Anda di halaman 1dari 16

Ilustrasi Risiko Operasional

Pada akhir November 2001, seorang karyawan UBS Warburg di sebuah


Bank di Swiss melakukan kesalahan perdagangan di Tokyo. Trader
tersebut memasukkan oerder menjual sahan Dentsu sebanyak 610.000
lembar dengan harga 16 yen per lembar saham, meskipun system
omputer sudah menanyakan ulang order tersebut. Padahal dia seharusnya
menjual 16 lembar sahamDentsu dengan harga 610.000 yen. Dengan
demikia, dia menjual saham dengan harga terlalu murah. Sebagai
akibatnya, UBS Warburg mengalami kerugian sebesar US$ 50 juta.

Pedahuluan

Risiko Operasional terjadi Karena masalah operasional dimana peristiwa


kerugian yang dihadapi perusahaan saat kegiatan dumulai bahkan
sebelum kegiatan dimulai.

Pengertian

Risiko operasional merupakan risiko yang paling tua, tetapi paling sedikit
dipahama dibandingkan dengan tipe risiko lainnya. Sebagai contoh
perusahaan sudah lama berdiri dan tahu ada risiko pencatatan, kegagalan
system computer, ancaman teroris, serangan virus, pengawasan yang
tidak memadai, dan lainnya. Perusahaan secara tidak langsung telah
mengantisipasinya walaupun tidak dengan nama manajemen risiko. Tapi
perusahaan berusahaan memperbaiki system prosedur atau proses bisnis
melalui manajemen kualitas. Risiko operasional adalah segala
kemungkinan kerugian yang akan dhadapi perusahaan berkaitan dengan
kegiatan operasional perusahaan.

Jenis risiko operasional

Risiko internal

Baring bank merupakan contoh menarik sebagai ilustrasi bagaimana


kegagalan mengelola risiko operasional akan mempunyai akibat yang
serius terhadap organisasi. Kisah Baring Bank tersebut menjadi cerita
klasik yang selalu dibicarakan dikelas manajemen risiko. Kesalahaan
Baring Bank adalah terlalu mempercayai salah seorang trader mereka,
yaitu Nick Leeson.

Nick Leeson bias mengerjakan 2 fungsi sekaligus, yaitu fungsi front office
(sebagai treader) dan fungsi back office (melakukan pencatatan atas
transaksinya).Ketika dia memperoleh euntungan tersebut. Tetapi ketika ia
mengalami kerugian dari perdagangannya,dia tenti sata tidak akan
mencatat kerugiannya. Akibat kerugian dari traddingnya tidak terawasi
oleh Bank, sampai akhitnya kerugiannya mencapai sekitar $1,3 milliar.
Dengan kerugian tersebut, praktis odal bank akan habis untuk menutupi
kerugian tersebut dan mengalami kebangkrutan. Karena dia melakukan
perdagangan atas nama Bank, maka Bank harus menanggung akibatnya.

Kenapa dia begitu percaya? Salah satu kemungkinannya adalah karena


dia star trader. Pada tahun tertentu, dia bisa memberikan keuntungan
dari perdagangannya mencapai sekitar 25% dari total keuntungan bank
Baring. Dengan situasi semacam ini banyak yang mengganggap bahwa
dia adalah pahlawan yang penuh keberuntungan, dan melupakan risiko
atau kemungkinan kerugian dari transaksi perdagangannya, yang
mempunyai risiko yang tinggi.

Risiko Karyawan

Karyawan merupakan asset penting bagi perusahaan namun juga


menjadi sumber risiko operasional baik dilakukan secara sengaja maupun
tidak sengaja. Contoh yang tidak disengaja misalnya kesalahan trading di
bank UBS Warburg, dan yang sengaja misalnya penggelapan kas
perusahaan atau pembobolan kas bank yang melibatkan karyawan
internal. Hal tersebut mencakup semua elemen organisasi seperti system
pengawasan, procedure operasional, kualifikasi karyawan yang kurang
( moral yang tidak baik )
Untuk itu risiko manusia mengharuskan perusahaan mempunyai
karyawan yang mempunyai kualifikasi, pengalaman, dan integritas yang
diperlukan.
ekternal

Risiko ekternal berkaitan dengan kejadian yang bersumber dari luar


organisasi, dan diluar pengendalian organisasi. Kejadian semacam itu
biasanya jarang terjadi tetapi mempunyai dampak yang cukup besar
(frekuensi rendah/severity tinggi). Beberapa contoh risiko ekternal adalah
perampokan, serangan teroris, bencana alam.

