Anda di halaman 1dari 21

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

HAM Dalam Perspektif Islam

Oleh :

Kelompok 1

1. Ayu Widari Syahfitri 2201151002


2. Aulia Syafidah 2203351004
3. Eka Fitria Ningsih 2203151013
4. Mutiarani 2203151019
5. Muhammad Fatahillah 2203151030
6. Putri Ananda 2203151027
7. Suranda 2202451002

Dosen Pengampu : Nikmah Dalimunthe S. Ag., MH

PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang sudah melimpahkan
rahmatNya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM ini dengan baik serta tepat waktu. Maka dari itu, sebagai mahasiswa Seni
Rupa penting untuk mengetahui HAM Dalam Perspektif Islam.

Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan informasi tentang HAM
Dalam Perspektif Islam. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa
menambah pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih
banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta saran yang membangun kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah pendidikan agama islam, yaitu Ibu Nikmah Dalimunthe
S.Ag., MH

Wassalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Medan, Oktober- 2021

KELOMPOK 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
1.1 Latar belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................3
HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM....................................................................................3
A. Konsep HAM Yang Kontroversial................................................................................3
B. Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan Islam..............................................................3
C. Perbandingan HAM Barat Dan Dalam Islam..............................................................4
D. Hak Asasi Manusia Dalam Al-Qur’an..........................................................................6
BAB III......................................................................................................................................17
PENUTUP.................................................................................................................................17
A. Kesimpulan...................................................................................................................17
B. Saran.............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Hidup dan kehidupan rnanusia merupakan takdir AllahSwt. Manusia tidak


dapat melepaskan diri dari segala ketetapan Allah. Takdir telah meletakkan manusia
dalam suatu proses, suatu rentetan keberadaan, urutan kejadian, tahapan-tahapan
kesempatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk berikhtiar
mempertahankan serta melestarikan hidup dan kehidupannya.2Dalam kehidupannya,
manusia tidak hanya sebatas hidup,tapi ada beban taklif didalamnya yang meliputi
hak dan kewajiban dalam seluruh proses kehidupannya.
Pada hakikatnya secara kodrat manusia telah dianugerahi hak-hak pokok yang
sama oleh Allah Swt. Hak-hak pokok inilah yang disebut sebagai hak asasi
manusia (HAM). HAM yang melekat pada diri ma-nusia, bersifat kodrati,
universal, dan abadi berkaitan dengan martabat dan harkat manusia itu sendiri.
Dalam beberapa kondisi, HAM telah mengalami pergeseran mak-na awal sejak dari
istilah itu dibuat. Dengan dan atas nama HAM, sejatinya adalah untuk
mewujudkan dimensi otoritas manusia sebagai mahluk hidup yang bermartabat,
berubah menjadi HAM yang sarat dengan nuansa politik, kepentingan kelompok
bahkan individu.
Oleh karena itu, dalam pembahasan ini mencoba mengurai tentang bagaimana
perspektif Islam tentang HAM dan bagaimana juga HAM bagi umat Islam di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah yang ingin diajukan penulis pada makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep HAM ?


2. Bagaimana hak asasi manusia dalam pandangan islam?
3. Sebutkan apa-apa perbedaan HAM barat dan ham dalam islam?
4. Jelasakan hak asasi manusia dalam Al-Quran?
1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :

1
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep HAM.
2. Untuk mengetahui dan memahami hak asasi manusia dalam pandangan islam.
3. Untuk mengetahui perbedaan HAM barat dan ham dalam islam.
4. Untuk mengetahui hak asasi manusia dalam Al-Quran.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat bagi mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
mahasiswa terhadap HAM dalam perspektif islam.
2. Manfaat bagi penulis sendiri selain untuk meningkatkan pemahaman penulis
sekaligus juga sebagai salah satu syarat penilaian pada mata kuliah Pendidikan
Agama Islam.

2
BAB II

HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Konsep HAM Yang Kontroversial

