Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENGANTAR STUDI AL – QUR’AN

AYAT – AYAT KAUNIYYAH DALAM AL – QUR’AN


Dosen Pembimbing : Drs.Khalis Kohari, MA

Disusun Oleh :

Muhammad Arifin (2320190058)


Fauzi
Janeth Ramadhani (2320190019)
Ahmad Ghilman (1320190030)
Maulana
Fahrul Rahman (1320190040)
Nurmauilidia (1320190047)
Fakultas Ekonomi Bisnis
Prodi Akuntansi Universitas
Islam As-syafi’iyah 2022

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘aalamin, rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Allah


yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan,
kesempatan serta pengetahuan sehingga makalah ini dapat dibuat dan diselesaikan.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs.Khalis


Kohari, MA selaku dosen mata kuliah Pengantar Studi Al – Qur’an yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Kami berharap
agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan, kepada para
pembaca.

Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil kami susun ini bisa
dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami
meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan.
Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta kritikan yang membangun
dari anda demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Jakarta, 20 Febuari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

C. Tujuan Masalah..................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................3

PEMBAHASAN............................................................................................................3

1. Pengertian Ayat-Ayat Kauniyyah.......................................................................3

2. Bagaimana Mengungkap Makna Ayat Al-Qur’an..............................................9

3. Perlunya Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Baru....................................14

BAB III........................................................................................................................16

PENUTUP...................................................................................................................16

A. Kesimpulan.......................................................................................................16

B. Saran.................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, sebagai Khalifah di bumi.
Sebagai Khalifah, manusia memiliki tugas untuk mengolah dan merawat alam
dengan seoptimal mungkin, memperhatikan kesejahteraan bersama, dan
menjaga amanah yang diberikan kepadanya agar tidak merugikan makhluk
lain dengan berpegang teguh pada Allah dan Rasul-Nya. Dalam menjalankan
tugasnya sebagai Khalifah, manusia diberi petunjuk berupa Ayat-ayat
Kauniyyah dalam Al-Qur’an.
Ayat kauniyah yaitu, tanda-tanda kebesaran atau ayat-ayat Allah yang
ada di jagad raya (kosmos). Tanda kebesaran Allah yang terpenting di sini
adalah hukum kepasangan yang dititipkan Allah pada setiap benda alamiah.
Sunnatullah atau takdir Allah (hukum alam) ini memegang peran kunci dalam
menentukan keselamatan atau kedamaian di dunia.
Jadi, Islami pada tingkat alam adalah menyeimbangkan potensi negatif
dan potensi positif setiap benda. Islami di sini dapat ditarik sampai pada titik
memaksimalkan potensi positif dan meminimalkan potensi negatif suatu
benda. Hukum alam ini berlaku bagi siapa saja tanpa mengenal batas-batas
kemanusiaan apapun seperti ras, agama, dan status sosial. Pada tingkat alam
inilah semua agama sama, karena siapapun yang melanggar hukum
kepasangan ini pasti dihukum Allah seketika. Sebaliknya, siapapun yang taat
(”tunduk” pada hukum kepasangan ini), pasti diberi pahala oleh Allah, yaitu
keselamatan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa penjelasan dari pengertian Ayat-ayat Kauniyyah ?
2. Bagaimana mengungkap makna Ayat-ayat Kauniyyah ?
3. Apa perlunya memahami Al-Qur’an dengan metode baru ?

C. Tujuan Masalah
1. Agar dapat mengetahui penjelasan dari pengertian Ayat-ayat Kauniyyah
2. Agar dapat mengetahui bagaimana mengungkap makna Ayat-ayat
Kauniyyah
3. Agar dapat mengetahui apa perlunya memahami Al-Qur’an dengan
metode baru

