Proposal Skripsi - Georgius Benny
Proposal Skripsi - Georgius Benny
USULAN PENELITIAN
pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
Georgius Benny
170410190032
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
SUMEDANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 170410190032
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
ii
2.3 Formulasi Kebijakan Publik ....................................................... 62
iii
3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 119
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.5 Kriteria Keterlibatan Publik dalam Proses Perumusan Kebijakan .......... 80
Tabel 2.6 Skema Hukum dalam Sistem Common Law Pasca Penggunaan
Tabel 3.1 Perbandingan Metode Kualitatif dengan Metode Kuantitatif ............... 110
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.5 Hubungan Tiga Elemen Sistem Kebijakan William Dunn ................. 69
vi
DAFTAR DIAGRAM
vii
BAB I
PENDAHULUAN
direspon oleh pemerintah untuk dapat segera diselesaikan agar tidak menjadi
permasalahan yang terus menjamur di publik. Kebijakan publik menjadi cara bagi
kebijakan publik. Namun, tidak sembarang kebijakan publik dapat menjadi solusi
dari permasalahan publik. Hanya kebijakan publik yang tepat sasaran yang dapat
or not to do”. Maka dari itu, dapat dipahami bahwa kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan yang dipilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh
dalam masyarakat.
1
2
Hanya masalah publik yang dapat menggerakkan orang banyak untuk ikut
memikirkan dan mencari solusi yang bisa menghasilkan sebuah kebijakan publik
multidimensi yang melibatkan sektor sosial, ekonomi, politik, dan masih banyak
sektor lainnya menjadi hal yang perlu untuk segera diselesaikan oleh pemerintah.
Salah satu permasalahan yang dapat dibilang sebagai permasalahan yang mengakar
Indonesia.
yang terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak
usia yang baru masuk sebagai angkatan kerja dan kelompok usia angkatan kerja
dewasa yang akan saling berebut lapangan kerja. Data pemerintah mengatakan
bahwa 3,5 juta orang di-PHK saat pandemi dan terdapat 7 juta pengangguran serta
1
https://republika.co.id/berita/qjbw5v330/ketersediaan-lapangan-kerja-jadi-tantangan-era-milenial
diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:11 WIB.
3
Masih terdapat permasalahan lain yang menjadi akar masalah penyebab minimnya
pembukaan usaha dan investasi yang saling tumpang tindih dan juga birokrasi yang
berbelit. Sulitnya perizinan pembukaan usaha dan investasi ini turut berpengaruh
aturan perihal perizinan pembukaan usaha dan investasi melalui satu regulasi besar
bernama Omnibus Law Cipta Kerja. Omnibus Law Cipta Kerja kini sudah disahkan
perbincangan dan diskursus di Indonesia usai disebut oleh Presiden Joko Widodo
dalam pidato kenegaraan saat acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia Periode 2019-2024 pada Oktober 2019 lalu. Potongan Pidato
“Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong,
harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua
undang-undang besar, yang pertama undang-undang cipta lapangan kerja,
yang kedua undang-undang pemberdayaan UMKM. Masing-masing
undang-undang tersebut akan menjadi Omnibus Law.”2
Selain RUU Cipta Lapangan Kerja (yang diubah menjadi RUU Cipta Kerja)
2
https://www.youtube.com/watch?v=IOk3h94kGNA diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:18 WIB.
4
Law Cipta Kerja, perlu dipahami terlebih dahulu apa itu Omnibus Law. Meminjam
definisi Omnibus Law yang dirumuskan oleh Webster dalam Christiawan (2021:3),
yaitu:
“Omnibus Law adalah produk hukum yang merevisi beberapa aturan hukum
sekaligus melalui aturan payung, disebut sebagai aturan payung karena
Omnibus Law secara hierarki perundangan akan lebih tinggi dibanding
aturan yang disederhanakan. Dalam hal ini, Omnibus Law berfungsi sebagai
alat simplifikasi peraturan perundangan yang sudah mengalami komplikasi
(tumpang tindih).”
Berangkat dari penjelasan mengenai definisi Omnibus Law tersebut dapat
yang merevisi dan juga merangkum banyak aturan sekaligus dalam sebuah undang-
undang besar. Konsep Omnibus Law lebih umum digunakan di negara dengan
sistem hukum Common Law seperti Inggris atau Amerika Serikat yang proses
kodifikasi hukum. Di awal gagasan penggunaan metode Omnibus Law dalam RUU
Cipta Kerja terjadi banyak perdebatan apakah metode Omnibus Law relevan dan
dapat digunakan di Indonesia sebagai negara yang menganut sistem hukum Civil
sejalan dengan tujuan awal untuk menyederhanakan aturan melalui deregulasi agar
iklim usaha dan investasi di Indonesia lebih berkembang lagi sehingga mampu
membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Hal ini menjadi salah satu dampak positif
yaitu melakukan judicial review terhadap seluruh aturan yang berkaitan dengan
konflik norma dengan lebih efektif dan cepat sehingga kebijakan dapat segera
dilaksanakan.
Omnibus Law tersebut tidak terwujud. Gap antara kondisi ideal dengan kondisi
faktual penggunaan metode Omnibus Law dapat dilihat melalui fakta dimana bahwa
kebijakan ini mengundang respon negatif yang besar di dalam masyarakat. Respon
negatif tersebut berupa penolakan secara masif terhadap Omnibus Law bahkan
Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan pada 5 Oktober 2020 setelah
proses perumusannya selama kurang lebih satu tahun. Dari masa dicetuskan
pertama kali oleh Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober
2019 hingga disahkan pada 5 Oktober 2020, Omnibus Law Cipta Kerja praktis
hanya membutuhkan waktu hampir satu tahun atau tepatnya 351 hari. Proses
perumusan Omnibus Law yang terhitung cepat ini disebutkan sebagai respon
Tabel 1.1
Omnibus Law Cipta Kerja terdiri dari 11 klaster berbeda yang secara umum
tetap berada dalam koridor penyederhaan regulasi terkait perizinan usaha dan
a. Penyederhanaan Perizinan
b. Persyaratan Investasi,
c. Ketenagakerjaan,
d. Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM,
e. Kemudahan Berusaha,
f. Dukungan Riset dan Inovasi,
g. Administrasi Pemerintahan,
h. Pengenaan Sanksi,
i. Pengadaan Lahan,
j. Investasi dan Proyek Pemerintah, dan
k. Kawasan Ekonomi.3
3
Lebih lengkap lihat di Naskah Akademis RUU Cipta Kerja
7
Dari ke-11 klaster yang terdapat di dalam Omnibus Law Cipta Kerja
masyarakat. Hal ini justru kontraproduktif dengan tujuan awal Omnibus Law Cipta
pelibatan publik dalam setiap proses Omnibus Law ini menjadi salah satu alasan
dianggap merugikan serta semakin menindas kaum buruh. Omnibus Law Cipta
dalam gerakan sosial untuk menolak dan membatalkan kebijakan tersebut. Bahkan,
gerakan sosial penolakan Omnibus Law Cipta Kerja ini dapat dibilang menjadi
gerakan sosial terbesar pasca Reformasi 1998 bersama dengan gerakan Reformasi
Dikorupsi pada 2019 lalu. Gerakan sosial ini pun menimbulkan permasalahan baru,
penolakan pun terjadi hampir sepanjang tahun 2020 di seluruh Indonesia dimana
gerakan yang terjadi mulai konsisten berlangsung sepanjang Bulan Juni hingga
Oktober 2020.
4
Omnibus Law: Demo tolak UU Cipta Kerja di 18 provinsi diwarnai kekerasan, YLBHI: 'Polisi
melakukan pelanggaran' - BBC News Indonesia diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:42 WIB.
8
Alasan penolakan dari kelompok buruh terhadap Omnibus Law Cipta Kerja
Pekerja Indonesia), menuturkan ada enam alasan kenapa kelompok buruh menolak
tersebut, alasan lain yang menjadi dasar penolakan kelompok buruh adalah
Cipta Kerja tertanggal 7 Februari 2020, unsur buruh dimasukkan dalam tim
Unsur buruh yang dimasukkan dalam tim tersebut terdiri dari KSPI, KSPSI
Andi Gani, KSPSI Yorrys Raweyai, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia
Konfederasi Serikat Pekerja BUMN; Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan
5
https://money.kompas.com/read/2020/01/07/112743426/ini-6-alasan-buruh-tolak-ruu-omnibus-
law?page=all diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:44 WIB.
9
KASBI tidak akan bergabung dalam tim tersebut karena sudah sejak awal
menolak Omnibus Law Cipta Kerja.6 Selain KASBI, KSBSI7 dan Sarbumusi8 juga
(pseudo) karena pada akhirnya keterwakilan unsur buruh hanya sebagai formalitas
dan bahkan pencatutan belaka sehingga tidak ada posisi tawar (bargaining
position) yang kuat antara kelompok buruh dengan pemangku kebijakan (Farihah
DPR RI pada aksi demonstrasi yang diadakan pada Juli 2020 lalu dan dalam
audiensi yang dilakukan tersebut, kelompok buruh diwakili oleh KASBI dan DPR
RI yang diwakili Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad. Sufmi mengatakan
bahwa pada masa reses bulan Juli sampai Agutus, DPR tidak akan membahas
kelanjutan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Hal itu pun kemudian disepakati oleh
kelompok buruh. Namun, nyatanya dalam masa reses tersebut, DPR tetap
6
https://nasional.tempo.co/read/1306912/ini-tim-omnibus-law-bentukan-airlangga-yang-dianggap-
catut-buruh/full&view=ok diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:45 WIB.
7
https://buruh.co/tolak-omnibus-law-buruh-ksbsi-cabut-dari-tim-bentukan-menko-perekonomian/
diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14: 45 WIB.
8
https://www.nu.or.id/nasional/sarbumusi-nyatakan-keluar-dari-tim-pembahasan-omnibus-law-
bidang-ketenagakerjaan-4yFo3 diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:46 WIB.
10
mengadakan rapat pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.9 Hal inilah yang
menyulut kemarahan publik secara lebih besar sehingga pada bulan Agustus
pemerintahan yang baik (Good Governance) sama sekali tidak terlihat dalam kasus
Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini bisa dilihat dari ragam permasalahan berkaitan
seperti draft Omnibus Law Cipta Kerja yang berubah-ubah sehingga substansi
dalam peraturan tersebut sulit untuk diawasi. Perubahan draft tersebut berkaitan
dengan jumlah halaman Omnibus Law Cipta Kerja yang beredar di publik mulai
dari draft dengan 812 halaman, 1187 halaman, 905 halaman, dan beberapa versi
lainnya.10
keterbukaan akses draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja terlebih pasca undang-
undang tersebut resmi disahkan.11 Hal ini jelas bertentangan dengan asas-asas
Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam Bab II Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011
meliputi:
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
9
https://tirto.id/dpr-ingkar-janji-tetap-bahas-omnibus-law-ruu-cilaka-saat-reses-fS3n diakses pada
13 Juni 2022 pukul 14:54 WIB.
10
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/23/09001511/draf-uu-cipta-kerja-yang-terus-berubah-
ubah-terbaru-1187-halaman diakses pada 11 Juni 2022 pukul 13:36 WIB.
11
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/19/08511781/sulitnya-mengakses-dokumen-
penyusunan-dan-draf-final-uu-cipta-kerja diakses pada 11 Juni 2022 pukul 13:38 WIB.
