Oleh:
FATHURRAHMAN AHMAD FAUZI
NIM :
11130480000020
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
v
6. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaian karya tulisnya.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penelitian lanjutan di
masa mendatang.
Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ……….i
ABSTRAK……………… ........................................................................................... iv
PENDAHULUAN
1
Otto Soemarwoto, Ekologi: Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Djambatan,
1991), h.48.
2
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.4.
3
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional: Buku I, (Bandung: Binacipta,
1982), h.vii.
1
2
4
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional: Perspektif Bisnis Internasional,
(Bandung: Rafika Aditama, 2003), h.1.
5
Andi Iqbal Burhanuddin, The Sleeping Giant, Potensi dan Permasalahan Kelautan,
(Surabaya: Brillian internasional, 2011), h. vii.
6
Achmad Santosa, Alam pun Butuh Hukum dan Keadilan, (Jakarta: Asa Prima Pustaka,
2016), h.4.
3
7
R. R. Churchill dan A. V. Lowe, The Law of the Sea Third Edition, (United Kingdom:
Manchester University Press, 1999), h. 329-330.
8
Mochtar Kusumaatmaja, Pencemaran Laut dan Pengaturan Hukumannya, (Bandung: Orasi,
1977), h. 177.
4
Salah satu kasus yang paling umum terjadi dalam hal kerusakan dan
pencemaran lingkungan adalah pencemaran laut akibat eksploitasi minyak dan gas
bumi (MIGAS) dalam tahap transportasi laut ke darat atau darat ke laut seperti
yang terjadi pada tahun 1967, kapal tanker pembawa minyak Torrey Canyon
menabrak Seven Stones Reef antara Isles of Scilly dan Land’s End, sehingga
mengakibatkan kerugian yang besar. Namun, tidak sedikit juga kasus terjadinya
blowout dianjungan MIGAS pada tahap eksploitasi di tengah laut maupun lepas
pantai. Terjadinya blowout dari anjungan pengeboran Ixtoc One di Teluk Mexico
pada tahun 1979 yang disebut-sebut sebagai salah satu pencemaran laut terparah
yang pernah terjadi. Minyak yang tak berhenti mengalir selama kurang lebih
sembilan bulan sebelum akhirnya sumur bisa ditutup. Dampak dari hal tersebut
meluas pada lingkungan perairan, industri perikanan, dan pariwisata Amerika
Serikat. Sebelas tahun kemudian pada tahun 1989, terjadi pencemaran laut dari
Exxon Valdez daerah Selatan Alaska yang disebabkan oleh tumpahnya 240.000
barel (11 juta gallon) minyak ke daerah Prince William Sound. Dengan terjadinya
ini, ekosistem sekitarnya rusak sehingga keanekaragama hayati di laut seperti
anjing laut, ikan-ikan, bahkan burung-burung terkena imbasnya. Proses
pembersihan minyak dari laut dapat terselesaikan dengan lancar namun tidak sama
halnya dengan penyelesaian kasus ini dari segi hukum, lebih dari 100 Lawfirm
berpartisipasi dalam lebih dari 200 gugatan di pengadilan dengan lebih dari 30.000
kalim.9 Sebagai respon dari pencemaran laut yang besar ini, Amerika Serikat
memberikan denda kepada Exxon Shipping Company, pemilik dari Exxon Valdez,
serta perusahaan induknya Exxon Corporation dengan masing-masing lima
tuntutan pidana. Lalu, pada tanggal 20 April 2010 juga terjadi kasus pencemaran
dan kerusakan lingkungan laut oleh minyak (oil spill) yang disebut sebagai tragedi
Deepwater Horizon yang cukup menyita perhatian. Terjadi sebuah ledakan di
9
Martha Williams, “Mess of Lawsuits is Proving Stickier than Valdez Oil Spill”, (Seattle
Times, Juli 26, 1991), h. A1.
6
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi Masalah dalam Skripsi ini meliputi:
a. Hukum internasional tentang pencemaran lingkungan,
b. Kasus kilang minyak montara yang terjadi di laut timor,
c. Penyelesaian sengketa kasus kilang minyak montara.
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian peneliti menjadi efektif, tepat sasaran dan tidak
melebar maka peneliti hanya membatasi penelitian ini hanya pada tinjauan
hukum internasional terkait penanggulangan dan penyelesaian sengketa kasus
Kilang Minyak Montara di Laut Timor.