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ayat-Ayat Kauniyyah


Ayat-ayat kauniyah adalah istilah yang dipakai oleh para ulama untuk
merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang fenomena
alam dengan segala isinya mencakup tentang langit, bumi, hewan, tumbuhan
termasuk juga manusia. Istilah kauniyah sendiri berasal dari kata al-kaūn yang
berarti alam yang mencakup langit dan bumi beserta segala sesuatu yang ada
di antara keduanya. Penulis memahaminya sebagai tanda yang wujud di
sekeliling kita yang diciptakan oleh Allah SWT yang telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an yang berisikan tentang segala ciptaan-Nya berupa alam semesta.
Beberapa istilah yang digunakan oleh para mufasir untuk
pengungkapan ayat-ayat kauniyah. Ṭanṭāwī Jawharī (w. 1358 H), misalnya,
menyebutnya dengan istilah ayat al-‘ulum. Agus Purwanto, di samping
menggunakan istilah ayat kauniyah, juga menggunakan istilah ayat-ayat
semesta. Sedangkan Andi Rosadisastra menyebutnya dengan istilah ayat ayat
sains dan sosial. Akan tetapi secara umum, para ilmuwan muslim memakai
istilah ayat kauniyah.
1. Pendapat Tentang Keberadaan Ayat-ayat Kauniyah
Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. Di dalam
Al-Qur’an terdapat lebih dari lima belas persen dari jumlah ayat-ayat yang
ada dalam Al-Qur’an, yang menunjuk pada fenomena alam, dan manusia
diminta untuk memikirkannya, agar dapat mengenal Allah lewat tanda-
tanda ciptaan-Nya. Jika dibandingkan dengan ayat-ayat yang berkaitan
dengan hukum, maka ayat-ayat kauniyah ini jauh lebih besar jumlahnya.
Hal ini menunjukkan betapa urgennya proses pemahaman terhadap alam

3
raya dan segenap isinya. Adanya kenyataan bahwa di dalam Al-Qur’an
terdapat begitu banyak ayat yang berbicara tentang alam raya ini,
menimbulkan perbedaan pandangan di kalangan ilmuwan muslim tentang
maksud keberadaannya serta upaya penafsiran terhadapnya. Secara umum
perbedaan pandangan tersebut terbagi menjadi dua.
Pertama, pandangan yang mengatakan bahwa adanya ayat-ayat
kauniyah di dalam Al-Qur’an, menunjukkan adanya relasi antara Al-
Qur’an dengan ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu alam dan juga
sosial. Dengan demikian, Al-Qur’an juga mencakup unsur-unsur dasar
dari ilmu-ilmu alam. Konsekuensi dari adanya hubungan ini adalah bahwa
upaya penafsiran terhadap ayat-ayat kauniyah tidak bisa dipisahkan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tujuan penafsiran ayat-ayat
kauniyah bagi mereka adalah untuk menunjukkan mukjizat Al-Qur’an
dalam lapangan keilmuan, untuk meyakinkan orang-orang non muslim
akan keagungan dan keunikan Al-Qur’an dan untuk menjadikan kaum
muslimin bangga memiliki kitab agung seperti itu.
Pandangan yang menyatakan bahwa adanya ayat-ayat kauniyah
tersebut merupakan isyarat tentang ilmu pengetahuan bersumber pada
keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah sumber seluruh pengetahuan.
Pendapat ini, antara lain dipelopori oleh Abū Ḥāmid al-Ghazālī (w. 505
H). Dalam kitabnya, Iḥya’ ‘Ulum al-Dīn dan Jawāhir al-Qur’ān, al-
Ghazālī secara panjang lebar mengemukakan alasan-alasan untuk
membuktikan pendapatnya itu. Al-Ghazālī mengatakan bahwa: "Segala
macam ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu (yang masih ada atau yang
telah punah), maupun yang kemudian; baik yang telah diketahui maupun
belum, semua bersumber dari Al-Qur’an al-Karīm.
Pendapat kedua menyatakan bahwa adanya ayat-ayat kauniyah di
dalam Al-Qur’an, tidaklah dimaksudkan untuk menunjukkan adanya
berbagai ilmu yang dikandung oleh Al-Qur’an, akan tetapi lebih ditujukan
untuk menunjukkan kemahakuasaan Allah SWT. Hal ini berdasarkan pada