11
bahwa asas kejelasan rumusan dan keterbukaan absen dalam proses pembentukan
Omnibus Law Cipta Kerja. Penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja pun tidak
berhenti pada tahap pengesahan. Pasca secara resmi diundangkan menjadi Undang-
baik secara formil ataupun materil. Uji formil merupakan instrumen hukum untuk
dengan kehendak bebas para pembentuknya. Sementara uji materil adalah hak
dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan
Dalam kasus judicial review Omnibus Law Cipta Kerja ini, Mahkamah
undangan yang dilakukan dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang diajukan oleh Tim
Hukum Gerakan Masyarakat Pejuang Hak Konstitusi. Permohonan uji formil ini
12
Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 BAB II Pasal 5
13
Upaya pengujian oleh lembaga peradilan terhadap produk hukum yang dikeluarkan oleh badan
legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif.
12
2020.14
sudah ada 1564 perkara yang diajukan terkait pengujian sebuah peraturan
diajukan.
Dalam kasus judicial review Omnibus Law Cipta Kerja, pokok amar putusan
14
Lihat lebih lengkap dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
15
https://www.mkri.id/index.php?page=web.RekapPUU diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:47
WIB
13
1945). Namun, pembentuk undang-undang diberi waktu selama dua tahun untuk
tersebut, seperti misalnya tidak disebutkan perubahan seperti apa yang harus
keseluruhan substansi atau hanya beberapa bagian dan muatan dalam undang-
undang tersebut ataupun apakah prosedurnya yang harus diubah untuk lebih
melibatkan publik dalam setiap prosesnya mengingat judicial review yang diajukan
adalah uji formil. Selain itu, tidak disebutkan pula apakah peraturan turunan dari
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta
Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil ikut terdampak atau tidak dari putusan
Mahkamah Konstitusi.
14
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau Omnibus Law Cipta Kerja ini
pun dapat dikatakan menjadi menggantung nasibnya selama dua tahun ke depan
(sesuai tenggat waktu yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi). Langkah seperti
apa yang akan diambil oleh pembentuk undang-undang (Pemerintah bersama DPR)
metode Omnibus Law dalam sistem hukum Indonesia sekaligus meletakkan dasar
16
Revisi UU PPP Resmi Sebagai Usul Inisiatif DPR (mediaindonesia.com) diakses pada 22 Juni
2022 Pukul 22:22 WIB.
17
Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 BAB III Pasal 7
15
tidak dilakukan sedari awal. Terlebih revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
kini sudah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Jokowi menjadi Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2022.18. Hal ini sekaligus menandakan bahwa terdapat
Sebagai sebuah kebijakan publik, Omnibus Law Cipta Kerja dapat dianalisis
tahapan perumusan kebijakan, aktor yang terlibat, dan model perumusan kebijakan.
permasalahan yang muncul dari fenomena Omnibus Law Cipta Kerja Klaster
sebelumnya.
Beberapa acuan teori yang akan digunakan penulis pada penelitian ini
18
https://news.detik.com/berita/d-6136245/jokowi-resmi-teken-uu-ppp-nomor-132022 diakses
pada 23 Juni 2022 pukul 16:27 WIB.
16
kebijakan deliberatif, dan terakhir Peta Pemikiran Analisis Kebijakan oleh Riant
Nugroho (2007) dalam Santoso (2010:15) yang digunakan sebagai acuan mengenai
serta hak partisipasi politik). Lebih lanjut, ketiga teori tersebut, penulis jadikan
sebagai pisau analisis untuk meneliti Omnibus Law Cipta Kerja dengan perspektif
kebijakan deliberatif.
Jika ditinjau melalui isu teoretis ruang publik, maka pengoptimalan ruang
publik adalah dasar sekaligus kunci dari kebijakan deliberatif sehingga aspek
diwujudkan melalui adanya ruang publik (public sphere) yang dilaksanakan dalam
setiap kebijakan publik harus diuji terlebih dahulu melalui diskursus dan konsultasi
yang dilakukan di dalam ruang publik. Hal yang ingin dicapai dalam demokrasi
deliberatif adalah terbukanya ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat dalam
Dalam konteks Omnibus Law Cipta Kerja, ruang publik dapat berupa rapat
dengar pendapat antara DPR dengan kelompok buruh, diskusi publik yang
publik untuk membuka diskursus dan konsultasi mengenai kebijakan ini banyak
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 121 Tahun 2020 pun
pada tujuan, kepentingan, serta kebutuhan publik. Dalam model ini, publik menjadi
publik adalah kepentingan publik itu sendiri. Nugroho dikutip Dwiyanto (2017:52)
publik sebagai pihak yang tidak ditinggalkan dalam proses pengambilan kebijakan.
undang Omnibus Law Cipta Kerja dari pemerintah, proses pembahasan tingkat I
hingga tingkat II di DPR yang terdiri dari beberapa tahapan seperti pendahuluan,
konsultasi dengan tim perumus dan ahli, pembahasan, serta tahap akhir berupa
partisipasi publik masih terbilang minim. Hal ini dapat dinilai dari gambaran yang
kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja. Ruang publik yang dapat menjadi wadah
dioptimalkan dengan baik. Ruang publik yang dibuka cukup terbatas pada
konsultasi dengan tim perumus serta tim ahli kebijakan publik dan juga hukum.
Tidak ada ruang publik yang disediakan oleh negara untuk memfasilitasi model
Selanjutnya, jika dilihat dengan isu teoretis aktor kebijakan adalah pihak-
pihak yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik. Agustino dalam
19
https://emedia.dpr.go.id/buletin/baleg-terima-audiensi-buruh-terkait-uu-cipta-kerja/ diakses pada
19 Juni pukul 16:53 WIB.
19
publik menjadi dua, yaitu aktor negara (state actor/elected officials) dan juga aktor
yang terlibat secara langsung dalam proses formulasi kebijakan yang terdiri dari
lembaga negara baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Aktor non-negara adalah
kelompok yang tidak terlibat secara langsung dalam proses formulasi kebijakan
yang terdiri dari kelompok kepentingan dan kelompok penekan, partai politik,
Dalam fenomena Omnibus Law Cipta Kerja, seluruh lembaga negara yang
termasuk ke dalam aktor negara turut terlibat dalam proses kebijakan publik
Omnibus Law Cipta Kerja baik pra, saat, dan pasca perumusan. Pertama, eksekutif
dan HAM, serta lembaga eksekutif terkait lainnya berperan sebagai pengusul serta
perancang kebijakan. Kedua, legislatif melalui DPR RI sebagai pembahas dan yang
seperti serikat buruh serta kelompok penekan seperti mahasiswa memberikan input
politik berupa tuntutan dan dukungan ke dalam sistem politik dalam proses
perumusan Omnibus Law Cipta Kerja. Kedua, partai politik dalam Omnibus Law
Cipta Kerja dapat dibilang memiliki peran ganda karena terlibat secara langsung
melalui fraksi yang ada di dalam parlemen dan juga secara tidak langsung melalui
20
fungsi-fungsi umum partai politik. Dalam pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja,
hanya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak
dalam membentuk opini publik dalam fenomena Omnibus Law Cipta Kerja, sosial
media juga turut serta dalam proses tersebut. Hal ini dapat dilihat dari trending
topics di sosial media twitter terkait Omnibus Law Cipta Kerja.21 Terakhir, warga
negara secara individu pun turut serta dalam proses perumusan kebijakan Omnibus
Law Cipta Kerja melalui berbagai cara seperti ikut dalam aksi demonstrasi,
sini adalah elemen publik yang akan bersinggungan ataupun terdampak langsung
oleh kebijakan tersebut. Dalam kasus Omnibus Law Cipta Kerja, jelas bahwa
kelompok tenaga kerja, khususnya kelompok buruh, adalah stakeholder yang harus
19 Tahun 2019) yang disahkan pada 2019 lalu dan menimbulkan reaksi kemarahan
20
https://www.jawapos.com/nasional/politik/04/10/2020/alasan-demokrat-dan-pks-tolak-ruu-
omnibus-law-ditetapkan-jadi-uu/ diakses pada 22 Juni 2022 pukul 22:59 WIB.
21
https://www.idntimes.com/news/indonesia/ilyas-listianto-mujib-1/uu-cipta-kerja-gol-tagar-tolak-
omnibus-law-trending-topic-di-twitter diakses pada 22 Juni 2022 pukul 23:01 WIB.
21
Undang Nomor 3 Tahun 2020) yang disahkan pada saat awal pandemi di Indonesia.
Omnibus Law Cipta Kerja pun ternyata menjadi bagian dari deretan panjang
kurun waktu tiga tahun terakhir (2019-2022). Maka dari itu, dapat disimpulkan
kebijakan.
penolakan publik terhadap kebijakan ini terlebih dengan kurun waktu dua tahun
yang diberikan Mahkamah Konstitusi kepada pemerintah dan DPR untuk merevisi
undang-undang ini, maka model ini dapat diterapkan sebagai alternatif model
perumusan kebijakan sehingga nantinya kebijakan ini bisa diterima oleh publik dan
kerja yang diidentikkan dengan kelompok buruh dapat dilibatkan secara penuh
tersebut.
Berdasarkan uraian isu teoretis dan empiris yang sudah dijelaskan maka
Omnibus Law Cipta Kerja sepanjang pertama kali diusulkan oleh pemerintah
hingga dibahas dan disahkan oleh DPR. Model kebijakan deliberatif dapat
22
besaran dari publik. Selain itu, model kebijakan deliberatif juga dapat dijadikan
model perumusan kebijakan dalam proses revisi Omnibus Law Cipta Kerja selama
Selain itu, mengingat bahwa fenomena Omnibus Law Cipta Kerja termasuk
dalam fenomena yang terhitung baru sehingga belum banyak penelitian yang
mengangkat tema tersebut dan setelah peneliti melakukan studi literatur terhadap
kepada Omnibus Law dari perspektif keilmuan hukum. Sehingga penelitian yang
mengangkat tema Omnibus Law dengan perspektif kebijakan publik akan menjadi
studi dan kajian kebijakan publik terutama yang berkaitan dengan isu-isu
isu Omnibus Law Cipta Kerja, maka hal tersebut akan menjadi ciri khas dari
penelitian ini.
Lebih lanjut, dari studi literatur yang dilakukan oleh penulis belum ada
penelitian yang dilakukan seorang pun yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (FISIP Unpad) sehingga penelitian ini akan
menjadi penelitian awal sekaligus berpotensi menjadi penelitian pertama dari FISIP
Unpad yang mengangkat tema Omnibus Law Cipta Kerja. Sejauh studi literatur
yang dilakukan oleh penulis dari lingkup Universitas Padjadjaran tingkat sarjana
baru ada dua penelitian yang berkaitan dengan Omnibus Law Cipta Kerja.
23
di Indonesia dan Britania Raya. Kedua, penelitian dari Fakultas Ilmu Komunikasi
informasi mengenai UU Cipta Kerja di sosial media Tiktok. Penelitian ini sendiri
akan berfokus kepada proses perumusan Omnibus Law Cipta Kerja selama kurun
waktu April hingga Oktober 2020 serta pada kemungkinan penerapan model
perumusan kebijakan deliberatif untuk digunakan dalam proses revisi Omnibus Law
perundang-undangan di Indonesia?
Ketenagakerjaan?
teori deliberatif.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab masalah yang
penelitian, yaitu:
Ketenagakerjaan.
luasnya terutama bagi kalangan akademis, pemerintah dan DPR, masyarakat secara
luas, kelompok buruh, dan bagi penulis. Secara ringkas, berikut kegunaan
penelitian ini:
1. Kegunaan Akademis
2. Kegunaan Praktis
d. Bagi Penulis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pemerintah
munculnya pemerintah tidak bisa dilepaskan dari terbentuknya civil society dan
negara. Berangkat dari penjelasan tersebut, maka kita perlu memeriksa terlebih
dahulu kondisi dan alasan terbentuknya civil society dan negara. Perlu dipahami
society dan negara. Keadaan tersebut adalah state of nature. State of nature akan
menjadi asal mula terbentuknya civil society dan negara melalui social contract
(kontrak sosial).
manusia adalah chaos. Sifat egoistis dan antisosial manusia ini kemudian disebut
Hobbes sebagai “homo homini lupus” (manusia adalah serigala bagi sesamanya).
