Anda di halaman 1dari 22

PERLINDUNGAN HUKUM PERDATA TERHADAP KARYAWAN

YANG TERKENA PHK SEPIHAK BERDASARKAN KITAB UNDANG-


UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG HUKUM
KETENAGAKERJAAN

( Proposal Skripsi )

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

M. SADDAM AL KEVIN

211010200366

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi tahu Ilmu Pengetahuan. Proposal ini adalah langkah awal di dalam
pemenuhan tugas akhir karya ilmiah skripsi sebagai syarat memperoleh gelar
sarjana hukum pada fakultas hukum Universitas Pamulang dengan judul
“Analisis Hukum Perdata Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)Sepihak
Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga
Kerjaaan” sekiranya dosen penguji dapat menerima di dalam judul tersebut
sehingga dapat dilanjutkan pada tahapan penelitian skripsi selanjutnya.

Melalui banyak terima kasih kepada dosen penguji proposal yang telah
memberikan arahan, masukan, dan perbaikan untuk menyempurnakan
proposal ini. Besar harapan proposal ini dapat dilanjutkan pada tahapan
penelitian skripsi dan selesai tepat waktu sehingga dapat bermanfaat baik
secara teoritis dan praktis.

Pamulang, 10 Desember 2023

Penulis,

M Saddam Al Kevin

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5
E. Kerangka Teori 6
F. Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
BAB III METODE PENELITIAN 14
A. Jenis Penelitian 14
B. Spesifikasi Penelitian 14
C. Sumber dan Jenis Data 14
D. Lokasi Penelitian 15
E. Teknik Pengumpulan Data 16
F. Teknik Analisis data 16
DAFTAR PUSTAKA 17

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia memiliki pertumbuhan penduduk yang tergolong


tinggi, akibat dari penduduk yang tinggi mengakibatkan jumlah angkatan kerja
setiap tahunnya semakin meningkat sedangkan kesempatan kerja tidak
sebanding dengan laju pertumbuhannya. Hal ini mengakibatkan adanya
kesenjangan antara besarnya jumlah penduduk yang membutuhkan kerja
dengan lowongan kerja yang tersedia.

Jika lowongan kerja yang tersedia banyak maka akan mewujudkan


masyarakat adil dan makmur adalah salah satu tujuan Indonesia merdeka.
Oleh karena itu negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan
kesejahteraan bagi rakyatnya secara adil. Salah satu instrumen perwujudan
keadilan dan kesejateraan itu adalah hukum. Melalui hukum, negara berupaya
mengatur hubungan-hubungan antara orang perorang atau antara orang dengan
badan hukum. Pengaturan ini dimaksudkan supaya jangan ada penzaliman dari
pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lemah, sehingga tercipta keadilan
dan ketentraman di tengah-tengah Masyarakat

Masyarakat yang esensinya merupakan manusia membutuhkan sandang,


pangan dan papan untuk melanjutkan hidupnya, yang perlu ditekankan ialah
untuk mencapai itu, manusia haruslah berkerja agar keinginannya dapat
terwujud, dengan berkerja manusia setidaknya dapat mendapatkan upah atau
uang sehingga ia dapat memenuhi kebutuhannya.

1
Agar terpenuhinya kebutuhan, seseorang pasti akan berkerja, Orang yang
berkerja lazimnya disebut dengan pekerja, pekerja pada umumnya berkerja
pada pengusaha, pengusaha adalah orang/ badan hukum yang memiliki usaha.
Salah satu hak pekerja berkerja salah satunya untuk mendapat upah, hal ini
untuk memenuhi kebutuhannya dan juga keluarganya.

Negera Indonesia telah mengamanatkan melalui Undang-Undang Dasar


(UUD) 1945 dalam Pasal 28 D ayat (2) menyatakan “setiap orang berhak
bekerja dan mendapatkan imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam
hubungan kerja”. Oleh sebab itu UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa
hak atas pekerjaan merupakan salah hak asasi manusia yang tidak dapat
diabaikan.