3. Perumusan Masalah
Bagaimana penyelesaian sengketa yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan sengketa kasus pencemaran kilang minyak montara di Laut
Timor berdasarkan Hukum Internasional?
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistematika
penyelesaian sengketa kasus kebocoran kilang minyak montara di Laut Timor
berdasarkan Hukum Internasional.
8
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
D. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskriptif analitis dengan
judul Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Kasus Kilang Minyak Montara
Di Laut Timor. Dalam kaitannya, peneliti mengacu kepada peraturan
perundang–undangan, norma–norma serta gejala hukum yang ada di
masyarakat dan juga menggambarkan peraturan perundang–undangan yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum
positif yang diangkat sebagai penelitian.10
2. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan yuridis
normatif berupa penafsiran hukum, kontruksi hukum, filsafat hukum
(kepastian hukum). Yang mana dalam suatu penelitian hukum normatif tentu
10
Ronny Haditjo Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, cetakan ke-4,
(Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 1990), h. 97-98.
9
3. Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer
meliputi perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan atau putusan-putusan hukum.11 Bahan
hukum yang terdapat pada penelitian ini antara lain Convention on the
Highseas 1958, International Convention on Civil Liability for Oil
Pollution Damage 1969, International Convention on Establishment of an
International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1971,
Stockholm Declaration 1972, United Nation Convention on the Law of the
Sea 1982, Rio Declaration 1992, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996
tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, Peraturan Presiden Nomor 106
Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak
di Laut.
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana 2010) h. 141
10
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik penelitian kepustakaan
maupun penelitian lapangan dianalisis secara Normatif Kualitatif. Normatif
karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai
hukum positif. Kualitatif, karena merupakan analisis data yang berasal dari
berbagai literatur. Dengan demikian merupakan analisis data tanpa
mempergunakan rumus dan angka.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti dalam skripsi
ini disesuaikan kaidah-kaidah penelitian karya ilmiah dan buku “Pedoman
Penelitian Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”.
11
E. Sistematika Penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung, 1984), h 8.
13
menaruh perhatian pada hukum mengenai laut. Maka dapat dimaknai bahwa
hukum laut internasional adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur hak dan
kewenangan suatu negara atas kawasan laut yang berada dibawah yurisdiksi
nasionalnya (national jurisdiction). Pentingnya laut dalam hubungan antar
bangsa menyebabkan pentingnya pula arti hukum laut internasional. Tujuan
hukum ini adalah untuk mengatur kegunaan rangkap dari laut yaitu sebagai
jalan raya dan sebagai sumber kekayaan serta sumber tenaga. Di samping itu
hukum laut juga mengatur kompetisi antara negara-negara dalam mencari dan
menggunakan kekayaan yang diberikan laut, terutama sekali antara negara-
negara maju dan berkembang.2
Hukum laut internasional terdiri dari hukum laut internasional publik
(international law of the sea) dan hukum laut internasional perdata (maritime
law). Hukum Laut Internasional yang bersifat publik atau yang biasa disebut
United Nations on the Law of the Sea (UNCLOS) menghasilkan peraturan
tentang laut teritorial, zona tambahan, selat-selat yang digunakan untuk
pelayaran internasional, perairan negara kepulauan, Zona Ekonomi Eksklusif,
landas kontinen, laut lepas, perbudakan, pembajakan, perdagangan narkotika
dan psikotropika, penyiaran gelap dari laut lepas, pengejaran seketika, kabel-
kabel dan pipa-pipa bawah laut, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan
hayati, pulau-pulau, laut tertutup atau setengah tertutup, hak negara daratan
untuk akses ke dan dari laut serta kebebasan transit, kawasan dasar laut dan
dasar samudera dan tanah di bawahnya, pelestarian dan perlindungan
lingkungan hidup, riset ilmu kelautan, pengembangan dan alih teknologi, dan
penyelesaian sengketa-sengketa Sedangkan dalam Guide Line for Maritime
Legislation sebagai hasil dari The Legal Expert Meeting on a Model Maritime
2
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam era Dinamika
Global,(Bandung: Alumni, 2011), h 307.
