Anda di halaman 1dari 32

SUMBER-SUMBER KEISLAMAN HAM

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur


Mata Kuliah: Hukum Islam dan HAM
Dosen Pengampu: Ahmad Rofii, MA, LLM., Ph.D.

Disusun oleh Kelompok 3 (HK C / Semester 5):


1. Firman Nurhakim (2108201093)
2. Mustain Bilah (2108201094)
3. Kharisma Ayu A.P.S. (2108201103)
4. Fatichatush Sholichah (2108201107)

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Sumber-Sumber Keislaman Ham ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ahmad Rofii, MA,
LLM., Ph.D. Pada Mata Kuliah Hukum Islam dan HAM. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sumber-Sumber Keislaman
Ham bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenan dengan materi pembahasan maupun
dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selalu
para penulis usahakan. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad
Rofii, MA, LLM., Ph.D. selalu dosen mata kuliah Hukum Islam dan HAM yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang Saya tekuni. Saya juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, 17 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Ayat-Ayat Al-Qur‟an Terkait HAM .......................................................................3


B. Hadis Nabi Terkait HAM .......................................................................................8
C. Ijma dan HAM .....................................................................................................13
D. Signifikansi Ijtihad dalam Memahami Persoalan HAM menurut Islam ...............20
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 25

A. Kesimpulan ..........................................................................................................25
B. Saran ....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk Tuhan secara kodrati dianugerahi hak dasar yang
disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya. Dengan hak asasi
tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangannya
bagi kesejahteraan hidup manusia. termasuk didalam menjalankan tugasbdan
fungsinya sebagai khalifah Allah. Hak asasi manusia (HAM) merupakan suatu
hak dasar yang melekat pada diri tiap manusia karena hak tersebut bukanlah
pemberian dari seseorang, organisasi maupun negara melainkan karunia tidak
ternilai dari Allah swt. Akan tetapi banyak manusia termasuk diantaranya umat
Islam tidak. menyadari eksistensi hak-haknya tersebut.

Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia telah
mengatur hak-hak tersebut. Karenanya, setiap manusia harus mengetahui hak-
haknya dan siap memperjuangkannya selama tidak mengambil dan melampaui
batas dari hak-hak orang lain.

Menurut Jan Materson dari komisi Hak Asasi Manusia Perserikataan Bangsa-
Bangsa. Hak Asasi Manusia ialah hak-hak yang melekat pada manusia, yang
tanpa dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Menurut
Baharuddin Lopa, kalimat "mustahil dapat hidup sebagai manusia" hendaklah
diartikan "mustahil dapat hidup sebagai manusia yang bertanggungjawab."
Penambahan istilah bertanggungjawab ialah di samping manusia memiliki hak,
juga memiliki tanggungjawab. atas segala yang dilakukannya. Hak-hak asasi
manusia. adalah hak-hak yang diberikan langsung kepada manusia (hak-hak yang
bersifat kodrati) oleh Tuhan. yang menciptakannya. Oleh karena itu, tidak ada
kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian,
bukan berarti manusia dengan hak- haknya dapat berbuat semaunya, sebab apabila

1
seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan merampas hak asasi orang
lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. 1

B. Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan dibahas dapat dipecahkan, maka perlu disusun
dan dirumuskan suatu permasalahan yang jelas dan sistematik. Perumusan
masalah ini dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam
membatasi permasalahan yang akan dibahas sehingga dapat mencapai tujuan dan
sasaran yang jelas serta sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan uraian latar
belakang yang ada, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja Ayat-Ayat Al-Qur‟an mengenai HAM?


2. Apa saja Hadis Nabi terkait HAM?
3. Apa yang dimaksud Ijma dan HAM?
4. Apa Signifikansi Ijtihad dalam Memahami Persoalan HAM menurut
Islam?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penulisan ini sebagai
berikut :

1. Untuk mengetahui apa saja Ayat-Ayat Al-Qur‟an mengenai HAM


2. Untuk mengetahui apa saja Hadis Nabi terkait HAM.
3. Untuk mengetahui pengertian Ijma dan HAM
4. Untuk mengetahui Signifikansi Ijtihad dalam Memahami Persoalan
HAM menurut Islam.

1
Baharuddin Lopa. 1999. Al-Quran dan Hak Asasi Manusia. PT. Dana Bhakti Prima
Yasa, Yogyakarta, hal 1.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat-Ayat Al-Qur’an Terkait HAM


Setiap manusia memiliki hak yang asasi (mendasar) yang tidak bisa dicabut
dan dilepaskan hanya karena perbedaan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
bahasa, politik, kebangsaan, dan status lainnya. Islam sebagai agama yang
universal telah mengajarkan akan pentingnya hak-hak asasi manusia secara umum
tanpa memandang agama, ras, suku dan bahasa. Empat belas abad yang silam,
Islam telah mendeklarasikan bahwa manusia memiliki kedudukan derajat dan
martabat yang sama. Karena pada dasarnya manusia merupakan ciptaan Allah
yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah yang lain
sebagaimana dalam Al-quran.

ِ ْ ‫نَمَذْ َخهَ ْمَُا‬


‫اْل َْ َساٌَ فِ ْْٓي ا َ ْح َس ٍِ ت َ ْم ِٕي ٍْۖى‬

nitrA nihrn :itiaunrert :rtg ar mrhr: nitnge -rAnat rm K gtgggnu “r:a nitrA
nraet r- rtg inrae

1. Hak Persamaan dan Kebebasan

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengisyaratkan dan mengajarkan


prinsip-prinsip dasar Hak Asasi Manusia. Dalam Al-Quran surat Al-Isra‟ ayat 70,
Allah telah memberikan penjelasan yang sangat terang benderang terkait harkat
dan martabat seluruh umat manusia.

ِ ‫ت َٔفَض َّْه ُٰ ُٓ ْى َع ٰهٗ َكثِيْز ِ ّي ًَّ ٍْ َخهَ ْمَُا ت َ ْف‬


‫ضي اًْل‬ َّ ‫َٔنَمَذْ ك ََّز ْيَُا َبُِ ْْٓي ٰادَ َو َٔ َح ًَ ْه ُٰ ُٓ ْى فِٗ ْان َب ِ ّز َٔ ْان َبح ِْز َٔ َرسَ ْل ُٰ ُٓ ْى ِ ّيٍَ ان‬
ِ ‫ط ِيّ ٰب‬

Terjemahan

Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna.

3
Setiap manusia di muka bumi ini adalah makhluk yang dimuliakan oleh
Allah. Jika Allah saja Dzat yang Maha Pencipta telah memuliakan manusia, maka
sangat naif sekali jika sesama manusia saling mencaci maki dan menghina orang
lain. Setiap manusia telah memiliki hak, harkat dan martabat asasi yang harus
dihormati oleh sesama.