Rumusan tentang hak-hak asasi manusia (HAM) yang dianggap legal dan dijadikan
standar hingga saat ini adalah produk yang diterbitkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB). Bagi kita umat Islam kejanggalan yang amat prinsipil di dalam pasal-
pasal HAM tersebut dapat dilihat antara lain :
1. Pasal 16 berbunyi : (1) Laki-laki dan wanita yang telahdewasa tanpa
pembatasan atas perbedaan ras, kebangsaan dan agama mempunyai hak
untuk menikah dan mendirikan rumah tangga. Mereka mempunyai hak yang
sama di dalam pernikahan selama pernikahan masih berlangsung dan waktu
perceralan.
2. Pernikahan dianggap telah terjadi hanya dengan persetujuan yang bebas
sepenuhnya dari kedua belah pihak calon mempela.
Dengan adanya kontroversial inilah maka tidak semua Negara yang tergabung
dalam perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dan menerima konsep-konsep HAM itu secara
totalitas. Lebih-lebih lagi negara-negara muslim dan yang menjadikan Al-Quran dan
Hadis sebagai dasar negaranya semisal Saudi Arabia.
B. Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan Islam
Manusia adalah mahkluk allah yang paling sempurna. Kesempurnaan manusia tidak
hanya dilihat dari segi fisik atau jasmani tetapi juga dari segi ruhani. Secara ruhaniah,
manusia dilengkapi dengan akal pikiran, hati (qalbu) dan nafsu (syahwat). Dari ketiga
macam instrumen ini lahirlah tindakan-tindakan yang berperikemanusiaan (manusiawi).
Allah berfirman:

ِ ‫َولَـقَۡ`د َكرَّمۡ نَا بَنِ ۡۤى ٰا َد َم َو َح َم ۡل ٰنهُمۡ فِى ۡالبَرِّ َو ۡالبَ ۡح ِر َو َر َز ۡق ٰنهُمۡ ِّم َن الطَّي ِّٰب‬
‫ت‬
ِ ‫َوفَض َّۡل ٰنهُمۡ َع ٰلى َكثِ ۡي ٍر ِّم َّم ۡن َخلَ ۡقنَا تَ ۡف‬
‫ض ۡي ًل‬
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di
darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan

3
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”
(QS. AL-Isra’17:70)

Untuk dapat menjalankan tugas serta fungsi kekhalifahan tersebut, maka setiap
individu harus mengerti dan menyadari terlabih dahulu hak-hak dasar yang diberikan
Allah kepadanya, seperti kebebasan, persamaan, perlindungan, dan sebagainya. Dia
hendaknya sadar betul bahwa hak-hak tersebut bukan pemberian dari seseorang.
organisasi, atau Negara tapi adalah anugerah Allah yang sudah dibawanya sejak lahir ke
alam dunia. Hak-hak itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan hak-hak asasi
manusia (HAM). Tanpa memahami hak-hak tersebut adalah mustahil ia dapat
menunaikan tugas-tugas serta kewajibannya sebagai khalifah Allah dengan baik.

C. Perbandingan HAM Barat Dan Dalam Islam


Adapun perbedaan yang mendasar antara HAM Barat dan HAM dalam perspektif
Islam antara lain :

1. HAM Barat (UDHR) bersumber pada pemikiran filosofis semata, karena ia


sepenuhnya produk otak manusia. Sedangkan HAM dalam Islam bersumber
pada ajaran Al-Quran dan Sunnah. Karena itu, HAM Barat terkesan sangat
sekularistik.
2. HAM Barat lebih bersifat antrofosentrik, maksudnya ialah manusialah yang
menjadi fokus utama. Manusia dilihat sebagai pemilik sepenuhnya hak tersebut.
Maka pertanggung jawaban dalam menegakkan HAM lebih berpijak serta
berorientasi kepada nilai-nilai kemanusiaan semata. Sedangkan HAM di dalam
Islam bersifat theosentrik. Manusia dalam hal ini dilihat hanya sebagai makhluk
yang dititipi hak-hak dasar oleh Tuhan, bukan sebagai pemilik mutlak. Oleh
Karena itu ia wajib memeliharanya sesuai dengan aturan Tuhan. Penggunaan
hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan keinginan Tuhan. Dalam
penegakkannya, selain untuk kepentingan kemanusiaan juga didasari atas
kepatuhan/ketaatan melaksanakan perintah Tuhan dan dalam rangka mencari
keridhaan-Nya. Maka di dalam menegakkan HAM itu tidak boleh berbenturan
dengan ajaran syariat secarakomprehensif.

