Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“PROSES DAN PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN


KERJA”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia I
Dosen Pengampu : Syaharuddin Y, S.E.,M.M

Disusun Oleh :

Rista Natalia Toding (2101026236)

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dari mata kuliah “Manajemen Sumber Daya Manusia I” yang
membahas Proses dan Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu. Seiring dengan berakhirnya penyusunan
makalah ini, sepantasnya saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami juga
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena itu saya mohon maaf apabila terdapatt kesalahan atau kekurangan dalam
makalah ini.
Selain itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari
pembacaagar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Samarinda, 19 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Selama adanya pandemi, kita banyak mendengar perusahaan melakukan PHK


kepada para karyawannya, hal ini dikarenakan ketidakmampuan perusahaan
memenuhi gaji karyawan. Perlu Anda ketahui, kepanjangan PHK adalah Pemutusan
Hubungan Kerja, yaitu penyelesaian atau pengakhiran masa kerja karyawan
Pemerintah sendiri telah mengatur beberapa alasan, kapan PHK diperbolehkan atau
tidak diperbolehkan. Karena itu, setiap perusahaan haruslah menuruti regulasi ini agar
tidak melanggar hak karyawan. Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah
pengakhiran hubungan kerja oleh perusahaan kepada pekerjanya karena terjadinya
sebab tertentu. Tindakan ini dapat mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
kerja antara pengusaha dengan karyawannya. sebagian besar penyebab terjadinya
PHK adalah karena efisiensi, penutupan bisnis, kepailitan, pekerja mangkir atau
melakukan pelanggaran, karyawan yang bersangkutan meninggal dunia atau pensiun.
1
Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah,
senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih
menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau
memindahkan pabriknya ke Negara lain. Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada
karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan
pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu
di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi
penggelembungan yang sangat besar.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia
ketenagakerjaan yang paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja / buruh
yang masih aktif bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi
sebab berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak
menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak yaitu pekerja dan
pengusahanya karena antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari
atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing
telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut
PHK merupakan bagian dari suatu hubungan kerja yang awalnya merupakan
hubungan hukum dalam lingkup hukum privat karena hanya menyangkut hubungan
hukum perorangan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Dalam perkembangannya,
PHK ternyata membutuhkan campur tangan pemerintah karena menyangkut
kepentingan. Kehadiran Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah memberikan
kepastian hukum kepada para pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 1 angka 25
Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan
pengertian pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.

1
Yusuf Randi, ‘Pandemi Corona Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja Oleh Perusahaan Dikaitkan
Dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan’, Yurispruden, 3.2 (2020), 119
<https://doi.org/10.33474/yur.v3i2.6709>.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?


2. Apa yang menjadi faktor terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?
3. Bagaimana Proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?
4. Bagaimana Ketentuan dan Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?

1.1 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian Dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


2. Untuk mengetahui apa saja faktor terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK)
3. Untuk mengetahui bagaiamana proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
4. Untuk mengetahui ketentuan dan prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

2
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun
yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih
aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian
disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak
industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang
menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan
kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi
penopang hidup keluarganya. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003
mengartikan bahwa Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Sedangkan menurut
Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerjas
seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.

Pemutusan hubungan kerja atau PHK adalah pengakhiran hubungan kerja


karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja atau buruh dan pengusaha. Bagi pekerja, PHK berdampak langsung pada
pendapatannya, sementara bagi pengusaha, PHK berarti kehilangan pekerja yang telah
terlatih dan mengerti prosedur kerja di perusahaannya.Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk menjamin PHK dilakukan
dengan bertanggung jawab dan tidak merugikan salah satu pihak. Ketentuan dalam
undang-undang ini mencakup PHK yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum
atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik swasta
maupun negara, maupun usaha sosial dan lainnya yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dalam aturan perburuhan, alasan yang mendasari PHK dapat ditemukan dalam pasal
154A ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo.
Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2021) dan peraturan
pelaksananya yakni pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan
Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021).