4
keyakinan bahwa Al-Qur’an itu semata-mata kitab petunjuk dan bukan
kitab ensiklopedi ilmu pengetahuan, sehingga di dalamnya tidak ada
tempat bagi ilmu kealaman. Bagi golongan kedua, penyebutan ayat-ayat
kauniyah di dalam Al-Qur’an, hanyalah dimaksudkan agar menjadi bahan
pelajaran bagi ummat manusia akan kebesaran dan keagungan Allah swt,
dan tidak untuk selainnya. Oleh karenanya, perkembangan ilmu
pengetahuan, dalam pandangan kelompok ini, bukanlah sumber penting
dalam penafsiran ayat-ayat kauniyah. Sesuai dengan keyakinan bahwa Al-
Qur’an adalah semata-mata kitab petunjuk, maka tujuan penafsiran ayat
ayat kauniyah bagi mereka adalah untuk menunjukkan kepada manusia
akan kebesaran dan keagungan Allah SWT.
Pendapat kedua ini antara lain dimotori oleh Abū Ishāq al-Ṣātibī
(w. 790 H). Al-Ṣātibī menyatakan bahwa Al-Qur’an memang
mengandung fakta ilmiah, akan tetapi jenis fakta ilmiah yang berkembang
sesuai dengan pemikiran bangsa Arab”. Ia berpendapat bahwa al-salaf al-
ṣalih pendahulu kita terutama dari kalangan sahabat dan tabi’in adalah
orang yang paling memahami Al-Qur’an, akan tetapi tidak ditemukan
riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa mereka menghubungkan Al-
Qur’an dengan ilmu pengetahuan. Hal ini, menurut al-Ṣātibī,
menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak perlu untuk dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan yang sedang berkembang, apalagi kemudian dipaksakan
untuk menjadi sumber dari berbagai pengetahuan yang mungkin
berkembang lagi.

2. Jumlah Ayat-ayat Kauniyah


Al-Qur’an yang terdiri dari 30 juz, 114 surah dan 6236 ayat, yang
masing-masing ayat memiliki kandungan hukum Islam, sejarah, dan ilmu
pengetahuan. Berbicara tentang ayat-ayat kauniyah yang terkandung
dalam Al-Qur’an yang jumlahnya lebih banyak dari pada ayat-ayat yang
mengandung tentang hukum Islam bahkan ayat-ayat tentang hukum

5
hanyalah seperlima dari ayat-ayat kauniyah. Tantāwi Jawhari (w. 1358 H)
menyatakan bahwa jumlahnya lebih dari 750 ayat. Zaghlul al-Najjar
bahkan menyatakan bahwa jumlah ayat-ayat kauniyah di dalam Al-Qur’an
lebih dari seribu ayat. Itupun masih belum terhitung ayat-ayat yang
mempunyai keterkaitan dengan ayat-ayat kauniyah. Agus Purwanto yang
dibantu kedua mahasiswa bimbingannya mencatat bahwa ayat-ayat
kauniyah ada sebanyak 1.108 ayat dan ayat-ayat kauniyah yang memiliki
informasi ilmu sains yang dapat digali lebih lanjut terdapat 800 ayat.
Ayat-ayat kauniyah dalam tafsir ayat-ayat Semesta mencakup berbagai
tema yang berkaitan dengan fenomena yang ada di alam yaitu langit dan
bumi beserta apa-apa yang ada di antara keduanya baik berupa makhluk
hidup seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun makhluk yang
dikategorikan sebagai benda mati seperti gunung, sungai, angin dan lain-
lain.1

Contoh ayat Kauniyah dalam (Q.S. al-Baqarah [2]:164) :

‫ك ٱلَّتِى‬ ِ ‫ار َو ْٱلفُ ْل‬ ِ َ‫ٱختِ ٰل‬


ِ َ‫ف ٱلَّي ِْل َوٱلنَّه‬ ْ ‫ض َو‬ِ ْ‫ت َوٱَأْلر‬ ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ِ ‫ِإ َّن فِى َخ ْل‬
‫اس َو َمٓا َأن َز َل ٱهَّلل ُ ِم َن ٱل َّس َمٓا ِء ِمن َّمٓا ٍء فََأحْ يَا‬
َ َّ‫تَجْ ِرى فِى ْٱلبَحْ ِر ِب َما يَنفَ ُع ٱلن‬
ِ َ‫يف ٱلرِّ ٰي‬
‫ح‬ ِ ‫ث فِيهَا ِمن ُكلِّ َدٓابَّ ٍة َوتَصْ ِر‬ َّ َ‫ض بَ ْع َد َم ْوتِهَا َوب‬ َ ْ‫بِ ِه ٱَأْلر‬
َ ُ‫ت لِّقَ ْو ٍم يَ ْعقِل‬
‫ون‬ ِ ْ‫ب ْٱل ُم َس َّخ ِر بَي َْن ٱل َّس َمٓا ِء َوٱَأْلر‬
ٍ َ‫ض َل َءا ٰي‬ ِ ‫َوٱل َّس َحا‬