4
3. HAM Barat lebih mengutamakan hak daripada kewajiban, karena itu ia lebih
terkesan individualistik. Dalam hal ini. penggunaan hak oleh seseorang kurang
memperhatikan kewajiban memelihara hak orang lain. Sedangkan HAM dalam
Islam mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban pada seseorang.
Karena itu, kepentingan sosial (kebersamaan) sangat diperhatikan. Penggunaan
hak-hak pribadi di dalam Islam tidak boleh merugikan atau mengabaikan
kepentingan orang lain. Seseorang yang memiliki harta yang melimpah sehingga
dengan hartanya tersebut berpotensi merusak atau merugikan orang lain, maka
tindakan penggunaan hak itu boleh dibatasi.
4. HAM Barat lebih bersifat individualistik, dimana kepentingan indvidu sangat
diutamakan bahkan bisa mengabaikan serta mengalahkan kepentingan sosial.
Sedangkan HAM dalam pespektif Islam selain melindungi kepentingan individu
juga menjaga kepentingan sosial secara berimbang. Karena itu segala sesuatu
yang berpotensi menimbulkan kemudaratan harus dicegah. Misalnya larangan
khalwat, yakni berduaan di tempat yang sepi bagi dua insan yang berbeda jenis
kelaminnyal yang bukan mahram dan tidak ada kepentingan tertentu yang dapat
dikategorikan ke dalam hal-hal yang bersifat darurat. Selain itu, penggunaan hak
individu menurut Islam harus memperhatikan kepentingan dan tidak boleh
merugikan orang lain. Di zaman Rasulullah pernah terjadi suatu kasus seorang
dari golongan Anshar datang mengadu kepada Rasulullah bahwa pohon kurma
tetangga kebunnya, Samurah bin Jandub, condong dan masuk ke kebunnya
hingga ia dan keluarganya. merasa dirugikan. Samurah tidak mau memotong
pohon tersebut karena merasa itu adalah hak miliknya. Tetapi Rasullah
memerintahkan agar Samurah mencabut pohon tersebut.
5. HAM Barat memandang manusia sebagai pemilik penuh atas hak-haknya,
sedangkan HAM dalam perspektif Islam memandang manusia sebagai penerima
titipan (amanah) Allah terhadap hak-haknya dan bukan pemilik secara mutlak.
Oleh karenanya, manusia sadar bahwa dirinya akan dimintai
pertanggungjawaban kepada Allah atas hak-hak tersebut.

Dalam mengantisipasi terjadinya pelanggaran terhadap hak hak manusia, Islam


berpandangan lebih jauh ke depan. Tindakan preventif atas pelanggaran HAM lebih
diutamakan dari pada represif. Misalnya, seseorang yang diperkirakan punya gerak-

5
gerik yang mencurigakan untuk melakukan kejahatan atau tindakan yang dapat
merugkan orang lain boleh dicegah tangannya. Karena itu, misalnya Islam melarang
khalwat (berduaan di tempat yang sepi). antara dua jenis kelamin yang berbeda yang
bukan muhrim. Larangan tersebut tidak boleh diterjemahkan sebagai pelanggaran hak-
hak asasi seseorang, tetapi lebih dilihat pada tindakan antisipasi atau pencegahan atas
kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM yang lebih fatal lagi.

Tindakan pencegahan itu di dalam Islam di ibaratkan pula sebagai "larangan


terhadap orang-orang yang sedang bermain-main di pinggir jurang karena
dikhawatirkan mereka akan terjatuh ke dalamnya". Bahkan ada sebuah kaidah di dalam
uxhul figh dar ul mafasid menyebutkan muqaddamun 'ala jalbil mashalih) artinya
mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada berbuat kebajikan. Ini tentu saja jauh
berbeda dari HAM yang berpandangan antrofosentrik dan yang hanya mementingkan
hak-hak pribadi, pencegahan kurang diperhatikan karena takut dituduh melanggar
HAM. Hal ini dapat mengakibatkan merajalelanya kejahatan di sana sini. Itulah di
antara kelemahan HAM dalam paradigma Barat yang dipropaganda oleh Amerika
Serikat dan sekutu-sekutunya.

D. Hak Asasi Manusia Dalam Al-Qur’an


1. Persamaan di dalam Politik dan Hukum

Berkenaan dengan hal ini Allah berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 13.

َ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشع ُْوبًا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل لِتَ َع‬
ۚ ‫ارفُ ْوا‬
‫اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم َخبِ ْي ٌر‬
Hai manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Teliti.

Ayat ini menjelaskan bahwa kedudukan manusia sisi Allah adalah sama. Yang
membedakan di antara mereka hanyalah kualitas ketakwaannya. Sehubungan dengan ini

6
Islam tidak membenarkan tindakan diskriminatif antara manusia yang didasarkan pada
suku, bangsa, ras, warna kulit, pangkat maupun jabatan dan sebagainya. Sungguhpun
demikian, ini bukan berarti bahwa Islam tidak mengakui adanya kelebihan antara
seseorang dan yang lainnya seperti kelebihan- kelebihan dalam bidang ilmu, harta,
keahlian dan keterampilan. Pada sisi lain Allah SWT juga menegaskan dalam surat An-
Nahl ayat 71.

ٰ ‫هّٰللا‬
ِ ۚ ‫ْض فِى الرِّ ْز‬
‫ق‬ ٍ ‫ْض ُك ْم َعلى بَع‬
َ ‫َو ُ فَض ََّل بَع‬
Allah telah melebihkan sebagian di antara kamu dan sebagian yang lain dalam
hal rezeki…”

Hanya saja kelebihan-kelebihan yang ada itu tidak boleh dijadikan dalih untuk
bertindak secara tidak adil.

