Anda di halaman 1dari 37

MEMAHAMI ETIKA BISNIS DAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Mohamad Aziz (21013010164)
Bening Novita Ayuningrum (21013010167)
Muffida Junia Ashari (21013010172)
Aura Manzala (21013010182)
Faishal Zaidan Tiftazani (21013010191)
Abhyasa Sulthan (21013010195)
Muhammad Sigro A. (21013010206)
Yunike Christie Elovani (21013010211)

Dosen Pengampu:
Dra. Ec.Rr. Dyah Ratnawati H., M.M.

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha esa

yang telah memberikan limpahan rahmat nya dan meluangkan waktu kepada

penulis sehingga mampu menyelesaikan makalah ini yang berjudul memahami

etika bisnis dan tanggung jawab sosial sesuai dengan waktu yang kami

rencanakan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang

telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi Pustaka yaitu dengan

mengumpulkan dan mengkaji materi memahami etika bisnis dan tanggung jawab

sosial dari berbagai referensi. Informasi yang akurat dan bisa dibuktikan, serta

dapat memberikan Pemahaman terhadap pembaca dengan materi yang dipandang

melalui berbagai subjek. Penyampaian pembandingan materi dari referensi yang

satu dengan yang lain akan menyatu dalam satu makalah kami. Sehingga tidak ada

perombakan total dari sumbernya.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

pengantar bisnis. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi

lebih jauh tentang memahami etika bisnis dan tanggung jawab sosial, serta

tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang. Dalam makalah ini pun

disajikan beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menambah Wawasan tentang

etika dan tanggung jawab sosial.

Surabaya, 22 September 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar

Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan

Masalah...................................................................................2

1.3 Tujuan.....................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Etika di Tempat

Kerja...........................................................................3

2.1.1 Etika Individu.............................................................................3

2.1.2 Ambiguitas, Hukum, dan Dunia Nyata......................................3

2.1.3 Aturan dan Nilai Individu..........................................................4

2.1.4 Etika Bisnis dan Manajerial.......................................................4

2.1.5 Menilai Perilaku Etis..................................................................5

2.1.6 Praktik-praktik Perusahaan dan Etika Bisnis.............................6

2.2 Tanggung Jawab Sosial........................................................................7

2.2.1 Model Tanggung Jawab Pemangku

Kepentingan.......................7

2.2.2 Kesadaran Sosial Masa

Kini.......................................................9

ii
2.3 Bidang-bidang Tanggung Jawab

Sosial..............................................10

2.3.1 Tanggung Jawab Sosial terhadap

Lingkungan.........................10

2.3.2 Tanggung Jawab Sosial terhadap

Pelanggan............................12

2.3.3 Tanggung Jawab Sosial terhadap

Karyawan............................14

2.3.4 Tanggung Jawab Sosial terhadap

Investor................................14

2.4 Mengimplementasikan Program Tanggung Jawab

Sosial..................16

2.4.1 Pendekatan Tanggung Jawab

Sosial.........................................16

2.4.2 Tanggung Jawab Sosial dan Bisnis Berskala

Kecil...................17

2.5 Pemerintah dan Tanggung Jawab

Sosial.............................................18

2.5.1 Bagaimana Pemerintah Memengaruhi

Organisasi....................18

2.5.2 Bagaimana Organisasi Memengaruhi

Pemerintah....................20

2.6 Mengelola Tanggung Jawab

Sosial.....................................................22

iii
2.6.1 Mengimplementasikan Tanggung Jawab

Sosial.......................23

2.6.2 Faktor Belum Optimalnya

Pemerintah.....................................23

2.6.3 Dimensi-dimensi Formal

Organisasi........................................24

2.6.4 Dimensi-dimensi Informal

Organisasi......................................25

2.6.5 Mengevaluasi Tanggung Jawab

Sosial.....................................27

BAB III

PENUTUP...............................................................................................29

3.1 Kesimpulan......................................................................................29

3.2 Saran................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika berasal dari kata Yunani, yaitu etheos, yang berarti karakter atau

sifat individu yang baik. Pada dasarnya etika dapat di definisikan sebagai

prinsip prinsip moral dalam hidup manusia yang akan menentukan tingkah

laku yang benar yang harus dijalankan, dan tingkah laku yang salah yang

harus dihindari dan dijauhi. Setiap orang ingin mempunyai uang yang banyak

supaya hidup dengan sejahtera untuk memperolehnya dapat digunakan

berbagai cara seperti bekerja keras makan hingga hal yang tercela sekalipun

seperti mencuri ataupun bahkan korupsi. Kita dapat menentukan diri kita

sendiri, yang di mana secara etika merupakan Tindakan yang dapat atau tidak

dapat dilakukan dalam usaha untuk memperoleh banyak uang.