Pengukuran risiko

Ada 2 teknik pengukuran risiko operasional, yaitu frekuensi atau


probabilitas terjadinya risiko dan tingkat keseriusan kerugian
atau impact dari risiko tersebut dari itulah dapat diketahui matriks
frekuensi/tingkat untuk risiko-risiko yang ada.

Bagan 11.1 di bawah ini menunjukkan matriks dengan dimensi


frekuensi di sumbu horisontal dan dimensi severity pada sumbu vertikal.
Risiko-risiko bisa diklasifikasikan berdasarkan dimensi-dimensi tersebut.
Sebagai contoh, risiko gagal bayar debitur perusahaan biasanya jarang
terjadi. Karena itu risiko tersebut diklasifikasikan sebagai risiko dengan
frekuensi rendah. Tetapi jika terjadi, kerugian yang timbul bisa sangat
besar. Karena itu risiko tersebut diklasifikasikan dengan severity tinggi.
Gabungan antara frekuensi rendah dengan severity tinggi terlihat pada
titik C pada bagian diatas. Sebaliknya, kesalahan pemrosesan atau
kesalahan pencatatan transaksi akan sering terjadi (apalagi jika proses
pencatatan masih secara manual). Tetapi tingkat severity dari kesalahan
tersebut tidak terlalu tinggi. Karena itu risiko kesalahan pemrosesan
berada pada titik A. Dengan proses semacam itu, kita bisa memperoleh
gambaran mengenai frekuensi dan severity dari suatu risiko, yang
selanjutnya mempunyai implikasi pada bagaimana mengelola risiko
tersebut. Sebagai contoh, berikut ini strategi menghadapi risiko
berdasarkan matriks severity (signifinance)/frekuensi (likelihood) (lihat
bagan 11.2)

Srategi risiko

Perhatikan bahwa matriks likelihood (frekuensi) dan signifikansi


(severity) dikelompokkan ke dalam empat kuadran, yaitu:

1. Signifikansi (severity) rendah dan likelihood (frekuensi) rendah.


2. Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) rendah.
3. Signifikansi (severity) rendah dan likelihood (frekuensi) tinggi.
4. Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) tinggi.

Penentuan tinggi rendah severity atau frekuensi bisa dilakukan


melalui berbagai cara. Sebagai contoh, severity atau frekuensi yang lebih
besar dibandingkan median atau rata-rata dari risiko yang ada (dalam
daftar) dikelompokkan ke dalam severity atau frekuensi tinggi, dan
sebaliknya. Penentuan tinggi rendah tersebut bisa dilakukan melalui
perhitungan angka absolut tau bisa melalui survei terhadap manajer-
manajer perusahaan.

strategi yang tepat bisa dirumuskan untuk mengelola risiko tersebut.