2. Hak berekspresi dan Mengeluarkan Pendapat

Terkait hal ini Allah berfirman dalam surah Ali 'Imran ayat 104.

ِ ‫َو ْلتَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْد ُع ْو َن اِلَى ْال َخي ِْر َويَْأ ُمر ُْو َن ِب ْال َم ْعر ُْو‬
‫ف َويَ ْنهَ ْو َن َع ِن‬
ٰۤ ُ
‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِح ُْو َن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫ْال ُم ْن َك ِر ۗ َوا‬
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung.

Dan firman Allah Ta'ala dalam QS. Az-Zumar ayat 17-18.

‫ين هَ َداهُ ُم‬ َ ‫ُون َأحْ َسنَهُ ُأولَِئ‬


`َ ‫ك الَّ ِذ‬ َ ‫ُون ْالقَ ْو َل فَيَتَّبِع‬ َ ‫فَبَ ِّشرْ ِعبَا ِد الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْستَ ِمع‬
‫ب‬ ْ ‫وا‬
ِ ‫األلبَا‬ ْ ُ‫ك هُ ْم ُأول‬ `َ ‫هَّللا ُ َوُأولَِئ‬
"..........maka sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, (yaitu) mereka yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka

7
itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-
orang yang mempunyai akal."

Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya


kepada orang lain, mengingatkan kepada kebenaran,kebajikan serta mencegah
kemungkaran. Bahkan hal itu disampaikan bukan saja karena ada hak tapi sekaligus
merupakan suatu kewajiban setiap orang beriman. Demikian pula kita juga disuruh
untuk mendengarkan dan mengeluarkan pendapat untuk kemudia memilih yang terbaik
diantara pendapat-pendapat yang ada.Kemudian,ditegaskan juga didalam sebuah hadist
bahwa kebenaran itu harus disampaikan meskipun dirasakan pahit, baik bagi diri orang
lain maupun sendiri.

3. Hak Berpartisipasi dalam Politik dan Pemerintahan

Di dalam Islam, setiap keputusan yang menyangkut keputusan bersama harus


diambil dengan jalan musyawarah. Termasuk didalamnya perihal pengangkatan seorang
pemimpin. Kehendak rakyat atau anggota masyarakat hendaklah dijadikan dasar bagi
kekuasaan pemerintahan

Allah berfirman dalam surah Asy-Syura ayat 38.

‫َوالَّ ِذي َْن ا ْستَ َجاب ُْوا لِ َربِّ ِه ْم َواَقَا ُموا الص َّٰلوۖ`ةَ َواَ ْم ُرهُ ْم ُش ْو ٰرى بَ ْينَهُ ۖ ْم َو ِم َّما‬
‫ۚ ر َز ْق ٰنهُ ْم يُ ْنفِقُ ْو َن‬
َ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan
salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

4. Hak Wanita Sederajat dengan Pria (Persamaan)

Al-Quran banyak sekali berbicara mengenai hak-hak kaum wanita. Bahkan hak-
hak wanita yang ditegaskan oleh Al-Quran itu sebagian besar tidak pernah diperoleh
kaum wanita dalam sejarah hidupnya sebelum Al-Quran diturunkan, terutama seperti
yang dialami oleh kaum wanita zaman jahiliyah (pra Islam). Diantara hak-hak wanita
yang disebutkan Al-Quran, misalnya hak memperoleh nafkah; hak untuk memperoleh

8
bagian dalam harta warisan; hak untuk berusaha dan memperoleh hasil dari yang
diusahakannya; dan hak memilih pasangan hidupnya. Berikut ini adalah penjelasan Al-
Quran dan Hadis mengenai hak-hak wanita.

a. Hak memperoleh perlindungan dan perlakuan yang wajar.

Firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 34:

‫هّٰللا‬
‫ْض َّوبِ َمٓا‬
ٍ ‫ْضهُ ْم َعلى بَع‬
ٰ َ ‫اَلرِّ َجا ُل قَ َّوا ُم ْو َ`ن َعلَى النِّ َس ۤا ِء بِ َما فَض ََّل ُ بَع‬
‫ب بِ َما َحفِظَ هّٰللا ُ َۗو ٰالّتِ ْي‬ ٌ ‫ت ٰحفِ ٰظ‬
ِ ‫ت لِّ ْل َغ ْي‬ ٌ ‫ت ٰقنِ ٰت‬ُ ‫صلِ ٰح‬ ّ ٰ ‫اَ ْنفَقُ ْوا ِم ْن اَ ْم َوالِ ِه ْم ۗ فَال‬
ۚ ‫اج ِع َواضْ ِرب ُْوهُ َّن‬ ِ ‫ض‬ َ ‫تَ َخافُ ْو َن نُ ُش ْو َزهُ َّن فَ ِعظُ ْوهُ َّن َوا ْه ُجر ُْوهُ َّن ِفى ْال َم‬
‫ان َعلِيًّا َكبِ ْيرًا‬َ ‫فَا ِ ْن اَطَ ْعنَ ُك ْم فَاَل تَ ْب ُغ ْوا َعلَ ْي ِه َّن َسبِ ْياًل ۗاِ َّن هّٰللا َ َك‬
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka
(laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang
saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak
ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah
mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika
mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.
Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.