Alasan lain dari adanya keputusan pemutusan hubungan kerja yang diambil
oleh perusahaan adalah adanya penyimpangan yang dilakukan seorang karyawan.
Karyawan yang tidak bisa menjalankan kewajibannya sesuai dengan prosedur
perusahaan memang sangat wajar apabila diberhentikan. Apalagi jika terdapat alasan
2
Sri Zulhartati, ‘Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Karyawan Perusahaan’, Pendidikan Sosiologi
Dan Humaniora, 1.1 (2010), 77–88 <http://jurnal.untan.ac.id/index.php/JPSH/article/download/382/385>.
lain yang menyertai sekaligus alasan yang tidak bisa dimaafkan, maka PHK menjadi
satu-satunya solusi yang bisa diambil. Dalam hal ini, alasan PHK datang dari
karyawan misalnya yang berbuat kriminal, terbukti melakukan kejahatan atau karena
kinerjanya yang menurun.

2.2 Faktor Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Pemutusan Hubungan


kerja:
1. Pekerja mencapai usia pensiun, Mengenai batasan usia pensiun maka perlu
disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian
kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang
dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan
berdasarkan jumlah tahun masa kerja. Di Indonesia usia
pensiun, bagi pegawai pemerintah khususnya, ditetapkan berdasar Peraturan
Pemerintah RI No. 32 tahun 1979, tergantung pada jabatannya. Ditetapkan
umur pensiun ialah 56 tahun, 60 tahun, dan 65 tahun.
2. Pekerja melakukan pelanggaran, Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada
tentunya ada sanksi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis. Surat
peringatan tertulis dapat dilakukan sampai 3 kali, dimana masing-masing
berlakunya surat peringatan selama 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah
diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam kurun waktu 6 bulan
terhadap pelanggaran yang sama. Maka berdasarkan peraturan yang ada
kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, maka perusahaan dapat melakukan PHK.
Perusahaan berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan,
uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang
besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.
3. Alasan mendesak. Karena alasan mendesak, karyawan dapat pula minta
berhenti tanpa memperhatikan tenggang waktu dan saat pemberhentiannya.
Alasan mendesak tersebut antara lain; menolak pimpinan baru. Apabila
karyawan tidak cocok dan tidak sejalan dengan pimpinan barunya, hal
tersebut dapat mengakibatkan timbulnya stres
yang tidak menguntungkan dirinya. Dalam hal semacam ini, karyawan
dapat saja minta berhenti dengan hak pesangon, balas jasa atau lainnya.
4. Mengundurkan Diri Atas Kemauan Karyawan Sendiri, Bagi karyawan yang
berniat mengundurkan diri maka, tidak mendapatkan pesangon berupa
uang. Karyawan tidak boleh menuntut uang pesangon, karena sudah
ketentuan dari UU pasal 156 ayat 2. Isi dari pasal 156 ayat 2 yaitu pihak
yang bersangkutan tidak berhak mendapatkan uang pesangon kerja
disesuaikan dengan pasal 156 ayat 3
5. Selain karena keinginan perusahaan dan keinginan karyawan sendiri,
penyebab berhentinya hubungan kerja karyawan dapat pula dalam bentuk
yang lain, antara lain karyawan meninggal dunia atau habis masa hubungan
kerjanya. Pemutusan hubungan kerja seperti ini disebut "hubungan kerja
putus demi hukum" karena sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
(di Indonesia sesuai ketentuan pasal 1603 j dan e KUHP.
6. Perusahaan mengalami kerugian, Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup
karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun,
perusahaan dapat melakukan PHK terhadap pekerja. Syaratnya adalah harus
membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 tahun terakhir
yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, perusahaan wajib
memberikan uang pesangon 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak.