1. Signifikansi (severity) rendah dan Likelihood (frekuensi) rendah : low


control
Pengawasan yang terlalu berlebihan pada jenis risiko ini
menimbulkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan
manfaatnya, sehingga akan lebih optimal jika bank tidak perlu
melakukan pengawasan berlebihan.
2. Signifikansi (severity) tinggi dan Likelihood (frekuensi)
rendah :detect and monitor
Tipe risiko seperti ini lebih menantang untuk dihadapi. Jika risiko
seperti ini muncul, perusahaan bisa mengalami kerugian yang
cukup besar, dan barangkali bisa mengakibatkan kebangkrutan.
Tetapi frekuensi risiko tersebut relatif jarang, sehingga tidak mudah
ditemui / dikenali oleh bank. Karena itu risiko tipe ini paling sulit
dipahami karakteristiknya, dan sulit diprediksi kapan datangnya.
3. Signifikansi (severity) rendah dan Likelihood (frekuensi)
tinggi : monito
Tipe risiko semacam ini sering muncul tetapi besarnya kerugian
relatif kecil. Biasanya risiko semacam ini muncul sebagai akibat
perusahaan menjalankan bisnisnya. Dengan kata lain, risiko
semacam ini merupakan konsekuensi perusahaan menjalankan
bisnisnya.
4. Signifikasi (severity) tinggi dan Likelihood (frekuensi)
tinggi: prevent at source
Tipe risiko ini praktis tidak relevan lagi dibicarakan, karena jika
situasi semacam ini terjadi , berarti perusahaan tidak lagi bisa
mengendalikan risiko, dan bisa berakibat pada kebangkrutan.

Alternatif lain dengan menggunakan penggolongan semacam ini.

Bagan 11.3 Strategi Menghadapi Risiko Berdasarkan Matriks


Frekuensi/Severity

Strategi untuk menghadapi risiko untuk wilayah-wilayah tersebut


adalah seperti berikut ini:

Wilayah 1: Severity tinggi dan frekuensi tinggi: immediate action


Untuk wilayah ini. Perusahaan harus melakukan penanganan
yang agresif dan segera (immediate action)
Wilayah 2: Severity tinggi dan frekuensi agak tinggi: immediate attention
Untuk wilayah ini. Perusahaan harus segera mengawasi risiko ini
(immediate attention)
Wilayah 3: Severity agak tinggi dan frekuensi agak tinggi: periodic
attention
Untuk wilayah ini. Perusahaan bisa melakukan pengawasan
secara berkala (periodic attention)
Wilayah 4: Severity rendah dan frekuensi rendah: annual evalution
Untuk wilayah ini. Perusahaan bisa lebih longgar, yaitu
melakukan pengawasan dengan jangka waktu panjang, misal
tahunan.
Aspek dinamika risiko juga perlu diperhatikan. Risiko bisa berubah
dari wilayah 4 ke wilayah lainnya, misal ke wilayah 2. Sebagai contoh,
risiko tuntutan hukum barangkali tidak begitu kelihatan dimasa lalu. Tetapi
dengan semakin sadarnya masyarakat akan hak dan kewajibannya, risiko
tersebut bisa berubah menjadi semakin penting.
A Pengukuran resiko operasional
Besar kecilnya resiko operasional yang akan
dihadapi tergantung dari penanganan dan kesiapan
sumber daya yang dimiliki. Makin tidak siap untuk
menghadapi maka makin besar resiko yang ditimbulkan.
Demikian pula sebaliknya makin siap untuk menghadapi
resiko maka makin kecil atau rendah resiko yang akan
dihadapi. Lebih dari itu dengan kesiapan yang ada akan
memudahkan untuk menyelesaikan resiko yang akan
dihadapi.

Untuk menentukan besar kecilnya resiko yan akan


dihadapi maka perlu dilakukan suatu pengukuran. Untuk
melakukan pengukuran dilakukan dengan 2 kondisi
yaitu :

1 Terdapat resiko yang akan dihadapi dimasa yang


akan datang. artinya resiko belum terjadi tetapi perlu
diperkirakan atau diramalkan hal-hal yang akan
terjadi dimasa yang akan datang. kemudian
diramalkan juga berapa besarnya kemungkinan
besarnya resiko yang akan ditimbulkan
2 Resiko yang sudah terjadi. Merupakan resiko yang
sudah terjadi setelah melakukan atau sedangkan
melakukan aktifi tas pekerjaan. Kondisi seperti ini
akan lebih mudah karena tinggal mengitung jumlah
kerugiannya.

Metode pengukuran yang dilakukan terhadap


resiko operasional tidak jauh berbeda dengan jenis
resiko lainnya. Misalnya untuk mengukur atau
meramalkan resiko yang akan terjadi dimasa yang akan
datang dapat dilakukan dengan regresi dan korelasi.
Kemudan metode pengukuran untuk resiko yang sudah
terjadi dapat digunakan dengan salah satunya metode
pencatatan akuntansi

B Menghitung kerugian
Untuk menghitung kerugian resiko maka langkah-langkah
yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :

a Menemukan kerugian potensiil


Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi
seluruh risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan, yang
meliputi :

1 Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan.