Ayat ini menyiaratkan perintah agar senantiasa memberikan perlindungan serta


kebutuhan-kebutuhan kepada wanita (istri). Pada saat ia mendurhaka, suami
berkewajiban menyadarkannya dengan cara-cara persuasif dan edukatif. Seorang suami
tidak boleh mencari-cari dalih untuk menyusahkan istrinya ketika ia sudah menyadari
kesalahannya dan kembali ke jalan yang benar. Jadi hak istri bukan hanya sebatas
nafkah tapi juga perlindungan jiwa dan pendidikan ketika kondisi jiwanya dalam
keadaan labil dan cenderung menyimpang dari kebenaran.

b. Hak untuk memperoleh nafkah

9
Allah berfirman dalam Surat At-Talaq ayat 6:

‫ضيِّقُ ْوا َعلَ ْي ِه ۗ َّن‬


َ ُ‫ض ۤارُّ ْوهُ َّن لِت‬َ ُ‫ْث َس َك ْنتُ ْم ِّم ْن ُّوجْ ِد ُك ْم َواَل ت‬ ُ ‫اَ ْس ِكنُ ْوهُ َّن ِم ْن َحي‬
‫ضع َْن‬ َ ْ‫ضع َْن َح ْملَه ۚ َُّن فَا ِ ْن اَر‬ َ َ‫ت َح ْم ٍل فَا َ ْنفِقُ ْوا َعلَ ْي ِه َّن َح ٰتّى ي‬ ِ ‫َواِ ْن ُك َّن اُواَل‬
‫ض ُع‬ ِ ْ‫ف َواِ ْن تَ َعا َسرْ تُ ْم فَ َستُر‬ ٍ ۚ ‫لَ ُك ْم فَ ٰاتُ ْوهُ َّن اُج ُْو َرهُ ۚ َّن َوْأتَ ِمر ُْوا بَ ْينَ ُك ْم ِب َم ْعر ُْو‬
‫لَهٗ ٓ اُ ْخ ٰر ۗى‬
Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka, dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Ayat ini menjelaskan hak-hak perempuan (istri) berupa nafkah dan tempat tinggal
yang layak dan sesuai dengan kemampuan suami, meskipun ia sudah di talak yang
kondisinya dalam keadaan hamil. Apabila ia sudah melahirkan ia masih berhak
memperoleh nasfkah (biaya) dari mantan suaminya untuk memelihara anaknya. Hal itu
harus dilaksanakan dengan jalan musyawarah. Ayat ini sekaligus memberi petunjuk
kepada kita bahwa purusnya hubungan perkawinan tidak boleh membuat putusnya
hubungan silaturrahim antara seseorang dan mantan istrinya atau sebaliknya, apalagi
rasa dendam dan permusuhan. Sebab, walau bagaimanapun di mata anak-anaknya
mereka berdua adalah orang tua tempat berlindung.

10
c. Hak untuk memperoleh bagian harga warisan.

Dalam QS. An-Nisa Ayat 7, yang berbunyi.

‫ك‬ ِ َ‫ك ْال َوالِ ٰد ِ`ن َوااْل َ ْق َرب ُْو ۖ َن َولِلنِّ َس ۤا ِء ن‬


َ ‫صيْبٌ ِّم َّما تَ َر‬ َ ‫صيْبٌ ِّم َّما تَ َر‬
ِ َ‫ال ن‬ ِ ‫لِلرِّ َج‬
‫ص ْيبًا َّم ْفر ُْوضًا‬ ِ َ‫ْال َوالِ ٰد ِن َوااْل َ ْق َرب ُْو َن ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ اَ ْو َكثُ َر ۗ ن‬
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya,
dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua
dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.