‫ش َٓذَا َء ِب ْان ِم ْس ِظ لَ َّٕ ِاييٍَ ُكَُٕٕا آ َيُُٕا ا َّنذِيٍَ أَيُّ َٓا‬ ِ َّ ِ ْٕ َ‫أ َ ْٔ َغ ُِيًّا َي ُك ٍْ ِإ ٌْ ۚ َٔ ْاْل َ ْل َز ِبيٍَ ْان َٕا ِنذَي ٍِْ أ َ ِٔ أ َ َْفُ ِس ُك ْى َعهَ ٰٗ َٔن‬
ُ ‫لِل‬

‫َّللا َكاٌَ بِ ًَا تَعْ ًَهٌَُٕ َخبِ ا‬


‫يزا‬ ُ ‫الِلُ أ َ ْٔنَ ٰٗ بِ ِٓ ًَا ٍۖ فَ ًَل تَتَّبِعُٕا ْان َٓ َٕ ٰٖ أ َ ٌْ ت َ ْع ِذنُٕا َٔإِ ٌْ ت َْه ُٕٔا أ َ ْٔ ت ُ ْع ِز‬
َ َّ ٌَّ ِ ‫ضٕا فَإ‬ َّ َ‫يزا ف‬
‫فَ ِم ا‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabat mu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata)
atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui
segala apa yang kamu kerjakan." (Q.S. An-Nisa Ayat 135)

Adil tentunya tak hanya dalam perkara yang menyangkut diri sendiri,
namun juga urusan orang lain. Dengan seluruh kemampuan yang dimiliki, muslim
harus memastikan semua orang mendapat perlakukan yang adil tanpa kecuali.

Ayat tersebut juga memerintahkan muslim tidak membiarkan praktik


ketidakadilan diterapkan di lingkungannya. Muslim wajib berusaha semaksimal
mungkin menghentikan praktik yang tidak adil. Setelah terbentuk praktik yang
lebih baik dan adil, muslim wajib melindunginya sehingga bisa dilanjutkan
generasi berikutnya.

َ ‫ط ْْٕٓا اِنَ ْي ِٓ ْى ا ٌَِّ ه‬


ُّ‫َّللا ي ُِحب‬ ِ ‫َّللاُ َع ٍِ انَّ ِذيٍَْ نَ ْى يُمَا ِتهُ ْٕ ُك ْى ِفٗ ان ِذّي ٍِْ َٔنَ ْى يُ ْخ ِز ُج ْٕ ُك ْى ِ ّي ٍْ ِد َي‬
ُ ‫ار ُك ْى ا َ ٌْ ت َ َب ُّز ُْْٔ ْى َٔت ُ ْم ِس‬ ‫َْل َي ُْٰٓ ى ُك ُى ه‬
ِ ‫ْان ًُ ْمس‬
ٍَ ‫ِط ْي‬

niAai:rnrt

hArtg -rhhrn namre :ihrArtg er:g niAngrn nrae mrt niAhreg rmah niAnrmru hArtg
rtg namre :i:iArtga:g mrhr: gAg rt rgr:r mrt namre :itgg aA er:g mrAa

4
hArtg rtg niAhreg-gi gtgggnt r rhhrn :itiatnra hArtg .er:ugtg nrhr:rt:g
.rmah

Lalu ada penjelasan tafsir kemenag RI, yakni rhhrn namre :ihrArtg er:g
niAngrn nrae mrt niAhreg rmahu erAitr einraert mrt eirmahrt ang niA aarn gta iA rhu
hArtg eraaA rtg namre :i:iArtga er:g erAitr rgr:r mitgrt -eiurmr hArtg
nhhiArt a niArgr:rm mrt namre :itgg aA er:g mrAa :itiertert eininr rt mrt
er:ugtg nrhr:rt er:gu erAitr er:g niAa:rt eiurmr rhhrn. gi gtgggnt r
hArtg rtg niAhreg rmah nrae niAnrmru maAat r itmaAa -rhhrn :itiatnra hArtg
.:rgugt niAnrmru hArtg hrat

2. Hak Hidup

Lalu selain yang telah dijelaskan ada juga surah lainnya yang berhubungan
mengenai HAM. Hidup adalah karunia yang diberikan oleh Allah SWT yang
Maha Tinggi dan Suci kepada setiap manusia. Seseorang tidak berkuasa sama
sekali untuk melenyapkan tanpa kehendak Allah, sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. al-Hijr/15 : 23.

ٌَ ُٕ‫حْٗ ََُٔ ًِيتُ َََٔ ْح ٍُ ْٱن ٰ َٕ ِرث‬


‫َٔ ِإََّا نََُ ْح ٍُ َُ ِۦ‬

Terjemahnya: Dan sungguh, Kamilah yang menghidupkan dan mematikan dan


Kami (pulalah) yang mewarisi.2

Pelanggaran atas kehidupan seseorang tanpa haq adalah merupakan


pelanggaran terhadap seluruh masyarakat. maka dari itu adanya balas atau qishas
daripada si pelanggar tadi untuk melindungi kehidupan masyarakat seluruhnya.
Sehubungan dengan masalah hak hidup, Ali Yafie mengatakan bahwa: Ketentuan
disyariatkannya perlindungan keselamatan diri (jiwa, raga, dan kehormatan)
mengisyaratkan dengan jelas adanya hak hidup dalam setiap insan. Dengan

2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya (Edisi Revisi;
Surabaya: Karya Agung, 2006), h. 356.

5
demikian manusia dilarang pula membunuh, melukai, dan menganiaya sesama
manusia.3

3. Hak Kehormatan Diri

Lalu dijelaskan mengenai kehormatan diri seseorang, secara asasi setiap


manusia mempunyai kehormatan diri. Dapat dikatakan bahwa anugerah terbesar
yang diberikan Allah kepada manusia adalah kehormatan diri. Dalam Q.S. al-
Isra‟/17 : 70 Allah SWT berfirman:

ِ ‫ت َٔفَض َّْه ُٰ ُٓ ْى َع ٰهٗ َكثِيْز ِ ّي ًَّ ٍْ َخهَ ْمَُا ت َ ْف‬


‫ضي اًْل‬ َّ ‫َٔنَمَذْ ك ََّز ْيَُا بَُِ ْْٓي ٰادَ َو َٔ َح ًَ ْه ُٰ ُٓ ْى فِٗ ْانبَ ِ ّز َٔ ْانبَح ِْز َٔ َرسَ ْل ُٰ ُٓ ْى ِ ّيٍَ ان‬
ِ ‫طيِّ ٰب‬

Terjemahnya: Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami
angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rizki dari segala yang
baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami
ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.

Ayat di atas memberikan ultimatum yang cukup jelas bahwa manusia tidak
dapat disangkali menjadi makhluk yang mulia menurut Allah dari sekian banyak
jenis makhluk yang ada yang menempati bumi ini. Musthafa Husni Assiba‟i juga
menulai bahwa: Ayat di atas adalah suatu nash yang jelas dan terang yang
menerangkan bahwa manusia adalah semulia-mulia makhluk yang diciptakan
Allah SWT di atas permukaan bumi ini. Dijelaskan pula bahwa kemuliaan diri
adalah merupakan hak yang utama setiap manusia dan bahwa kemuliaannya itu
terjalin menjadi satu dengan sifat kemanusiaan itu sendiri. Oleh sebab itu apabila
hak kemuliaan diri itu terhapus atau dihalang-halangi, maka masyarakat yang di
situ ia hidup, bukanlah lagi suatu masyarakat yang harmonis, dan bahagia.