14
Code for the ESCAP Region, menyebutkan bahwa ruang lingkup hukum laut
internasional perdata atau hukum maritim sedemikian luas yaitu:
a. Regulasi Ekonomi,
b. Kebangsaan Kapal,
c. Pendaftaran Kapal dan Hak Atas Kapal,
d. Keamanan,
e. Navigasi,
f. Pengawakan,
g. Manajer Kapal,
h. Agen,
i. Buruh Pelabuhan,
j. Penerus Muatan,
k. Kontrak Mengenai Kapal,
l. Hipotek Kapal dan Piutang Maritim,
m. Tanggung Jawab dan Batasan Tanggung Jawab Maritim,
n. Angkutan dan Kontrak lainnya,
o. Asuransi Laut,
p. Kecelakaan di Laut,
q. Polusi,
r. Pengangkutan Barang Berbahaya,
s. Penipuan di Bidang Maritim,
t. Pemeriksaan di Laut, dan
u. Penyelesaian Sengketa Maritim.3
Sementara hukum laut intrnasional perdata merupakan serangkaian
aturan-aturan hukum yang digunakan untuk mengatur hubungan keperdaraan
antara pihak-pihak yang berada di dalam dua yuridiksi negara yang berbeda
dalam bidang maritim. (Tatley, 2000; 780).
3
Syafinaldi, "Hukum laut internasional", (Pekanbaru: URI Press, 2009), h. 12.
15
4
Mochtar Kusuma Atmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, (Bandung : Binacipta,
1982), h. vii.
5
Jurgen Friedrich, International Environmental “soft law”,( New York, Springer, 2013), h. 1.
16
6
John Baylis, Steve Smith, The Globalization of World Politics (3rd ed), (Oxford University
Press, 2005), h. 454-455.
7
Lal Kurukulasiruya, Nicholas A Robinson, United Nation Environment Programme,
Training Manual on International Environmental Law, (Kenya: Division of Environmental Policy &
Law, 2006), h. 24.
17
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), h. 643.
9
John.M. Echlos dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia dan Indonesia Inggris,
(Jakarta: Gramedia, 1996), h. 138.
10
Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan ke-3, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 433.
11
Koentjaraningrat, Kebudayaan Metaliteit dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1982), h.
103.
12
Jawahir Thontowi, Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: Refika
Aditama, 2006), h. 224.
18
13
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
h. 2.
14
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, (Bandung: Alumni, 2011), h. 195.
19
15
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global,.. h. 196.
20
18
Hendrik Salmon, Eksistensi dan Fungsi Prinsip Strict Liability Dalam Penegakan Hukum
Lingkungan, (Ambon: Fakultas Hukum Univ. Pattimura, 2013), h. 5.
19
Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan
Masa Depan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), h. 15.
23
20
Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan
Masa Depan,... h. 16.
21
Alie Yafie, Merintis Fiqih Lingkungan Hidup, (Jakarta:Tama Printing 2006), h. 40.
24
22
Sukarni, Fiqih Lingkungan Hidup Perspektif Ulama Kalimantan Selatan, (Kementerian
Agama RI, 2011), h. 1
25
23
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam penegakan hukum lingkungan Indonesia,
(Bandung: Alumni , 2001), h. 154.
26
24
Departemen Kehakiman RI, Penelitian tentang Aspek hukum Kerjasama Regional dan
dan lain-lain penggunaan laut yang wajar, pemburukan dari kualitas air laut
dan menurunnya tempat-tempat permukiman dan rekreasi.25
Sedangkan menurut UNCLOS 1982 (United Nation Convention On
The Law Of The Sea) Pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan
laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk
sehingga dapat merusak sumber daya hayati laut (marine living resources),
bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut
termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas
air laut dan mutu kegunaan serta manfaatnya.
Sejalan dengan itu juga maka pencemaran laut intinya adalah
menurunnya kualitas air laut karena aktivititas manusia baik disengaja
maupun tidak disengaja memasukkan zat-zat pencemar dalam jumlah tertentu
ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) sehingga menimbulkan
akibat yang negatif bagi sumber daya hayati dan nabati di laut, kesehatan
manusia, aktivitas di laut, dan bagi kelangsungan hidup dari sumber daya
hidup di laut.26
25
Mochtar Kusumaatmadja, Bunga rampai Hukum Laut, (Bandung: Bina Cipta, 1978), h.
177.
