Anda di halaman 1dari 10

NAMA : MEI BUNGA NOVITA SARI

NIM : 170440014
MANAJEMEN RISIKO/ V-A
TUGAS RESUME

1. Urgensi Risiko Pasar

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia sangat pesat, dikarenakan perbankan


adalah salah satu unit bisnis.Tentunya memiliki risiko-risiko yang harus diminimalisir.Risiko-
risiko yang dimiliki perbankan syariah lebih kompleks dari pada perbankan konvensional. Ada
perbedaan yang mencolok dari memandang risiko yakni lebih kepada nilai dari pada cara
mengukur risiko itu sendiri. Dengan demikina cara menanggulangi risiko pun akan berbeda
nantinya. Meskipun manajer bank berusaha untuk menghasilkan keuntungan setinggi-
tingginya, secara simultan mereka juga harus memperhatikan kemungkinan adanya risiko yang
timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang struktur aset dan liabilitasnya.
Bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai dengan berbagai jenis resiko
dengan kompleksitas beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Resiko dalam konteks
perbankan merupakan suatu kejadian potensial. Situasi eksternal dan internal perbankan
mengalmi perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya resiko kegiatan usaha
perbankan sehingga diperlukan penerapan manajemen resiko yang matang. Oleh karena itu, bank
syariah harus dapat mengidentifikasi setiap resiko yang sedang dihadapi. Adapun tujuan dari
manajemen resiko adalah:

1. Menyediakan informasi tentang resiko kepada pihak regulator


2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable
3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai resiko yang bersifat uncontrolled
4. Mengukur eksposur dan pemusatan resiko;
5. Mengalokasikan modal dan membatasi resiko.
Dalam rangka meminimalisasi risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank, maka
bank harus menerapkan manajemen risiko, yaitu serangkaian prosedur dan metodologi yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul
dari kegiatan usaha bank. Secara spesifik risiko-risiko yang akan menyebabkan bervariasinya
tingkat keuntungan bank meliputi, diantaranya: risiko likuiditas, risiko kredit, risiko tingkat
bunga, dan risiko modal. Bank syariah tidak akan menghadapi risiko tingkat bunga secara
langsung.
Menurut Bank Indonesia, Kebijakan dalam Manajemen Risiko terdapat dalam hal berikut
ini:
(1) Penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan
(2) Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko
(3) Penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko
(4) Penetapan penilaian peringkat Risiko
(5) Penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk
(6) Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko (Surat Edaran
No. 13 Tahun 2011).
Mengingat perbedaan kondisi pasar, struktur, ukuran, serta kompleksitas usaha bank, maka
tidak ada satu sistem manajemen resiko yang universal untuk seluruh bank.Dengan demikian,
setiap bank harus membangun sistem manajemen resiko sesuai dengan fungsi dan kompleksitas
bank, dan menyediakan sistem organisasi manajemen resiko pada bank sesuai dengan kebutuhan
Agar mencapai petumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

2. Ruang Lingkup Resiko Pasar Bank Syariah

Risiko pasar didefinisikan sebagai risiko kerugian pada posisi neraca serta pencatatan tagihan
dan kewajiban di luar neraca yang timbul akibat pergerakan harga pasar. Variabel pasar antara
lain adalah suku bunga, nilai tukar, risiko komoditas dan risiko ekuitas. Risiko pasar ini dapat
berupa perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan.

Risiko pasar yang timbul akibat pergerakan harga pasar, dapat berupa naik turunnya posisi
rupiah terhadap valuta asing, harga saham dan sukuk, dan harga-harga komoditas terhadap nilai
ekonomi riil dari aset yang dimiliki bank Islam. Apapun asetnya, bank Islam akan menghadapi
risiko ini ketika aset yang dimiliki bank Islam tidak dipegang hingga jatuh tempo, namun hanya
dipegang hingga periode waktu tertentu. Untuk terkena dampak risiko pasar, bank Islam tidak
harus terlibat dalam aktivitas transaksi aktif. Dalam posisi pasif sekalipun, bank dapat terkena
dampaknya seperti pada risiko nilai tukar mata uang.