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya


malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu

1
https://core.ac.uk/download/pdf/296480142.pdf dikutip pada Jum’at, 26 Desember 2020 pukul 22.15

6
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S. al-
Baqarah [2]:164)

Contoh ayat Kauniyah dalam (Q.S. al-Baqarah [2]:258) :

ٰ '‫ك ۘ ا ِْذ َق''ا َل ِا ْب‬ ‫هّٰللا‬


‫'رهٖ ُم‬ َ ‫اَ َل ْم َت َر ِا َلى الَّ ِذيْ َح ۤا َّج ِاب ْٰرهٖ َم ِفيْ َرب ٖ ِّٓه اَنْ ٰا ٰتى ُه ُ ْالم ُْل‬
ْ‫ْت ۗ َقا َل ِاب ْٰرهٖ ُم َف'اِنَّ هّٰللا َ َي' ْأ ِتي‬ ُ ‫ْت َقا َل اَ َن ۠ا اُحْ ٖي َوا ُ ِمي‬ ُۙ ‫ِّي الَّ ِذيْ يُحْ ٖي َو ُي ِمي‬
َ ‫َرب‬
‫'ر َۗوهّٰللا ُ اَل‬
َ '‫ت الَّ ِذيْ َك َف‬ َ ‫ب َفب ُِه‬ ِ ‫ت ِب َه''ا م َِن ْال َم ْغ' ِر‬ ِ ‫س م َِن ْال َم ْش ِر ِق َف'ْأ‬ ِ ْ‫ِبال َّشم‬
ّ ٰ ‫َي ْهدِى ْال َق ْو َم‬
‫الظلِ ِمي ۚ َْن‬
Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim
tentang Tuhannya (Allah) Karena Allah Telah memberikan kepada orang itu
pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang
menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat
menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu
terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang zalim (Q.S. al-Baqarah [2]:258).

Contoh ayat Kauniyah dalam (Q.S. Ibrahim [14]:32) :

ۤ ‫الس''' َم ۤا ِء َم‬
‫'''ا ًء‬ َّ ‫'''ز َل م َِن‬ َ ‫ض َواَ ْن‬ َ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ ‫الس''' ٰم ٰو‬ َ ‫هّٰللَا ُ الَّ ِذيْ َخ َل‬
َّ ‫'''ق‬
‫ي فِى‬ َ ‫'ك لِ َتجْ' ِر‬ َ '‫ت ِر ْز ًقا لَّ ُك ْم َۚو َس َّخ َر َل ُك ُم ْالفُ ْل‬ َّ ‫َفا َ ْخ َر َج ِبهٖ م َِن‬
ِ ‫الث َم ٰر‬
‫ْال َبحْ ِر ِباَمْ ِرهٖ َۚو َس َّخ َر َل ُك ُم ااْل َ ْن ٰه‬

7
Artinya : Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan
air hujan dari langit. Kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan
bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya,
dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai (Q.S. Ibrahim
[14]:32).

Maksudnya : Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi,


menurunkan air, dan menumbuhkan buah-buahan demi untuk memberi rezeki
kepada kita semua. Allah SWT juga menciptakan perahu yang dapat berjalan
di lautan dengan perintah-Nya serta menciptakan sungai-sungai; matahari dan
bulan yang datangnya bergantian; serta pergantian siang dan malam. Allah
SWT memberi apa saja yang kita minta. Apabila kita ingin menghitung
nikmat Allah SWT, pasti tidak akan bisa menghitungnya. Namun sayang,
banyak manusia yang berbuat dzalim dan kafir.2

2
https://www.dialogilmu.com/2018/03/memahami-ayat-kauniyah-dan -insaniyah.html#:~:text=Dan
%20jika%20Kami%20menghendaki%2C%20niscaya,teriakan%20kita%20tidak%20akan%20terdengar.&text=Ini
%20adalah%20contoh%20ayat%2Dayat%20Kauniyah. dikutip pada Jum’at, 26 Desember 2020 pukul 22.46