26
Juajir Sumardi,. Hukum Pencemaran Laut Transnasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti ,
1996), h. 29.
28
dengan baik dalam praktik Corporate Social Responsibility Bank Mandiri dan
Bank BNI. Perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian yang peneliti
lakukan adalah fokus pada bagaimana kedua negara menanggulangi
pencemaran yang terjadi dan seperti apa penyelesaian sengketa berdasarkan
tinjauan hukum internasional.
2. Siti Kemala Nuraida, Tindakan Preventif dan Tanggung Jawab Negara dalam
Pencemaran Laut Lintas Batas Akibat Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi
(MIGAS) Lepas Pantai, Universitas Indonesia, 2012 dalam skripsi ini peneliti
menemukan bahwa untuk dapat mengatasi pencemaran laut di wilayanya, setiap
negara peserta United Nation Convention on the Law Of the Sea 1982
diwajibkan untuk memiliki pengaturan nasionalnya masing-masing dan untuk
dapat melihat praktik prinsip tindakan preventif dan prinsip
pertanggungjawaban negara dalam pencemaran lintas batas maritim. Perbedaan
dengan penelitain peneliti adalah peneliti tidak hanya berfokus kepada satu
peraturan saja tetapi peraturan-peraturan terkait penanggulangan pencemaran
lintas batas maritim dan cara menyelesaikan sengketa.
3. Buku berjudul Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan Mineral dan
Batubara ditulis oleh Ahmad Redi diterbitkan oleh Sinar Grafika Jakarta 2017
menjabarkan berbagai konflik dan upaya penyelesaian konflik yang terjadi
dalam pengusahaan pertambangan mineral dan batubara.
4. Jurnal Hukum Dampak Pencemaran Lingkungan Laut Terhadap Indonesia
Akibat Tumpahan Minyak Montara Di Laut Timor, Vol.2, No.2, Agustus 2016
yang ditulis oleh Ni Putu Suci Meinarni mahasiswi STIKI INDONESIA
menemukan telah terjadi pencemaran di Laut Timor yang mengandung minyak
mentah (crude oil) yang memiliki karakteristik yang sama dengan contoh
minyak yang berasal dari Montara Welhead Platform berdasarkan hasil
Chromatogram pada hasil GC. Ditemukannya korelasi antara minyak yang ada
I Montara dengan minyak ya g ditemukan di perairan Indonesia, menyebabkan
terganggunya ekosistem dan perairan laut Timor yang berdampak pada wilayah
29
BAB III
Laut adalah kumpulan air asin yang sangat luas yang memisahkan benua
yang satu dengan benua yang lainnya, dan juga memisahkan pulau yang satu
dengan yang lainnya.27 Laut Timor adalah perpanjangan Samudera Hindia yang
terletak antara pulau Timor, kini terbagi antara Indonesia dan Timtim, dan Northen
Territory Australia. Di timur berbatasan dengan Laut Arafuru, secara teknis
perpanjangan Samudera Pasifik. Laut Timor Sea memiliki 2 teluk kecil di pesisir
Australia Utara, Teluk Joseph Bonaparte dan Teluk Van Diemen. Kota Australia
Darwin ialah satu-satunya kota besar yang terletak di tepi laut adjoin.28 Laut ini
memiliki luas 480 km (300 mil), meliputi daerah sekitar 610.000 km persegi
(235.000 mil persegi). Titik terdalamnya ialah Palung Timor di utara laut ini, yang
mencapai kedalaman 3.300 m (10.800 kaki). Bagian lainnya lebih dangkal, dengan
rata-rata kedalaman yang kurang dari 200 m (650 kaki). Merupakan tempat utama
untuk badai tropis dan topan. Sejumlah pulau terletak di laut ini, termasuk Pulau
Melville di laut lepas pantai Australia dan Kepulauan Ashmore dan Cartier yang
diperintah Australia. Diperkirakan penduduk asli Australia mencapai Australia
dengan “loncatan pulau” menyeberangi Laut Timor. Di dasar Laut Timor terdapat
cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar. Australia dan Timor Timur telah
mengalami pertentangan panjang atas hak eksploitasi di daerah yang terkenal
27
A. Muthalib Tahar, Hukum Laut Internasional menurut KHL PBB 1982 dan perkembangan
Hukum Laut di Indonesia, (Lampung: Fakultas Hukum Internasional UNILA Bagian Hukum
Internasional, 2007), h. 1.