Berbeda dengan bank konvensional, bank Islam tidak dibolehkan terlibat dalalm transaksi
spekulatif yang mengandung gharar, dan maysir (judi). Selain itu, bank Islam juga tidak
diperbolehkan bertransaksi pada produk yang mengandung riba, seperti instrumen berpendapatan
tetap (obligasi, SBI, deposito, dan sejenisnya). Artinya, jika bank Islam benar-benar mematuhi
prinsip syariah, sadar atau tidak sadar, mereka telah melakukan mitigasi risiko pasar.
Pada bank konvensional, sumber risiko pasar terbesar diperoleh dari kegiatan mengambil
profit yang agresif, lazimnya melalui transaksi jangka pendek dan berrisiko tinggi, seperti
transaksi derivative. Sebagai contoh: a. Bank membeli sukuk negara dengan kupon tetap, di
mana harga pasar obligasi akan turun apabila imbal hasil pasar meningkat; b. Bank membeli
USD dengan nilai dalam valuta rupiah akan menurun apabila nilai tukar USD melemah; c. Bank
melakukan aktivitas trading atau jual beli surat berharga.
Bank syariah harus membentuk proses manajemen resiko pasar dan sistem informasi
yang sehat dan komprehensif yang berisikan antara lain sebagai berikut:
a. Kerangka konseptual untuk mendorong identifikasi resiko pasar yang mendasarinya
b. Pedoman untuk pengelolaan aktivitas pengambilan resiko pada portofolio yang berbeda
pada investasi terbatas dan limit resiko pasarnya
c. Kerangka penentuan harga tepat, penilaian dan pengakuan pendapatan
d. Sistem informasi manajemen (SIM) yang kuat untuk pengendalian, pemantauan, dan
pelaporan eksposur resiko pasar dan kinerja manajemen senior.

3. Identifikasi Profil Risiko Pasar

Identifikasi risiko mencakup pengertian macam-macam risiko, seluruh kegiatan bank


dilakukan untuk menganalisa sumber dan penyebab munculnya risiko serta dampaknya.
Selanjutnya, bank perlu melakukan pengukuran risiko sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas kegiatan usaha. Selain itu, efektivitas penerapan manajemen risiko perlu didukung
oleh pengendalian risiko dengan mempertimbangkan hasil pengukuran dan pemantauan risiko.
Adapun dalam penilaian profil risiko pasar atau market risko adalah kerugian yang terdapat
pada laporan keuangan (on Balance Sheet) dan rekening administratif (off Balance sheet) yang
bersumber dari trading book dan banking book bank. Risiko pasar dari trading book adalah risiko
kerugian nilai investasi yang terjadi karena melakukan dan penjaualan instrumen secara terus
menerus di pasar dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, tetapi pada kondisi tertentu
terjadi penurunan haega jual karena kondisi pasar yang tidak stabil atau fluktuatif. Sedangkan
risiko yang bersumber dari banking book merupakan konsekuensi alamiah dari sifat bisnis bank
yang dilakukan dengan nasabahnya, dimana sumber dana berjangka pendek sementara
pemberian kredit berjangka panjang sehingga terjadi mismatch antara sumber dan
penggunaannya.
Identifikasi Risiko bersifat proaktif, mencakup seluruh aktivitas bisnis Bank dan dilakukan
dalam rangka menganalisa sumber dan kemungkinan timbulnya Risiko serta dampaknya.
Selanjutnya, Bank perlu melakukan pengukuran Risiko sesuai dengan karakteristik dan
kompleksitas kegiatan usaha. Dalam pemantauan terhadap hasil pengukuran Risiko, Bank perlu
menetapkan unit yang independen dari pihak yang melakukan transaksi untuk memantau tingkat
dan tren serta menganalisis arah Risiko. Selain itu, efektivitas penerapan Manajemen Risiko
perlu didukung oleh pengendalian Risiko dengan mempertimbangkan hasil pengukuran dan
pemantauan Risiko. Dalam rangka mendukung proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian Risiko, Bank juga perlu mengembangkan sistem informasi manajemen yang
disesuaikan dengan karakteristik, kegiatan, dan kompleksitas kegiatan usaha Bank.
Ada beberapa hal yang harus di lakukan dalam proses mengidentifikasi Risiko:
a. Pelaksanaan identifikasi seluruh Risiko secara berkala.
b. Tersedianya metode atau sistem untuk melakukan identifikasi Risiko pada seluruh produk
dan aktivitas bisnis Bank.
c. Proses identifikasi Risiko dilakukan dengan menganalisis seluruh sumber Risiko yang paling
sedikit dilakukan terhadap Risiko dari produk dan aktivitas Bank serta memastikan bahwa
Risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses Manajemen Risiko yang layak
sebelum diperkenalkan atau dijalankan.
4. Pengukuran Risiko Pasar Bank Syariah