Memang hak asasi kehormatan diri tidak berdiri sendiri akan tetapi
kemuliaan itu sangat berkaitan erat dengan masyarakat. Setiap individu hidup
dalam jenis dan kelompok manusia yang selalu dinamis. Hubungan-hubungan
kemanusiaan terjadi sebagai bagian dari kodrat manusia selaku makhluk sosial,
dan dalam komunitas kelompok itu kehormatan diri harus terjamin, dijaga dan

3
Ali Yafie, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga
Ukhuwah (Cet.3; Bandung: Mizan, 1995), h. 148.

6
tidak boleh dilanggar. Pada kelompok manusia juga ditemukan jenis-jenis
kemuliaan itu, yaitu:

1. Kemuliaan persaudaraan sebagai manusia. Q.S. al-Hujarat/49 : 13.

2. Kehormatan persamaan hak. Q.S. al-An‟am/6 : 165.

3. Kehormatan keadilan dalam peradilan. Q.S. an-Nisa‟/4 : 58.

4. Kehormatan nama baik keluarga. Q.S. an-Nur/24 : 4-5.26

Dengan demikian hak kehormatan diri disandang manusia secara pribadi


dan terdapat pula dalam jalinan sosial antar sesama manusia. Artinya, hal
kehormatan diri di samping beridi sendiri bersamaan dengan eksistensi manusia,
juga dijumpai dalam sistem kehidupan sosial.

4. Hak Kemerdekaan

Kemerdekaan adalah salah satu hak asasi manusia yang dapat menentukan
harga kehidupan manusia. Kemerdekaan adalah terhindar atau terlepas dari
perbudakan atau dengan kata lain memiliki kemuliaan. Tidak akan mungkin
kemuliaan diperoleh tanpa kemerdekaan oleh karena kemerdekaan adalah aspek
penting dalam hidup manusia. Vatin sebagaimana dikutip oleh Harun Nasution
mengatakan bahwa:
Setiap manusia dilahirkan merdeka. Tidak ada pencabutan hak atas kemerdekaan.
Setiap ibndividu mempunyai hak yang tidak terpisahkan atas segala bentuk
kemerdekaan. Oleh karena itu, manusia perlu berjuang dengan segala cara untuk
melawan pelanggaran atas pencabutan hak itu.4

Di dalam ajaran Islam kemerdekaan mencakup beberapa aspek, yaitu:


a. Kemerdekaan kemanusian meliputi; 1) manusia sejak lahir dilahirkan
oleh ibunya adalah merdeka, 2) manusia tidak boleh diperhamba oleh
seorang manusiapun. Q.S. al-Mulk/67 : 23. 3) seorang manusia yang
merdeka bukanlah milik dari kaumnya, 4) sesuatu umat atau bangsa adalah

4
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Cet. 5, jilid 4; Mesir: Musthafa al Babi
al Halabi, 1974), h. 71-74

7
merdeka di dalam tanah airnya yang di situ hidupnya. Q.S. al-Haj/22 : 39.
5) suatu bangsa yang dilanggar kemerdekaannya, apabila bangun serentak
mempertahankan diri guna melawan kaum aggressor. Q.S. al-Qashas/28 :
5. 6) bagi bangsa yang merdeka yang melihat ada bangsa lain diperlakukan
sewenang-wenang oleh bangsa lain pula, maka wajiblah memberikan
pertolongan. Q.S. an-Nisa‟/4 : 75.
b. Kemerdekaan beragama meliputi; 1) dibebaskannya akal fikiran
manusia dari segala sesuatu yang membentuk khurafat dan ketakhayulan,
2) dibebaskannya setiap manusia darui cengjeraman bertaqlid secara
membuta. Q.S. al-Baqarah/2 : 170. 3) setiap manusia dituntut dan
diperintah menggunakan akal fikirannya. Q.S. al-Ankabut/29 : 50,51. 4)
Tidak ada paksaan dalam beragama. Q.S. alBaqarah/2 : 256, dan lain
sebagainya.

Hak kemerdekaan sebagaimana dikemukakan di atas, mempunyai banyak


aspek yang tidak dapat dijelaskan satu persatu pada tulisan singkat ini. Namun,
satu hal yang perlu dipahami bahwa kemerdekaan adalah sesuatu yang asasi pada
diri manusia sehingga pada bangsa dan negara manapun tidak menghendaki
adanya perbudakan dan penjajahan, sebab itu bertentangan dengan hak asasi
manusia.5

B. Hadis Nabi Terkait HAM


Hukum Islam telah merumuskan pengaturan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia seperti yang tertuang dalam dalam Al-Qur'an dan as-
Sunnah. Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum dan pedoman hidup
telah memberikan penghargaan yang tinggi terhadap Hak Asasi Manusia. Diantara
nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam hadis Nabi, antara lain:

1. Hak hidup
Hukum Islam memberikan perlindungan dan jaminan atas hak hidup
manusia. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan syariat yang melindungi dan

5
Harun Nasution dan Bahriar Effendy, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Cet.2;
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), h. 160.

8
menjunjung tinggi darah dan nyawa manusia melalui larangan untuk
membunuh dan menetapkan hukuman qishash bagi pelaku pembunuhan.6
Hak hidup merupakan hak yang sangat mendasar dan penting untuk
dipertahankan, baik yang menyangkut hidup pribadi ataupun hidup orang lain.
Hak ini harus diberikan kepada orang lain tanpa memperhatikan perbedaan-
perbedaan yang ada di antara mereka.7
Hadis Nabi SAW yang berbicara tentang memelihara hidup adalah
sebagai berikut:

ْ ‫صهَّٗ للاُ َعهَ ْي ِّ َٔ َسهَّ َى ْلَ يَ ِح ُّم دَ ُّو‬


‫اي ِزئ ُي ْس ِهى‬ َ ِ‫س ْٕ ُل للا‬
ُ ‫ال َر‬ َ َ‫ي للاُ َعُُّْ ل‬
َ َ‫ ل‬m‫ال‬ َ ‫ض‬
ِ ‫َّللا ب ٍِْ َي ْسعُٕد َر‬ َ ٍْ ‫َع‬
ِ َّ ‫ع ْب ِذ‬
‫َار ُق ِن ْه َج ًَا َع ِت‬ ِ َّ ‫ َٔانت‬،‫س ِبانَُّ ْف ِس‬
ِ ‫ارنُ ِن ِذ ْيُِ ِّ ان ًُف‬ ُ ‫ َٔانَُّ ْف‬،‫انشاَِي‬ ُ ‫ انث َّ ِي‬m‫ِإْلَّ ِبإ ِ ْحذَٖ ثًَلَث‬
َّ ‫ّب‬

Artinya: “Tidak halal darah seorang muslim melainkan disebabkan


oleh tiga hal: orang yang pernah menikah melakukan zina, jiwa dibalas
dengan jiwa, dan orang yang melepaskan agamanya, memecah belah agama.”
(H.R. Bukhari).
2. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan
kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya
selama tidak mengganggu hak-hak orang lain.8
Nabi Muhammad SAW sejak awal sudah mengimplementasikan
prinsip kebebasan beragama dalam wujud prinsip persamaan dan
penghormatan kepada manusia dalam masyarakat Madinah yang sangat
heterogen sebagaimana tertuang dalam piagam Madinah. Piagam tersebut
intinya menggarisbawahi lima hal pokok sebagai dasar bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Pertama, prinsip persaudaraan dalam Islam
(ukhuwah Islamiyah), umat Islam dari berbagai latarbelakang suku, etnis,

6
Nur Asiah, “Hak Asasi Manusia Perspektif Hukum Islam”, DIKTUM: Jurnal Syariah
dan Hukum, Vol.15 No. 1 (2017), 6.
7
Ade Supriyadi, “Hak Asasi Manusia dan Relevansinya Dengan Islam”, Refleksi, Vol.17
No. 1 (2018), 7.
8
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia Menurut Al-Quran dan Hadis Nabi
Saw”, Jurnal Ilmiah Al-Mu ashirah: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif,
Vol.13 No. 1 (2017), 15.