Menyadari tentang seberapa pentingnya memperhatikan isu etika

bisnis dan tanggung jawab sosial, para pengkaji telah mendorong untuk

mengembangkan pemikiran dan persoalan tersebut. Beberapa hal dari

pemikiran tersebut akan diterangkan dalam makalah ini. Isu isu tersebut

dikenal sebagai etika bisnis dan tanggung jawab sosial. Tujuan dari

pengembangan pemikiran ini bukanlah untuk membatasi kegiatan usaha,

tetapi untuk memberi mereka dorongan untuk mengelola bisnisnya dengan

lebih dinamis dan bertanggung jawab sekaligus meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

1
2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana etika di tempat kerja?

2. Apa itu tanggung jawab sosial?

3. Apa saja bidang-bidang tanggung jawab sosial?

4. Bagaimana cara mengimplementasikan tanggung jawab sosial?

5. Apa peran pemerintah dan tanggung jawab sosial?

6. Bagaimana cara mengelola tanggung jawab sosial?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan bagaimana individu mengembangkan kode etik pribadinya

dan mengapa etika penting dalam lingkungan kerja.

2. Membedakan tanggung jawab sosial dengan etika, mengidentifikasikan

pemegang kepentingan dalam organisasi, dan menunjukkan ciri

kepedulian sosial dewasa ini.

3. Memperlihatkan bagaimana konsep tanggung jawab sosial diterapkan pada

masalah lingkungan serta hubungan perusahaan dengan konsumen,

karyawan, dan investor.

4. Mengidentifikasi empat pendekatan umum tanggung jawab sosial dan

menjelaskan peran tanggung jawab sosial dalam bisnis berskala kecil.

5.  Menjelaskan peran pemerintah dalam tanggung jawab sosial dalam hal

bagaimana pemerintah dan bisnis memengaruhi satu sama lain.

6. Membahas bagaimana bisnis mengelola tanggung jawab sosial dalam

dimensi formal dan informal serta bagaimana organisasi dapat

mengevaluasi tanggung jawab sosial mereka.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etika di Tempat Kerja

Perilaku etis (ethical behavior) merupakan perilaku yang mencerminkan

keyakinan individu dan norma-norm sosial yang diterima secara umum terkait

dengan tindakan yang benar dan baik. Perilaku tidak etis (unethical behavior)

merupakan perilaku yang menurut keyakinan individu dan norma-norma

sosial dianggap salah atau buruk. Etika bisnis (bussines ethics) adalah istilah

yang biasanya berkaitan dengan perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan

oleh karyawan atau manajer dalam konteks pekerjaan mereka.

1. Etika Individu

Karena didasarkan pada konsep sosial dan keyakinan individu, etika bisa

saling berbeda bentuk antarindividu, antarsituasi, dan antarbudaya. Jadi,

perilaku etis dan tidak etis sebagian ditentukan oleh individu itu sendiri

dan sebagian ditentukan oleh budaya.

2.1.2 Ambiguitas dan Dunia Nyata

Masyarakat umumnya memberlakukan undang-undang formal yang

mencerminkan standar etis atau norma sosial yang berlaku. Sebagai

contoh, karena sebagian besar orang menganggap pencurian adalah

perilaku tidak etis, kita memilki undang-undang terhadap tindakan tersebut

dan memberikan sanksi bagi pencuri. Misalnya, setelah bencana topan

Katrina, mereka yang selamat di New Orleans menjarah toko untuk

mendapatkan makanan. Meskipun hanya sedikit yang mengkritik tindakan

mereka, tetapi tindakan ini tetap melanggar hukum.