8
2. Bagaimana Mengungkap Makna Ayat Al-Qur’an
Dalam Islam, untuk mengungkap makna ayat Al-Qur’an dapat
dilakukan dengan metode tafsir. Tafsir secara bahasa berarti menjelaskan dan
mengungkapkan. Adapun menurut istilah, al-Qattan mengartikan dengan
mengutip pendapat dari Abu Hayyan sebagai ilmu yang membahas tentang
cara mengungkapkan lafaz-lafaz Al-Qur’an, makna-makna yang
ditunjukkannya dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau
tersusun. serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan
tersusun.3 Menurut az-Zarqani, tafsir adalah suatu ilmu yang membahas
perihal Al-Qur’an dari segi dalilnya yang sesuai dengan maksud Allah SWT
berdasarkan kemampuan manusia. As-Suyuti dalam al-Itqan dengan mengutip
pendapat az-Zarkasy mengatakan, bahwa tafsir adalah ilmu untuk memahami
kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad SAW dengan
menerangkan makna-maknanya, mengelurkan hukum-hukumnya yang
bersandarkan pada ilmu lughah, nahwu, sharaf, ilmu bayan, ilmu ushul fiqh.
Dalam memahaminya dibutuhkan juga ilmu asbaabun nuzul, serta ilmu nasikh
wal mansukh. Begitu pula imam al-Qurtubi yang mengatakan, tafsir adalah
penjelasan tentang lafaz”. Al-Dzahabi mendefinisikan tafsir dengan “ilmu
yang membahas maksud Allah Ta’ala sesuai dengan kadar kemampuan
manusiawi yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan pemahaman
dan penjelasan makna.”4 Pada intinya Tafsir menerangkan makna di balik kata
tersebut, tafsir ialah menerangkan apa yang berada dalam Al-Qur’an atau
memperjelasnya sesuai dengan petunjuk Sunnah, sebagian ulama mengatakan
bahwa Tafsir berhubungan dengan riwayat dan Tafsir banyak digunakan dari
segi lafaz dan murfadatnya.5

Menurut buku Pengantar Studi Al-Qur’an yang dikarang oleh Abdul


Hamid, Lc., M.A. ditinjau dari sumbernya Tafsir terbagi menjadi dua macam :

3
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Kencana, 2016), Cet. Ke-1, h. 155.
4
Ibid. h. 156.
5
Ibid. h. 157-158.

9
1. Tafsir Bi al-Ma’tsur atau Bi ar-Riwayah (Berdasarkan Dalil)
Tafsir Bi al-Ma’tsur adalah penafsiran Al-Qur’an berdasarkan
Hadis atau ucapan sahabat untuk menjelaskan kepada sesuatu yang
dikehendaki Allah SWT. Tafsir ini dibagi menjadi tiga, yaitu tafsir Al-
Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan as-Sunnah, Al-Qur’an
dengan penafsiran sahabat (atsar).
o Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, seperti dalam firman
Allah SWT QS. al-Faatihah (1) ayat 7:

‫ب َعلَي ِْه ْم َواَل الض َّۤالِّي َْن‬


ِ ‫ت َعلَي ِْه ْم ەۙ َغي ِْر ْال َم ْغض ُْو‬
َ ْ‫اط الَّ ِذي َْن اَ ْن َعم‬
َ ‫صِ َر‬

.Yaitu jalan orang-orang yang engkau beri kenikmatan pada mereka

Dalam ayat di atas tidak dijelaskan siapa mereka yang diberikan


kenikmatan tersebut, namun Allah menjelaskannya dalam QS. An-
Nisaa’ (4) ayat 69 :

ٰۤ ُ
‫ول ِٕىك م'''ع الَّ ِذيْن اَ ْنعم هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ُ ََ َ َ َ َ ‫َو َمنْ يُّطِ''' ِع َ َوالرَّ ُس''' ْو َ'ل َفا‬
ۚ ‫الص 'لِ ِحي َْن‬ ّ ٰ ‫الش ' َه ۤدَا ِء َو‬ ِّ ‫َع َلي ِْه ْم م َِّن ال َّن ِب ٖ ّي َن َو‬
ُّ ‫الص ' ِّد ْي ِقي َْن َو‬
ٰۤ ُ
‫ك َر ِف ْي ًقا‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫َو َحس َُن ا‬
Mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, Yaitu : para nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-
orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya.

Orang-orang yang sangat teguh kepercayaannya kepada kebeneran


rasul, dan inilah orang-orang yang dianugerahi nikmat
sebagaimana yang tersebut dalam surat al-Faatihah (1) ayat 7.