9
kebudayaan pada hakukatnya bersaudara. Kedua, prinsip saling tolong
menolong dan melindungi, penduduk Madinah yang terdiri dari beragam
agama: penyembah berhala, Yahudi, dan Islam saling membantu dalam
menghadapi lawan. Ketiga, prinsip melindungi yang teraniaya. Keempat,
prinsip saling kontrol. Kelima, prinsip kebebasan beragama.
Karena Piagam Madinah adalah konstitusi negara Madinah, ketetapan
tersebut mengandung makna dan fungsi strategis. Disebut strategis karena
kebebasan melaksanakan agama dan keyakinan bagi komunitas-komunitas
agama di Madinah dijamin secara konstitusional. Dengan ungkapan lain,
kebebasan beragama dijamin oleh negara dan undang-undang.9
3. Hak Bekerja dan Mendapat Upah.
Islam menempatkan setiap manusia apapun jenis profesinya dalam
posisi yang mulia dan terhormat. Hal ini disebabkan Islam sangat mencintai
umat Islam yang gigih bekerja untuk kehidupannya. Bekerja dalam Islam
tidak hanya dipandang sebagai hak tetapi juga merupakan kewajiban. Bekerja
merupakan kehormatan yang perlu dijamin.10 Nabi saw bersabda: “Tidak ada
makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang
dihasilkan dari usaha tangannya sendiri”. (HR Bukhari)
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang
menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak
yang memperkerjakan. Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam
memberi pedoman kepada para pihak yang memperkerjakan orang lain bahwa
prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal, yaitu adil dan mencukupi.11
Prinsip tersebut terangkum dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Ibnu
Majah berikut ini:
َّ ‫جْزُِ لَ ْب َم أ َ ٌْ يَ ِج‬
ُُّ‫ف َع َزل‬ َ َ ‫يز أ‬ ُ ‫أ َ ْع‬
َ ‫طٕا اْل َ ِج‬
Artinya: “Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya:
(HR Ibnu Majah).

9
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia…, 16.
10
Nur Asiah, “Hak Asasi Manusia…, 7.
11
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia…, 17.

10
Maknanya bukan berarti majikan harus memberikan upah kepada
buruh atau pegawainya pada saat keringatnya masih mengalir. Namun
maksudnya adalah hendaknya segera memberikan upah mereka tanpa
menunda-nunda waktu pembayaran yang sudah disepakati, apalagi sampai
tidak membayarkannya.12
4. Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman di antaranya ditunjukkan dengan menyampaikan
hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong menolong dalam
membela hak dan mencegah kezaliman. Bahkan Rasulullah melarang sikap
mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling
muka.13 Sabda Rasulullah:

ُ ‫ ٔ ِع َيادَة‬،‫ ردُّ انسًلو‬m‫خًس‬


ٌّ ‫سهى‬
ِ ًُ ‫سهى عهٗ ان‬ ُّ «m‫ أٌ رسٕل للا ملسو هيلع هللا ىلص لال‬m ُّ‫عٍ أبي ْزيزة رضي للا ع‬
ِ ًُ ‫حك ان‬
‫انعاطس‬
ِ ُ‫ ٔت َشًيت‬،‫ ٔإجابت انذَّعٕة‬،‫ ٔاتباع انجُائش‬،‫انًزيض‬
Artinya: “Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam,
menjenguk yang sakit, mengantar jenazah ke kubur, memenuhi undangan, dan
mendoakan orang yang bersin (HR Bukhari)

5. Hak keadilan dan Persamaan di Depan Hukum


Allah mengutus Rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan
mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia.
Manusia seluruhnya sama di mata hukum.14
Sabda Rasulullah: “Dari Aisyah bahwa orang-orang Quraisy dibuat
susah oleh urusan seorang wanita Makhzumiyah yang mencuri. Mereka
berkata: “Siapa yang mau berbicara dengan Rasulullah untuk memintakan
keringanan baginya? Mereka berkata, siapa lagi yang berani melakukannya
selain dari Usamah bin Zaid kesayangan Rasulullah? Maka Usamah berbicara
dengan beliau, lalu beliau bersabda, adakah engkau memintakan syafa‟at
dalam salah satu hukum-hukum Allah? kemudian beliau berdiri dan
menyampaikan pidato seraya bersabda: “Sesungguhnya telah binasa orang-
12
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia…, 17.
13
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia…, 17.
14
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia…, 18.

11
orang sebelum kalian karena jika orang yang terpandang di antara mereka
mencuri, mereka membiarkannya, dan sekiranya yang mencuri itu orang
lemah di antara mereka, maka mereka menegakkan hukuman atas dirinya.
Demi Allah, sekiranya Fatimah Binti Muhammad mencuri, niscaya kupotong
tangannya (HR Muslim)
Menurut hadis yang diriwayatkan Aisyah bahwa dia menceritakan
seorang perempuan yang sering mengingkari barang yang dia pinjam dari
orang lain, maka Nabi SAW menyuruh untuk dipotong tangannya, maka
Usamah bin Zaid sebagai saudara dan kerabatnya meminta Rasulullah untuk
mengampuni kesalahannya.15
Menurut riayat yang lain ada seorang wanita dari bani Makhzum yang
meminjam barang dari orang lain sekedar sebagai alasan, kemudian dia
mengingkarinya. Suatu kali dia meminjam lagi sebuah perhiasan lalu dia
mengingkarinya. Ketika digeledah, perhiasan itu ada padanya. Kasus ini
didengar Rasulullah, lalu beliau hendak melaksanakan hukuman yang sudah
ditetapkan Allah dengan memotong tangannya. Sementara wanita itu termasuk
wanita bangsawan dan berasal dari keluarga terpandang di kalangan Quraisy. 16
Pencurian adalah termasuk kejahatan yang berhubungan dengan harta.
Pencurian di dalam Islam digolongkan ke dalam bentuk hukuman yang
dimana hak Allah lebih besar dan utama, karena harta sangat berkaitan dengan
kemashlahatan umat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu Islam
mewajibkan dan menetapkan hukuman bagi tindak pidana pencurian demi
keamanan dan terjaganya stabilitas kehidupan umat manusia.17
Termasuk keistimewaan hukuman had adalah tidak dapat diberikan
keringanan bagi pelakunya, karena hak ini berkaitan dengan Allah dan setiap
sesuatu yang menyangkut kehidupan orang banyak, dan merupakan bagian
terpenting dalam kehidupan, tanpa hal itu bisa mengakibatkan kerusakan

15
Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Taisir Allam Syarh Umdat al-
Ahkam, (Jedah: Maktabah As-Sawady Li al-Tauzi‟, 1992), 899
16
Musthafa Muhammad Abu Umrah, uthuf Min Al-Hadyi Min Al-Hadyi An-Nabawy
(Mesir: Maktabah Rosywan, 2008), 102.
17
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia…, 19.