3
4

2.1.3 Aturan dan Nilai Individu

Kode etik pribadi ditentukan oleh berbagai faktor. Kita mulai membentuk

standar etis saat masih menjadi seorang anak sebagai tanggapan kita atas

persepsi mengenai perilaku orang tua dan orang dewasa lain. Kemudian

saat kita masuk sekolah, di mana dipengaruhi oleh teman, dan saat kita

tumbuh dewasa, pengalaman membentuk hidup keyakinan etis dan

perilaku kita. Jika anda mengutamakan keuntungan finansial, Anda

mungkin mengembangkan kode etik yang mendukung pengejaran

kenyamanan materi. Namun, jika Anda mengutamakan keluarga dan

teman, pasti Anda akan menganut standar yang berbeda.

2.1.4 Etika Bisnis dan Manajerial

Etika manajerial (managed ethics) merupakan standar perilaku yang

memandang manajer dalam pekerjaan mereka. Tiga kategori etika

manajerial:

1. Perilaku terhadap Karyawan

Kategori ini meliputi hal-hal seperti perekrutan dan pemecatan, upah

dan kondisi kerja, serta privasi dan juga respek/rasa hormat. Pedoman

etis dan hukum menyiratkan bahwa keputusan perekrutan dan

pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan karyawan dalam

melakukan pekerjaan. Upah dan kondisi kerja, meskipun diatur oleh

undang-undang, juga merupakan bidang yang kontroversial.

Bayangkanlah situasi di mana seorang manajer membayar pekerja

kurang dari yang selayaknya karena dia tahu bahwa karyawan tersebut

harus bekerja atau tidak bisa mengeluh karena takut diberhentikan.


5

2. Perilaku terhadap Organisasi

Masalah etis juga muncul dari perilaku karyawan terhadap perusahaan

tempatnya bekerja, terutama dalam kasus seperti konflik kepentingan,

kerahasiaan, dan kejujuran. Konflik kepentingan tejadi ketika suatu

kegiatan bisa menguntungkan individu dengan merugikan pihak

perusahaan.

3. Perilaku terhadap Pelaku/Agen Ekonomi Lainnya

Etika juga berperan dalam hubungan antara perusahaan dan

karyawannya dengan apa yang disebut sebagai agen kepentingan primer

(primary agent of interest), terdiri dari konsumeen, pesaing, pemegang

saham, pemasok, distributordan serikat pekerja.

2.1.5 Menilai Perilaku Etis

Apa yang membedakan perilaku etis dengan perilaku tidak etis terkadang

bersifat subjektif dan bergantung pada berbagai macam opini yang

berbeda-beda. Tiga langkah berkut ini meperlihatkan alur sederhana untuk

menerapkan perilaku etis terhadap situasi selama menjalakan bisnis:

1. Mengumpulkan informasi faktual yang relevan.

2. Menganalisis fakta untuk menentukan nilai moral yang paling sesuai.

3. Melakukan penilaian etis berdasarkan kebenaran atau kesalahan dari

kegiatan atau kebijakan yang dinilai.

Para ahli mengemukaan bahwa penilaian dan keputusan yang dibuat

berdasarkan nilai moral dan etis memberikan kepercayaan yang lebih besar

bagi semua pihak yang terlibat. Dan kepercayaan sangat diperlukan dalam
6

transaksi bisnis apapun. Norma etis juga muncul dalam kasus demikian.

Perhatikan empat norma berikut:

1. Kegunaan (utility). Apakah suatu tindakan megoptimalkan manfaat

bagi mereka yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut?

2. Hak (rights). Apakah tindakan tersebut menghargai hak-hak pihak

yang terlibat?

3. Keadilan (justice). Apakah tindakan tersebut sejalan dengan apa

yang kita anggap adil?

4. Kepeduliaan (caring). Apakah tindakan tersebut sejalan dengan

tanggung jawab setiap pihak kepada pihak lain?

2.1.6 Praktik-praktik Perusahaan dan Etika Bisnis

Banyak perusahaan yang telah mengambil langkah tambahan untuk

mendorong perilaku etis di tempat kerja. Dua pendekatan paling umum

untuk membentuk komitmen manajemen puncak terhadap praktik bisnis

yang etis adalah membuat peraturan tertulis dan memberlakukan program

etika.

