Oleh,
MISBUN
NIM. 502.2020.016
Dosen Pengampu:
Dr. Bustami, M.Si
A. Latar Belakang
Perbankan Indonesia mengalami pasang surut serta berbagai pengalaman, baik yang
mendorong pertumbuhan maupun yang menghambat. Krisis keuangan yang terjadi di Asia
pada tahun 1998 merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga untuk memperbaiki
industri perbankan API menetapkan 6 pilar sebagai program untuk menciptakan industri yang
sehat. Krisis finansial dunia yang terjadi mulai tahun 2008 semakin menegaskan perlunya
penerapan manajemen risiko secara konsisten. Dibandingkan dengan krisis finansial pada
tahun 1998, dalam menghadapi krisis tahun 2008 perbankan Indonesia dinilai sudah lebih
siap.
C. Definisi
Menurut Bank Indonesia, risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu
peristiwa (events) tertentu (vide PBI No.11/25/PBI/2009 jo. PBI No.5/8/PBI/2003 pasal 1
angka 4) Sedangkan manajemen risiko didefinisikan sebagai serangkaian metodologi dan
prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank (vide PBI No.11/25/PBI/2009 jo. PBI
No.5/8/PBI/2003 pasal 1 angka 5). Manajemen Risiko merupakan upaya untuk mengelola
risiko agar peluang mendapatkan keuntungan dapat diwujudkan secara sustainable.
D. Definisi (Cont)
adalah kejadian dari suatu peristiwa yang dapat menciptakan potensi kerugian. Risk loss
mengacu pada kerugian (finansial maupun non finasial) yang terjadi sebagai akibat langsung
atau yang tidak langsung dari suatu risk event.
Bank diregulasi dengan tujuan untuk melindungi nasabah dan perkekonomian secara
keseluruhan Regulasi bank berbeda dengan regulasi pada industri lainnya karena regulasi
perbankan bukan hanya pengaturan terhadap produk tetapi juga terhadap lembaga banknya
itu sendiriRegulasi perbankan disusun lebih ketat mengingat kegagalan bank, sebagian atau
seluruhnya dapat menimbulkan dampak pada perekonomian secara menyeluruh bukan hanya
dampak buruk pada karyawan, pemegang saham dan nasabah yang disebut sebagai risiko
sistemik.
Struktur modal bank mengacu pada cara bank tersebut membiayai dirinya sendiri,
biasanya dengan cara kombinasi penerbitan saham (equity issues), mengeluarkan obligasi dan
mendapatkan pinjaman. Bank diwajibkan untuk memilik modal yang cukup untuk menutupi
risiko yang dihadapi Kecukupan modal (capital adequacy) Semakin besar risiko yang
dihadapi bank maka semakin besar pula modal yang harus disediakan.
G. Basel Committee
Pihak yang pertama kali menawarkan suatu metodologi standar perhitungan jumlah
modal berbasis risiko adalah The Basel Committee on Banking Suopervision (BCBS). BCBS
dibentuk pada tahun 1974 oleh para Gubernur bank sentral dari negara-negara maju yang
tergabung dalam Group of Ten (G 10) bertujuan untuk menyusun dan menetapkan berbagai
aturan bagi industri perbankan, termasuk kegiatan supervisi atas operasional perbankan
dengan standar internasional. Keanggotaan komite mula-mula terdiri dari sepuluh negara G-
10 ditambah dengan Spanyol dan Luxemburg. Dalam perkembangnnya, negara-negara
anggota Basel Committee terus bertambah, dan saat ini anggota komite tersebut adalah :
Argentina, Australia, Belgia, Brasil, China, Perancis, Hongkong SAR, India, Indonesia, Italia,
Jepang, Korea, Luxemburg, Meksiko, Belanda, Rusia, Saudi Arabia, Singapura, Afrika
Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Keanggotaan negara-
negara tersebut direpresentasikan dengan kehadiran bank sentral dan pengawas bank.
Dua tujuan fundamental dari the Basel Committee adalah sebagai berikut:
Memperkuat kerangka dasar dan stabilitas atas sistem perbankan internasional. Menciptakan
kerangka dasar yang konsisten dan tidak memihak bagi bank-bank di berbagai negara dengan
sumber daya berbeda yang aktif menjalankan kegiatan operasional perbankan secara
internasional. Kerangka dasar tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengurangi
kesenjangan daya saing antar bank-bank yang menjalankan kegiatan secara internasional.
Metodologi penghitungan jumlah modal berbasis risiko yang pertama kali ditawarkan
oleh BCBS adalah Basel Capital Accord (Basel I) pada tahun 1988 yang hanya
memperhitungkan risiko kredit. Tahun 1996 dikeluarkan Market Risk Amandment, dimana
juga memperhitungkan risiko pasar selain risiko kredit dalam perhitungan modal berbasis
risiko.
Tahun 2004 BCBS mengembangkan Capital Accord baru yang dikenal dengan Basel
II Basel II diimplementasikan pada tahun dimana menghubungkan modal bank secara
langsung terhadap risiko yang dilakukan bank. Perhitungan kecukupan modal pada Basel II
memperhitungkan risiko kredit, pasar dan operasional serta terdapat ketetapan mengenai
risiko lainnya (other risks) seperti risiko strategis, risiko bisnis dan risiko reputasi.
a. Basel I Fokus pada satu pengukuran risiko Pendekatan sederhana dan kurang
sensitif terhadap risiko Menggunakan satu ukuran untuk pendekatan risiko dan modal yang
digunakan untuk berbagai jenis dan ukuran bank (one single size fits all)
b. Basel II Fokus pada metodologi internal Pendekatan lebih kompleks dan memiliki
tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap risiko Bersifat fleksibel dan sesuai dengan
kebutuhan bank.
K. Jenis Resiko
Mengacu pada ketentuan Bank Indonesia PBI No. 5/8/PBI/2003 dan perubahannya No.
11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Ri siko bagi Bank Umum, terdapat delapan
risiko yang harus dikelola bank. Kedelapan jenis risiko tersebut adalah risiko kredit, risiko
pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi, dan
risiko strategik.
Setiap aktivitas atau produk bank paling tidak mengandung satu je nis risiko atau lebih.
Oleh karena itu, untuk menghindarkan potensi ke rugian, bank perlu melakukan pengelolaan
atas risiko tersebut.
Manajemen risiko pada hakikatnya merupakan serangkaian me todologi dan prosedur
yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, melakukan mitigasi, memantau, dan
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank. Manajemen risiko
merupakan upaya untuk mengelola risiko agar peluang mendapatkan keuntungan dapat
diwujudkan secara berkesinambungan (sustainable) karena ri siko terhadap aktivitas bank
sudah diperhitungkan.
Bank Indonesia menyatakan bahwa esensi dari penerapan mana jemen risiko adalah
kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha bank tetap
dapat terkendali (manage able) pada batas/limit yang dapat diterima, serta memberikan
keuntungan bagi bank sesuai dengan tingkat risiko uang yang dapat diterima.
Mengingat perbedaan kondisi pasar, struktur, ukuran, serta kom pleksitas usaha bank
maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh bank. Dengan
demikian, setiap bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan
kompleksitas bank, dan menyediakan sistem organisasi manajemen risiko pada bank sesuai
dengan kebutuhan.
Jenis risiko dapat juga dikelompokkan menjadi: 1) risiko kredit, 2) risiko pasar (termasuk
risiko likuiditas), 3) risiko operasional (plus di dalamnya risiko hukum, reputasi, kepa tuhan,
strategik).