Kondisi ini kemudian melahirkan keadaan “bellum omnes contra omnia” (perang
semua melawan semua). State of nature manusia yang chaos inilah yang kemudian
27
28
memahami state of nature dan social contract. Berbeda dengan Hobbes, Locke
manusia adalah kondisi penuh kedamaian dan keharmonisan yang diatur dalam
sebuah hukum kodrat. Keadaan inilah yang perlu dipertahankan melalui kontrak
sosial sehingga negara dapat menjadi penjamin keadaan damai dan harmonis
pertentangan antara pemikiran Hobbes dan Locke. Rousseau merunutkan alur state
of nature sampai social contract dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah keadaan
primitif dimana manusia hidup otonom dan bahagia. Tahap kedua adalah akibat dari
terbatasnya sumber daya membuat manusia hidup dalam keadaan liar dimana
manusia mengalami krisis dan konflik dengan sesamanya. Tahap kedua inilah yang
dijawab oleh tahap ketiga melalui keadaan sosial dimana masyarakat (civil society)
terbentuk.
Pemikiran Hobbes, Locke, dan Rousseau mengenai civil society dan social
contract inilah yang akan menjadi jembatan kita untuk mencapai pemahaman
dipisahkan dari negara dan juga masyarakat. Pemikiran tentang civil society ini
menggunakan teori yang bersifat teosentris. Sir Robert Filmer (1680) dalam Van
monarki berasal dari Tuhan bukan dari kontrak sosial. Lebih lanjut, Sir Robert
Filmer menegaskan:
“Bahwa kekuasaan politik tidak berasal dari kesepakatan, tidak pula dari
pertimbangan kemaslahatan umum, namun sepenuhnya berasal dari otoritas
sang ayah kepada anaknya. Raja adalah pewaris Nabi Adam begitupun
keturunannya.”
Setelah menggunakan pendekatan historis, dalam memahami pemerintah
maka pemerintah dapat kita tinjau juga melalui pendekatan etimologis. Maka dari
itu, perlu didudukperkarakan terlebih dahulu definisi dari pemerintah. W.S. Sayre
bahwa pemerintah adalah organisasi di dalam sebuah negara yang memiliki otoritas
fungsinya mengatur kehidupan publik. Maka dari itu, otoritas atau kekuasaan
adalah sesuatu yang tidak bisa pula dilepaskan dari diskursus tentang pemerintah.
kekuasaan sebagai:
oleh Laswell dan Kaplan (1950) dalam Miriam Budiardjo (2008:60) yaitu:
kelompok lain sesuai dengan keinginan pemilik kekuasaan. Hal ini sekaligus
memiliki kemampuan untuk mengatur kehidupan publik sekalipun ada pihak yang
Dalam kondisi ideal, kekuasaan atau otoritas yang dimiliki pemerintah perlu
berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat atau publik. Maka, di sini
perlu diperiksa apa sebenarnya fungsi dan tujuan pemerintah. Dalam mencari fungsi
mungkin diminimalisir dalam bidang ekonomi. Pemikiran ini salah satunya berasal
terutama adalah menjaga hak milik dan kebebasan individu. Baruch Spinoza dalam
“Tujuan negara bukanlah untuk menguasai manusia agar tetap hidup dalam
ketakutan, melainkan membebaskan individu dari ketakutan itu, supaya ia
sedapat mungkin hidup dalam rasa aman, yaitu bahwa dia menikmati hak
alamiahnya tanpa merugikan dirinya sendiri.”
32
menjaga hak milik dan kebebasan individu dipertegas oleh John Locke. Locke
menyebutkan bahwa fungsi pemerintah yang utama adalah menjaga hak milik
menyebutkan:
“The purpose of government, then they said, was to secure these right
(rights of life, liberty, and pursuit of happiness) (Tujuan pemerintah, seperti
yang dikatakan oleh mereka, adalah untuk menjamin hak berikut, yaitu hak
untuk hidup, kebebasan, dan kebahagiaan)”.
Fungsi dan tujuan pemerintah dalam gagasan liberalisme ini bertentangan
dengan fungsi dan tujuan pemerintah menurut gagasan marxisme. Lenin dalam
“Ide dasar Marxisme mengenai masalah peran historis negara dan arti
negara. Negara (pemerintah) adalah produk dan manifestasi dari tak
terdamaikannya antagonisme-antagonisme kelas. Negara timbul ketika,
dimana dan untuk perpanjangan terjadinya antagonisme-antagonisme kelas
secara obyektif tidak dapat didamaikan. Dan sebaliknya, eksistensi negara
membuktikan bahwa antagonisme-antagonisme kelas adalah tak
terdamaikan.”
33
yang menyebutkan:
“Negara dan pemerintah akan terus ada sebagai akibat daripada penjelmaan
sejarah dan selama masih ada proses produksi, pembagian kerja, dan
kepemilikan pribadi. Dalam hal ini, negara berubah menjadi negara kelas
guna mempertahankan kepemilikan kaum modal.” (Junaidi, 2016:30)
Dalam gagasan marxisme, negara (pemerintah) dipandang sebagai produk
kapitalisme yang berasal dari pertentangan antar kelas sosial di dalam masyarakat.
Fungsi dan tujuan negara dalam gagasan marxisme adalah untuk menjaga
dan marxisme, upaya untuk mendudukkan fungsi dan tujuan pemerintah juga perlu
kita pandang secara universal. Maka dari itu, meminjam penjelasan yang
pemusatan kekuasaan yang berujung pada lahirnya negara dengan rezim otoriter.
Selain itu, Inu Kencana (2017:145) juga menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan
34
pemerintah, yaitu:
external security, internal order, justice, general welfare, dan freedom. Riant
pemerintah yang didasarkan kepada gagasan liberalisme dan marxisme serta fungsi
35
dan tujuan pemerintah secara universal menegaskan bahwa pemerintah ada untuk
2.1.2 Pemerintahan
Pemerintah dan pemerintahan adalah dua hal yang berkaitan. Namun, tidak
berarti keduanya sama dan tidak dapat dibedakan. Pemerintah lebih mengarah
negara. Sementara jika kita berbicara tentang pemerintahan, maka kita berbicara
dan fungsinya.
akar kata yang sama yaitu “perintah”. Haudi (2021:1-2) menyebutkan beberapa
berikut:
yang disampaikan oleh Mulyawan (2015:7-8) yang mengutip beberapa ahli seperti:
fungsinya. Dalam hal ini, kita dapat meminjam klasifikasi bentuk negara dan
Tabel 2.1
tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa gambaran yang dijelaskan oleh
Aristoteles adalah gambaran yang diamati olehnya di Polis Athena pada masa
Yunani Kuno sehingga sekarang kita kembali perlu memeriksa bentuk serta sistem
sebagai berikut:
Dalam bentuk dan sistem pemerintahan yang lebih modern, model dari
sosial politik di seluruh dunia serta dipengaruhi pula oleh perkembangan ilmu
pengetahuan.
Selain itu, kita juga dapat menggunakan klasifikasi model politik dan
kepandaian, dan keahlian tertentu yang dapat ditempuh atau digunakan untuk
kacamata tata kelola, bentuk, dan sistem pemerintahan. Sebagai penutup bagian ini,
antara government dan governance dapat kita lacak melalui definisi keduanya.
22
Effendi, S. (2005, Desember 26). MEMBANGUN GOOD GOVERNANCE: Prof. Dr. Sofian
Effendi. Retrieved June 21, 2022, from http://www.sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/membangun-
good-governance.pdf
42
Jika kita mengacu pada definisi lainnya dari government, maka kita dapat
meminjam definisi yang disebutkan Leach dan Percy Smith dalam Hetifah
(2009:2):
governance sebagai:
“The process whereby elements in society wield power and authority, and
influence and enact policies and decisions concerning public life, economic
and social development. (Proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat
menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan
kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan
ekonomi dan sosial).”23
Jika kita mengambil definisi lainnya mengenai governance, maka kita dapat
(governance) terletak pada elemen yang terlibat dalam proses yang dijalankan.
23
Ibid, hlm.2.
43
menjadi dua skala yaitu skala dunia dan skala nasional. Dalam skala dunia,
dalam skala nasional, peristiwa Reformasi 1998 merubah cara berpikir dalam
didudukperkarakan adalah aktor dari good governance itu sendiri. Seperti yang
sebagai aktor tunggal, melainkan terdapat aktor lainnya dalam menjalankan good
Ketiga aktor governance ini haruslah berperan secara sinergis dan seimbang
bahwa ketiga aktor ini haruslah memiliki kedudukan yang seimbang dan dapat
saling mengawasi namun tidak dapat mengintervensi satu sama lain. Jika kekuasaan
24
Good Governance: Definitions, 8 Characteristics, And Importance
(schoolofpoliticalscience.com) diakses pada 22 Juni 2022 pukul 00:25 WIB.
45
negara melebihi swasta dan masyarakat, maka yang akan terjadi adalah kekuasaan
negara dan masyarakat, maka negara akan dijalankan untuk kepentingan bisnis dan
kaum kapitalis. Jika kekuasaan masyarakat melebihi negara dan swasta, maka
kehidupan publik akan berpotensi chaos dan less-government serta menjadi tidak
terkendali karena hanya didasarkan pada keinginan publik atau logika kerumunan.
Maka dari itu, kekuasaan dari ketiga aktor ini haruslah seimbang agar cita-cita dan
tujuan kenegaraan yang diwujudkan melalui tata kelola pemerintahan yang baik
dapat tercapai.
yang ideal. Van Ylst (2008:96-105) menyebutkan bahwa kombinasi antara strong
government (pemerintah yang kuat) dan good governance (tata kelola pemerintahan
yang baik) adalah yang paling ideal agar suatu pemerintahan dapat menjalankan
fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuannya secara paripurna. Gagasan strong
“Beberapa filsuf politik menyadari bahwa kekuasaan saja tidak akan dapat
menegakkan pemerintahan, mereka mencari penjelasan lain. Sebagaimana
Rousseau menjelaskan, “kekuasaan tidak akan menciptakan hak”, dan
“yang paling kuat tidak akan cukup kuat untuk selalu menjadi orang yang
mempunyai kekuasaan, kecuali kalau dia merubah kekuatannya menjadi
hak”. Perjanjian sosial adalah saluran dari perubahan.”
kedaulatan rakyat secara langsung. Negara yang dianggap baik adalah negara yang
Kehendak umum menjadi sebuah subjek politik kolektif. Maka dari itu, selaras
ada akibat perjanjian sosial yang diadakan. Maka strong government adalah
otoritarianisme. Demokrasi tidak lagi dijalankan hanya pada masa elektoral seperti
2.2.1 Kebijakan
terdengar tidak asing. Kedua kata ini memang terdengar dan terkesan mirip
Kebijaksanaan atau dalam Bahasa Inggris adalah “wisdom” lebih tepat jika
diartikan sebagai kata sifat, yang dalam contoh penggunaannya dapat digunakan
dalam kondisi untuk meminta saran, nasihat, ataupun masukan kepada orang lain.
Dalam kondisi seperti ini, jelas bahwa diharapkan kebijaksanaan dari orang yang
dimintai saran, nasihat, ataupun masukan. Sementara itu, kebijakan lebih kompleks
yang dibuat oleh negara melalui serangkaian proses yang dilakukan oleh lembaga
negara.