1. Menerapkan Kode Etik Tertulis

Pada dasarnya, peraga ini memperlihatkan bahwa meskipun strategi

dan praktik bisnis bisa sering berubah dan tujuan bisnis terkadang

berubah juga, prinsip inti dan nilai organisasi harus bertahan.

Hewlett-Packard, misalnya memiliki kode etik tertulis yang disebut

The HP Way, sejak 1957. Unsur-unsur pentingnya antara lain:

1. Kami mempercayai dan menghargai individu.


7

2. Kami berfokus pada tingkat pencapaian prestasi dan

kontribusi yang tinggi

3. Kami menjalankan bisnis dengan integritas penuh

4. Kami mencapai tujuan perusahaan melalui kerja tim

5. Kami mendorong flesibilitas dan inovasi

2. Memberlakukan Program Etika

Sebagian besar pengamat setuju bahwa meskipun sekolah bisnis

mengajarkan persoalan etika di tempat kerja, pihak perusahaanlah

yang harus mengemban tanggung jawab mengedukasi karyawan.

Seluruh manajer harus mengambil pelatihan etika secara periodik

untuk mengingatkan mereka akan pentingnya pengambilankeputusan

yang etis dan memperbarui kesadaran mereka akan peraturan dan

undang-undang.

2.2 Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial (social responsibility) adalah konsep terkait yang

merujuk pada keseluruhan cara suatu bisnis dalam upayanya untuk

menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok dan individu terkait

dalam lingkungan sosialnya. Kelompok dan individu ini disenut juga

pemegang/pemangku kepentingan organisasi (organizational stakeholders),

yang meliputi kelompok, individu, dan organisasi yang langsung terpengaruh

oleh praktik-praktik suatu organisasi sehinggaberkepentingan terhadap

kinerja organisasi yang bersangkutan.

2.2.1 Model Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan


8

Sebagian besar perusahaan yang berusaha untuk bertanggung jawab

kepada pemegang kepentingan mereka pertama kali akan berfokus pada

lima kelompok utama yaitu:

1. Pelanggan. Bisnis yang bertangung jawab terhadap pelanggan

berusaha melayani dengan wajar dan jujur. Mereka juga berusaha

menetapkan harga secara wajar, memberikan garansi, memenuhi

kesepakatan pengiriman, dan mempertahankan kualitas produk yang

dijual.

2. Karyawan. Bisnis yang bertanggung jawab secara sosial terhadap

karyawan akan memperlakukan mereka secara adil, menganggap

mereka sebagai bagian dari tim, dan menghormati harga diri dan

kebutuhan dasar manusiawi mereka.

3. Investor. Untuk mempertahankan sikap yang bertanggung jawab

secara sosial terhadap investor, para manajer harus mengikuti

prosedur akuntansi yang sesuai, memberikan informasi yang tepat

kepada pemangku kepentingan mengenai kinerja keuangan

perusahaan, dan mengelola perusahaan untuk melindungi hak-hak

dan investasi para pemegang saham.

4. Pemasok. Bisnis dan manajer harus mengelola hubungan dengan

pemasok secara hati-hati. Banyak perusahaan kini mengakui

pentingnya perjanjian kemitraan yang saling menguntungkan dengan

pemasok. Jadi, mereka memberikan informasi mengenai rencana

mendatang, negosiasi jadwal pengiriman dan harga yang dapat

diterima kedua belah pihak, dan sebagainya.


9

5. Komunitas Lokal dan Internasional. Sebagian besar bisnis berupaya

untuk bertanggung jawab secara sosial kepada komunitas sekitar

mereka. Mereka dapat memberikan sumbangan bagi program-

program lokal seperti Liga Kecil bisbol, secara aktif terlibat dalam

program amal seperti United Way, dan mungkin cukup dengan

menjadikan dirinya sebagai warga yang baik dengan meminimalkan

dampak negatif usaha terhadap masyarakat sekitar.

2.2.2 Kesadaran Sosial Masa Kini

Pada tahun 1930-an, banyak orang menyalahkan iklim bisnis

yang rakus dan kurangnya kendali bisnis sebagai penyebab Depresi Besar.