28
Wikipedia, “Laut Timor”, sebagaimana dimuat dalam,
http://id.wikipedia.org/wiki/LautTimor, diakses pada tanggal 15 Oktober 2017.
31
sebagai Celah Timor. Klaim wilayah Australia meluas ke sumbu batimetrik (garis
kedalaman punggung laut terbesar) di Palung Timor. Ini melengkapi klaim
territorial Timor Timur, yang mengikuti bekas koloninya Portugal dalam
mengklaim bahwa garis yang membagi itu harus ditengah-tengah kedua negara.
Kilang minyak montara terletak di Kimberley Coast, 690 km sebelah barat
dari Darwin. Rig dan 250 km sebelah utara dari Trusscott Airbase yang digunakan
untuk pengeboran West Atlas yang dikelola oleh PIT Exploration and Production
Australasia, yang merupakan anak perusahaan dari PTT Exploration and
Production yang juga merupakan anak perusahaan dari PTT, perusahaan MIGAS
negara milik Thailand.
Sumber: BRKP 2010, Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut, Deputi
Bidang Peningkatan Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
32
tersebut gagal. Beberapa hari setelahnya dilakukan upaya untuk memindahkan oil
slick ke arah selatan dari kilang minyak.
Pada awal bulan November 2009, upaya yang dilakukan untuk mencegat
sumur membuahkan hasil. Dengan menggunakan rig West Triton, sumur akhirnya
berhasil ditutup dengan semen setebal 1.400 meter. Setelah proses ini selesai, rig
West Trioton dikembalikan kepada Singapura. Namun, terjadi kebakaran saat
dilakukannya pengeboran yang berasal dari sumur H1 dari kepala sumur di kilang
minyak. Dua hari setelah insiden tersebut yaitu tanggal 3 November 2009,
kebakaran berhasil dipadamkan dengan penumpukan 3.400 barel lumur padat dan
tumpahan minyak akhirnya dapat dihentikan.
Namun tumpahan minyak ini telah mengakibatkan kerugian ekonomi,
sosial, dan lingkungan yang berdampak turunan. Bencana ini merugikan ribuan
nelayan dan pembudidaya rumput laut NTT, menurunkan fungsi kelautan,
mematikan biota laut dan menurrunkan keanekaragaman hayati.
Tumpahan minyak dari kilang minyak montara yang mencemari perairan
laut Indonesia sebagaimana yang telah dipaparkan diatas telah bertentangan
dengan ketentuan untuk memelihara lingkungan hidup manusia termasuk juga
lingkungan laut yang telah ditetapkan dalam prinsip pertama Konerensi Stokholm
pada tahun 1972 yang menyatakan:
“Man has the fundamental right to freedom, equality and adequate
conditions of life, in an environment of a quality that permits a life of
dignity and well-being and he bears a solemn responsibility to protect
and improve the environment for present and future generations. In
this respect, policies promoting or perpetuating apartheid, racial
segregation, discrimination, colonial and other forms of oppressions
and foreign domination stand condemned and must be eliminated.”
Prinsip tersebut mengakui bahwa adanya hak asasi manusia atau setiap
orang untuk hidup di suatu lingkungan yang baik sertta sehat juga mewajibkan
34
29
Kata Data, “Sidang Perdana Kasus Tumpahan Minyak Montara Digelar Bulan Ini”,
sebagaimana dimuat dalam, www.katadata.co.id, diakses pada tanggal 17 Oktober 2017.
35
BAB IV
1
Majalah PSM HSE ALERT, “Montara Kasus Yang Hampir Terlupakan”, sebagaimana
dimuat dalam, psm-hse-alert.com , diakses pada tanggal 24 Desember 2017.
40
Tabel
Dispersan Jumlah yang digunakan
(Liter)
Slickgone LS 63.415
Slickgone LTSW 38.000
Tergo-R40 1.000
Shell VDC 5.000
Corexit EC9500 17.000
Corexit EC9527A 27.720
Ardrox 6120 32.000
Sumber : West Timor Care Foundation.