2 Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat
terganggunya operasi perusahaan.
3 Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain.
4 Kerugian-kemgian yang timbul karena : penipuan, tindakan-
tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya karyawan dan
sebagainya.
5 Kerugian-kemgian yang timbul akibat keymen meninggal
dunia, sakit atau menjadi cacat.

Untuk itu cara-cara yang dapat ditempuh oleh manajer


risiko antara lain dengan : melakukan inspeksi phisik di tempat
kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di
perusahaan, menganalisa semua variabel yang tercakup
dalam peta aliran proses produksi dan sebagainya.

Misalnya : dengan menganalisa bahan baku dan


pembantu dapat diidentifikasi: kemungkinan kerugian karena
jumlah supplai yang tidak memadai, penyerahan yang tidak
tepat waktu, kerusakan dan kehilangan pada saat
penyimpanan; pada proses produksi dapat diidentifikasi :
kemungkinan kerugian karena salah proses, kerusakan alat
produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk akhir :
kemungkinan kerugian karena barang rusak / hilang dalam
penyimpanan, penipuan / kecurangan dari penyalur dan
sebagainya.

Halutamadalammelakukanidentifikasirisikooperasionaladalah:
Adakejadian(events)
Terdapatpenyebabtimbulnyakejadian(cause)
Terdapatdampak(impact)kerugian(loss)baikkeuanganmaupunnonkeuan
gan
Dapatdiprediksikejadiandikemudianhari(frequency/prob
ability)

b Pengukuran Kerugian Potensiil :


Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap
semua kerugian potensiil yang dihadapi oleh perusahaan.
Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai :

1 Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian


artinya memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya
kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali
terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu
(biasanya 1 tahun).
2 Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya
menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya
dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut,
terutama terhadap kondisi finansiil perusahaan.

c Memilih teknik / cara yang tepat atau menentukan suatu


kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna
menanggulangi kerugian.
Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk
menanggulangi risiko, yaitu : mengurangi kesempatan terjadinya
kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Dimana tugas
dari manajer risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat
untuk menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi dari
cara-cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko.
Perubahan karakter risiko operasional

Setiap risiko bisa berubah karateristiknya dari waktu ke waktu.


Misalkan pada jaman dulu pencatatan transaksi dilakukan secara manual (
karyawan menuliskan harga dan jumlah unit yang diperdagangkan di
kertas ), cara tersebut dapat memunculkan risiko kesalahan pencatatan.
Frekuensi kesalahan cukup sering karena karyawan sering lelah namun
biasanya mengakibatkan kerugian yang relative kecil.
Sekarang ini sudah banyak cara manual seperti itu diganti dengan
pencatatan terkomputerisasi dengan demikian frekuensi kesalahan dapat
diturunkan namun akan muncul jenis risiko baru. Apabila terjadi
kegagalan atau kelemahan pada system computer maka kerugian yang
muncul akan sangat besar. Contohnya, serangan virus atau pembobolan
terhadap system computer perusahaan mempunyai frekuensi yang
relative rendah. Tetapi jika hal tersebut terjadi, kerugian yang timbul akan
cukup besar. Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa risiko operasional
berubah dari frekuensi tinggi/signifikansi rendah menjadi frekuensi
rendah/signifikansi tinggi.
Faktor yang menyebabkan perubahan karateristik :
4.1 Globalisasi
Globalisasi keuangan dunia didorong oleh liberalisasi ekonomi
dunia. Liberalisasi artinya penghilangan pembatas-pembatas aliran modal.
Globalisasi juga semakin meningkatkan frekuensi dan severity
( signifikansi ) dari suatu risiko, karena kejadian di satu negara akan cepat
merambat ke negara lain.

4.2 Otomatisasi
Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer, perusahaan
semakin lama semakin mengandalkan teknologi komputer untuk
melakukan banyak hal, termasuk mengotomatisasi transaksi.