10
o Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Sunnah, seperti firman Allah
SWT QS. al-An’aam (6) ayat 82 :
ٰۤ ُ ْ ُ
‫ك َل ُه ُم‬
َ ‫ول ِٕى‬ ْ ‫اَلَّ ِذي َْن ٰا َم ُن‬
‫'''وا َو َل ْم َي ْل ِب ُس''' ْٓوا ِا ْي َم'''ا َن ُه ْم ِبظل ٍم ا‬

‫ااْل َمْ نُ َو ُه ْم ُّم ْه َت ُد ْو َن‬


Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan dan mereka itu adalah orang yang
mendapat petunjuk.
Yang dimaksud dengan zulm di atas dijelaskan olen Nabi SAW
melalui hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

“Dari ‘Abdullah berkata; ‘Ketika turun firman Allah Ta’ala yang


artinya: (Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman…) (QS. al-An’aam [8] ayat 82),
membuat kaum Muslimin menjadi ragu lalu mereka berkata:
Wahai Rasulullah SAW, adakah orang di antara kami yang tidak
menzalimi dirinya? Maka beliau berkata: Bukan itu maksudnya.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan kezaliman pada ayat itu
adalah syirik. Apakah kalian belum pernah mendengar apa yang
diucapkan Luqman kepada anaknya saat dia memberi pelajaran:
(Wahai anakku, janganlah kamu berbuat syirik (menyekutukan
Allah), karena sesungguhnya syirik itu benar-benar kezaliman
yang besar). (QS Luqman [31] ayat 13). (HR. Bukhari)

o Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat sahabat yaitu bila tidak


ditemukan dalam al-Qur’am dan sunnah maka yang digunakan
adalah pendapat sahabat, karena mereka adalah orang yang paling
mengetahui soal-soal penafsiran serta yang paling mengetahui

11
ketika diturunkan ayat Al-Qur’an itu. Seperti penafsiran Siti Aisya
r.a. dalam surah an-Nisaa’ (4) ayat 3 yang artinya :
“Dari Ibn Syihab, ia berkata; Urwah bin Zubair mengabarkan
kepadaku bahwa ia bertanya kepada ‘Aisyah mengenai firman
Allah SWT: ‘Jika kalian takut tidak berbuat adil kepada anak
yatim maka nikahilah apa yang kalian suka dari wanita’, ia
berkata ‘wahai anak saudariku yang dimaksud adalah seorang
gadis yatim, yang berada dipeliharaan walinya, ia membantu
dengan hartanya, lalu walinya takjub dengan harta dan
kecantikannya dan ia ingin menikahinya namun tidak disertai
berbuat adil dalam maharnya seperti adat yang berlaku dengan
memberinya seperti yang diberikan oleh orang selainnya. Maka
mereka dilarang untuk menikahi gadis-gadis itu kecuali jika
berbuat adil dan memberi sebaik-baik mahar kepada mereka,
sehingga mereka bisa memperoleh setinggi-tinggi mahar seukuran
kondisi yang berlaku. Maka mereka diperintahkan untuk menikahi
wanita yang baik
selain anak-anak perempuan yatim itu.” (HR. An-N asa’i)

Kitab-kitab yang tergolong dalam kategori Tafsir Bil-Ma’tsur


adalah Ibnu Abbas, Ibnu ‘Uyaina, Ibnu Abi Hatim, Abi as-Syaikh Ibnu
Hibban, Ibnu ‘Athiyyah, Ibnu al-Laitsi as-Samarqandi (Bahr
al-‘Ulum), Abi Ishaq (Al-Kasyfu Wal-bayan ‘an tafsir Al-Qur’an),
tafsir Ibnu Jarir at-T habari, Al-Kasyfu wal Bayan ‘an Tafsiril Qur’an
karya Imam Ahmad Ibnu Ibrahim ats-Tsalabi, dan lain-lain.6

2. Tafsir Bi ar-Ra’yi atau Dirayah (dengan akal)


Yaitu tafsir Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan
pemikiran Mufasir. Cara ditempuh melalui penguasaan bahasa Al-
Qur’an, kesusasteraannya dan teori ilmu pengetahuan. Tafsir ini dibagi
6
Ibid., h. 161-164.