2.3 Proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Alur Proses PHK Sesuai UU Cipta Kerja tertulis dalam UU No.11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja banyak memberi kemudahan bagi dunia usaha untuk menjalankan
kegiatannya, termasuk dalam bidang hubungan industrial. Misalnya, dalam perubahan
Pasal 151 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja
membolehkan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa
didahului oleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
atau Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengusaha harus melakukan segala upaya
untuk menghindari memutuskan hubungan kerja. Pengusaha dan pekerja beserta
serikat pekerja menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut dan
mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Jika perundingan benar-
benar tidak menghasilkan kesepakatan, pengusaha hanya dapat memutuskan
Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa percobaan
bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk mengundurkan
diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha, berakhirnya
hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu yang pertama,
pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja meninggal dunia.
UU Cipta Kerja mengatur dalam hal PHK tidak dapat dihindari, maksud dan
alasan PHK diberitahukan oleh pengusaha kepada buruh atau serikat buruh.
Sebelumnya dalam Pasal 151 UU Ketenagakerjaan mengatur jika semua upaya telah
dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka PHK wajib dirundingkan oleh
pengusaha dan serikat buruh atau dengan buruh bila buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat buruh. Jika perundingan itu tidak menghasilkan persetujuan
atau kesepakatan, pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. PP No.35
tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan
Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK)
menyebutkan pemberitahuan PHK itu dibuat dalam bentuk surat dan disampaikan
secara sah dan patut oleh pengusaha kepada buruh atau serikat buruh paling lama 14
hari kerja sebelum PHK.

2.4 Ketentuan dan Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Dalam melakukan PHK tidak boleh sembarangan karena ada prosedur yang
harus dipatuhi oleh perusahaan. Proses PHK juga harus berdasarkan etika dan juga
dilakukan dengan komunikasi dua arah. Ada 5 tahapan prosedur yang harus dilalui
oleh perusahaan dalam melakukan PHK yaitu :
1. Musyawarah
Apabila terjadi PHK, prosedur yang pertama harus dilakukan adalah
melakukan musyawarah oleh pihak perusahaan dengan karyawan. Disini
musyawarah bertujuan guna mendapatkan pemufakatan yang dikenal
dengan istilah bipartit. Dengan adanya musyawarah ini kedua belah pihak
akan melakukan pembicaraan untuk menemukan solusi terbaik untuk
perusahaan maupun karyawan.
2. Media dengan Disnaker
Jika permasalah yang terjadi tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah,
maka diperlukannya bantuan dari dinas tenaga kerja (disnaker) setempat.
Dengan tujuan untuk menemukan cara penyelesaian apakah melalui
mediasi atau rekonsiliasi.
3. Mediasi Hukum
Ketika pada tahap bantuan Disnaker tidak mampu menyelesaikan masalah
antara kedua belah pihak, maka selanjutnya upaya hukum dapat dilakukan
hingga pengadilan. Jika pada hasil akhir PHK tetap dilakukan, maka
diajukan dengan melakukan permohonan secara tertulis kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan disertai dengan alasan
kenapa PHK dilakukan. Lembaga ini biasa disebut dengan Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI).
4. Perjanjian Bersama
Jika ternyata dalam proses musyawarah di tingkat bipartit telah mencapai
suatu kesepakatan maka hal ini dapat ditulis dalam Perjanjian Bersama. Di
dalam surat perjanjian tersebut harus ditandatangani oleh kedua belah
pihak dan didaftarkan ke PHI setempat. Hal yang sama juga perlu
dilakukan jika ada kesepakatan pada tingkat mediasi dan konsiliasi dengan
bantuan Disnaker.
5. Memberikan Uang Pesangon
Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, maka perusahaan wajib
memberikan uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja kepada
karyawan. Aturan dalam pemberian pesangon dan uang penghargaan ini
sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 2 dan
Pasal 3.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Randi, Yusuf, ‘Pandemi Corona Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja


Pekerja Oleh Perusahaan Dikaitkan Dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan’, Yurispruden, 3.2 (2020), 119
<https://doi.org/10.33474/yur.v3i2.6709>
Zulhartati, Sri, ‘Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Karyawan
Perusahaan’, Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora, 1.1 (2010), 77–88
<http://jurnal.untan.ac.id/index.php/JPSH/article/download/382/385>

Anda mungkin juga menyukai