4.3 Terlalu Mengandalkan Teknologi


Kemajuan teknologi memungkinkan organisasi melakukan banyak
hal, seperti membantu membuat basisi data, membantu perhitungan
harga instrumen keuangan ( bahkan instrumen keuangan yang sangat
kompleks ). Di satu sisi, teknologi semacam itu bisa membantu proses
bisnis menjadi lebih cepat , lebih andal. Tetapi di lain pihak, situasi
tersebut memunculkan risiko baru.

4.4 Outsourching
Outsourcing merupakan tren bisnis akhir akhir ini. Outsourcing
berarti menggunakan jasa pihak luar untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaan perusahaan. Outsourcing dilakukan dengan pertimbangan
efisiensi ( bisa menurunkan biaya ). Jika melakukan pekerjaan sendiri ,
karena sesuatu hal ( misalkan keahlian yang tidak ada atau skala ekonomi
yang kurang ), bagi perusahaan, akan lebih menguntungkan jika
menggunakan jasa dari pihak luar untuk pekerjaan tertentu.

4.5 Perubahan Budaya Masyarakat


Masyarakat semakin lama semakin pandai, semakin sadar kan hak
dan kewajibannya. Kesadaran tersebut cenderung meningkatakan risiko
litigasi, dimana masyarakat akan berusaha menuntut apabila merasa
dirugikan. Perubahan budaya masyarakat bisa meningkatkan risiko
gugatan hukum.
12.1 RISIKO PERUBAHAN KURS
Kurs adalah nilai suatu mata uang relatif terhadap mata uang lainnya.
Sebagai contoh,
kurs Rp 10.000/$. Kurs tersebut mempunyai arti bahwa satu dolar Amerika
Serikat nilainya sama
dengan 10.000 rupiah. Nilai absolut dari kurs tersebut barangkali tidak
begitu penting. Dengan
kata lain, dalam kurs di atas, tidak berarti bahwa rupiah merupakan mata
uang yang lebih jelek
karena lebih murah dibandingkan dengan dolar AS. Perubahan kurs
barangkali yang lebih
penting diperhatikan. Jika rupiah mempunyai kecenderungan melemah
terhadap dolar AS, maka
kecenderungan tersebut bisa mengindikasikan sesuatu. Mata uang suatu
Negara merupakan
cerminan kondisi ekonomi suatu Negara. Jika perekonomian suatu Negara
membaik, maka mata
uang Negara tersebut cenderung menguat terhadap mata uang Negara
lainnya. Karena itu, jika
mata uang suatu Negara melemah terhadap mata uang Negara lain, maka
ada kemungkinan
bahwa kondisi Negara tersebut melemah dibandingkan dengan
sebelumnya.
Jika suatu Negara menetapkan kurs mata uangnya terhadap mata uang
lain, maka
perubahan kurs tidak lagi terjadi melalui mekanisme pasar. Perubahan
kurs dilakukan oleh
pemerintah secara resmi. Istilah menguat atau melemahnya mata uang
dengan sistem kurs yang
tetap dan bebas bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Mata Uang Menguat Mata Uang Melemah
Sistem Kurs Bebas Apresiasi Depresiasi
Sistem Kurs Tetap Revaluasi Devaluasi
Indonesia pernah mengalami dua sistem kurs yang berbeda. Sebelum
krisis pada tahun
1997, Indonesia menggunakan sistem kurs tetap. Perubahan kurs
dilakukan secara resmi oleh
pemerintah. Biasanya pemerintah mendevaluasikan rupiah terhadap
dolar. Sebagai contoh, kurs
sebelumnya misalnya Rp2.500/$. Kemudian pemerintah mendevaluasikan
rupiah terhadap dolar
menjadi misalnya, Rp3.000/$.
Pada periode sesudah pertengahan tahun 1997, pemerintah Indonesia
memutuskan untuk
mengembangkan kurs rupiah. Dalam situasi tersebut, nilai rupiah
bergerak naik atau turun
tergantung mekanisme pasar. Sebagai contoh, jika perusahaan
membutuhkan dolar untuk
melunasi utang dalam dolar, permintaan terhadap dolar akan meningkat,
yang menyebabkan
naiknya nilai dolar terhadap rupiah (atau turunnya rupiah terhadap dolar).
Pada waktu terjadi
bom, rupiah jatuh nilainya terhadap dolar. Dalam kedua contoh tersebut,
rupiah mengalami
depresiasi terhadap dolar AS. Dalam situasi sebaliknya, rupiah bisa
menguat terhadap dolar
(apresiasi), misalnya dari Rp10.000/$ menjadi Rp9.000/$. Perubahan
tersebut ditentukan olehn
mekanisme pasar, bukannya oleh pemerintah. Bank Sentral bisa saja
melakukan intervensi jika
mereka menginginkan kurs tertentu, tetapi intervensi tersebut biasanya
dilakukan melalui
mekanisme pasar.