Dari kekacauan perekonomian ini muncullah undang-undang baru yang

memuat perluasan peranan bisnis dalam melindungi dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat umum dan dari sini muncul konsep

akuntabilitas. Hukum dan undang-undang baru ini mendorong semangat

laissez-faire (usaha bebas) dalam bisnis selama bertumbuhnya

kesejahteraan ekonomi pada akhir tahun 1940-an dan 1950-an. Namun

tahun 1960-an dan 1970-an, bisnis sekali lagi dituduh sebagai kekuatan

sosial yang bersifat negatif. Pada akhirnya,berkembang kegiatan aktivis

sosial telah mendorong lahirnya peraturan pemerintah dalam berbagai hal.

Selama era 1980-an dan 1990-an, kesejahteraan ekonomi yang dinikmati

secara umum di kebanyakan sektor ekonomi telah melahirkan kembali

semangat laissez-faire terhadap kegiatan bisnis. Meskipun terkadang

terjadi skandal bisnis sebagai kekuatan positif dalam masyarakat dan


10

sebagai kekuatan yang dapat mengatur sendiri melalui kendali dan

kekuatan pasar bebas.

Perusahaan di berbagai industri lain juga telah mengintegrasikan

konsep kesadaran sosial ke dalam rancangan produksi dan upaya

pemasaran mereka. Penciptaan produk yang ramah lingkungan telah

menjadi bidang yang sangat berkembang pesat dan banyak perusahaan

memperkenalkan produk yang dirancang agar ramah lingkungan.

2.3 Bidang-bidang Tanggung Jawab Sosial

Pembagian tanggung jawab social dibagi 4, antara lain :

2.3.1 Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan

Dalam menjalankan bisnis, tentu banyak sekali faktor yang perlu

dipertimbangkan, seperti biaya produksi, riset pasar, modal, bahan baku,

dan lain sebagainya. Namun, terdapat satu faktor yang perlu

digarisbawahi, yaitu global warming dan berbagai polusi yang ada.

Sebagai lingkungan tempat kita hidup, perubahan iklim tentu berperan

besar bagi kegiatan manusia, termasuk dalam menjalankan bisnis. Oleh

karena itu sebagai pelaku bisnis kita harus mempertimbangkan atas

masalah kerusakan lingkungan yang terjadi polusi.

Beberapa contoh polusi polusi, seperti polusi udara, polusi air, polusi

tanah, dan sebagainya.

1. Polusi Udara. Polusi udara bisa berasal dari berbagai aktivitas,

contoh dasarnya dari kendaraan seperti halnya asap dan bahan

kimiawi lainnya dari pabrik, hal tersebut mrmbuat polutan

terperangkap dalam atmosfer. Polusi udara diperparah apabila


11

terjadi hujan asam, yang terjadi akibat zat belerang bercampur

dengan uap air di udara, hal tersebut bisa merusak hutan dan

daerah aliran sungai.

AQLI mencatat, kota metropolitan Jakarta saat ini memiliki

konsentrasi PM2.5 enam kali lipat lebih tinggi dari batas aman

WHO. Jika kondisinya terus memburuk, maka 11 juta penduduk

Jakarta bisa kehilangan angka harapan hidup selama 5,5 tahun.

Karena itu undang undang telah membuat peraturan mengenai

polusi udara, yaitu perusahaan diharuskan memasang alat alat

khusus untuk membatasi polutan yang dikeluarkan perusahaan

tersebut.

2. Polusi Air. Polusi ini terjadi akibat apabila ada pembuangan

limbah bahan kimia dan sampah dari perusahaan. Perusahaan

pasti memliki limbah dan sampah, dan ada beberapa perushaan

yang membuang limbah tersebut melalui sungai, hulu sungai

dan lainnya tanpa mempertimbangkan dampak dari kegiatan

tersebut.

Undang-undang sendiri telah mengatur mengenai pembuangan

limbah, seperti yang tercantum di pasal 42 “Setiap orang

dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan

atau sumber air. Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah

Kabupaten/Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan

ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.”


12

3. Polusi Tanah. Pencemaran yang mana bahan kimia buatan

manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami.

Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair

atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial,

penggunaan pestisida, air limbah dari tempat penimbunan

sampah, serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah

dengan tidak memenuhi syarat (illegal dumping).

Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan

tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk

ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah

kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat

beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung

kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air

tanah dan udara di atasnya.

4. Daur Ulang. Dalam pengurusan limbah diperlukan Daur Ulang

atau pengelolahan limbah menjadi suatu produk yang berguna.

Dalam proses ini diperlukan pemisahan produk produk tertentu

missal yang berbahan dasar kaleng disendirikan. Meski rumit,

sekarang mulai banyak komunitas local yang mendukung dan

membantu.

2.3.2 Tanggung Jawab Terhadap Pelanggan.

Perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap pelanggannya akan

kehilangan bisnis dan kepercayaan.


13

1. Hak Konsumen. Makin maraknya perhatian bisnis terhadap

tanggung jawab kepada konsumen saat ini dapat ditelusuri dari

adanya peningkatan konsumerisme (consumerism), kegiatan aktivis

sosial yang bertujuan melindungi hak-hak konsumen dalam

berhubungan dengan bisnis.

2. Penetapan Harga yang Tidak Wajar. Mencampuri persaingan dapat

mengambil bentuk praktik penetapan harga yang ilegal. Kolusi

(collusion) terjadi apabila dua atau lebih perusahaan sepakat untuk

bekerja sama dalam tindakan yang melanggar hukum. Perusahaan

juga dapat dituntut akibat melakukan eksploitasi harga (price

gouging), yaitu menaikkan harga sangat tinggi (dan kadang tidak

beralasan) dalam merespons tingginya permintaan. Sebagai contoh

dimasa sekarang, masa pandemic, waktu awal tahun 2020

masyarakat memborong masker dan hand sanitizer untuk disimpan

dan saat produk sudah langka akan mejual produk tersebut dengan

harga tinggi.

3. Etika dalam Periklanan. Perhatian pada etika periklanan dan

informasi produk makin meningkat. Ada dua gejala umum dari

bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang paling sering terjadi,

yaitu yang merendahkan produk pesaing, dan penggunaan atribut

profesi atau "setting" tertentu yang menyesatkan atau mengelabui

khalayak. Selain itu iklan yang menurut sebagian konsumen

dianggap tidak bisa diterima secara moral untuk produk seperti

pakaian dalam, kondom, alkohol, produk tembakau, dan senjata


14

api. Undang-undang mengatur jenis-jenis iklan seperti ini. Seperti

Pasal 46 UU 32/2002 tentang Penyiaran, menyebutkan

siaran iklan niaga dilarang mempromosikan wujud rokok, minuman

keras, dan zat adiktif

2.3.3 Tanggung Jawab terhadap Karyawan

Kegiatan-kegiatan ini, mulai dari proses perekrutan,

penerimaan, pelatihan, promosi, dan pemberian kompensasi, juga

menjadi dasar bagi tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan.

Komitmen Hukum dan Sosial Berdasarkan undang-undang

suatu bisnis tidak dapat melakukan berbagai macam diskriminasi atas

kelompok tertentu dalam setiap segi hubungan pekerjaan apa pun.

Sebagai contoh, perusahaan tidak boleh menolak mempekerjakan

seseorang hanya karena latar belakang etnis atau membayar gaji yang

lebih rendah berdasarkan gender. Perusahaan yang mengabaikan

tanggung jawab demikian menghadapi risiko kehilangan karyawan yang

produktif dan bermotivasi tinggi, selain juga berisiko menghadapi

tuntutan hukum. Banyak orang yang bakal setuju bahwa suatu organisasi

sebaiknya memastikan tempat kerjanya aman secara fisik dan sosial.

Perusahaan dengan kesadaran tanggung jawab sosial yang tinggi juga

sadar untuk memberikan peluang bagi karyawan untuk menyeimbangkan

antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

2.3.4 Tanggung Jawab terhadap Investor

Manajer dapat menyalahgunakan tanggung jawab mereka terhadap

investor dalam beberapa cara. Sebagai aturan, perilaku tidak bertanggung


15

jawab terhadap pemegang saham berarti menyalahgunakan sumber daya

keuangan perusahaan sehingga pemilik saham tidak memperoleh hak

mereka atas laba atau dividen yang jatuh tempo. Perusahaan juga dapat

bertindak secara tidak bertanggung jawab terhadap investor dengan

misrepresentation/menyalahsajikan laporan keuangan (dengan

memberikan keterangan palsu) atas sumber daya yang dimiliki perusahaan.