Pengukuran resiko merupakan kegiatan untuk mengetahui besar atau kecil suatu resiko
yang akan terjadi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui dan melihat tinggi rendahnya risiko
yang akan dihadapi bank. Kemudian dampak itu bisa dilihat dan risiko penyebabnya yang mana
paling relevan. Pengukuran risiko merupakan tahap lanjutan setelah mengidentifikasi risiko.
Dimana pengidentifikasian resiko tersebut untuk mengetahui kemungkinan munculnya resiko
secara sistematis dan berkesinambungan. Hal tersebut dilakukan menetukan relative risiko, untuk
mendapatkan informasi yang akan menolong untuk kombinasi peralatan manajemen risiko yang
cocok dalam menanganinya.
Bagian-bagian yang harus di ukur yaitu:
1. Frekuensi atau jumlah kejadian yang terjadi dan yang akan timbul. Seberapa besar
kemungkinan itu artinya suatu prihal atau peristiwa yang kejadiannya menimbulkan loss
2. Keparahan dari kerugian dan besarnya kerugian yang terjadi artinya berapa besar
kerugian yang di alami. Jadi dalam hal ini tingkat keparahan (reverity) atau kegawatan
dari kerugian-kerugian tersebut sampai seberapa besar pengaruhi perusahaan terutama
kondisi financialnya.
3. Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian yaitu kerugian yang ditanggung sendiri
(diretensi), jadi tidak hanya dari nilai rupiahnya saja.

Tujuan dari evaluasi risiko adalah memahami karakteristik risiko dengan lebuh baik. Jika
risiko sudah dipahami dengan lebih baik, maka risiko tersebut akan lebih mudah untuk
dikendalikan. Caranya dengan mempelajari karekteristik risiko tersebut, melakukan pengukuran
terhadap risiko dengan mengembangkan ukuran besar kecil risiko itu. Mengukur dampak risiko
tersebut terhadap organisasi dengan menggunakan evaluasi dan pengukuran risiko.
Ada beberapa jenis pengukuran risiko :
1. Pengukuran Kegawatan Kerugian
Untuk mengetahui berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan
pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansialnya.
a) Kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril (Suatu peristiwa (event) yang
kejadiannya menimbulkan LOSS atau penyebab langsung kerugian).
b) Probalilitas kerugian maksimum dari setiap peril (Suatu peristiwa (event) yang kejadiannya
menimbulkan LOSS atau penyebab langsung kerugian ).
c) Keseluruhan (aggregat) kerugian maksimum setiap tahunnya

2. Pengukuran Frekuensi Kerugian

Untuk mengetahui berapa kali suatu jenis peril (Suatu peristiwa (event) yang kejadiannya
menimbulkan LOSS atau penyebab langsung kerugian) dapat menimpa suatu jenis objek yang
bisa terkena peril (Suatu peristiwa (event) yang kejadiannya menimbulkan LOSS atau penyebab
langsung kerugian) selama suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun. Maka yang
perlu diperhatikan yaitu :
a) Beberapa jenis kerugian yang dapat menimpa suatu objek.
b) Beberapa jenis objek yang dapat terkena suatu jenis kerugian

Pada setiap kejadian yang merugikan, biasanya ada dampak yang langsung dan dampak yang
tidak langsung. Untuk mengukur kerugian langsung yang ditimbulkan oleh suatu kejadian yang
merugikan ada beberapa konsep yang dapat digunakan, yaitu antaranya nilai perolehan.
Selanjutnya untuk mengukur kerugian tidak langsung antara lain adanya tambahan biaya
misalnya berupa biaya sewa dan berkurangnya pendapatan. Sebagian kerugian langsung sangat
sulit untuk ditentukan.

5. Mitigasi Risiko Pasar dan Likuiditas

Dalam mengantisipasi dampak negative dari risiko pasar, Bank dapat menerapkan
beberapa strategi. Ada 3 strategi yang dapat diterapkan dalam mengatasi risiko pasar ini,
a) Matched Book Strategy.
Posisi bank dibuat selalu ‘square’, sehingga risiko yang tersisa adalah beda waktu saat
transaksi dengan nasabah dilakukan dan saat upaya ‘squaring’ dilakukan.
b) Mengelola posisi dengan melakukan covering deals atau hedging dengan wewenang
trading desk yang dapat melakukan trade saat menguntungkan tapi terbatas (market risk
limit).
c) Market Maker untuk produk tertentu.
Strategi ini memerlukan pasar yang likuid dan market maker lainnya untuk meng-cover
risiko. (Ludi Harjanto)

Definisi Resiko Likuiditas itu sendiri adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan
akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek
dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan
antara lain:

a) Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan
oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
b) Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming
transfer maupun setoran tunai nasabah.
c) Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana
berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan
membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat
diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
d) Selanjutnya Bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank,
antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
e) Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank.
Melaksanakan fungsi ALCO (Asset & Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga
dalam usahanya dan meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.
6. Implementasi pada Lembaga Keuangan Syariah