Tabel berikut ini menyajikan contoh perhitungan apresiasi dan depresiasi
suatu mata
uang terhadap mata uang lainnya (perubahan kurs).
Tabel 12.1 Apresiasi dan Depresiasi Rupiah terhadap Dolar
Rupiah Melemah
Terhadap $
Rupiah Menguat
Terhadap $
Kurs Awal Tahun Rp10.000/$ Rp10.000/$
Kurs Akhir Tahun Rp12.000/$ Rp8.000/$
Berapa persen pelemahan/penguatan $
terhadap Rp
(12.000-10.000) /
(10.000)x100% = 20%
(8.000-10.000) /
(10.000)x100% = -
20%
Berapa persen pelemahan/penguatan
Rp terhadap $
(10.000-12.000) /
12.000x100% = -
16,67%
(10.000-8.000) /
8.000x100% = 25%
Kolom (2) pada tabel di atas menyajikan situasi di mana rupiah melemah
dari Rp10.000/$ pada
awal tahun menjadi Rp12.000/$ pada akhir tahun. Dalam situasi tersebut,
dolar mengalami
apresiasi terhadap rupiah sebesar 20%. Jika kita menggunakan sudut
pandang rupiah, maka kita
mengatakan bahwa rupiah melemah terhadap dolar sebesar 16,67%.
Tanda positif menunjukkan
penguatan, sementara tanda negatif menunjukkan pelemahan. Kolom (3)
menyajikan contoh
perhitungan situasi di mana rupiah menguat terhadap dolar.
12.1.1 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Kurs
Dalam sistem kurs bebas, ada banyak faktor yang menyebabkan kurs bisa
berubah-ubah.
Berikut ini pembahasan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan kurs tersebut.
a. Perbedaan Inflasi.
Inflasi suatu Negara yang lebih tinggi dibandingkan dengan Negara
lainnya
menyebabkan kurs mata uang Negara tersebut melemah. Hubungan yang
lebih formal
atas pernyataan tersebut bisa dilihat melalui persamaan kondisi paritas
Purchasing Power
Parity sebagaiberikut.
et / e0 = (1 + ih)t / (1 + if)t
dimana et = kurs pada periode t
e0 = kurs pada awal periode
ih = inflasi pada neggara domestik (home)
if = inflasi pada Negara asing
t = waktu
Sebagai contoh, misalkan kurs awal Rp10.000/$. Inflasi di Indonesia dan
Amerika
Serikat adalah 20% dan 5%, berturut-berturut. Kurs Rp/4 satu tahun
mendatang menurut
model tersebut adalah :
e1 = 10.000 (1 + 0,2)1 / (1 + 0,05)1 = Rp11.429/$
Menurut kondisi paritas, kurs akhir tahun adalah Rp11.429/$, yang berarti
rupiah
mengalami depresiasi terhadap $. Bukti empiris nampaknya mendukung
prediksi
tersebut. Sebagai contoh, pada waktu krisis ekonomi terjadi di Indonesia
pada tahun
1997-an, mata uang rupiah mengalami kemerosotan yang cukup tajam.
Pada waktu itu
Indonesia mengalami inflasi yang cukup parah, yaitu mencapai sekitar 50-
60% per tahun.
b. Perbedaan Tingkat Bunga.
Tingkat bunga bisa dibedakan menjadi tingkat bunga nominal dan tingkat
bunga
riil. Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang bisa diobservasi.
Sebagai contoh,
jika kita memperoleh informasi tingkat bunga deposito sebesar 12% per
tahun, maka
tingkat bunga tersebut merupakan tingkat bunga nominal. Tingkat bunga
riil tidak bisa
diobservasi secara langsung. Negara yang mempunyai tingkat bunga
nominal yang tinggi,
mata uangnya cenderung mengalami depresiasi. Secara formal, kondisi
paritas
internasional fisher effect meringkaskan situasi tersebut melalui formula
berikut ini.
et / e0 = (1 + rh)t / (1 + rf)t
dimana et = kurs pada periode t
e0 = kurs pada awal periode
rh = tingkat bunga nominal pada Negara domestik (home)
rf = tingkat bunga nominal pada Negara asing
t = waktu
Sebagai contoh, misalkan kurs awal adalah Rp10.000/$. Tingkat bunga di
Indonesia dan Amerika Serikat adalah 20% dan 5%, berturut-turut. Kurs
Rp/$ satu tahun
mendatang menurut model Amerika Serikat adalah 20% dan 5%, berturut-
turut. Kurs
Rp/$ satu tahun mendatang menurut model international fisher effect
adalah :
e1 = 10.000 (1 + 0,2)1 / (1 + 0,05)1 = Rp11.429/$
Menurut prediksi international fisher effect, rupiah melemah menjadi
Rp11.429. Dengan
kata lain, Negara yang mempunyai tingkat bunga yang lebih tinggi, mata
uangnya akan
cenderung melemah (depresiasi). Bukti empiris nampaknya mendukung
prediksi tersebut.
Sebagai contoh, pada waktu krisis ekonomi terjadi di Indonesia pada