Selain dalam bahasa, dalam hal praktikal kebijaksanaan dan kebijakan juga
saran, nasihat, ataupun masukan dari orang lain yang dapat diilustrasikan dalam
Jika dilihat dari akar katanya, maka kedua kata ini memiliki akar kata yang
sama, yaitu bijak. Bijak sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk selalu menggunakan akal budi dan/atau
25
https://www.kbbi.web.id/bijak diakses pada 19 Juni 2022 pukul 19:46 WIB.
48
dari kebijaksanaan dan kebijakan tersebut mampu memberikan manfaat bagi orang
lembaganya lewat serangkaian prosedur yang diatur oleh peraturan dan sistem
Hogwood dan Bunn dalam Parson sebagaimana yang dikutip oleh Dwiyanto
modern, yaitu:
berikut:
2.2.2 Publik
dimaksud dalam kebijakan publik. Untuk memahami definisi publik, maka perlu
dikaitkan pula pada definisi “privat”. Jika mengacu pada aspek historis, kedua kata
tersebut mulai digunakan pada masa Yunani Kuno. Privat ditujukan untuk urusan
atau negara (Handoyo, 2012:1). Lebih lanjut, disebutkan bahwa negara dan politik
berperan dalam memenuhi kebutuhan publik serta tidak ikut campur dalam urusan
individu (privat).
antara publik dan privat juga terdapat dalam perbedaan masalah publik dan masalah
orang lain, melibatkan banyak orang secara luas, dan penyelesaiannya harus
privat juga berkaitan dengan barang publik dan barang privat yang dapat
Tabel 2.2
Selain itu, perbedaan antara publik dan privat juga dapat kita sandarkan
dan juga ruang privat. Hertzberger dalam Parliana (2002:2), menyebutkan bahwa
public space adalah sebuah area yang dapat diakses oleh setiap orang pada setiap
space bisa diartikan secara psikologis sebagai social space. Sementara itu, private
space adalah sebuah area yang aksesnya ditentukan oleh kelompok kecil atau satu
publik berdasarkan dua pendekatan, yaitu definisi kebijakan publik yang didasarkan
kepada maksud dan tujuan dari kebijakan publik serta definisi kebijakan publik
tujuan kebijakan publik dapat kita sandarkan kepada definisi yang dirumuskan
kebijakan publik yang menekankan dampak dari kebijakan publik kita dapat
Selain kedua definisi tersebut yang dirumuskan oleh Dye dan Simeon
tersebut, kita juga dapat menggunakan definisi yang disampaikan oleh Inu Kencana
proses kebijakan publik dijalankan secara vertikal dan hierarkis. Kedua, kebijakan
kebijakan publik dapat dipahami sebagai pilihan tindakan yang dilakukan atau tidak
publik, selanjutnya kita perlu memeriksa tujuan dari kebijakan publik. Riant
sebagai berikut:
53
Tabel 2.3
kriteria. Sifat negara dan pemerintahan yang membuat kebijakan publik pun turut
bersifat otoriter akan cenderung membuat kebijakan publik yang menyerap sumber
daya dan memperkuat negara. Sementara negara dan pemerintahan yang bersifat
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Parson bahwa gagasan dan
ide liberalisme turut mempengaruhi tujuan kebijakan publik yang dibuat sebuah
negara. Terlebih pasca keruntuhan komunisme dan Uni Soviet, gagasan dan ide
sebagai berikut:
bahwa terdapat inputs, process, outputs, feedback, dan lingkungan. (Widodo, 2021:
13).
yang dituliskan oleh Widodo (2021:14) bahwa elemen kebijakan publik mencakup
dan orientasi dari para peneliti kebijakan publik. Mengacu pada penjelasan Winarno
(2014:27), sejak masa Plato dan Aristoteles, studi kebijakan publik sudah mulai
dikaji. Namun, pada masa itu studi kebijakan publik masih menggunakan
negara dengan kebijakan publik. Setelah masa tersebut, studi kebijakan publik
perhatian kepada masalah proses-proses dan pola tingkah laku yang berkaitan
kepada proses-proses dan pola tingkah laku aktor pemerintahan dan politik ini
tingkah laku dari aktor pemerintahan dan politik yang menjadi orientasi dari studi
keberhasilan suatu negara. Maka dari itu, kebijakan publik adalah faktor utama
kebijakan publik memiliki sebuah tujuan untuk dicapai yang dalam jangka
dan kebutuhan publik, bukannya perseorangan atau kelompok tertentu. Maka dari
itu, sejalan dengan yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa sifat bijak haruslah
menjadi dasar daripada kebijakan publik karena menyangkut urusan publik atau
masyarakat.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Weimer dan Vinning, seperti
yang dikutip oleh Fadillah Putra dalam bukunya “Paradigma Kritis dalam Studi
terdapat di dalam masyarakat yang berkaitan dengan studi kebijakan publik untuk
mencari tahu orientasi serta tujuan dari kebijakan publik. Berdasarkan pemetaan
yang dilakukan, diketahui bahwa orientasi serta tujuan dari kebijakan publik adalah
kepentingan publik itu sendiri. Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat disimpulkan
bahwa para aktor kebijakan publik haruslah memiliki orientasi pada tujuan,
kebijakan publik. Setidaknya terdapat tiga kelas masalah kebijakan, yaitu masalah
Tabel 2.4
menjadi fokus utama bagi para aktor kebijakan agar dapat mencapai tujuan-tujuan
58
variabel dalam kebijakan publik mulai dari policy demands, policy needs, policy
problems, hingga policy goals adalah serangkaian faktor yang tidak boleh
Proses kebijakan publik dapat dipahami sebagai rangkaian fase atau tahapan
proses yang kompleks karena melibatkan banyak tahapan serta variabel yang harus
dipertimbangkan. Namun, proses kebijakan publik ini tidak berjalan secara linear
seperti proses-proses dalam konteks yang lain. “Endless loop” adalah istilah yang
tepat untuk menggambarkan proses kebijakan publik. Proses kebijakan publik dapat
terlihat dalam beberapa fase yang menggambarkan aktivitas apa saja yang
dilakukan oleh para pembentuk kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan publik.
a. Intelligence;
b. Promotion;
c. Prescription;
d. Invocation;
e. Application;
f. Termination; and
g. Appraisal
Meminjam penjelasan yang disampaikan oleh Hamdi (2014:79) bahwa
a. Penentuan Agenda;
b. Perumusan Alternatif;
c. Penetapan Kebijakan;
d. Implementasi Kebijakan; dan
e. Evaluasi Kebijakan
Namun, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa proses
kebijakan publik tidaklah linear melainkan endless. Maka, proses kebijakan publik
Gambar 2.1
Sumber: Kebijakan Publik: Proses, Analisis, dan Partisipasi (Muchlis Hamdi, 2014:79)
kebijakan publik yang dirumuskan oleh Winarno (2014:36-37) yang terdiri dari:
Proses kebijakan publik dari Winarno ini dapat digambarkan melalui alur
seperti berikut:
Gambar 2.2
Penyusunan
Agenda
Formulasi
Kebijakan
Adopsi
Kebijakan
Implementasi
Kebijakan
Evaluasi
Kebijakan
Sumber: Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus (Winarno, 2014:36)
Proses kebijakan publik ini juga dapat dipengaruhi oleh input yang masuk
ke dalam sistem politik. Meminjam teori sistem politik David Easton, Easton
Gambar 2.3
Keput
Tuntutan usan
Input Duku Sistem Output
Tinda
ngan Politik
kan
Feedback
Lingkungan
Sumber: Arti Penting Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik di Daerah: Analisis dengan
Dalam teori sistem Easton, input yang masuk ke dalam sistem politik dapat
kebijakan publik, maka input ini adalah faktor yang mempengaruhi suatu masalah
dalam tahap agenda setting. Upaya untuk memobilisasi suatu isu serta masalah
publik agar masuk ke dalam agenda setting kebijakan publik menentukan hasil
dalam Suharto (2010:24-25) bahwa kebijakan publik terdiri dari beberapa jenis,
yaitu:
sebuah proses yang tepat guna menyelesaikan masalah publik. Proses tersebut ialah
mempunyai perspektif jangka panjang, dan penggunaan sumber daya yang kritis
untuk meraih kesempatan yang diterima dalam kondisi lingkungan yang berubah.
yaitu:
tantangan yang besar. Gambaran tantangan tersebut dapat kita pinjam dari
melalui dua perspektif yaitu politis dan administratif. Perspektif politis memandang
Paradigma inilah yang paling ideal dalam sebuah kebijakan publik karena sejatinya
65
kebijakan publik adalah kontrak antara negara dan masyarakat terkait hal apa yang
guna merumuskan kebijakan publik yang tepat sasaran. Masalah-masalah yang ada
William Dunn dalam Widodo (2021:65) bahwa dalam proses formulasi kebijakan
publik, setidaknya terdapat empat tahapan yang saling bergantung satu sama lain.
67
Gambar 2.4
META
MASALAH
PENCARIAN DEFINISI
MASALAH MASALAH
SITUASI MASALAH
MASALAH SUBSTANTIF
PENGENALAN SPESIFIKASI
MASALAH MASALAH
MASALAH
FORMAL
Sumber: Dunn (1981) dalam Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis
Aktor kebijakan publik juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam studi
kebijakan publik. Aktor kebijakan publik adalah aktor publik yang memiliki
kebijakan publik. Jika menggunakan sudut pandang politik, maka aktor kebijakan
publik seringkali adalah juga elit politik dan/atau ekonomi yang memiliki ragam
kepentingan.
perbedaan yang cukup kontras antara negara berkembang dan negara maju. Di
di negara maju, proses kebijakan publik akan lebih kompleks karena berkaitan
dengan aktor yang terlibat dalam proses kebijakan publik. (Winarno, 2014:126)
mengelompokkan aktor kebijakan publik menjadi dua, yaitu aktor negara (state
officials). Aktor negara adalah kelompok yang terlibat secara langsung dalam
terlibat dalam kebijakan publik. Aktor non-negara adalah kelompok yang tidak
terlibat secara langsung dalam proses formulasi kebijakan yang terdiri dari
kelompok kepentingan dan kelompok penekan, partai politik, media massa, dan
hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan dua elemen kebijakan publik lainnya
yaitu kebijakan publik itu sendiri dan lingkungan kebijakan. Hubungan antara
Gambar 2.5
Hubungan Tiga Elemen Sistem Kebijakan William Dunn
Aktor/Pelaku
Kebijakan
Sumber: Dunn (1994) dalam Kebijakan Publik: Memahami Konsep Kebijakan Publik (Afdhal,
2015:39)
tersebut dapat dipahami bahwa aktor atau pelaku kebijakan merupakan elemen
yang tidak terlepaskan dari kebijakan publik itu sendiri bersama dengan lingkungan
kebijakan publik sehingga kebijakan publik juga sangat bergantung dari bagaimana
publik itu sendiri, terlebih jika aktor/pelaku kebijakan sekaligus adalah elit politik
dan/atau ekonomi dari sebuah negara yang dapat memberikan pengaruh dalam
politik serta pemerintahan negara tersebut. Idealnya, aktor negara sebagai yang
memiliki orientasi kepada publik yang kuat seperti yang dikemukakan Hughes
“Government organization are created by the public, for the public, and
need to be accountable to it. (pemerintah dibuat oleh publik, untuk publik,
dan wajib akuntabel dalam pelaksanaannya).”
kebijakan publik. Konsep ruang publik sendiri populer melalui pemikiran Jurgen
Habermas. Ruang publik adalah ruang mandiri dan independen yang terpisah dari
negara dan pasar. Secara umum, ruang publik berfungsi sebagai wadah diskursus
warga negara untuk membicarakan kekuasaan secara rasional dan kritis. Ruang
publik bisa berupa apa saja. Di masa Yunani Kuno, ruang publik berupa pasar.