Diriwayatkan bahwa Ummu Kuhhah istri Aus bin Sabit mengadukan


persoalannya kepada Rasulullah, bahwa setelah Aus gugur dalam Perang Uhud, lalu
harta peninggalan Aus diambil seluruhnya oleh saudara laki-laki Aus tanpa menyisakan
sedikit pun untuk dirinya dan dua putrinya hasil perkawinannya dengan Aus, kemudian
turunlah ayat ini. Bagi laki-laki dewasa atau anak-anak yang ditinggal mati orang tua
atau kerabatnya ada hak bagian waris dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya yang akan diatur Allah kemudian, dan begitu pula bagi perempuan dewasa
atau anak-anak yang ditinggal mati orang tua atau kerabatnya ada hak bagian waris pula
dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik harta peninggalan itu
jumlahnya sedikit atau banyak. Hak mewarisi itu diberikan menurut bagian yang telah
ditetapkan oleh Allah.

Apabila anak yatim mendapat peninggalan harta dari kedua orang tuanya atau
kerabatnya yang lain mereka sama mempunyai hak dan bagian. Masing-masing mereka
akan mendapat bagian yang telah ditentukan oleh Allah. Tak seorang pun dapat
mengambil atau mengurangi hak mereka. Jadi, ayat ini menjelaskan bahwa perempuan
berhak memperoleh bagian tertentu dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabat-
kerabat lain. Pernyataan Allah ini sekaligus menghapus tradisi umat jahiliah yang tidak
memberikan hak apa-apa kepada perempuan untuk menerima bagian dari peninggalan
suaminya. Di dalam tradisi masyarakat jahiliah, perempuan jangankan berhak menerima
harga warisan suaminya, bahkan tidak jarang terjadi dirinyalah yang dijadikan sebagai
warisan dari suaminya untuk laki-laki lain.

11
d. Hak untuk berusaha dan memperoleh hasil usahanya.

Allah berfirman dalam Q.S An-Nahl ayat 97 yang berbunyi.

ً‫صالِحًا ِّم ْن َذ َك ٍر اَ ْو اُ ْن ٰثى َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهٗ َح ٰيوةً طَيِّبَ ۚة‬ َ ‫َم ْن َع ِم َل‬
‫َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْم اَجْ َرهُ ْم بِاَحْ َس ِن َما َكانُ ْوا يَ ْع َملُ ْو َن‬
Artinya:

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan


beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan
Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Maka dapat kita tafsirkan, barang siapa mengerjakan kebajikan sekecil apa pun,
baik dia laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman dan dilandasi keikhlasan,
maka pasti akan Allah berikan kepadanya kehidupan yang baik di dunia dan akan di beri
dia balasan di akhirat atas kebajikannya dengan pahala yang lebih baik dan berlipat
ganda dari apa yang telah mereka kerjakan. Kemudian Allah SWT dalam ayat ini
berjanji bahwa Allah SWT benar-benar akan memberikan kehidupan yang bahagia dan
sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, yang
mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan sunnah
Rasul, sedang hati mereka penuh dengan keimanan.

Rasulullah SAW bersabda :

Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh


beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup dan menerima dengan
senang hati atas pemberian Allah. (Riwayat Ahmad) Kehidupan bahagia dan sejahtera
di dunia ini adalah suatu kehidupan di mana jiwa manusia memperoleh ketenangan dan
kedamaian karena merasakan kelezatan iman dan kenikmatan keyakinan. Jiwanya
penuh dengan kerinduan akan janji Allah, tetapi rela dan ikhlas menerima takdir.
Jiwanya bebas dari perbudakan benda-benda duniawi, dan hanya tertuju kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta mendapatkan limpahan cahaya dari-Nya.

12
Jiwanya selalu merasa puas terhadap segala yang diperuntukkan baginya, karena ia
mengetahui bahwa rezeki yang diterimanya itu adalah hasil dari ketentuan Allah SWT.
Adapun di akhirat dia akan memperoleh balasan pahala yang besar dan paling baik dari
Allah karena kebijaksanaan dan amal saleh yang telah diperbuatnya serta iman yang
bersih yang mengisi jiwanya. Jadi, dari perkataan orang yang sebagian berpendapat
bahwa tugas perempuan hanya di dalam rumah, itu adalah tidak benar dan tidak punya
alasan yang bisa di pertanggung jawabkan menurut syari'ah. Karena dahulu, pada zaman
Nabi Muhammad SAW, banyak perempuan yang aktif dalam berbagai bidang
pekerjaan. Seperti Khadijah, istri Rasul yang terkenal sebagai seorang wanita pedagang
yang sukses, dan Zainab binti Jahsy sebagai penyamak kulit binatang.

e. Hak untuk Memilih Pasangan Hidup

Didalam sebuah hadist dariibnu abbas, Rasuslullah SAW bersabda yang artinya :

“sesungguhnya seorang gadis telah datang mengadukan halnya kepada Rasullah SAW
bahwa ia telah dikawinkan oleh bapaknya dan ia tidak menyukainya. Maka Nabi SAW
memberi kesempatan kepadanya untuk meneruskan atau untuk membatalkan
perkawinan itu”. (H.R Ahmad, Abu Daud, ibnu Majah, dan Daru Quthni)

Dari hadist ini dapat di pahami bahwa betapa Rasulullah SAW menjunjung tinggi hak
wanita dan menentukan pasangan hidup (jodoh) nya. Sebab, rumah tangga dapat berdiri
dengan kokoh apabila dibina atas dasar cinta dan kasihh saying Antara suami dan istri.
Sedangkan perkawinan yang dilakukan dengan paksa jauh dari kemungkinan untuk
dapat membina rasa cinta dan kasih sayang itu.