Sebagai tindak lanjut penyelesaian ganti rugi Pencemaran Laut Timor oleh
PIT Exploration and Production Thailand sebagai pemegang saham PIT
Exploration and Production Australasia, telah dilakukan serangkaian perundingan
antara Pemerintah Indonesia dengan PIT Exploration and Production Australasia
yang telah menghasilkan Draft Memorandum of Understanding penyelesaian
kompensasi atas pencemaran di Laut Timor. Pada pertemuan yang dimulai pada 27
Juli 2010, 26 Agustus 2010, 19 November 2010, baru pada pertemuan tanggal 17-
18 Desember 2010. Dari hasil rangkaian pertemuan tersebut PIT Exploration and
Production Australasia mengakui bahwa minyak masuk ke Perairan Indonesia dan
mencemari perairan laut lepas, akan tetapi tetap menyangkal minyak sampai ke
garis pantai (coastline). Selanjutnya kedua belah pihak setuju bahwa untuk
membuktikan bahwa minyak sampai ke garis pantai dengan pembuktian simulasi
oil spill modeling dimana hasil dari Tim Nasional menunjukan minyak sampai ke
garis pantai. Pada Pertemuan tanggal 4 Maret 2011, ada terobosan baru kearah
penyelesaian sengketa yaitu dengan proposal PIT Exploration and Production
Australasia yang dikenal dengan Dual Track. Pada Tanggal 28 Juni 2011 kedua
belah pihak sepakat untuk mengimplementasikan dual track dalam suatu
Memorandum of Understanding. Namun rencana penandatanganan Memorandum
47
3
Sesuai dengan Memorandum Akhir Tugas Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian
Internasional, Periode September 2010-Januari 2014.
48
Australasia tidak punya itikad baik terhadap rakyat Indonesia (terutama rakyat di
pesisir NTT) yang menderita akibat pencemaran minyak di Laut Timor.4
Kemudian pada tanggal 11 Januari 2013 Tim Advokasi dan Menteri
Perhubungan RI mengadakan rapat khusus. Dari hasil rapat tersebut ditentukan
bahwa agar Pemerintah Indonesia segera menyelesaiakan tuntutan ganti rugi atas
pencemaran Laut Timor ke tingkat hukum (litigasi) melalui pengadilan di
Indonesia. Kemudian penetapan Kementerian Lingkungan Hidup (sekarang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sebagai Focal Point, penetapan
Jaksa Pengacara Negara, dan penyiapan Anggaran Litigasi.
5
Kata Data, “Sidang Tumpahan Minyak Montara Mulai Berjalan”, sebagaimana dimuat
dalam, katadata.co.id , diakses pada tanggal 25 Desember 2017.
6
Metro TV News, “Tergugat Kasus Montara Berjanji Hadiri Proses Mediasi”, sebagaimana
dimuat dalam, news.metrotvnews.com , diakses pada tanggal 25 Desember 2017.
7
Sesuai dengan Penetapan Cabut Gugatan yang dikabulkan pada tanggal 6 Februari 2018.
50
Langkah gugatan yang dilakukan para petani rumput laut yang diadvokasi
Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) pimpinan Ferdi Tanoni ini, dilakukan karena
upaya damai yang dilakukan kedua belah pihak selalu tidak membuahkan hasil,
sehingga gugatan secara class action dinilai paling memadai untuk menjawab
keluh kesah para petani rumput laut di NTT. Gugatan secara class action itu
diwakili oleh Daniel Sanda, seorang petani rumput laut asal Pulau Rote di wilayah
Kabupaten Rote Ndao yang letaknya paling selatan Indonesia, dan berbatasan
langsung dengan Benua Australia. Daniel Sanda didampingi Ketua Tim Advokasi
dari YPTB Ferdi Tanoni dan Ben Slade dari Kantor Pengacara Maurice Blackburn
Lawyers, sebuah kantor pengacara tertua dan terbesar di Australia yang didirikan
pada 1919 serta Greg Phelps dari Ward Keller, sebuah kantor pengacara terbesar
di Australia Utara, saat mendaftar gugatan class action di Pengadilan Federal
Australia di Kota Sydney.8
Pengadilan Federal Australia di Sydney sidang gugatan class action para
petani rumput laut Indonesia asal Nusa Tenggara Timur pada tanggal 22 Agustus
2016) setelah menerima daftar gugatan tersebut pada 3 Agustus 2016. Pada
tanggal 20 Oktober 2016 diadakan sidang pemeriksaan yang dipimpin oleh Hakim
Griffiths. Sidang pemeriksaan tersebut membahas pertanyaan prosedural apakah
anggota kelompok dalam gugatan telah "memulai" suatu proses hukum untuk
tujuan bagian 44 dari Undang-Undang Batasan (NT) dan oleh karena itu meminta
perpanjangan periode pembatasan sesuai dengan Undang-Undang tersebut.9 Pada
tanggal 24 Januari 2017, Hakim Griffiths memutuskan untuk memenangkan petani
rumput laut asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Pengadilan Federal
Australia soal keabsahan penggugat mengajukan class action dalam perkara
8
.Hukum Online, “Pengadilan Australia Terima Gugatan Petani Rumput Laut Indonesia”,
sebagaimana dimuat dalam, www.hukumonline.com , diakses pada tanggal 20 Desember 2017.