Hubungan hukum antara pengusaha dan pekerja adalah dengan perjanjian


kerja, Perjanjian kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat
(14) adalah “perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

PHK alias pemutusan hubungan kerja memang bukan barang haram


dalam hukum perburuhan di Indonesia. UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) mendefinisikan PHK sebagai
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.

2
Secara normatif, ada dua jenis PHK, yaitu PHK secara sukarela dan PHK
dengan tidak sukarela. Ada beberapa alasan penyebab putusnya hubungan
kerja yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan. PHK sukarela misalnya, yang
diartikan sebagai pengunduran diri buruh tanpa paksaan dan tekanan. Begitu
pula karena habisnya masa kontrak, tidak lulus masa percobaan (probation),
memasuki usia pensiun dan buruh meninggal dunia.

Pada dasarnya setiap orang boleh membuat perjanjian dalam hal ini sesai
dengan asas kebebasan berkontrak di dalam pasal 1338 KUH Perdata, selain
itu harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang termuat dalam pasal 1320
KUH

Pada dasarnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak adalah


keputusan yang dibuat oleh perusahaan tanpa melalui proses hukum atau
penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Ada juga
ketidaksepakatan tentang dasar hukum untuk Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) yang dimana perusahaan dapat menghentikan sepihak karena 2 (dua)
alasan yaitu, yang pertama karena pemecatan dengan alasan yang sama dalam
diri pekerja/karyawan dan yang kedua pemecatan karena alasan yang sama
ada pada perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
diatur sedemikian rupa bahwa pemberhentian karyawan yang tidak hadir atau
yang melanggar peraturan perusahaan diatur dengan syarat yang cukup ketat.
Namun, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta
kerja yang dimana pengusaha atau perusahaan dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan berbagai alasan yang tidak objektif (Wibowo R. F.
dkk, 2021).

3
Hak yang bisa didapatkan jika mengalami pemutusan hubungan kerja atau
PHK adalah uang pesangon. Uang pesangon diatur dalam undang undang
dasar. Pada pasal 40 ayat 1 PP Nomor 35 tahun 2001 ditulis dalam hal PHK
pengusaha wajib membayar uang pesangon terhadap pegawai yang di PHK.
Dengan dilakukannya PHK sepihak, membuat para pekerja tidak mendapatkan
atau hanya menerima bagian yang tidak sesuai dengan ketentuannya. Upaya
yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja jika terkena PHK adalah membuat
perjanjian bersama tentang berapa uang pesangon yang harus dibayar. Apabila
perusahaan tidak mau membayar uang pesangon, tenaga kerja dapat membuat
laporan dan melakukan penegakan hukum kepada pengadilan karena ihwal
PHK diatur dalam sejumlah peraturan undang undang seperti UU nomor 13
tahun 2003 yang telah diubah menjadi UU nomor 11 tahun 2021 tentang cipta
kerja. PHK juga diatur dalam UU nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Menurut undang undang yang ada PHK
dapat dikatakan sah jika perusahaan dan tenaga kerja sama sama setuju.

Peristiwa pemutusan hubungan kerja seringkali menimbulkan


permasalahan yang tidak mudah terselesaikan, baik mengenai pengakhiran
hubungan itu sendiri maupun akibat hukum dari pengakhiran hubungan kerja.
Hubungan antara pekerja dan pengusaha akan terganggu jika salah satu pihak
memaksakan kehendak ke hubungan pada pihak lainnya, sehingga pemenuhan
kebutuhan ataupun kepentingan salah satu pihak dirugikan.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis memfokuskan


rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa akibat hukum dari pemutusan hubungan kerja secara sepihak


yang bertentangan dengan hukum ketenagakerjaan ?
2. Bagaimana upaya penanggulangan atau mencegah agar dapat
meminimalisir pemutusan hubungan kerja secara sepihak ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai di dalam penelitian ini, yaitu:


Untuk menganalisis dan menggambarkan bentuk perlindungan hukum
terhadap pekerja perusahaan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
sepihak ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Dan Kitab undang undang hukum perdata.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi


pengembangan ilmu Hukum khususnya pada kajian yuridis
normatif Undang-undang Perlindungan hukum Terhadap karyawan
yang diputus secara sepihak.
5
2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para karyawan


Penelitian ini akan memberikan gambaran yang jelas tentang aturan
atau regulasi yang diintepretasikan dari Undang-undang
perlindungan ketenagakerjaan dan kitab Undang-Undang hukum
perdata sehingga sehingga dapat memudahkan dalam melakukan
pengaduan hukum.