Namun, di era modern seperti saat ini, ruang publik bisa dilakukan dimana saja
(1991:1) menyebutkan:
“The usage of the word ‘public’ and ‘public sphere’ betrays a multiplicity
of concurrent meanings. Not just ordinary language (especially as it bears
the imprint of bureaucratic and mass media jargon) but also the sciences-
particularly jurisprudence, political science, and sociology. (Penggunaan
kata 'publik' dan 'ruang publik' mengkhianati banyaknya makna secara
bersamaan. Bukan hanya bahasa biasa (terutama karena mengandung jejak
jargon birokrasi dan media massa) tetapi juga ilmu-terutama yurisprudensi,
ilmu politik, dan sosiologi).”
Teori diskursus menjadi dasar dari terbentuknya ruang publik. Setiawan
(2015:75) menyebutkan bahwa ruang publik adalah ruang terbuka tempat bagi
Konsep ruang publik sama sekali tidak bisa dipisahkan dengan fenomena dan
konteks politis. Habermas sendiri menyebutkan bahwa ruang publik politis adalah
72
legitimasi yang kuat dalam proses demokrasi, terlebih jika menyangkut kebijakan
yang berasal dari penerimaan intersubjektif dari para subjeknya. Hukum yang
menuntut dan memaksa untuk dipatuhi tersebut juga harus memberikan kebebasan-
kebebasan yang sama bagi setiap orang yang terdampak olehnya. Habermas
menyebutkan bahwa jika hukum yang dapat dipatuhi secara utuh dan tanpa paksaan
hanya dapat dihasilkan melalui diskursus praktis baik dalam lembaga negara dan
ruang publik menjadi akar daripada demokrasi deliberatif dan deliberasi kebijakan
tersebut sebagai bentuk pencarian kesahihan dan legitimasi hukum yang ideal, adil,
dan partisipatif.
terlebih dahulu definisi dari masing-masing kata, yaitu demokrasi dan deliberatif.
bahwa istilah demokrasi menurut asal kata berarti rakyat yang berkuasa atau
government by the people. Demokrasi sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu
berasal dari kesepakatan warga dengan penguasa negara yang dipilihnya (Syam,
yang berasal dari pemberian masyarakat sejalan dengan pengertian demokrasi pada
atau dengan kata lain dalam ranah konseptual. Dalam memahami demokrasi, kita
Jika ditilik dalam ranah praksis, maka kita akan menemukan perbedaan antara
Latin, dan di seluruh penjuru dunia. Setiap negara memiliki cara pandang tersendiri
dalam memahami demokrasi. Jika kita ambil contoh, di negara-negara barat dimana
a. Empirisme rasional
b. Menitikberatkan kepada manusia
c. Sifat instrumental negara
d. Bersifat voluntarisme
e. Hukum melandasi aktivitas politik
f. Menitikberatkan pada prosedur
g. Berorientasi kepada konsensus
h. Egaliter
Maka sekarang perlu dilacak bagaimana ruh demokrasi di Indonesia sendiri.
proklamator Indonesia yaitu Hatta. Hatta (2018) menyebutkan bahwa ciri khas
bidang demokrasi ini pun berakar kepada kebiasaan dan budaya masyarakat
Hatta tersebut, jika kita persempit hanya kepada demokrasi politik, maka akar
dipandang tidak hanya sebatas dalam horizon politik belaka, melainkan sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Hal inipun
sejalan dengan konsep deliberatif yang juga tidak dapat dilepaskan dari praksis
pengertian dari deliberatif. Deliberatif berasal dari kata Bahasa Inggris, yaitu
deliberation dan lebih jauh lagi berasal dari kata Bahasa Yunani, yaitu deliberatio.
arti:
a. The act of thinking and discussing something and deciding carefully: the act
of deliberating. (kegiatan memikirkan dan mendiskusikan sesuatu serta
menentukan keputusan secara hati hati: tindakan deliberasi).
b. A discussion and consideration by a group or persons (such of jury or
legislature) of the reasons for and against a measure.26 (diskusi dan
pertimbangan yang dilakukan oleh kelompok atau perseorangan untuk
alasan melakukan atau menentang sebuah tindakan)
Selain itu, kita juga dapat menggunakan definisi kata deliberatio yang
26
https://www.merriam-webster.com/dictionary/deliberation diakses pada 28 Juni 2022 pukul 16:28
WIB.
27
Budi Hardiman, “Demokrasi Deliberatif: Model untuk Indonesia Pasca Suharto?”, dimuat dalam
Basis, No. 11-12, tahun ke-53, November-Desember 2004, hlm.18.
76
publik.
negara, melainkan lebih menekankan kepada apa dan bagaimana prosedur agar
menyebutkan:
“Our reflections from the standpoint of legal theory revealed that the central
element of the democratic process resides in the procedure of deliberative
politics. (refleksi kita berdasarkan sudut pandang teori hukum adalah bahwa
pusat dari proses demokrasi adalah prosedur politik deliberatif).”
Berangkat dari penjelasan Habermas mengenai demokrasi deliberatif dapat
publik.
Bessette pada periode 1980-an. Namun, konsep demokrasi deliberatif lebih populer
publik. Sebuah konsensus hanya dapat dilegitimasi jika sudah melalui proses
pengujian atau diskursus, dimana semua isu dibahas bersama khususnya oleh pihak
dan elemen yang terlibat ataupun bersinggungan langsung dengan isu tersebut
secara bebas tanpa adanya tekanan ataupun intervensi dari pihak lain.28
28
Candra Kusuma, “Demokrasi Deliberatif di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus ‘Forum
Konstituen’ di Kabupaten Bandung”, tesis pada Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 38.
78
menjadi suatu model yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa orientasi
untuk mendudukkan publik sebagai pihak yang tidak ditinggalkan dalam proses
kebijakan publik, suatu masalah dapat diartikan secara formal sebagai kondisi atau
Maka dari itu, diperlukan sebuah model perumusan kebijakan yang mampu
dan aspiratif.
Gambar 2.6
Model Analisis Kebijakan Deliberatif
Verifikasi dan
Akuntabilitasi
Analis
Kebijakan Pemerintah/Administrasi
Publik
publik. Dalam model ini, publik menjadi aktor/pelaku kebijakan yang terlibat dalam
proses perumusan kebijakan, bukan lagi menjadi sub-ordinat dari kebijakan publik.
Partisipasi publik ini dapat diwujudkan melalui adanya ruang publik (public sphere)
yang dilaksanakan dalam sebuah model demokrasi deliberatif seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya.
Gambar 2.7
Peta Pemikiran Analisis Kebijakan
Sumber: Riant Nugroho (2007) dalam Analisis Kebijakan Publik (Purwo Santoso, 2010:15)
Dari peta pemikiran analisis kebijakan tersebut dapat dilihat bahwa tiap
model analisis kebijakan memiliki arahnya masing-masing dan dapat dilihat juga
terlebih dahulu melalui diskursus dan konsultasi yang dilakukan di dalam ruang
publik. Hal yang ingin dicapai dalam demokrasi deliberatif adalah terbukanya ruang
partisipasi yang luas bagi masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan publik.
atau dengan kata lain melibatkan stakeholder terkait yang bersinggungan atau
tersebut bermasalah atau ditolak menjadi kecil atau hilang sama sekali. Hal ini
senada dengan definisi dari model kebijakan deliberatif yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa dalam model ini publik diutamakan dan ditempatkan sebagai
Social trap adalah fenomena sosial yang menjadi penghalang utama dalam
dijumpai dan ditemukan dalam proses politik dan pemerintahan di sebuah negara
demokratis yang terjadi antara pembentuk hukum dan kebijakan (negara) dengan
Trust atau kepercayaan adalah hal dasar dalam kehidupan sosial. Meminjam
jika dikontekstualisasikan dalam kehidupan sosial. Social trust inilah yang akan
menjadi awal dari fenomena social trap. Rothstein (2005:i) menyebutkan definisi
social trap adalah fenomena dimana terjadi ketidakpercayaan satu sama lain antar
serta pihak lainnya memberikan kepercayaan maka kedua pihak akan mendapatkan
keuntungan bersama. Dalam konteks kebijakan publik, jelas bahwa social trap
social trap.
diperiksa terlebih dahulu definisi dari Omnibus Law. Matompo dan Izziyana
Legislating. Lebih lanjut, mengutip definisi Omnibus Bill yang dijelaskan dalam
“In legislative practice, a bill including in one act various separate and
distinct matters, and particularly one joining a number of different subjects
in one measure in such a way as to compel the executive authority to accept
provisions which he does not approve or else defeat the whole enactment.
(Dalam praktik legislatif, sebuah RUU yang memasukkan di dalamnya
berbagai hal yang terpisah dan berbeda, dan khususnya yang tergabung
dengan sejumlah subjek yang berbeda dalam satu ukuran sedemikian rupa
untuk memaksa otoritas eksekutif untuk menerima ketentuan yang tidak ia
setujui atau menolak seluruh pemberlakuan.)”29
Jimly Asshiddiqie (2021:3) mengutip Duhaime Legal Dictionary
“A draft law before a legislature which contain more than contains more
than one substantive matter or several minor matters which have been
combined into one bill, ostensibly for the sake of convenience. (Rancangan
undang-undang di hadapan legislatif yang berisi lebih dari satu perkara
substantif atau beberapa hal kecil yang telah digabungkan menjadi satu
RUU, seolah-olah demi kenyamanan)”
Glen S. Kurtz dalam “Getting Around Gridlock: The Effect of Omnibus
Legislating sebagai:
29
https://thelawdictionary.org/omnibus-bill/ diakses pada 21 Mei 2022 pukul 14:48 WIB.
85
atas, maka secara umum Omnibus Law adalah sebuah konsep perumusan
dalam sebuah koridor yang sama untuk diatur dalam satu regulasi besar dan
menyeluruh.
fungsi dari Omnibus Law itu sendiri. Christiawan (2021:6) menyebutkan bahwa
fungsi Omnibus Law adalah menjadi solusi dari permasalahan regulasi yang saling
bertabrakan atau tumpang tindih atau dapat disebut sebagai konflik norma. Selain
yaitu:
fungsi dan tujuan pembentukan hukum dengan menggunakan metode Omnibus Law
secara umum adalah untuk mengatasi konflik norma (peraturan yang saling
tumpang tindih) serta untuk mengefektifkan pembentukan dasar hukum akan suatu
Metode Omnibus Law ini sendiri umum digunakan dalam negara yang
menganut sistem hukum Common Law (Anglo-Saxon) seperti Amerika Serikat dan
Inggris. Dalam sistem hukum Common Law ini berlaku asas judge made law.