9
.Maurice Blackburn, “Current Class Action: Montara Oil Spill Class Action”, sebagaimana
dimuat dalam, www.mauriceblackburn.com.au , diakses pada tanggal 22 Desember 2017.
51
10
Kompas, “Gugatan Petani Rumput Laut NTT Dikabulkan Pengadilan Australia”,
sebagaimana dimuat dalam, regional.kompas.com , diakses pada tanggal 22 Desember 2017.
52
Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Conention on the Law of the Sea.
Negara-negara pihak Konvensi dapat membiarkan suatu sengketa tidak
terselesaikan hanya jika pihak lainnya setuju untuk itu. Jika pihak lain tidak setuju
maka mekanisme prosedur memaksa konvensi akan diberlakukan.11 Dalam
penyelesaian sengketa hukum laut UNCLOS 1982 membuat aturan yang sangat
fleksibel dimana negara yang berselisih diberi kebebasan yang besar untuk
memilih cara penyelesaian sengketa mereka. Diantaranya ada proses penyelesaian
yang tidak mengikat para pihak dan penyelesaian perselisihan yang mengikat para
pihak. Selain itu juga terdapat beberapa batasan dan pengecualian bagi negara
peserta Konvensi atas pilihan penyelesaian mengikat.
Dalam UNCLOS 1982 Bab XV Bagian 1, mengenai Penyelesaian
Sengketa (Settlement Disputes) mengharuskan negara-negara peserta untuk
menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara damai sesuai dengan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penyelesaian melalui cara-cara damai ini menurut
pasal 33 ayat 1 adalah dengan perundingan, penyelidikan, dengan mediasi,
konsiliasi, arbitrase, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau
pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih
sendiri oleh pihak bersengketa. Namun, apabila pihak-pihak yang bersengketa
tidak bisa menyelesaikannya melalui cara-cara yang sudah ditetapkan pada Bagian
1, penyelesaian sengketa bisa ditempuh melalui prosedur wajib yang menghasilkan
keputusan mengikat yang diatur dalam UNCLOS Bab XV Bagian 2. Pihak-pihak
bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya dengan menunjuk pihak ketiga
untuk interpretasi dan penerapan Konvensi melalui Mahkamah Internasional
Hukum Laut, Mahkamah Internasional dan Mahkamah arbitrase khusus.
Dalam analisis peneliti menemukan bahwa berdasarkan teori tanggung
jawab negara atau yang biasa disebut state sovereignty merupakan prinsip
11
Boer Mauna, Hukum Internasional, Penyelesaian Secara Hukum , Pengertian, Peranan,
Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, (Bandung: Alumni 2000), h. 227.
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
masih amat disayangkan karena masih belum ada yang secara baku menjelaskan
bagaimana sistematika yang seharusnya berlaku. Akan tetapi untuk pencemaran
laut sebagaimana diatur dalam pasal 204 Jo Psl 215 UNCLOS (kasus Montara)
baru merupakan tahap awal yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah Australia guna menuju penyelesaian secara damai, dan masih
memerlukan tahapan–tahapan penyelesaian berikutnya, karena Pemerintah
Australia dan PIT Exploration and Production Australasia tidak mengindahkan
langkah negosiasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, termasuk negosiasi
kompensasi ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkannya. Sehingga kasus
tersebut belum dapat diselesaikan hingga kini.
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar
Grafika, 2006.
Baylis, John dan Steve Smith, The Globalization of World Politics (3rd ed),
Oxford University Press, 2005.