E. Kerangka Teori

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai


Ketenagakerjaan, pihak perusahaan/majikan dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK) atas dasar sebagai berikut:

1. Pengunduran Diri Secara Baik-Baik Atas Kemauan Pekerja Sendiri


Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak
mendapat uang pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (2).
Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (3) tetapi
berhak mendapatkan uang penggantian 1 kali ketentuan Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156
ayat (4).
2. Pengunduran Diri Secara Tertulis Atas Kemauan Sendiri Karena
Berakhirnya Hubungan Kerja Bagi pekerja kontrak yang
mengundurkan diri karenga masa kontrak berakhir, maka pekerja

6
tersebut tidak mendapat uang pesangon sesuai dengan ketentuan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 156 ayat (2) dan tidak berhak mendapatkan uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (3) juga uang pisah tetapi
berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (4).
3. Pengunduran Diri Karena Mencapai Usia Pensiun Mengenai batasan
usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan
dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan
perusahaan. Batasan usia pension yang dimaksud adalah penentuan
usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa
kerja.
4. Pekerja Melakukan Kesalahan Berat Kesalahan yang termasuk
dalam kategori kesalahan berat adalah Pekerja telah melakukan
penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang
milik Perusahaan
5. Hubungan Kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh
minimal dua subyek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subyek
hukum yang melakukan hubungan kerja adalah pengusaha/pemberi
kerja dengan pekerja/buruh. Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 angka
15 Undang – undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah dan perintah. Unsur – unsur perjanjian kerja yang
menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 1
angka 4 Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan .

7
8
F. Sistematika Penulisan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


perundangundangan dan pendekatan konseptual. Dalam metode pendekatan
perundangundangan peneliti perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam
peraturan perundang-undangan, sedangkan pendekatan konseptual dilakukan
manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Berdasarkan
jenis penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif,
maka data penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yaitu berupa bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat
autoritatif yakni memilki otoritas.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Agar terpenuhinya kebutuhan, seseorang pasti akan berkerja, Orang yang


berkerja lazimnya disebut dengan pekerja, pekerja pada umumnya berkerja
pada pengusaha, pengusaha adalah orang/ badan hukum yang memiliki usaha.
Salah satu hak pekerja berkerja salah satunya untuk mendapat upah, hal ini
untuk memenuhi kebutuhannya dan juga keluarganya.

Pada pengertian hukum positif hendaknya sebuah peraturan hukum atau


undang-undang harus mencerminkan kepastian hukum dan juga
mendeskripsiskan penetapan hak-hak tertentu untuk suatu individu atau
kelompok. Kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan dengan
cara yang baik atau tepat. Kepastian pada intinya merupakan tujuan utama dari
hukum. Jika hukum tidak mencerminkan kepastian maka hukum akan
kehilangan jati diri serta maknanya jika hukum kehilangan jati diri maka
hukum tidak lagi digunakan sebagai pedoman perilaku orang. Kepastian
hukum dapat diartikan sebagai jaminan bagi anggota masyarakat, bahwa
semuanya akan diperlakukan oleh negara atau penguasa berdasarkan peraturan
hukum, tidak dengan sewenang-wenang. Kepastian hukum merupakan salah
satu prinsip utama dari penerapan hukum keadilan. Kepastian hukum
menuntut lebih banyak penafsiran secara harifah dari ketentuan undangundang

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan,


baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan produk
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, dan
masyarakat umum. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

10
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang berumur 15
tahun ke atas yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang


terjadi setelah adanya perjanjian kerja,14 sedangkan dalam Pasal 1 angka 15
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
didefinisikan bahwa: “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah dan perintah”.Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan: “Hubungan kerja terjadi karena
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”. Pada umumnya
hubungan kerja itu sifatnya ialah bekerja dibawah pimpinan pihak lainnya.15
Iman Soepomo pun memberikan pengertian hubungan kerja sebagai:
“Hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan yang terjadi setelah
diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima
upah dan dimana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk
mempekerjakan pekerja dengan membayar upah“.