Artinya, hukum lahir dari putusan pengadilan karena putusan pengadilan dianggap
mewakili keadilan yang ada di dalam masyarakat. Robert Kaiser (2013) dalam
yang dihasilkan dari putusan pengadilan. Sistem hukum Common Law ini
decisis et queta non movere, dan yang terakhir akan terjadi konflik norma. Potensi
Omnibus Law sehingga nantinya proses hukum yang terjadi dalam sistem Common
Tabel 2.6
Skema Hukum dalam Sistem Common Law Pasca Penggunaan
Omnibus Law
Sebelum Mazhab Omnibus Bill Sesudah Mazhab Omnibus Bill
Putusan = Norma yang Hidup Omnibus Bill Putusan = Norma
Norma Perundang-Undangan yang Hidup Norma Perundang-
Undangan
Sumber: Omnibus Law: Teori dan Penerapannya (Rio Christiawan, 2021:21)
sebelumnya asas judge made law begitu luas cakupannya sehingga dapat
dapat didasarkan pada Omnibus Bill. Contoh Omnibus Law yang diterapkan di
negara Common Law adalah Transportation Equity Act for the 21st Century (TEA-
Namun, negara dengan sistem hukum lain yaitu Civil Law (Eropa
Common Law. Dalam sistem hukum Civil Law, berlaku asas res judicata pro
veretate habitur (hakim dianggap tahu akan hukumnya). “Dianggap tahu” ini
undangan. Berbeda dengan sistem hukum Common Law dimana putusan peradilan
dapat menjadi hukum yang berlaku secara menyeluruh, Civil Law tidak mengenal
hal itu. Peraturan perundang-undangan adalah norma hukum utama yang berlaku
yang mendasar dalam sistem hukum Civil Law. Namun, permasalahan yang umum
88
terjadi dalam negara yang menganut sistem hukum Civil Law adalah peraturan
dibutuhkan dalam sistem hukum Civil Law untuk mengatasi permasalahan ini. Jika
dalam sistem hukum Common Law, Omnibus Law digunakan untuk menhindari
pertentangan dan inkonsistensi hukum, dalam sistem hukum Civil Law, Omnibus
(Christiawan, 2021:30). Contoh Omnibus Law yang diterapkan dalam negara Civil
Indonesia.
tujuan, serta sejarah lahir serta penggunaan konsep Omnibus Law baik dalam sistem
hukum Civil Law maupun Common Law. Pada hakikatnya, Omnibus Law
Sebelum membahas sistem hukum Civil Law dan Common Law, perlu
ditinjau terlebih dahulu mengenai sistem hukum Indonesia. Definisi dari sistem
hukum sendiri perlu diperiksa sebagai jembatan dalam memahami sistem hukum
Indonesia. Kita dapat memisahkan dua term yang terdapat dalam sistem hukum
menyebutkan tidak dapat ditemukan definisi yang pasti mengenai hukum karena
para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda tentang apa itu hukum. Namun,
kita dapat mencari definisi universal untuk memahami definisi hukum sebagai
30
https://www.ahdictionary.com/word/search.html?q=system diakses pada 23 Juni 2022 Pukul
23:10 WIB.
90
aturan hukum, tetapi keputusan yang dibuat atas pertimbangan yang bersifat
personal.
g. Sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara
unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan artinya, hukum dianggap sebagai
suatu perintah atau larangan yang berasal dari badan negara yang
berwenang dan didukung dengan kemampuan serta kewenangan untuk
menggunakan paksaan.
h. Sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan
yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian.
i. Sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak
tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Lebih lanjut, hukum yang dimaksud di sini pun adalah hukum positif.
dapat membahas sistem hukum Indonesia. Sistem hukum Indonesia berarti berbagai
bahwa hukum positif yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat, hukum Islam,
hukum perdata barat, hukum antar tata hukum, dan hukum internasional. Hukum
positif yang berlaku di Indonesia ini dapat disebut sebagai “sumber hukum”.
sistem hukum Indonesia bersumber dari beberapa hukum seperti hukum adat,
hukum Islam, dan hukum barat. Sumber hukum ini kemudian membentuk sistem
praktik dan penerapannya, Omnibus Law lebih umum digunakan oleh negara yang
menganut sistem hukum Common Law (Anglo-Saxon) seperti Inggris, Irlandia, dan
Amerika Serikat. Indonesia sendiri menganut sistem hukum Civil Law (Eropa
Kontinental) yang digunakan juga oleh negara seperti Jerman dan Belanda. Upaya
mendefinisikan Comparative Law sebagai “an intellectual activity with law as its
Pertama, yang akan dibahas terlebih dahulu adalah Civil Law sebagai sistem
menjelaskan bahwa Civil Law adalah sistem hukum yang berakar dari sistem
hukum Romawi Kuno. Sistem hukum Romawi Kuno ini berasal dari karya Kaisar
Justinianus yaitu Corpus Iuris Civilis (Peter Marzuki, 2008:223). Indonesia sendiri
menganut sistem hukum Civil Law yang dibawa oleh Belanda pada masa
kolonialisme sehingga Indonesia memiliki ciri khas hukum yang sama dengan
92
negara-negara Civil Law lainnya seperti Jerman dan Belanda seperti adanya
Kedua, kita akan membahas mengenai Common Law. Pound (1959) dalam
tersebut disusun menjadi sebuah laporan yang tersistematis dan diterbitkan. Dalam
Common Law, norma hukum yang utama adalah putusan peradilan, bukan undang-
Common Law, undang-undang dianggap sebagai hasil karya kaum teoretis sehingga
Law. Secara lebih mendalam, perbedaan kedua sistem hukum tersebut dapat kita
31
Pengarang hukum ditantang untuk membedakan kasus yang muncul, dan mengekstrak dari aturan
yang spesifik
93
dan Common Law seperti yang dijelaskan oleh Qamar (2010:40-47) sebagai
berikut:
Tabel 2.7
(Qamar, 2010:40-47)
32
Suroso dalam Pengantar Ilmu Hukum (1993:77) mendefinisikan kodifikasi hukum sebagai
pembukuan hukum dalam suatu himpunan undang-undang dalam materi yang sama.
33
Dalam laporan yang diterbitkan oleh Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI tahun
2019 menyebutkan bahwa yurisprudensi adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam
peradilan yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum.
34
Menurut Black’s Law Dictionary, stare decisis adalah “To stand by decided cases; to uphold
precedents; to maintain former adjudications” atau dalam Bahasa Indonesia “Keputusan peradilan
yang didasarkan pada preseden yang dibentuk sebelumnya dan juga meneggakan ajudikasi
sebelumnya.” Dilansir dari https://thelawdictionary.org/?s=stare+decisis diakses pada 21 Mei 2022
pukul 17:04 WIB.
35
Dalam sistem ini hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus suatu
perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat dalam menilai alat bukti.
36
Menurut Black’s Law Dictionary, adversary system adalah “The court system where a judge
decides on a case argued by a prosecutor who is suing the plaintiff and the defense attorney who
defends their plaintiff” atau dalam Bahasa Indonesia “Sistem pengadilan di mana seorang hakim
memutuskan kasus yang diperdebatkan oleh seorang jaksa yang menuntut penggugat dan pengacara
pembela yang membela penggugat mereka.” Dilansir dari
https://thelawdictionary.org/?s=adversary+system diakses pada 21 Mei 2022 pukul 17:10 WIB.
95
fundamental, hingga praktik hukum dalam kedua sistem hukum tersebut. Namun,
secara umum, mengutip Bentham dalam Peter Marzuki (2008:105) hukum tersebut
perwujudan politik hukum. Politik dan hukum adalah dua elemen yang tidak dapat
yaitu:
“Legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum yang akan
diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan
penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.”
Selain itu, meminjam penjelasan Mahfud MD dalam Setiawan (2020:10-11)
menjelaskan bahwa relasi hukum dan politik dapat dipandang melalui perspektif
96
das sollen dan das sein. Dalam perspektif das sollen, hukum dipandang sebagai
hukum dapat juga dipandang sebagai produk politik. Karakter politik rezim yang
responsif. Sementara, bagi negara otoriter, produk hukum yang dihasilkan bersifat
Tabel 2.8
Dalam General Theory of Law & State (2005:5), Hans Kelsen menyebutkan
bahwa dalam kondisi empiris hukum lebih banyak diintervensi oleh politik dalam
kondisi “political bias can influence the definition of law”. Lebih lanjut, Hans
Kelsen dalam literatur lain yaitu Pure Theory of Law (1967:1) menyebutkan “the
science of law has been mixed with elements of psychology, sociology, ethics, and
politics”.
97
disimpulkan bahwa politik hukum adalah upaya untuk mewujudkan ide-ide politik
hukum. Upaya untuk mewujudkan ide-ide serta nilai-nilai politik seperti kebebasan,
kesetaraan, dan keadilan dapat dijamin oleh mekanisme hukum yang berlaku dalam
sebuah negara.
politik hukum dapat dijadikan alat bagi penguasa untuk mewujudkan nilai-nilai
kedaulatan rakyat. Hal ini kemudian dipertegas oleh Immanuel Kant yang
kebebasan warga negara. Dalam literatur lain, Immanuel Kant menegaskan bahwa
(Junaidi, 2016:46)
Selain itu, Nonet dan Selznick (1978) dalam Syaukani dan Thohari
(2019:72) menyebutkan:
undangan yang dilakukan dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang diajukan oleh Tim
Hukum Gerakan Masyarakat Pejuang Hak Konstitusi. Permohonan uji formil ini
2020.37
formil Omnibus Law Cipta Kerja, mari kita periksa terlebih dahulu kedudukan serta
kekuasaan yang harus bersifat independen dan terhindar dari pengaruh cabang
kekuasaan lainnya (eksekutif dan legislatif). Termasuk dalam hal menafsirkan dan
kekuasaan yudikatif harus bebas dari pengaruh dan intervensi dari pembentuk
37
Lihat lebih lengkap dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
99
Konstitusi dan Mahkamah Agung adalah dua lembaga yang sering disalahartikan
fungsi dan wewenangnya. Secara umum dan mendasar, perbedaan kedua lembaga
undangan yang secara hierarkis berada di bawah UUD 1945). Pemisahan fungsi ini
disebut sebagai upaya untuk menegakkan prinsip check and balances dimana antar
lembaga negara bersifat horizontal sehingga tidak ada tumpang tindih fungsi
kepada fungsi utama Mahkamah Konstitusi yang diharapkan dapat melindungi Hak
Konstitusi sendiri diatur dalam pasal 24C UUD 1945 yang berbunyi:
maka hal ini sejalan dengan yang disampaikan sebelumnya bahwa fungsi umum
terhadap UUD 1945), maka kita akan menyempitkan fokus ke wewenang tersebut.
terhadap konstitusi dapat diajukan oleh beberapa pihak yaitu perorangan atau
kelompok warga negara, kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup, sesuai
dengan perkembangan dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang, badan hukum privat atau badan hukum publik, atau lembaga
negara. Namun, keempat pihak ini tidak bisa mengajukan pengujian konstitusional
dengan kehendak bebas melainkan harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam
UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yaitu bahwa keempat subjek
untuk umum.39
38
Lihat Pasal 24A UUD 1945
39
Lihat Pasal 29 UU Nomor 24 Tahun 2003
101
dibilang menjadi tugas yang dominan bagi Mahkamah Konstitusi. Proses pengujian
ini umum disebut sebagai “judicial review”. Namun, mengutip Jimly Asshiddiqie
Dalam kasus judicial review Omnibus Law cipta kerja, pokok amar putusan
1945), namun pembentuk undang-undang diberi waktu selama dua tahun untuk
diajukan dalam judicial review. Mahkamah Konstitusi dalam hal ini menerapkan
teori pembatasan yudisial. Dalam "The Origin and Scope of the American Doctrine
40
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2021
103
yang menyebutkan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja adalah wujud nyata dari
yang lebih otonom dan dalam prosesnya dijalankan dengan otoriter. Lebih lanjut
Cipta Kerja masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pembentuk peraturan
(Pemerintah dan DPR) sehingga dalam kurun waktu dua tahun ke depan, pekerjaan
104
masyarakat.
Omnibus Law itu sendiri, penulis berupaya untuk menganalisis fenomena Omnibus
deliberatif.
Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan selama dua tahun ke depan.
Model kerangka pemikiran yang dirumuskan oleh penulis berawal dari latar
belakang mengapa Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan hadir dan
dibentuk oleh para pembuat kebijakan. Dari latar belakang tersebut, penulis
model deliberatif dimana penekanan dalam model ini terdapat dalam tiga variabel
yaitu tersedianya ruang publik, dilibatkannya publik, dan juga perumusan dengan
konsultasi publik serta legitimasi kebijakan publik yang berasal dari proses
driven menekankan pemetaan aktor serta keterlibatan aktor secara aktif (Nugroho
sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Terakhir, penulis menjelaskan tujuan
Diagram 2.1
Permasalahan:
Proses perumusan Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
dirasa tidak partisipatif dan tidak berorientasi kepada kepentingan dan
kebutuhan publik (khususnya kelompok tenaga kerja) serta terjadi
miskonsepsi tentang penggunaan metode Omnibus Law.
bagi kebijakan yang akan dirumuskan. Dalam kasus Omnibus Law Cipta
Kerja, ruang publik sudah ada namun belum substantif dan optimal.