12
menjadi dua, yaitu mahmud dan madzmum. Mahmud adalah
penafsiran seseorang yang tahu betul terhadap kaidah bahasa arab,
tanggap dengan uslub-uslubnya, serta mengetahui aturan syariat.
Sebagian ulama masih memperbolehkan tafsir dengan cara ini.
Adapun madzmum adalah bersumber dari pemikirannya sendiri, tanpa
melalui proses intelektual, tidak memahami kaidah bahasa Arab, yang
hanya menunjukkan kebodohannya sendiri, dan para sangat melarang
tafsir madzmum ini.

Namun menurut al-Qattan tafsir yang berdasarkan ijtihad dan


kemampuan pemikiran ini hukumnya haram, berdasarkan firman Allah
SWT, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggunganjawabnya.” (QS. al-Israa’ [17]:36); dan juga
berdasarkan pada Hadis Nabi SAW, “Barang siapa yang berpendapat
(menafsirkan) dalam Al-Qur’an ini dengan berdasarkan akalnya (tidak
berdasarkan dalil), maka bersiaplah menempati tempatnya di neraka”.
(HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’i). Dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Malik, Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang
berpendapat (menafsirkan) dalam Al-Qur’an ini dengan berdasarkan
akalnya (tidak berdasarkan dalil), walaupun benar maka sungguh ia
telah melukakan kesalahan.

Kitab-kitab yang tergolong dalam kategori Tafsir Bi ar-Ra’yi


adalah tafsir Abdur Rahman bin Kaisan al-Ashm, tafsir Abi Ali al-
Jubba’i, tafsir Abdul Jabbar, tafsir az-Zamakhzari, tafsir ar-R azi, tafsir
Ibn Fauruk, tafsir an-N isfiy, tafsir al-Khazin, tafsir Abi Hayyan, tafsir
al-Baid hawi, tafsir al-Jalalain as-Suyuthi.7

7
Ibid., h. 164-165.

13
3. Perlunya Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Baru
Perlunya memahami Al-Qur’an dengan metode baru (metode Tafsir
Maudhu’i atau tematik) memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Dapat menjawab tantangan zaman
Dimana permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Semakin
modern kehidupan, permasalahan yang timbul semakin kompleks dan
rumit, serta mempunyai dampak yang luas. Hal ini dimungkinkan karena
apa yang terjadi pada suatu tempat, pada saat yang bersamaan, dapat
disaksikan oleh orang lain di tempat yang lain pula, bahkan peristiwa yang
terjadi di ruang angkasa pun dapat dipantau dari bumi. Kondisi serupa
inilah yang membuat suatu permasalahan segera merebak ke seluruh
masyarakat dalam waktu yang relatif singkat. Untuk menghadapi masalah
yang demikian, dilihat dari sudut tafsir Al-Qur’an, tidak dapat ditangani
dengan metode-metode selain tematik. Hal ini dikarenakan kajian metode
tematik ditunjuk untuk menyelesaikan permasalahan. Itulah sebabnya
metode ini mengkaji semua ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kasus
yang sedang di bahas secara tuntas dari berbagai aspeknya.

2. Metode yang praktis dan sistematis


Tafsir dengan metode ini disusun secara praktis dan sistematis dalam
memecahkan permasalahan yang timbul. Kondisi semacam ini amat cocok
dalam kehidupan umat yang semakin modern dengan mobilitas yang
tinggi sehingga mereka seakan-akan tidak punya waktu untuk membaca
kitab-kitab tafsir yang besar, padahal untuk mendapatkan petunjuk Al-
Qur’an mereka harus membacanya. Dengan adanya tafsir metode tematik,
mereka akan mendapatkan petunjuk Al-Qur’an secara praktis dan
sistematis serta dapat lebih menghemat waktu, efektif dan efisien.

3. Selalu dinamis

14
Metode tematik membuat tafsir Al-Qur’an selalu dinamis sesuai dengan
tuntutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam benak pembaca
dan pendengarnya bahwa Al-Qur’an senantiasa mengayomi dan
membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan strata
sosial.