waktu 1997-an,
mata uang rupiah mengalami kemerosotan yang cukup tajam. Pada waktu
itu tingkat
bunga di Indonesia sangat tinggi, mencapai sekitar 60% per tahun.
Tingkat bunga riil berpengaruh positif terhadap nilai mata uang. Dengan
kata lain,
Negara yang mempunyai tingkat bunga riil, maka mata uang Negara
tersebut cenderung
menguat. Alasannya adalah, uang akan mengalir ke Negara dengan
tingkat keuntungan
yang lebih tinggi. Sebagai contoh, misalkan tingkat bunga riil di Indonesia
adalah 5%,
sementara tingkat bunga riil di Amerika Serikat adalah 3%. Dana akan
mengalir dari
Amerika Serikat ke Indonesia. Aliran modal tersebut menyebabkan
permintaan terhadap
rupiah meningkat sehingga rupiah akan menguat terhadap dolar AS. Pada
waktu tingkat
bunga riil keduanya sama, misalnya sama-sama 4%, aliran dana akan
berhenti.
Sayangnya tingkat bunga riil tidak bisa diobservasi langsung. Tingkat
bunga riil tersebut
bisa dihitung secara tidak langsung melalui persamaan berikut ini.
(1+R)=(1+a)(1+i)
dimana R = tingkat bunga nominal
a = tingkat bunga riil
i = inflasi
Persamaan di atas bisa disederhanakan menjadi berikut ini.
( 1 + R ) = ( 1 + a + i + a.i )
Kemudian, karena perkalian a.i menghasilkan angka yang sangat kecil,
maka hasil
perkalian tersebut bisa dianggap nol, sehingga Persamaan di atas bisa
disederhanakan
menjadi :
R=a+i
Tingkat bunga nominal sama dengan tingkat bunga riil ditambah inflasi.
Jika inflasi
meningkat, maka tingkat bunga nominal mempunyai kecenderungan
meningkat. Karena
itu meningkatnya tingkat bunga nominal biasanya disebabkan oleh
meningkatnya inflasi,
dan karena itu mata uang Negara cenderung melemah.
c. Independensi Bank Sentral
Negara yang mempunyai bank sentral yang independen akan cenderung
mempunyai mata
uang yan lebih kuat, dan sebaliknya. Independensi yang dimaksud disini
adalah kemampuan
bertahan diri tekanan (biasanya) pemerintah yang sedang berkuasa.
Presiden yang berkuasa
kadang-kadang tergoda untuk melakukan kebijakan yang popular. Sebagai
contoh, presiden yang
berkuasa ingin menurunkan tingkat penngangguran. Jika tingkat
pengangguran turun, maka
presiden tersebut akan kelihatanberhasil di mata masyarakat. Tetapi cara
ointas untuk
menurunkan pengangguran adalah dengan mencetak uang beredar lebih
banyak lagi. Uang yang
beredar lebih banyak tersebut akan meningkatkan inflasi, dengan
demikian tingkat pertumbuhan
meningkat tetapi disertai dengan peningkatan inflasi. Jika peningkatan
inflasi lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan
ekonomi riil negara tersebut
menjadi negative. Negara yang bank sentral kurang independen akan
gampang ditekan untuk
mencetak uang lebih banyak, yang mendorong inflasi, dan menurunkan
nilai mata uang negara
tersebut. Negara yang bank sentralnya independen akan bertahan
terhadpa tekanan semacam itu,
dan bisa mengendalikan inflasi negara tersebut. Mata uang negara
semacam itu akan cenderung
menguat.
d. Pertumbuhan Ekonomi
Negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menarik
banyak
investor. Banyak investor yang ingin masuk, yang menyebabkan naiknya
permintaan terhadap
mata uang tersebut. Mata uang tersebut akan meningkat nilainya karena
banyak permintaan
terhadap mata uang tersebut.
e. Ekspektasi
Mata uang bisa dilihat sebagai sekuritas, sehingga bisa digunakan sebagai
alat investasi.
Pengharapan masa mendatang cukup menentukan nilai suatu sekiritas.
Jika investor
memperkirakan perusahaan tertentu akan mempunyai prospek yang baik,
maka saham
perusahaan tersebut akan meningkat, meskipun saai ini perusahaan
tersebut tidak atau belum
mengalami perubahan yang signifikan. Tetapi karena investor cenderung
mengantisipasi, maka
investor akan membeli tanpa menunggu kenyataan yang terjadi di
lapangan. Investor harus
bertindak atas informasi yang diperolehnya, jika tidak maka ia akan
kehilangan kesempatan
untuk memperoleh keuntungan.
Jika pengharapan terhadap suatu mata uang

Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi merupakan


salah satu faktor yang akan menyebabkan terjadinya
suatu resiko. Teknologi yang dimiliki perusahaan akan
mampu mengurangi jumlah kejadian dan volume resiko
yang akan dihadapinya. Makin tinggi atau canggih
teknologi yang digunkan, maka makin rendah resiko
yang akan dihadapai. Demikai pula sebaliknya makin
rendah atau kuno teknologi yang dimiliki ka atingkat
resiko yang dihadapi juga ikut tinggi.

Jenis teknologi yang diperlukan adalah teknologi


yang berkaitan dengan sebagai berikut :

1 Pembuatan produk
2 Proses produk
3 Teknik produksi
4 Teknologi informasi
5 Dan lainya

Hanya saja perlu diingat bahwa pemenuhuan


kebutuhan teknologi berkaitan erat dengan biaya yang
akan dikeluarkan yaitu :

1 biaya invesatasi
merupakan biaya yang digunakan untuk membeli
atau atau menambah teknologi baru
2 biaya pemeliharaan.
Artinya biaya yang dikeluarkan untuk memelihara
teknologi yang adimiliki.

Artinya makin tinggi teknologi dan modren yang


dibutuhkan maka biya investasinya juga relatif tinggi,
demikian pula sebaliknya makin kuno teknologi maka
biaya yang dikeluarkan juga relatif lebih rendah.

Hal lainnya adalah berkaitan dengan biaya


pemeliharaan yang akan dikeluarkan. Makin rendah
teknologi yang digunakan maka biaya yang dikeluarkan
realtif rendah, demikian pula sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai