tidak hanya tekun dalam beribadah, tetapi juga harus
benar dalam bermuamalah. Dengan kata lain, umat Islam itu di samping memiliki
kesalehan ritual, juga harus memiliki kesalehan sosial. Umat Islam harus bisa
mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidannya kepada Allah SWT dalam kegiatan
sehari-harinya, baik dalam kegiatan politik, sosial, maupun ekonomi.
Nilai-nilai tauhid harus diimplementasikan dalam muamalah kita sehari-hari
misalnya dalam kegiatan ekonomi seperti berlaku jujur, adil, amanah, dan
transparansi.
B. SARAN
Mungkin makalah ini masih banyak kekurangan oleh sebab itu, diharapkan
kepada Bapak dosen dan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun untuk dapat menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
16
Al-Syahrastani, Abu al-Fath Muhammad Abd al-Karim bin Abi Bakr Ahmad. 2005.Al-Milal
wa An-Nihal.Bairut: Daar al-Fikr.
17