12
tatanan sistem kehidupan manusia baik itu secara duniawi dan ukhrawi.
Berbeda halnya dengan qishash atau diyat yang dimana hak manusia lebih
dominan bagiannya dibanding dengan hak Allah.18
6. Hak Kepemilikan
Harta merupakan sesuatu hal yang penting bagi keberlangsungan hidup
seseorang. Tanpa harta seseorang akan terancam eksistensi hidupnya. Akan
tetapi harta yang dimiliki haruslah harta yang diperoleh dengan cara yang
benar dan sesuai aturan yang berlaku, bukan dengan cara mengambil harta
orang lain atau melakukan penipuan dan pemerasan. Segala bentuk perusakan
ataupun peniadaan terhadap harta orang lain merupakan pelanggaran serius
yang dapat merusak tatanan hidup masyarakat. Oleh karena itu Islam sangat
menekankan pentingnya menjaga harta pribadi dan harta orang lain.19
Nabi Muhammad saw bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta
manusia (berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan
membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan
maksud merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak orang itu".
Rasulullah juga menegaskan secara gamblang tentang hak kepemilikan
dalam hadis berikut ini: “Barangsiapa yng mengambil harta saudaranya
dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan
mengharamkan masuk surga. Lalu ada seorang yang bertanya, “Wahai
Rasulullah meskipun hanya sedikit?” Beliau menjawab, “Meskipun hanya
sebatang kayu arak (kayu untuk siwak).” (HR Muslim)

C. Ijma dan HAM


Sebagai sebuah ajaran, Islam memiliki keistimewaan tersendiri dibanding
dengan agama lain yang ada di dunia ini. Keistimewaan itu paling tidak dapat
dilihat dari fenomena yang terjadi pada masyarakat dunia penghuni bumi ini, yaitu
suatu realitas akan kebenaran Islam sebagai ajaran yang dapat diterima sepanjang
zaman dan di tempat manapun juga. Fenomena ini ada, boleh jadi karena Islam
memiliki dua karakter yang menarik, yaitu orisinil dalam konsepsi dan
18
Muhammad Zaini, “Hak Asasi Manusia…, 19.
19
Ade Supriyadi, “Hak Asasi Manusia…, 16.

13
kondisional dalam aplikasi. Hal ini dapat terlihat empat sumber hukum dalam
Islam. Yaitu Al-Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas. Yang kesemuanya banyak
memberikan kontribusi bagi umat Islam. Khusus pada permasalahan ljma' yang
akan banyak diuraikan pada makalah ini, juga memiliki fungsi guna memenuhi
dua karakter Islam di atas. Di mana keberadaan Ijma' sebagai sumber hukum
Islam, menjadi demikian penting bahkan kekuatan hujjahnya satu tingkat di
bawah Qur' an dan Hadits.

Ijma' sebagaimana didefinisikan oleh sebagian besar ulama Ushul adalah


kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari kaum muslimin pada suatu masa
sesudah wafat Rasulullah SAW atas suatu hukum syara' pada suatu kejadian. Dari
definisi ini kemudian banyak lahir permasalahan Ijma' ini yaitu menyangkut pada
perkembangan pemikiran tentang ljma', rukun-rukun, kedudukan, kemungkinan
terjadinya, macam-macam serta hukum mengingkarinya. Yang kesemuanya ini
nanti akan diuraikan. Sebagian orang memperdebatkan akan layak tidaknya Ijma'
dijadikan hujjah bagi permasalahan hukum. Hal ini didasarkan atas qoth'i atau
tidaknya Ijma' itu sendiri. Tetapi yang jelas bahwa jumhur ulama berpendapat,
keberadaan Ijma' sebagai sumber hukum Islam setelah Qur'an dan Hadits tidak
diragukan lagi.20

1. Pengertian Ijma‟

Ijma‟ menurut bahasa (lughah) ialah mengumpulkan perkara dan memberi


hukum atasnya serta menyakininya. Sedangkan Ijma‟ menurut istilah ialah
kebulatan pendapat semua ahli ijtihad sesudah wafatnya Rasulullah SAW
pada suatu masa atas sesuatu hukum syara‟. Pada masa para sahabat Nabi,
Abu bakar dan Umar di dalam menjalankan Ijma‟ terkesan bahwa Ijma‟ ketika
itu adalah hasil permusyawaratan yang dilakukan oleh mereka dan yang
dipandang dapat mewakili rakyat atas dasar perintah kepala Negara. Akan
tetapi, para mujtahid11 disaat para khulafa‟ tidak mementingkan lagi dasar

20
Ridwan, Muannif, M. Hasbi Umar, and Abdul Ghafar. "Sumber-Sumber Hukum Islam
dan Implementasinya." Borneo: Journal of Islamic Studies 1.2 (2021): 28-41.

14
permusyawaratan namun lebih mengartikan Ijma‟ dengan persetujuan faham
para ahli ijtihad atau para fuqaha‟ terhadap suatu perkara.

Adapun menurut para ahli Ushul Fiqh, pengertian Ijma‟ dapat


dikemukakan sebagai berikut:

 Imam Al-Ghazali yang menyatakan dalam kitab al-Mustasfa bahwa


Ijma‟ merupakan suatu kesepakatan umat Nabi Muhammad Saw atas
satu perkara yang berhubungan dengan urusan agama.

 Imam al-Subki dalam kitabnya Matn Jami‟al-Jawawi, mengungkapkan


bahwa Ijma‟ ialah suatu kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya
Nabi Muhammad saw terhadap persoalan yang berkaitan dengan
hukum syara‟.

Kemudian dikalangan ulama Ushul kontemporer terdapat beberapa


definisi sebagai berikut:

 Menurut Ali Abdul Razak dalam bukunya al-Ijma‟ Fi al-Syari‟at


alIslamiyat menyebukan bahwa Ijma‟ adalah kesepakatan para
mujtahid umat Islam pada suatu masa atas suatu perkara hukum syara‟

 Kemudian menurut Abdul Karim Zaidah dalam kitabnya al-Wajiz Fi


Ushul al-Fiqh menyatakan bahwa Ijma‟ adalah kesepakatan dari para
mujtahid umat Islam pada suatu masa tentang hukum syara‟ setelah
wafatnya Nabi Muhammad Saw.21

Murtadha Muthahhari dan M. Baqir Ash-Shadr dalam bukunya Pengantar


Ushul Fiqih dan Ushul Fiqh Perbandingan, mengungkapkan bahwa Ijma‟
merupakan kesepakatan dengan suara bulat dari para ulama atas suatu
persoalan tertentu. Disamping itu, para ulama Syi‟ah menjelaskan bahwa
Ijma‟ merupakan Hujjah karena jika semua muslim memiliki kesatuan
pandangan, ini merupakan bukti bahwa pandangan tersebut telah diterima olah