5. Hak Kebebasan Memilih Agama

Sehubungan dengan kebebasan memilih agama dan kepercayaan ini Allah


berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 256

ٰ
‫ت‬ِ ‫ين ۖ قَد تَّبَي ََّن ٱلرُّ ْش ُد ِم َن ْٱل َغ ِّى ۚ فَ َمن يَ ْكفُرْ بِٱلطَّ ُغو‬
ِ ‫ٓاَل ِإ ْك َراهَ فِى ٱل ِّد‬
َ ِ‫ك بِ ْٱلعُرْ َوة ْٱل ُو ْثقَ ٰى اَل ٱنف‬
‫صا َم لَهَا ۗ َوٱهَّلل ُ َس ِمي ٌع‬ َ ‫َويُْؤ ِم ۢن بِٱهَّلل ِ فَقَ ِد ٱ ْستَ ْم َس‬
‫َعلِيم‬
ٌ

13
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.

Berdasarkan ayat ayat diatas ini, menjelaskan bahwa masalah menganut suatu
agama atau kepercayaan sepenuhnya diserahkan kepada manusia itu sendiri untuk
memilihnya. Menganut suatu agama atau kepercayaan tidak boleh ada pemaksaan-
pemaksaan dari pihak manapun karna Antara jalan yang benar dan jalan yang
salahsudah di perintahkan untuk berdakwa yang tujuannya menyeru.

6. Hak Dan Kesempatan Yang Sama Untuk Memperbolah Kesejahteraan


Sosial

Sehubungan dengan hak untuk memperboleh kesempatan yang sama allah


berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 29

ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َما فِي اَأْلر‬


‫ض َج ِميعًا ثُ َّم ا ْستَ َو ٰى ِإلَى ال َّس َما ِء فَ َس َّواهُ َّن‬ َ َ‫هُ َو الَّ ِذي َخل‬
‫ت ۚ َوهُ َو ِب ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬ َ ‫َس ْب َع َس َم‬
ٍ ‫اوا‬
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu.

Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari apa-apa yang sudah disiapkan allah di
permukaan bumi ini. Namun ini bukan berarti bahwa seseorang boleh mengambil secara
sembrono saja tanpa mempedulikan aturan-aturan yang ada .

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mendapatkan rizli yang halal dan baik. Hal
ini dutegaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 168

14
ِ ْ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ُكلُوا ِم َّما ِفي اَأْلر‬
ِ ‫ض َحاَل اًل طَيِّبًا َواَل تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا‬
‫ت‬
`ِ َ‫ال َّش ْيط‬
ٌ ِ‫ان ۚ ِإنَّهُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُمب‬
‫ين‬
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Dengan demikian, menurut islam, meskipun seseorang diperbolehkan


mengambil rezki yang telah di sediakan Allah di mua bumi ini, ia harus menjaga batas-
batas yang dihalalkan. Kemudian berkaitan dengan perlindungan sosial bagi orang
miskin dan golongan ekonomi lemah (dhua”fa”) islam mengajarkan agar bersikap
peduli terhadap nasib fakir miskin dan anak-anak yatim serta orang-orang yang
terlantar. Sehubungan dengan pelayanan dan jaminan sosial terhadap pengangguran dan
orang-orang yang terlantar karna miskin, al-quran surat Al-Ma’un ayat 1-7 :

ُّ‫) َواَل يَحُض‬2( ‫ك الَّ ِذي يَ ُد ُّع ْاليَتِي َم‬


`َ ِ‫) فَ َذل‬1( ‫ين‬ ِ ‫ْت الَّ ِذي يُ َك ِّذبُ بِال ِّد‬َ ‫َأ َرَأي‬
‫صاَل تِ ِه ْم‬ `َ ‫) الَّ ِذ‬4( ‫ين‬
َ ‫ين هُ ْم َع ْن‬ َ ِّ‫صل‬ َ ‫) فَ َو ْي ٌل لِ ْل ُم‬3( ‫ين‬ ِ ‫َعلَى طَ َع ِام ْال ِم ْس ِك‬
َ ‫ُون ْال َما ُع‬
)7( ‫ون‬ َ ‫) َويَ ْمنَع‬6( ‫ون‬ `َ ‫) الَّ ِذ‬5( ‫ون‬
َ ‫ين هُ ْم ي َُرا ُء‬ َ ُ‫َساه‬
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-
orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa islam mempunyai ajaran tentang kepedulian


terhadap orang-orang lemah, baik lantaran miskin, yatim, cacat maupun yang tertindas
yang menjadikan hidup mereka terlantar.