METODE PENELITIAN
secara ilmiah. Upaya mencari kebenaran ini dapat dibedakan menjadi dua proses
(common sense), tradisi, kebiasaan, dan lain sebagainya, sementara proses ilmiah
maka diperlukan sebuah metode penelitian sebagai alat untuk mencapai tujuan
Maka dari itu, dapat dipahami bahwa metode penelitian adalah adalah
guna menemukan fakta dan tujuan dari penelitian tersebut. Penelitian ilmiah sendiri
Rasional berarti dilakukan dengan cara yang masuk akal sehingga dapat diterima
diteliti dapat dilihat dan diamati secara langsung oleh indera manusia, dan
108
109
baru dan belum pernah diketahui sebelumnya, penelitian sebagai pembuktian yang
dahulu definisi dari metode penelitian itu sendiri. Mengutip Sugiyono (2013:2),
metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan tertentu. Selain itu, kita juga dapat meminjam definisi metode
menimbang suatu realitas atau fenomena tertentu (Afrizal, 2016:2). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa penggunaan metode kuantitatif ini disebut sebagai era positivis
41
Gagasan Positivisme ini dikemukakan oleh Auguste Comte yang menyatakan bahwa Positivisme
menolak pertanyaan yang mengarah kepada metafisik. Positivisme hanya berbicara tentang gejala-
gejala. Savoir pour prevoir: “mengetahui, supaya siap untuk bertindak”. Manusia harus menyelidiki
gejala-gejala dan hubungan antar gejala-gejala supaya dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
Hubungan antar gejala disebut Comte sebagai konsep-konsep dan hukum-hukum.
(Hamersma:1990).
110
perkembangannya, metode kuantitatif lebih sering digunakan dalam ilmu alam dan
humaniora. Perbandingan antara metode kualitatif dan kualitatif dapat kita lihat
Tabel 3.1
sebuah metode penelitian dapat didasarkan kepada dua hal yaitu kebiasaan dari
dan perbuatan manusia serta kelompok sosial dalam konteks perumusan kebijakan
publik maka data yang dibutuhkan adalah data yang bersifat kualitatif. Metode
kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang
merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu, dalam penelitian
(Sugiyono, 2013:9).
112
temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya”.
Selain itu, kita juga dapat meminjam definisi penelitian kualitatif yang disebutkan
oleh Hadari & Martini dalam “Instrumen Penelitian Bidang Sosial” (2006:209):
berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku
manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif sendiri (Usman & Setiady,
2017:121).
a. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and
researcher is the key instrument. (Penelitian kualitatif memiliki keadaan
alamiah sebagai sumber data langsung dan peneliti menjadi instrumen
kunci.)
b. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of
words of pictures rather than number. (Penelitian kualitatif bersifat
deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata bukan angka.)
c. Qualitative research are concerned with process rather than simply with
outcomes or products. (Penelitian kualitatif berkaitan dengan proses
daripada hanya dengan hasil atau produk.)
d. Qualitative research tends to analyze their data inductively. (Penelitian
kualitatif mengarahkan analisis data secara induktif).
e. "Meaning" is of essential to the qualitative approach. (Esensi dalam
penelitian kualitatif adalah “makna”).
113
Selain itu, Creswell dalam Seto seperti yang dikutip oleh Naufal (2021:86),
menyebutkan:
kompleks, dan dinamis sehingga sangat mungkin terjadi perluasan atau pendalaman
penelitian dari proposal penelitian dengan laporan penelitian. Maka dari itu,
masalah yang dibawa pada awal penelitian dapat mengalami tiga kemungkinan
yaitu masalah tetap, masalah diperluas, dan masalah diganti mengikuti dinamika
pencarian mendalam terhadap suatu realitas dan fenomena sosial dimana seperti
yang disampaikan Bogdan dan Biklen dalam Sugiyono (2013:13) bahwa “makna”
pula, peneliti menggunakan metode kualitatif sehingga upaya pancarian data dalam
penelitian kali ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung dan intensif
di lapangan untuk menemukan fakta-fakta terkait fenomena yang akan diteliti yaitu
Omnibus Law Cipta Kerja. Data yang diperoleh dieksplorasi sampai mendalam
hingga memperoleh data jenuh dan menemukan makna dari fenomena tersebut
penelitian yang terhitung baru dan belum pernah diteliti sebelumnya dan juga jika
fenomena yang diteliti masih dapat terus bergulir dan berkembang secara dinamis.
eksploratif pula, seorang peneliti harus punya standpoint terhadap kasus atau
fenomena yang akan diteliti sekalipun terpisah dengan tahapan verifikasi dan
bagaimana proses pengumpulan dan analisis data. Hal ini disebabkan karena
baru dimana belum banyak diteliti sehingga tidak memerlukan proposisi yang
pendekatan studi kasus dimana akan berfokus kepada satu kasus dalam konteks isu
(2020:66) menyebutkan:
yang menyebutkan bahwa penelitian studi kasus tepat dalam metode kualitatif
(Wahyuningsih. 2013:3).
117
mengutamakan pertanyaan “how” dan “why”. Selain itu, perlu dituliskan terlebih
Stakes (1989) dan Yin (2009) dalam Fajar (2021:65-66) terdapat beberapa prosedur
kasus dalam penelitian ini bertujuan untuk memperdalam analisis dalam fenomena
Omnibus Law Cipta Kerja yang dapat digolongkan sebagai fenomena yang baru
dinamikanya yang masih berjalan hingga saat ini terlebih pasca putusan Mahkamah
Konstitusi terhadap uji formil Omnibus Law Cipta Kerja. Sejalan dengan yang
fenomena yang terhitung baru dan masih sangat mungkin untuk dapat
dikembangkan. Maka dari itu, sejalan dengan yang ditegaskan oleh Mudjiyanto
Omnibus Law Cipta Kerja dengan tujuan memperdalam analisis mengenai proses
pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi alamiah), sumber data
120
Pertama, penulis melakukan studi literatur mengenai isu empiris dan teoretis
penelitian, yaitu mengenai kebijakan publik dan Omnibus Law Cipta Kerja. Studi
literatur yang dilakukan penulis didasarkan kepada literatur seperti buku, jurnal,
Studi literatur ini adalah upaya untuk mengumpulkan data dalam metode qualitative
mengumpulkan data yang dibutuhkan secara langsung melalui beberapa cara, yaitu:
kompleks.
“Orang yang berada atau dekat dengan lokasi penelitian yang dapat
memberikan informasi mengenai fenomena yang akan diteliti. Maka dari
itu, informan harus mengetahui dengan jelas terkait fenomena yang akan
diteliti.”
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa informan
adalah sumber data bagi penelitian karena informan adalah pihak-pihak yang
sumber data dipilih secara purposive dan bersifat snowball sampling. Terdapat
Selain itu, teknik penentuan informan ini akan ditunjang dengan metode
snowball sampling guna mengantisipasi peneliti tidak dapat mencari informasi dari
informan sebelumnya yang sudah dapat ditemui. Lebih lanjut, ditegaskan oleh
berikut:
Tabel 3.2
Umum Masyarakat
Kebijakan Publik
Indonesia
(MAKPI).
Prof. Susi Dwi Guru Besar Hukum Konsep Omnibus 1 orang
Harijanti, LL.M., Tata Negara Law dalam hierarki
PhD Fakultas Hukum perundang-
Universitas undangan di
Padjadjaran Indonesia dan
permasalahan
Omnibus Law Cipta
Kerja.
Saldi Isra Hakim Konstitusi Latar belakang 1 orang
Indonesia Putusan Mahkamah
Konstitusi tentang
Omnibus Law Cipta
Kerja.
Nining Elitos Ketua Umum Pandangan serta 1 orang
Kongres Aliansi keterlibatan
Serikat Buruh kelompok buruh
Indonesia (KASBI) dalam proses
perumusan
Omnibus Law Cipta
Kerja
Sumber: (Olahan Peneliti, 2022)
keabsahan data dalam penelitian kualitatif, diperlukan pengujian yang terdiri dari
Dalam proses uji credibility atau uji validitas internal, penulis menggunakan
lain membaca data yang dikumpulkan oleh peneliti dan jika orang tersebut
c. Dependability (Reliabilitas)
2013:277)
d. Confirmability (Objektivitas)
2013:277)
Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah analisis data.
Dalam penelitian kualitatif, tahapan analisis data adalah tahapan yang krusial.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Miles dan Huberman (2004) dalam Hardani dkk
125
(2020:160-161) bahwa tahapan analisis data adalah tahapan yang paling serius dan
(Moleong, 2007:280). Lebih lanjut, meminjam definisi analisis data dari Bogdan
Analisis data dalam model Miles dan Huberman tersusun ke dalam tiga tahapan
yang terjadi secara paralel. Ketiga tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
penelitian, dan metode penelitian. Namun, proses reduksi data akan terus
b. Penyajian Data
2020:168).
harus relevan dan sesuai dengan fokus dan tujuan pene litian.
peneliti dalam melakukan studi literatur dan pengumpulan data dari informan
penelitian. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2022 dengan rincian linimasa
penelitian seperti yang dituliskan dalam tabel 3.3. Adapun rincian linimasa kegiatan
yang dilakukan oleh peneliti dalam menyusun penelitian ini adalah sebagai berikut:
d. Pengumpulan dan pengolahan data pada bulan Januari hingga Februari 2023
Tabel 3.3
Linimasa Penyusunan Skripsi
2022 2023
No Kegiatan Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
1 Studi
Literatur
2 Seminar
Usulan
Penelitian
3 Penelitian
Lapangan
4 Pengolahan
Data
5 Sidang
Akhir
128
129
Junaidi, M. (2016). Ilmu Negara: Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum. Malang:
Setara Press.
Kelsen, H. (2005). General Theory of Law and State. New Jersey: Harvard
University Press.
Kelsen, H. (1967). Pure Theory of Law. London: Cambridge University Press.
Kencana, Inu. (2017). Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT Refika
Aditama.
Kurtz, G. S. (2000). Getting Around Gridlock: The Effect of Omnibus Utilization
on Legislative Productivity. Iowa. Legislative Studies Quarterly Journal
Vol. 25 No. 4, 533-549.
Kusumaatmadja, M. (2009). Pengantar Ilmu Hukum: Suatu Pengenalan Pertama
Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum. Bandung: PT. Alumni.
Lenin, V. I. (2016). Negara dan Revolusi. Yogyakarta: Antitesis.
Leslie, A. Pal. (2005). Case Study Method and Policy Analysis. New York: Palgrave
Macmillan.
Luhmann, N. (1979). Trust and Power. Chichester: John Wiley & Sons Ltd.
Lundmark, T. (2012). Charting The Divide Between Common and Civil Law.
Oxford: Oxford University Press.
Maddison, S & Deniss, R. (2009). An Introduction to Australian Public Policy:
Theory and Practice. Melbourne: Cambridge University Press.
Magriasti, L. (2011). Arti Penting Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik
di Daerah. Padang. Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah.
Mahfud MD. (2020). Politik Hukum di Indonesia. Depok: Rajagrafindo Persada.
Mahkamah Agung RI. (2019). Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam
Perkara Pidana. Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung RI.
Marzuki, P. (2008). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana.
Matompo, O & Izziyana, W. (2020). Konsep Omnibus Law dan Permasalahan
RUU Cipta Kerja. Solo. Jurnal Rechstaat Nieuw Vol. 5 No. 1, 22-29.
Mill, John. S. (2006). On Liberty (Perihal Kebebasan). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Moleong, L. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Mudjiyanto, B. (2018). Tipe Penelitian Eksploratif Komunikasi. Jakarta. Jurnal
Studi Komunikasi dan Media Vol. 22 No. 1, 65-74.
132
Tesis
Candra Kusuma. (2012), Demokrasi Deliberatif di Era Otonomi Daerah: Studi
Kasus ‘Forum Konstituen’ di Kabupaten Bandung, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia.
134
Skripsi
Arif Setiawan. (2015), Konsep Ruang Publik Menurut Jurgen Habermas,
Yogyakarta, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.
Fajar Yudha Sentana. (2020). PENERAPAN PENDEKATAN MODEL
KUALITATIF OPTIMAL DALAM FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK:
Studi Pada Penetapan Kawasan Jatigede Menjadi Kawasan Ekonomi
Khusus Dalam RPJMD 2018–2023 Oleh Pemerintah Kabupaten
Sumedang, Sumedang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Padjadjaran.
Muhammad Naufal. (2021), COMPARATIVE GOVERNMENT: PERBANDINGAN
LEMBAGA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA DAN
SINGAPURA (STUDI PERBANDINGAN ANTARA KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI-KPK INDONESIA DENGAN CORRUPT
PRACTICES INVESTIGATION BURREAU-CPIB SINGAPURA),
Sumedang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar NKRI 1945
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Resiko
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta
Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi
Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 121 Tahun 2020
tentang Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi
Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja.
Surat Presiden Nomor R-06/Pres/02/2020 Perihal Rancangan Undang-Undang
tentang Cipta Kerja
135
Naskah Akademis
Naskah Akademis RUU Cipta Kerja
Website
https://republika.co.id/berita/qjbw5v330/ketersediaan-lapangan-kerja-jadi-
tantangan-era-milenial diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:11 WIB.
https://www.youtube.com/watch?v=IOk3h94kGNA diakses pada 10 Juni 2022
pukul 14:18 WIB.
https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/442 diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:25
WIB.
Omnibus Law: Demo tolak UU Cipta Kerja di 18 provinsi diwarnai kekerasan,
YLBHI: 'Polisi melakukan pelanggaran' - BBC News Indonesia diakses pada 10
Junu 2022 pukul 14:42 WIB.
https://money.kompas.com/read/2020/01/07/112743426/ini-6-alasan-buruh-tolak-
ruu-omnibus-law?page=all diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:44 WIB.
https://nasional.tempo.co/read/1306912/ini-tim-omnibus-law-bentukan-airlangga-
yang-dianggap-catut-buruh/full&view=ok diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14:45
WIB.
https://buruh.co/tolak-omnibus-law-buruh-ksbsi-cabut-dari-tim-bentukan-menko-
perekonomian/ diakses pada 10 Juni 2022 pukul 14: 45 WIB.
https://www.nu.or.id/nasional/sarbumusi-nyatakan-keluar-dari-tim-pembahasan-
omnibus-law-bidang-ketenagakerjaan-4yFo3 diakses pada 10 Juni 2022 pukul
14:46 WIB.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/23/09001511/draf-uu-cipta-kerja-yang-
terus-berubah-ubah-terbaru-1187-halaman diakses pada 11 Juni 2022 pukul 13:36
WIB.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/19/08511781/sulitnya-mengakses-
dokumen-penyusunan-dan-draf-final-uu-cipta-kerja diakses pada 11 Juni 2022
pukul 13:38 WIB.
https://www.mkri.id/index.php?page=web.RekapPUU diakses pada 10 Juni 2022
pukul 14:47 WIB
136
https://tirto.id/dpr-ingkar-janji-tetap-bahas-omnibus-law-ruu-cilaka-saat-reses-
fS3n diakses pada 13 Juni 2022 pukul 14:54 WIB.
https://emedia.dpr.go.id/buletin/baleg-terima-audiensi-buruh-terkait-uu-cipta-
kerja/ diakses pada 19 Juni pukul 16:53 WIB.
https://www.kbbi.web.id/bijak diakses pada 19 Juni 2022 pukul 19:46 WIB.
Good Governance: Definitions, 8 Characteristics, And Importance
(schoolofpoliticalscience.com) diakses pada 22 Juni 2022 pukul 00:25 WIB.
Revisi UU PPP Resmi Sebagai Usul Inisiatif DPR (mediaindonesia.com) diakses
pada 22 Juni 2022 Pukul 22:22 WIB.
https://www.jawapos.com/nasional/politik/04/10/2020/alasan-demokrat-dan-pks-
tolak-ruu-omnibus-law-ditetapkan-jadi-uu/ diakses pada 22 Juni 2022 pukul 22:59
WIB.
https://www.idntimes.com/news/indonesia/ilyas-listianto-mujib-1/uu-cipta-kerja-
gol-tagar-tolak-omnibus-law-trending-topic-di-twitter diakses pada 22 Juni 2022
pukul 23:01 WIB.
https://news.detik.com/berita/d-6136245/jokowi-resmi-teken-uu-ppp-nomor-
132022 diakses pada 23 Juni 2022 pukul 16:27 WIB.
https://www.ahdictionary.com/word/search.html?q=system diakses pada 23 Juni
2022 Pukul 23:10 WIB.
https://www.merriam-webster.com/dictionary/deliberation diakses pada 28 Juni
2022 pukul 16:28 WIB.
137
LAMPIRAN
1. Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
A. DPR RI
Dimensi Pertanyaan
Ruang Publik Bagaimana DPR RI menyediakan wadah
konsultasi maupun musyawarah dengan
kelompok buruh dalam proses penyusunan UU
Cipta Kerja?
Bagaimana anda melihat banyaknya penolakan
terhadap UU Cipta Kerja, khususnya Klaster
Ketenagakerjaan?
Apakah dengan banyaknya penolakan terhadap
UU Cipta Kerja mengartikan bahwa regulasi
ini bertentangan dengan kebutuhan dan
kepentingan publik?
Jika mendapatkan banyak penolakan,
darimanakah sumber legitimasi politik
berbasiskan kedaulatan rakyat dalam UU Cipta
Kerja?
Bagaimana sifat agenda setting dalam proses
penyusunan UU Cipta Kerja? Top-down
ataukah bottom-up yang didasarkan pada
musyawarah publik?
Model Kebijakan Bagaimana peran masyarakat dalam proses
Deliberatif penyusunan UU Cipta Kerja?
Dalam pandangan kebijakan deliberatif, suatu
peraturan perundang-undangan haruslah
138
Dimensi Pertanyaan
Ruang Publik Bagaimana Kemenko Perekonomian
menyediakan wadah konsultasi maupun
musyawarah dengan kelompok buruh dalam
proses penyusunan UU Cipta Kerja?
Bagaimana anda melihat banyaknya penolakan
terhadap UU Cipta Kerja, khususnya Klaster
Ketenagakerjaan?
Apakah dengan banyaknya penolakan terhadap
UU Cipta Kerja mengartikan bahwa regulasi
ini bertentangan dengan kebutuhan dan
kepentingan publik?
139
C. Mahkamah Konstitusi
Dimensi Pertanyaan
Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi diputuskan sebagai
inkonstitusional bersyarat. Jika definisi
inkonstitusional bersyarat adalah bertentangan
dengan konstitusi, lalu mengapa Mahkamah
Konstitusi tidak membatalkan UU Cipta Kerja
secara keseluruhan?
Apakah dengan penetapan UU Cipta Kerja
sebagai inkonstitusional bersyarat, Mahkamah
Konstitusi menerapkan pembatasan yudisial
sebagaimana yang dirumuskan oleh James. B.
Thayer?
Apakah peraturan turunan dari Omnibus Law
Cipta Kerja seperti PP Nomor 5 Tahun 2021
ataupun PP Nomor 8 Tahun 2021 juga terkena
imbas daripada keputusan Mahkamah Konstitusi?
Ruang Publik Apakah sebuah peraturan perundang-undangan
dapat dibatalkan tanpa jalur judicial review jika
memang itu yang diinginkan oleh publik?
Apakah pasca revisi selama dua tahun ke depan,
jika memang belum sesuai amanat Mahkamah
Konstitusi, UU Cipta Kerja dapat dibatalkan atau
diajukan kembali dalam judicial review?
Model Kebijakan Proses revisi apakah yang ideal dalam perumusan
Deliberatif kembali UU Cipta Kerja selama dua tahun ke
depan? Mengingat judicial review yang diajukan
adalah uji formil yang berarti prosedur revisi
harus melibatkan publik secara lebih luas?
Stakeholder Bagaimana Mahkamah Konstitusi memfasilitasi
Driven para stakeholder yang merasa dilanggar hak
konstitusionalnya dalam prosedur maupun
substansi UU Cipta Kerja?
141
D. Akademisi
Dimensi Pertanyaan
Ruang Publik Dalam siklus model kebijakan deliberatif,
interpretasi saya menganggap bahwa “jantung”
daripada siklus tersebut terdapat pada fase
dialog publik. Lalu, dialog publik seperti apa
yang ideal dalam kebijakan deliberatif?
Dalam perumusan peraturan perundang-
undangan di Indonesia sudah menjadi
kewenangan daripada legislatif. Lalu
bagaimana anda memandang konsep
perwakilan politik yang mungkin saja dapat
menjadi penghalang daripada terlaksananya
ruang publik?
Dalam pandangan ruang publik, sebuah hukum
atau kebijakan publik mendapatkan kesahihan
dan legitimasi yang berasal dari penerimaan
intersubjektif dari para subjeknya. Bagaimana
jika penerimaan intersubjektif ini tidak kunjung
dapat dicapai, namun hukum atau kebijakan
publik tersebut harus segera disahkan?
Bagaimana bila terdapat perbedaan interpretasi
mengenai dialog publik antara negara dengan
masyarakat?
Model Kebijakan Dibandingkan akademisi kebijakan publik
Deliberatif lainnya di Indonesia, anda adalah yang paling
banyak menuliskan mengenai model kebijakan
deliberatif. Lalu, sebenarnya bagaimana anda
sendiri mendefinisikan kebijakan deliberatif?
Dalam interpretasi saya, inti daripada model
deliberatif adalah partisipasi dan pelibatan
publik. Lalu, partisipasi dan pelibatan seperti
apa yang ideal dalam pelaksanaan model
deliberatif?
Tanpa bermaksud mendiskreditkan masyarakat
Indonesia, perlu disadari bahwa terdapat
ketimpangan dalam tingkat intelektualitas
masyarakat Indonesia. Apakah ini sebuah
permasalahan dalam proses kebijakan
deliberatif?
142
Padjadjaran
Dimensi Pertanyaan
Omnibus Law Konsep omnibus law adalah konsep yang berasal
dari negara dengan sistem hukum common law
dan lebih umum digunakan di sana. Apakah
konsep omnibus law relevan jika diterapkan dalam
negara dengan sistem hukum civil law?
Omnibus law dapat dipandang sebagai solusi yang
paling efektif dalam mengatasi konflik norma.
Lalu, apakah hal ini tepat, bukankah justru proses
perumusannya tetap memakan waktu dan rawan
konflik kepentingan?
Bagaimana kedudukan omnibus law dalam
hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia? Jika omnibus law hanyalah sebuah
metode pembentukan undang-undang, lalu
bagaimana anda melihat langkah DPR yang
143
E. Masyarakat
(KASBI)
Dimensi Pertanyaan
Ruang Publik Sejak awal, KASBI menolak UU Cipta Kerja,
apakah alasan penolakan tersebut didasarkan
kepada prosedur atau substansi?
Selain dalam forum audiensi di tengah
demonstrasi, adakah wadah konsultasi maupun
musyawarah yang disediakan DPR RI kepada
kelompok buruh dalam proses perumusan UU
Cipta Kerja?
144