21
Asrowi, Asrowi. "Ijma dan Qiyas dalam Hukum Islam." Aksioma Al-Musaqoh 1.1
(2018).

15
Nabi. Tidaklah mungkin semua Muslim mempunyai pandangan yang sama
atas sebuah masalah jika pandangan itu bersumber dari diri mereka sendiri.
Oleh karena itu, konsensus diantara mereka merupakan bukti bahwa asal-usul
pandangan itu adalah dari Sunnah Nabi atau seorang Imam. Pada pendapat
lain Ijma‟ adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada sesuatu masa
atas sesuatu hukum syara‟. Ijma‟ dapat terwujud jika:

 Kebulatan pendapat tersebut dapat terwujud apabila pendapat


seseorang sama dengan pendapat orang-orang lainnya

 Apabila ada yang tidak menyetujui maka tidak ada ijma‟, karena
dengan demikian kebulatan pendapat yang sebenarnya tidak ada hanya
pendapat golongan terbanyak bisa menjadi hujjah

 Jika pada suatu masa hanya terdapat seorang ahli ijtihad, maka tidak
ada kata ijma‟ karena pendapat perseorangan tidak jauh dari
kemungkinan salah

 Kebulatan pendapat orang-orang biasa tidak bisa disebut ijma‟ karena


pendapat ijma‟ harus dipersamakan dengan orang-orang kalangannya.

2. Pengertian HAM

HAM merupakan hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai machluk Tuhan yang Maha Esa, dan merupakan anugerahNya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.22

Hak Asasi manusia adalah hak dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada
individu sejak ia lahir secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Esa yang tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat
manusia.Indonesia merupakan negara yang berlandaskan atas hukum. Sehingga

22
UU HAM No. 39 tahun 1999 pasal 1

16
Negara Indonesia wajib memberi perlidungan Hak Asasi Manusia kepada setiap
masyarakatnya. Sementara negara hukum adalah negara yang berdasarkan pada
kedaulatan hukum. Hukumlah yang berdaulat. Negara adalah merupakan subjek
hukum, dalam arti rechtstaat. Karena negara itu dipandang sebagai subjek hukum,
maka jika ia bersalah dapat dituntut di depan pengadilan karena perbuatan
melanggar hukum.23

Negara Hukum (rechts staat) tidak asing lagi dalam ilmu pengetahuan
ketatanegaraan sejak zaman purba hingga sekarang ini. Hanya di dalam praktek
ketatanegaraan orang masih menyangsikan apakah negara hukum itu sudah
dilaksanakan sepenuhnya. Hal ini dapat dimengerti karena dalam praktek,
pengertian yang bersih menurut teori, masih perlu diperhitungkan dengan faktor-
faktor yang nyata yang hidup dalam masyarakat menurut waktu dan tempat.
Karena itu tidaklah mengherankan, sebab cita-cita yang universal mengenai
negara hukum yang diletakkan dalam konstitusi sering dilanggar dalam praktek.
Jika keadaan semacam ini terusmenerus terjadi, maka negara hukum hanya
bersifat formil, sedangkan kenyataan yang hidup sudah jauh menyimpang
daripada yang dituliskan dalam konstitusi seolah- 85 olah negara hukum ini hanya
suatu mitos saja yang belum pernah terbukti dalam sejarah ketatanegaraan.

Konsep Negara Hukum Indonesia menurut Prof. M. Yamin, sudah lama ada
beribu-ribu tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, yang menjadi
sumber hukum secara tertulis dalam Republik Indonesia. Istilah negara hukum
jauh lebih muda daripada pengertian negara hukum yang dikenal dalam Negara-
negara Indonesia, seperti Sriwijaya, Majapahit, Melayu Minangkabau dan
Mataram. Hasil penyelidikan ini menolak pendapat seolaholah pengertian negara
hukum semata-mata bersumber atau berasal dari hukum Eropa Barat. Tidak
demikian halnya, melainkan pengertian negara hukum telah dikenal dengan baik

23
Hidayat Eko, “Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia,”
Asas: Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam 8, no. 2 (2016): 80–87,
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/1249.

17
dalam perkembangan peradaban yang sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia.24

3. Hubungan Ham dan Negara Hukum

Hubungan antara Hak Asasi manusia dan negara hukum sangat erat. Hak asasi
mausia adalah hak dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak
ia lahir secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang
tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Konsep negara
hukum adalah negara yang berdasarkan pada kedaulatan hukum. Hukumlah yang
berdaulat.

Negara adalah merupakan subjek hukum, dalam arti rechtstaat (badan hukum
republik). Karena negara itu dipandang sebagai subjek hukum, maka jika ia
bersalah dapat dituntut didepan pengadilan karena perbuatan melanggar hukum.
Akhirnya segala kententuan yangdilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan
atas hukum.

Tidak ada sesuatu kebijakan yag dilandasi oleh kekuasaan. Dalam uraian
diatas dapat disimpulkan hubungan antara HAM dan Negara Hukum. Dalam
penegakan Hak Asasi Manusia harus diladasi oleh aturan hukum, yaitu aturan
perundang-undangan. Pemerintah dalam menegakan HAM di negara yang
berasaskan hukum, harus selalu memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku.
Jika pemerintah melakukannya dengan kekuasaan, maka orang yang duduk dalam
pemerintahan itulah yang akan terjerat oleh hukum.Tetapi itupun jika
bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam meliputi, pertama, Syura merupakan


suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit ditegaskan
dalam al-Qur‟an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali
Imran:159. Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal

24
Didi Nazmi Yunas, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, 1992, h. 22

18
sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wal„aqdi pada zaman khulafaurrasyidin.
Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara
atau khalifah Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan
pertimbangan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan sebuah
keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang dikeluarkan oleh
pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga
merupakan bentuk dari pemberian penghargaan terhadap orang lain karena
pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan bersama.

Kedua, al-„adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum


termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara
adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan
keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam
beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90; QS. as-Syura: 15; al-
Maidah: 8; An-Nisa‟: 58, dan seterusnya. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah
negara sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang “ekstrim” berbunyi:
“Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara kafir, sebaliknya negara
yang zalim akan hancur meski ia negara (yang mengatasnamakan) Islam”.

Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa
lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa
tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan
eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari
dari hegemoni penguasa atas rakyat. Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah
orang atau institusi yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui
pemilihan yang jujur dan adil untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan
undang-undang yang telah dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki tanggung
jawab besar di hadapan rakyat demikian juga kepada Tuhan. Dengan begitu
pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan perilaku yang dapat dipercaya,
jujur dan adil. Sebagian ulama‟ memahami al-musawah ini sebagai konsekuensi
logis dari prinsip al-syura dan al-„adalah. Diantara dalil al-Qur‟an yang sering
digunakan dalam hal ini adalah surat al-Hujurat:13, sementara dalil sunnah-nya

19
cukup banyak antara lain tercakup dalam khutbah wada‟ dan sabda Nabi kepada
keluarga Bani Hasyim.

Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan


seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut
harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah
yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan
tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan
sikap adil seperti ditegaskan Allah SWT dalam Surat an-Nisa‟:58. Karena jabatan
pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa diminta, dan orang
yang menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan malah bersyukur atas
jabatan tersebut. Inilah etika Islam.