15
7. Hak Kebebasan Bertempat Tinggal Dan Mencari Serta Memberi Suaka

Dalam perspektif Al-Qur’an hak dan kebebasan bertindak dan mencari serta
memberi suaka telah dinyatakan dalam surah Al-Mumtahanah ayatc8-9 ;

‫هّٰللا‬
ِ َ‫اَل يَ ْن ٰهى ُك ُم ُ َع ِن الَّ ِذي َْن لَ ْم يُقَاتِلُ ْو ُك ْم فِى ال ِّدي ِْن َولَ ْم ي ُْخ ِرج ُْو ُك ْم ِّم ْن ِدي‬
‫ار ُك ْم‬
‫اَ ْن تَبَرُّ ْوهُ ْم َوتُ ْق ِسطُ ْٓوا اِلَ ْي ِه ۗ ْم اِ َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِطي َْن‬
‫هّٰللا‬
ِ َ‫اِنَّ َما يَ ْن ٰهى ُك ُم ُ َع ِن الَّ ِذي َْن قَاتَلُ ْو ُك ْم فِى ال ِّدي ِْن َواَ ْخ َرج ُْو ُك ْم ِّم ْن ِدي‬
‫ار ُك ْم‬
ٰ ‫ك هُم‬ ٰۤ ُ ٓ
‫الظّلِ ُم ْو َن‬ ِ ‫َوظَاهَر ُْو̀ا َع ٰلى اِ ْخ َر‬
ُ َ ِٕ ‫اج ُك ْم اَ ْن تَ َولَّ ْوهُ ۚ ْم َو َم ْن يَّتَ َولَّهُ ْم فَا‬
‫ى‬ ‫ول‬
“Allah tidak melarang kalian umat Islam  kepada orang-orang non muslim yang tidak
memerangi kalian dalam (persoalan agama) dan tidak mengusir kalian dari rumah
kalian  untuk berbuat baik dan adil kepada mereka, sungguh Allah menyukai orang-
orang yang berbuat keadilan (8). Yang Allah larang ialah untuk berbuat asih kepada
mereka (orang-orang non muslim) yang memerangi kalian dalam urusan agama dan 
terang-terangan mengusir kalian, orang-orang (muslim) yang berbuat asih dengan
mereka adalah merupakan orang-orang dzalim”

Ayat ini berisi pesan bahwa orang muslim tidak boleh memberikan perlindungan
terhadap non muslim yang tidak mengganggu kepentingan agama dan diri mereka.
Tetapi apabila mereka telah mengganggu kepentingan agama dan keimanan jiwa
mereka ( orang muslim ) islam melarang umatnya bersekongkol dengan mereka. Jadi,
pada prinsipnya islam itu terbuka untuk mengadakan hubungan persaudaraan dengan
menambah wilayah teritorial negerinya dan agamanya sepanjang hal itu tidak
merugikan kepentingan islam dan umatnya.

16
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada individu sejak ia
lahir secara kodrati yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang
tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya. Karena itu, nilai-nilai HAM dengan
prinsip-prinsipnya yang universal adalah bagian dari semangat dan nilai-nilai
syari'ah. Keduanya tidak perlu dipertentangkan. Keduanya justru membentuk
sebuah sinergitas yang harmonis. Dengan menilik potensi-potensi nilai HAM
dalam syari'ah, masa depan HAM di dalam tradisi Islam justru amat cerah
dan memperoleh topangan yang amat kuat. Pertumbuhannya akan mengalami gerak
naik yang amat menggembirakan. Dibutuhkan pemahaman para ulama yang makin
baik tentang sumber-sumber syari'ah dan wawasan kemodern tentang HAM.
Dengan wawasan yang luas tentang ini, para ulama akan menjadi avant-guard
(garda depan) bagi penegakan HAM berdasarkan Syari'ah dan nilai-nilai universal.

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada


para pembaca agar diadakan pengkajian lanjutan yang berjudul sama dengan makalah
ini, agar ditemukan HAM Dalam Perspektif Islam agar menambah wawasan bagi
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

17
Atqiya, N. (2014). HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Islamuna, 171-184.

Dr. Hapni Laila Siregar, M. D. (2021). Islam Kaffah, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNTUK PERGURUAN TINGGI. medan: CV. Kencana Emas Sejahtra.

18

Anda mungkin juga menyukai