Penerapan sistem manajemen risiko pada perbankan syariah sangat diperlukan. Baik untuk
menekan kemungkinan terjadinya kerugian akibat risiko maupun memperkuat struktur
kelembagaan, misalnya kecukupan modal untuk meningkatkan kapasitas, posisi tawar dan
reputasinya dalam menggaet nasabah. Kewajiban penerapan manajemen risiko oleh Bank
Indonesia (BI) yang disusul oleh ketentuan kecukupan modal dan menambah beban
perhitungannya yang dinilai sejauh ini cukup kompleks,telah memberikan kontribusi penting
bagi kelangsungan usaha perbankan nasional.
Manajemen risiko sangat penting bagi stabilitas perbankan,hal ini karena bisnis perbankan
serat berhubungan dengan risiko. Dalam kegiatannya,baik menghadapi berbagai risiko,seperti
risiko kredit (pembiayaan),risiko pasar dan risiko operasional. Manajemen risiko yang baik bagi
bank bisa memastikan bank akan selamat dari kehancuran jika keadaan terburuk terjadi.
Penerapan manajemen risiko pada perbankan mempunyai sasaran agar setiap potensi kerugian
yang akan datang dapat diidentifikasi oleh manajemen sebelum transaksi, atau pemberian
pembiayaan dilakukan. Dan konsep manajemen risiko yang terintegrasi, diharapkan mampu
memberikan suatu sort and quick report kepada board of director guna mengetahui risk
exposure yang dihadapi bank secara keseluruhan.
Contoh studi kasus pada bank BCA :
Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, sektor perbankan Indonesia dihadapkan pada
peningkatan jumlah kredit bermasalah (Non-Performing Loans – NPL) di tengah masih
berlangsungnya proses pemulihan perekonomian nasional. Rasio NPL industri perbankan
meningkat dari 1,8% pada akhir tahun 2013 menjadi 2,5% pada akhir tahun 2015 dan 2,9% pada
akhir tahun 2016. Meskipun masih perlu mewaspadai risiko peningkatan kredit bermasalah,
namun terlihat bahwa tekanan tersebut mulai mereda di triwulan IV 2016 dan rasio NPL masih
berada pada level yang terkendali. Menutup tahun 2016, BCA berhasil membukukan portofolio
kredit sebesar Rp 415,9 triliun, meningkat 7,3% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kualitas portofolio kredit melalui penerapan manajemen risiko kredit yang prudent dan
menerapkan early warning system untuk memantau perubahan kemampuan bayar debitur dan
mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah. Secara
periodik BCA memantau kinerja usaha maupun kinerja keuangan para debitur dan segera
mengambil tindakan yang dipandang perlu apabila debitur mengalami kesulitan usaha maupun
kesulitan keuangan. Apabila diperlukan BCA akan melakukan restrukturisasi atas kredit yang
dimiliki oleh debitur yang mengalami kesulitan keuangan tetapi masih memiliki usaha yang solid
dalam jangka panjang. Sebagian besar restrukturisasi yang dilakukan adalah dalam bentuk
perpanjangan jangka waktu pengembalian pinjaman sehingga beban angsuran nasabah dapat
berkurang. BCA tetap memperhatikan aspek komersial atas restrukturisasi kredit yang
dilaksanakan. Nilai kredit yang direstrukturisasi adalah sebesar Rp 6,5 triliun. Outstanding kredit
yang direstrukturisasi tersebut relatif minimal dan merupakan 1,6% dari total portofolio kredit.
DAFTAR REFERENSI

https://media.neliti.com/media/publications/223772-urgensi-manajemen-pengawasan-risiko-
bank.pdf

http://repository.uinsu.ac.id/595/4/BAB%20II%20JUREID.pdf

https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/surat-edaran-ojk/Documents/SAL%20-
%20LAMPIRAN%201%20SEOJK%20MANAJEMEN%20RISIKO%20FINAL.pdff

http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-akuntansi/article/download/280/204

https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/POJK-Tentang-Penerapan-Manajemen-
Risiko-Bagi-Lembaga-Jasa-Keuangan-Non-
Bank/POJK%201.%20Penerapan%20Manajemen%20Resiko%20Bagi%20Lembaga%20Jasa%2
0Keuangan%20Non-Bank.pdf

https://www.bca.co.id/id/Tentang-BCA/~/media/EA067D6B98204288AFC484C3358DF2F4.ashx

Anda mungkin juga menyukai