Kelima, al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui


bahwa, kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yangh harus diwaspadai, bukan
nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin
atau penguasa harus dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki
dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat
dan juga amanah yang harus dipertenggungjawabkan di depan Tuhan.25

D. Signifikansi Ijtihad dalam Memahami Persoalan HAM menurut


Islam
Kata ijtihad berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd” yang berarti “al-
masyoqot” (kesulitan atau kesusahan) dan “athoqot” (kesanggupan dan
kemampuan) atas dasar pada firman Allah Swt dalam QS. Yunus: 9: Artinya:
….”dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan)
selain kesanggupan.” Demikian juga dilihat dari kata masdar dari fiil madhi yaitu
“ijtihada”, penambahan hamzah dan ta‟ pada kata “jahada” menjadi “ijtihada”
pada wazan ifta‟ala, berarti usaha untuk lebih sungguh-sungguh. Seperti halnya
“kasaba” menjadi “iktasaba” berati usaha lebih kuat dan sungguh-sungguh.

25
Aryani Eva, “Hukum Islam, Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia,” Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi 17, no. 2 (2017): 24–31,
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/357.

20
Dengan demikian “ijtihada” berarti usaha keras atau pengerahan daya upaya.
Ijtihad dalam pengertian lain yaitu berusaha memaksimalkan daya dan upaya yang
dimilikinya. Dengan demikian, ijtihad bisa digunakan sebagai upaya untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut tentang hukum Islam. Tetapi
pengertian ijtihad dapat dilihat dari dua segi baik etimologi maupun terminologi.
Dalam hal ini memiliki konteks yang berbeda. Ijtihad secara etimologi memiliki
pengertian: “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang
sulit”. Sedangkan secara terminologi adalah “penelitian dan pemikiran untuk
mendapatkan sesuatu yang terdekat pada kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau
yang lainnya untuk memperoleh nash yang ma‟qu; agar maksud dan tujuan umum
dari hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat. Ahli ushul fiqh
menambahkan kata-kata “al-faqih” dalam definisi tersebut sehingga definisi
ijtihad adalah pencurahan seorang faqih atas semua kemampuannya. Sehingga
Imam Syaukani memberi komentar bahwa penambahan faqih tersebut merupakan
suatu keharusan. Sebab pencurahan yang dilakukan oleh orang yang bukan faqih
tidak disebut ijtihad menurut istilah. Pengertian lain bahwa ijtihad merupakan
upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah Saw.
Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi‟in serta
masamasa selanjutnya sampai sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa
yang kita kenal dengan masa taklid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa
periode tertentu (kebangkitan atau pembaruan), ijtihad mulai dibuka kembali. 26
Karena tidak dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi
tantangan kehidupan yang semakin kompleks. Sementara Imam al-Amidi
mengatakan bahwa ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan untuk mencari
hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk
mencari tambahan kemampuannya itu. Sedangkan Imam al-Ghazali menjadikan
batasan tersebut sebagai bagian dari definisi al-ijtihad attaam (ijtihad sempurna).
Sedangkan Imam Syafi‟i menegaskan bahwa seseorang tidak boleh mengatakan
tidak tahu terhadap permasalahan apabila ia belum melakukan dengan sungguh-
sungguh dalam mencari sumber hukum dalam permasalahan tersebut. Demikian
26
Has, “IJTIHAD SEBAGAI ALAT PEMECAHAN MASALAH UMAT ISLAM.”

21
juga, ia tidak boleh mengatakan tahu sebelum menggali sumber hukum dengan
sungguh-sungguh. Artinya, mujtahid juga harus memiliki kemampuan dari
berbagai aspek kriteria seorang mujtahid agar hasil ijtihad-nya bisa menjadi
pedoman bagi orang banyak. Ahli ushul fiqh menambahkan kata-kata al-faqih
dalam definisi tersebut sehingga definisi ijtihad adalah pencurahan seorang faqih
akan semua kemampuannya. Sehingga Imam Syaukani memberi komentar bahwa
penambahan faqih tersebut merupakan suatu keharusan. Sebab pencurahan yang
dilakukan oleh orang yang bukan faqih tidak disebut ijtihad menurut istilah.
Sedangkan menurut Ibrahim Husein mengidentifikasikan makna ijtihad dengan
istinbath. “Istinbath” barasal dari kata “nabath” (air yang mula-mula memancar
dari sumber yang digali). Oleh karena itu, menurut bahasa arti “istinbath” sebagai
muradif dari ijtihad, yaitu “mengeluarkan sesuatu dari persembunyian”.
Sedangkan menurut mayoritas ulama ushul fiqh, ijtihad adalah pencurahan
segenap kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fikih untuk mendapatkan
pengertian tingkat dhanni terhadap hukum syariat.3 Ijtihad mempuyai arti umum,
yaitu sebagai kekuatan atau kemampuan dalam mencentuskan ide-ide yang bagus
demi kemaslahatan umat. Ada beberapa pendapat bahwa ijtihad adalah
pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fikih atau mujtahid untuk
memeroleh pengertian terhadap hukum syara (hukum Islam).

2. Islam dan Hak Asasi Manusia

Pada tahap selanjutnya, konsep tentang Hak Asasi Manusia yang telah
menjadi clasar konstitusi di banyak negara-negara Eropa clan Amerika
mengalarni proses universalisasi. Negara-negara maju, yang mayoritas berasal
dari Eropa, yang menjadi sponsor utama pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), berusaha untuk menjadikan hak asasi manusia menjadi dasar bagi semua
konstitusi negara di dunia. Setelah melalui proses perdebatan panjang, maka pada
tanggal 10 Desember 1948 disahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Pendeklarasian universalitas HAM tersebut mengundang reaksi dari banyak
negara. Karena itu, pada saat pendeklarasiannya banyak negara yang ticlak
mendukung. Pada saat pembahasan clokumen internasional tersebut, perwakilan

22
Arab Saudi di PBB, al-Barudi mengajukan beberapa ketidaksetujuannya terhadap
beberapa pasal yang terdapat dalam draf deklarasi HAM tersebut. Al-Barudi
menyatakan bahwa draf deklarasi itu sebagian besar didasarkan pada pola-pola
dominasi kultur Barat, pola-pola yang sering kali ''berbeda dengan polapola kultur
negera-negara Timur". Ketidaksetujuan terhadap universalitas HAM, pada
gilirannya berujung pada adanya evaluasi terhaclap "Deklarasi Universal HAM"
itu sendiri, clengan tujuan untuk menemukan formulasi baru yang menghormati
berbagai ketetapan clan partikularitas semua buclaya. Reaksi semacam itu
diwujudkan dalam berbagai usaha untuk membuat berbagai macam rancangan hak
asasi manusia dalam Islam atau menurut pandangan Islam. Hal itu nampak dari
beberapa usaha yang dilakukan oleh beberapa kelompok dalam masyarakat
muslim atau pun beberapa negara muslim, seperti Deklarasi Hak-hak Asasi
Manusia clan Kewajibankewajibannya dalam Islam yang diterbitkan oleh
Rabithah al-'Alam alIslami pada tahun 1979, Penjelasan Universal bagi Hak-
hak Asasi Manusia dalam Islam yang dikeluarkan oleh Majlis Islam Eropa di
London tahun 1981, Konvensi Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam yang
diterbitkan pada Konferensi Puncak Organisasi Islam di Thaif pada tahun 1989
yang kemudian disempurnakan pada pertemuan tahun 1990 di Kairo.27 Adanya
kebutuhan untuk melakukan evaluasi terhaclap Deklarasi Universal HAM dengan
membuat Deklarasi HAM clalam Islam dikarenakan sebagian negara-negara
Islam memanclang ada beberapa prinsip yang berbeda antara Islam dan Barat.
Persoalan yang utama adalah tentang indiviclu. Lahirnya pemikiran tentang hak
asasi manusia di Eropa aclalah jelas dari kebutuhan akan perlunya penghormatan
terhaclap indiviclu. Karena itu clasar-clasar clari pembentukan hak asasi manusia
aclalah lahir clari nilai-nilai kebuclayaan individualistik bangsa-bangsa Eropa
clan Amerika. Prinsip Barat tersebut dianggap bertentangan clengan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat muslim yang lebih mengutamakan soliclaritas sosial
dari pacla kepentingan individu. Karena itu, ajaran Islam ticlak menawarkan
gagasan tentang hak-hak individu. Konsep tentang hak-hak asasi manusia qua
manusia ticlak dikenal dalam Islam. Ajaran Islam lebih banyak menunjukan
27
Hudaeri, “ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.”

