Setiap kegiatan usaha tentunya tidak terlepas dari risiko yang dapat menganggu
kelangsungan usaha termasuk dalam kegiatan usaha perbankan syariah. Karakteristik produk dan
jasa perbankan syariah memerlukan fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko yang sesuai dengan kegiatan usaha perbankan syariah. Langkah-langkah
yang dilakukan bank syariah dalam memitigasi risiko harus mempertimbangkan kesesuaian
dengan prinsip syariah namun dalam pengelolaan setiap aktivitas fungsional bank juga harus
terintegrasi ke dalam suatu sistem dan proses pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif.
Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu. Risiko dalam
konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan maupun
yang tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan
bank. Risiko juga dapat dianggap sebagai kendala dalam pencapaian suatu tujuan.
Masa depan industri perbankan syariah akan sangat bergantung pada kemampuannya
untuk merespons perubahan dalam dunia keuangan. Fenomena globalisasi dan revolusi teknologi
informasi, menjadikan ruang lingkup perbankan syariah sebagai lembaga keuangan relah
melampaui batas perundang-undangan suatu negara. Implikasinya adalah, sektor keuanganpun
menjadi semakin dinamis, kompetitif, dan kompleks. Terlbeih lagi adanya tren pertumbuhan
merger lintas segmen, akuisisi, dan konsolidasi keuangan yang membaurkan risiko unik tiap
segmen dari industri keuangan tersebut (Rahmani, 2009: 151-165).
Dalam rangka meminimalisasi risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank, maka
bank harus menerapkan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah serangkaian metodologi
dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.
Risiko Kredit, yaitu risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank sesuai dengan pejanjian yang disepakati.
Risiko Pasar, yaitu risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan
harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari asset yang dapat
diperdagangkan atau disewakan.
Risiko Likiuiditas, yaitu risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan, tanpa menganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
Risiko Operasional, yaitu risijo kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang
kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,
dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.
Risiko Hukum, yaitu risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
Risiko Kepatuhan, yaitu risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, serta Prinsip Syariah.
Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk), yaitu risiko akibat perubahan tingkat imbal
hasil yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil
yang diterima bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah
dana pihak ketiga bank.
Risiko Investasi (Equity Investment Risk), yaitu risiko akibat bank ikut menanggung
kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and
loss sharing.
Untuk mengatasi risiko-risiko tersebut Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara
efektif, dimana dalam penerapan manajmen risiko BUS tersebut dilakukan secara individual
maupun konsolidasi dengan perusahaan anak. Penerapan manajemen risiko untuk UUS
dilakukan terhadap seluruh kegiatan usaha UUS, yang merupakan satu kesatuan dengan
penerapan manajemen risiko pada BUK.
Manajemen resiko pada perbankan syariah mempunyai karakter yang berbeda dengan bank
konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat hanya pada bank-
bank yang beroperasi secara syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank Islam
dan bank konvensional bukan terletak bagaimana cara mengukur (how to measure), melainkan
pada apa yang dinilai (what to measure).