4. Membuat pemahaman menjadi utuh


Dengan ditetapkan judul-judul yang akan di bahas, maka
pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an dapat diserap secara utuh. Pemahaman
serupa ini sulit menemukannya di dalam ketiga metode tafsir lainnya.
Maka dari itu, metode tematik ini dapat diandalkan untuk pemecahan
suatu permasalahan secara lebih baik dan tuntas.8

8
https://media.neliti.com/media/publications/321427-memahami-al-quran-dengan-metode-tafsir-m-
fcbe24b0.pdf dikutip pada Jum’at 26 Desember 2020 pukul 23.15

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ayat-ayat kauniyah adalah istilah yang dipakai oleh para ulama untuk
merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang fenomena
alam dengan segala isinya mencakup tentang langit, bumi, hewan, tumbuhan
termasuk juga manusia. Istilah kauniyah sendiri berasal dari kata al-kaūn yang
berarti alam yang mencakup langit dan bumi beserta segala sesuatu yang ada
di antara keduanya. Penulis memahaminya sebagai tanda yang wujud di
sekeliling kita yang diciptakan oleh Allah SWT yang telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an yang berisikan tentang segala ciptaan-Nya berupa alam semesta.
Agus Purwanto yang dibantu kedua mahasiswa bimbingannya mencatat
bahwa ayat-ayat kauniyah ada sebanyak 1.108 ayat dan ayat-ayat kauniyah
yang memiliki informasi ilmu sains yang dapat digali lebih lanju terdapat 800
ayat. Contoh ayat kauniyah terdapat dalam surah (Q.S. al-Baqarah [2]:164),
(Q.S. al-Baqarah [2]:258), dan (Q.S. Ibrahim [14]:32).
Dalam Islam, untuk mengungkap makna ayat Al-Qur’an dapat
dilakukan dengan metode tafsir. Tafsir secara bahasa berarti menjelaskan dan
mengungkapkan. Menurut buku Pengantar Studi Al-Qur’an yang dikarang
oleh Abdul Hamid, Lc., M.A. ditinjau dari sumbernya Tafsir terbagi menjadi
dua macam, yaitu : (1) Tafsir Bi al-Ma’tsur atau Bi ar-Riwayah (Berdasarkan
Dalil), dan (2) Tafsir Bi ar-Ra’yi atau Dirayah (dengan akal).
Perlunya memahami Al-Qur’an dengan metode baru (metode Tafsir
Maudhu’i atau tematik) memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Dapat menjawab tantangan zaman
2. Metode yang praktis dan sistematis
3. Selalu dinamis, dan
4. Membuat pemahaman menjadi utuh

16
B. Saran
Setalah membahas ayat-ayat kauniyah, bagaimana mengungkap makna
ayat-ayat kauniyyah dan apa perlunya memahami Al-Qur’an dengan metode
baru dalam makalah ini pembaca dan penulis disarankan untuk menggali dan
mendalami lagi terkait ayat-ayat kauniyah, bagaimana mengungkap makna
ayat-ayat kauniyyah dan apa perlunya memahami Al-Qur’an dengan metode
baru serta diharapkan agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
dan menjadi pedoman bagi umat yang beriman. Dan diharapkan pula kepada
para pembaca untuk berbagi pengetahuan kepada masyarakat agar bermanfaat
bagi orang-orang di sekitar.
Tentunya makalah ini masih banyak kekurangan, baik yang berkiatan
dengan ide, sistematika penulisan dan pemilihan kata-kata. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang
budiman demi kesempurnaan penelitian ini dan penelitian-penelitian
selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Abdul. (2016). Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta:Kencana.

Arifin, Zainal. (15 Mei 2020). Ayat-ayat Allah: Qauliyah, Kauniyah, dan
Insaniyah. Retrieved from ibtimes.id : https://ibtimes.id/ayat-ayat-allah-
qauliyah-kauniyah-dan-insaniyah/

Said, Hari. (2019). Metode tafsir ayat – ayat kauniyah. Retrieved from
core.ac.uk : https://core.ac.uk/download/pdf/296480142.pdf

Yamani, Moh. Tulus. (2015). Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir


Maudhu’i. Retrieved from media.neliti.com:
https://media.neliti.com/media/publications/321427-memahami-al-quran-
dengan-metode-tafsir-m-fcbe24b0.pdf

Muzadi, Hasyim. (03 Maret 2018). Memahami Ayat Kuniyah dan Insaniyah.
Retrieved from www.dialogilmu.com :
https://www.dialogilmu.com/2018/03/memahami-ayat-kauniyah-dan-
insaniyah.html#:~:text=Dan%20jika%20Kami%20menghendaki%2C
%20niscaya,teriakan%20kita%20tidak%20akan%20terdengar.&text=Ini
%20adalah%20contoh%20ayat%2Dayat%20Kauniyah.

18

Anda mungkin juga menyukai