23
keistimewaan-keistimewaan manusia clari pada h.akhak dasar yang dimilikinya.
Dalarn ajaran Islam, yang memiliki hak hanya Allah bukan manusia. Karena
itu, hanya Allah yang memiliki kebebasan mutlak. Kebebasan manusia
terclapat clalam penyerahan total terhaclap kehenclak illahi. Kemuliaan seseorang
itu tidak terletak karena hak yang dimilikinya, tetapi tergantung pada perbuatan
clan keclekatannya dengan Allah. Meskipun dikenal konsep tentang hak clalam
ajaran Islam, tetapi ticlak bermakna sebagai sesuatu yang melekat pada diri
individu sebagai manusia. Hak dalam ajaran Islam memiliki makna terkait
dengan kewajiban sosial atau tugas. Karena itu, yang utama clalam Islam aclalah
menjalin soliclaritas sosial bukan menuntut hak yang bersifat indiviclualis.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Setiap manusia memiliki hak yang asasi (mendasar) yang tidak bisa
dicabut dan dilepaskan hanya karena perbedaan ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, bahasa, politik, kebangsaan, dan status lainnya.
Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang dijelaskan mengenai HAM, yakni hak
hidup, hak persamaan kebebasan, hak kehormatan diri, hak
kemerdekaan, dan hak berilmu dan lain sebagainya.
2. Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai sumber ajaran dalam Islam
memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hak Asasi manusia.
Nabi Muhammad SAW telah memberikan tuntunan dan contoh dalam
penegakan dan perlindungan terhadap HAM. Hal ini misalnya terlihat
dalam perintah Nabi SAW yang menyuruh untuk memelihara hak-hak
manusia seperti hak memelihara kehidupan, keadilan, persamaan,
kepemilikan, kebebasan menjalankan ajaran agama dan hak mendapat
upah dari pekerjaan
3. Islam memiliki karakteristik orisinal dan kondisional yang tercermin
melalui sumber hukumnya, termasuk Ijma' sebagai salah satu sumber
hukum yang penting dalam Islam. Sementara itu, Hak Asasi Manusia
(HAM) yang melekat pada individu harus dihormati dan dilindungi
oleh negara dan hukum. Konsep negara hukum yang berdasarkan
hukum dan demokrasi dalam Islam menekankan prinsip-prinsip seperti
Syura, keadilan, kesejajaran, amanah, dan tanggung jawab sebagai
bagian penting dari pemerintahan berlandaskan hukum. Keduanya,
Ijma' dan HAM, memainkan peran sentral dalam memenuhi
karakteristik orisinal dan kondisional Islam.
4. Konsep ijtihad dan Hak Asasi Manusia dalam Islam menunjukkan
perbedaan dalam pendekatan hak individu. Ijtihad dalam Islam
berfokus pada usaha untuk memahami dan menerapkan hukum syariah
dengan merujuk pada sumber-sumber hukum yang ada, sementara

25
pemikiran tentang hak asasi manusia dalam konteks Islam lebih
menekankan solidaritas sosial dan kewajiban sosial daripada hak
individu. Konsep Hak Asasi Manusia dalam Islam lebih
menitikberatkan pada kewajiban dan tugas sosial daripada hak yang
bersifat individualistik.

B. Saran
Tentunya kami sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah
di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya kami akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassa. Taisir Allam Syarh Umdat al-
Ahkam. Jedah: Maktabah As-Sawady Li al-Tauzi‟, 1992.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi. Cet. 5, jilid 4; Mesir: Musthafa


al Babi al Halabi, 1974.

Asiah, Nur. “Hak Asasi Manusia Perspektif Hukum Islam”. DIKTUM: Jurnal
Syariah dan Hukum. Vol.15 No. 1. 2017.

Asrowi. "Ijma dan Qiyas dalam Hukum Islam." Aksioma Al-Musaqoh 1.1 2018.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya Edisi


Revisi; Surabaya: Karya Agung, 2006).

Eko, Hidayat. “Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum


Indonesia,” Asas: Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam 8, no. 2 (2016): 80–
87, http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/1249.

Eva, Aryani. “Hukum Islam, Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia,” Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi 17, no. 2. 2017: 24–31,
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/357.

Has, “Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam.”

Hudaeri, “Islam dan Hak Asasi Manusia.”

Lopa, Baharuddin. Al-Quran dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 1999.

Musthafa Muhammad Abu Umrah. uthuf Min Al-Hadyi Min Al-Hadyi An-
Nabawy. Mesir: Maktabah Rosywan, 2008.

Nasution, Harun dan Bahriar Effendy. Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam.
Cet.2; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.

27
Ridwan, Muannif, M. Hasbi Umar, and Abdul Ghafar. "Sumber-Sumber Hukum
Islam dan Implementasinya." Borneo: Journal of Islamic Studies 1.2 2021:
28-41.

Supriyadi, Ade. “Hak Asasi Manusia dan Relevansinya Dengan


Islam”. Refleksi, Vol.17 No. 1. 2018.

UU HAM No. 39 tahun 1999 pasal 1

Yafie, Alie. Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi
Hingga Ukhuwah. Cet.3; Bandung: Mizan, 1995.

Yunas, Didi Nazmi. Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, 1992.

Zaini, Muhammad. “Hak Asasi Manusia Menurut Al-Quran dan Hadis Nabi
Saw”. Jurnal Ilmiah Al-Mu ashirah: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-
Hadits Multi Perspektif, Vol.13 No. 1. 2017.

28
LAMPIRAN

Penyusunan Materi

1. Firman Nurhakim : Ijma dan HAM


2. Mustain Bilah : Signifikansi Ijtihad dalam Memahami Persoalan
HAM menurut Islam
3. Kharisma Ayu A.P.S. : Ayat-Ayat Al-Qur‟an Terkait HAM dan Menyusun
Makalah
4. Fatichatush Sholichah : Hadis Nabi Terkait HAM dan Menyusun Makalah

29

Anda mungkin juga menyukai