Menurut Lalu Husni dalam bukunya menyatakan bahwa, PHK


merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, terutama dari
kalangan buruh/pekerja karena dengan PHK buruh/pekerja yang bersangkutan
akan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi diri dan keluarganya,
karena itu semua pihak yang terlibat dalam hubungan industrial baik
pengusaha, pekerja/buruh, atau pemerintah, dengan segala upaya harus
11
mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.11 Sedangkan
dalam penjelasan Pasal 1 angka 25 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa : “Pemutusan hubungan kerja
adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dengan
pengusaha”. Pemutusan hubungan kerja bagi para pihak pekerja/buruh akan
memberikan pengaruh psikologis, ekonomis, finansial.

Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan


harus sesuai dengan undang-undang no 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yang mennyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja
dilakukan dalam beberapa proses yaitu mengadakan musyawarah antara
karyawan dengan perusahaan, bila menemui jalan buntu maka jalan terakhir
adalah melalui pengadilan untuk memutuskan perkara. Akan tetapi pada
kenyataanya sering terjadi pemberhentian dengan pemecatan tanpa adanya
alasan yang jelas, Seharusnya pemecatan karyawan harus berdasar kepada
peraturan dan perundang-undangan karena setiap karyawan mendapat
perlindungan hukum sesuai dengan statusnya.

Di dalam aturan perburuhan, ada alasan yang mendasari terjadinya PHK.


Hal ini ditemukan dalam Pasal 154A ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Jo. UU No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 36
PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya,
Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Pekerja mempunyai peran dan kedudukan yang signifikan sebagai pelaku


ekonomi pembangunan berssama mitra kerja, yaitu pemberi pengguna kerja
(pengusaha). Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan
sebagai sumber daya manusia di masa pembangunan nasional. Banyaknya
perusahaan yang melakukan PHK pada masa pandemi Covid-19 , Perusahaan
12
seringkali menggunakan alasani force majeuredalam melakukan pemutusan
Hubungan Kerja, Para pekerja menjadi kehilanga pekerjaannya dan tentunya
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Pada prinsipnya
secara hukum tidak masalah, karena PHK itu merupakan hak para pihak bagi
pengusaha maupun pekerja, namun kenyataannya banyak pengusaha yang
tidak memenuhi hak-hak pekerja. Permasalahan PHK yang menimpa buruh
akibat adanya kasus pandemi Covid-19 belumlah dapat diselasaikan dengan
baik, buruh kembali dihadapan dengan lahimya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), dimana di dalam undang-
undang tersebut adanya perubahan terkait kebijakan di bidang
ketenagakerjaan, ada 4 (empat) masalah pokok dalam klaster ketenagakerjaan
UU Cipta Kerja mulai dari mekanisme PKWT, 14 pengupahan, pemutusan
hubungan kerja (PHK), pesangon, dan outsourcing.

Mengenai akibat hukum yang akan timbul mengenai permasalahan


pemutusan hubungan kerja karena force majeure sudah sangat jelas memiliki
akibat hukum terhadap hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja, dimana
pekerja sudah selayaknya mendapatkan hak-hak yang telah diterima selama
bekerja di perusahaan tersebut dan perusahaan sudah selayaknya memberikan
penghargaan kepada pekerja walaupun pada saat terlaksananya hubungan
kerja antara perusahaan dan pekerja terjadi keadaan memaksa atau keadaan
yang tak terduga (force majeure), para pekerja sudah selayaknya mendapatkan
hak-hak mereka yang telah diatur didalam ketentuan undang-undang atau
peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini UU Ketenagakerjaan.

Pasal 151 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


menyebutkan, “Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan
hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan
kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh

13
atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh”.

UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengubah sejumlah


ketentuan yang diatur dalam berbagai UU, antara lain UU No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Pemerintah mengklaim tujuan terbitnya beleid
tersebut untuk memberikan kemudahan berusaha, dan menarik investasi.
Seperti diketahui, terbitnya UU No.11 Tahun 2020 diapresiasi pemodal, tapi
sebaliknya ditolak kalangan masyarat sipil terutama serikat buruh.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan


dengan cara meneliti bahan pustaka ataupun data sekunder sebagai bahan
dasar untuk diteliti dengan cara melakukan penelusuran terhadap peraturan-
peraturan dan literatur yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti.16
Pendekatan yuridis normatif penulis gunakan untuk mengkaji mengenai
aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan yang berkaitan dengan pembagian
harta warisan.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu umtuk


menggambarkan, menemukan fakta-fakta hukum secara menyeluruh dan
mengkaji secara sistematis perundang-undangan.

C. Sumber dan Jenis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data


dengan studi kepustakaan atau studi dokumenter, yaitu pengumpulan data
yang dilaksanakan dengan kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis
yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik yang berupa buku, koran,
dokumen, arsip, tulisan, makalah, teori-teori hukum dan dalil-dalil hukum. Di
dalam penelitian hukum normatif/ doktrinal ini teknik analisis data yang

15
digunakan adalah content analysis (teknik analisis isi). Analisis isi ialah setiap
prosedur sistematis yang didorong untuk mengkaji isi dari informasi yang
diperoleh. Analisis ini memusatkan perhatian pada semua data sekunder yang
diperoleh. Setelah memperoleh data yang diperlukan, penulis menganalisis
data secara logis, sistematis dan yuridis. Logis maksudnya adalah data yang
dikumpulkan dianalisis sesuai dengan prinsip-prinsip logika deduktif yakni
menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi. Sistematis maksudnya adalah
menganalisis data dengan cara mengkaitkan data yang satu dengan yang lain
yang saling berhubungan dan bergantung. Selanjutnya data dianalisis secara
yuridis, yaitu bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada dan dikaitkan
dengan hukum positif yang sedang berlaku saat ini.

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian ini dilakukan.


Penetapan lokasi penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam
penelitian normative karena dengan ditetapkannya lokasi penelitian berarti
objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga mempermudah penulisan dalam
melakukan penelitinan. Lokasi ini dilakukan di daerah pamulang Tangerang
selatan.

16
E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah: bahan


hukum primer yang didapat dengan menganalisis peraturan perundang-
undangan, risalah resmi, dan beberapa keputusan-keputusan yang menyangkut
dengan judul tulisan ini. Bahan hukum sekunder didapat dari menganalisis
buku-buku , jurnal-jurnal dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang memiliki
keterkaitan dengan judul penulisan ini. Bahan-bahan hukum yang telah
didapat, kemudian dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisi.

F. Teknik Analisis Data

Metode yang dipergunakan dalam penulisan proposal ini adalah metode


pendekatan yuridis empiris atau dengan kata lain normatif empiris. Penelitian
hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis yaitu penelitian hukum yang
mempergunakan data primer.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Jurnal

Uben Yunara Dasa Priatna. (2023). Perlindungan Hukum Terhadap


Tenaga Kerja Yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja Dilihat
Dari Perspektif Keadilan."

2. Perundang-undangan

Pasal 61 UU No. 13 Tahun 2003 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. UU


No. 11 Tahun 2021 2020 tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja


Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan
Pemutusan Hubungan Kerja;

Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Nomor


SE.13/Men/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi
Atas Hak Uji Materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Sumber Lainnya

18
https://www.hukumonline.com/klinik/a/di-phk-sepihak-atas-dugaan-
pencurian-lakukan-ini-lt62b1a5507aeae, diakses pada 10 Desember
2023

https://www.hukumonline.com/berita/a/berkembangnya-alasanalasan-
phk-dalam-praktik-hol19045, diakses pada 10 Desember 2023

19

Anda mungkin juga menyukai