Burhanuddin, Andi Iqbal, The Sleeping Giant, Potensi dan Permasalahan
Kelautan, Surabaya: Brillian internasional, 2011.
Churchill, R.R. dan A.V. Lowe, The Law of the Sea Third Edition, United
Kingdom: Manchester Uniersity Press, 1999.
Dam, Sjamsumar dan Riswandi, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang,
Perkembangan, dan Masa Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.
Departemen Kehakiman RI, Penelitian tentang Aspek hukum Kerjasama
Regional dan Internasional dalam Pencegahan Pencemaran Laut,
Jakarta:Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1998.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Echlos, John. M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia dan Indonesia
Inggris, Jakarta: Gramedia, 1996.
Friedrich, Jurgen, International Environmental “soft law”, New York,
Springer, 2013.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Metaliteit dan Pembangunan, Jakarta:
Gramedia, 1982.
Kurukulasiruya, Lal dan Nicholas A Robinson, United Nation Environment
Programme, Training Manual on International Environmental Law,
Kenya: Division of Environmental Policy & Law, 2006.
Kusumaatmadja, Mochtar Bunga rampai Hukum Laut, Bandung: Bina Cipta,
1978.
--------------, Pencemaran Laut dan Pengaturan Hukumannya, Bandung:
Orasi, 1977.
--------------, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Bandung: Binacipta,
1982.
58
B. INTERNET
Alfiansyah, Alvin, “Montara Kasus Yang Hampir Terlupakan”, Juni 2016.
Artikel diakses pada 24 Desember 2017 dari https://psm-hse-
alert.com/wp-content/uploads/2017/06/Montara-Kasus-Yang-Hampir-
terlupakan-.pdf.
Amelia, Anggita Rezki dan Arnold Sirait, “Sidang Tumpahan Minyak
Montara Mulai Berjalan”, 24 Agustus 2017. Artikel diakses pada 25
Desember 2017 dari https://katadata.co.id/berita/2017/08/24/sidang-
tumpahan-minyak-montara-mulai-berjalan.
Bere, Sigiranus Marutho, “Gugatan Petani Rumput Laut NTT Dikabulkan
Pengadilan Australia”, 26 Januari 2017. Artikl diakses pada 22
Desember 2017 dari
http://regional.kompas.com/read/2017/01/26/06114521/gugatan.petani.
rumput.laut.ntt.dikabulkan.pengadilan.australia.
Maurice Blackburn Lawyers, “Current Class Action: Montara Oil Spill Class
Action”. Artikel diakses pada 22 Desember 2017 dari
https://www.mauriceblackburn.com.au/current-class-actions/montara-
oil-spill-class-action/.
Metro TV News, “Tergugat Kasus Montara Berjanji Hadiri Proses Mediasi”,
21 Desember 2017. Artikel diakses pada 25 Desember 2017 dari
http://news.metrotvnews.com/peristiwa/xkEGowrN-tergugat-kasus-
montara-berjanji-hadiri-proses-mediasi.
Novita, Sari, “P3SDLP akan analisa ulang tumpahan minyak Montara di
Pulau Rote”, 10 Agustus 2016. Artikel diakses pada 27 Oktober 2017
dari http://pusriskel.litbang.kkp.go.id/index.php/en/home/1260-p3sdlp-
akan-analisa-ulang-tumpahan-minyak-montara-di-pulau-rote.
Wikipedia, “Laut Timor”. Artikel diakses pada 15 Oktober 2017 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/LautTimor.
Yozami, Mohamad Agus, “Pengadilan Australia Terima Gugatan Petani
Rumput Laut Indonesia”, 3 Agustus 2016. Artikel diakses pada 20
Desember 2017 dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57a1da111792f/pengadilan
-australia-terima-gugatan-petani-rumput-laut-indonesia.
60
C. LAPORAN
Menteri Perhubungan Indonesia, Laporan Penanggulangan Tumpahan Minyak di
Laut Timor Perairan Indonesia Akibat Kebocoran Montara Welhead Patorm
Australia, 2010.
Tim Advokasi Tuntutn Ganti Rugi di Laut Timor, Laporan Perkembangan
Penyelesaiaan Kasus umpahan Minyak di Laut Timor, 2012.
Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Memorandum Akhir Tugas Direktur
Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Periode September 2010 –
Januari 2014, 2014.