1. Manajemen Keuangan yang Tidak Wajar

Penyimpangan manajemen keuangan yang dilakukan secara terang-

terangan seperti memberikan gaji yang terlampau besar bagi manajer

senior, membiayai mereka menginap di tempat-tempat peristirahatan

mewah, dan menyediakan fasilitas yang berlebihan, bisa saja

menjadi tindakan yang tak etis tetapi tidak serta-merta ilegal. Dalam

kasus seperti ini, kreditor dan pemegang saham hanya memiliki

beberapa pilihan tindakan. Seperti merubah komposisi manajemen

tapi proses ini sulit dan bisa membuat harga saham turun drastis,

situasi yang tidak diinginkan para pemegang saham.

2. Insider Trading

Insider trading adalah penggunaan informasi rahasia untuk

memperoleh keuntungan dari pembelian atas penjualan saham.

3. Menyalahsajikan Laporan Keuangan

Dalam mengelola dan melaporkan status keuangan, setiap

perusahaan harus tunduk pada praktik akuntansi yang diterima

secara umum (generally accepted accounting practices-GAAP).

Manajer yang tak etis memproyeksikan laba jauh melebihi


16

keuntungan yang sebenarnya mereka antisipasi, menyembunyikan

kerugian atas pengeluaran untuk menaikkan laba dalam pembukuan

seolah-olah perusahaan terlihat kokoh dibandingkan kenyataannya.

2.4 Mengimplementasikan Tanggung Jawab Sosial

2.4.1 Pendekatan Tanggung Jawab Sosial

Sikap Sikap Sikap Sikap


Obstruktif Defensif akomodatif Proaktif

Ada empat sikap atau pendirian yang dapat diambil perusahaan terkait

dengan kewajibannya kepada masyarakat, mulai dari tindakan minimal

dalam praktik praktik tanggung jawab sosial.

1. Sikap Obstruktif

Sejumlah kecil organisasi yang mengambil sikap ini biasanya

melakukan usaha seminimal mungkin untuk memecahkan masalah-

masalah sosial atau lingkungan kurang menghargai perilaku etis, dan

biasanya menolak atau menyembunyikan tindakan mereka yang

salah.

2. Sikap Defensif

Melakukan apa saja yang disyaratkan peraturan hukum, seperti

mengakui kesalahan dan mengambil tindakan korektif, tetapi tidak

lebih dari itu. Manajer yang mengambil sikap defensif merasa bahwa

pekerjaan mereka adalah menghasilkan laba, dan mungkin saja

misalnya, memasang alat pengendali polusi seperti yang disyaratkan

peraturan tetapi tidak memasang alat berkualitas tinggi untuk


17

mengurangi polusi lebih banyak lagi. Perusahaan rokok biasanya

mengambil posisi demikian dalam upaya pemasaran mereka.

perusahaan rokok diharuskan untuk memuat peringatan bahaya rokok

dan membatasi iklan di media tertentu.

3. Sikap Akomodatif

Perusahaan yang mengambil sikap akomodatif (accommodative

stance) memenuhi aturan hukum dan etika, dan kadang melakukan

lebih dari sekadar menaatinya. Perusahaan demikian secara sukarela

berpartisipasi dalam program program sosial jika penghimpun dana

bisa meyakinkan perusahaan bahwa program ini bermanfaat bagi

perusahaan. misalnya, akan memberikan sumbangan yang diprakarsai

oleh karyawan bagi beberapa gerakan amal pilihan.

4. Sikap Proaktif

Perusahaan yang menggunakan sikap ini, merupakan tanggung jawab

sosial tingkat tertinggi. mereka sungguh-sungguh melaksanakan

tanggung jawab sosial, memandang diri sebagai warga atau bagian

dari masyarakat, menunjukkan komitmen tulus untuk memperbaiki

kesejahteraan sosial masyarakat, dan melampaui sikap akomodatif

dengan secara aktif mencari peluang untuk berkontribusi bagi

kehidupan masyarakat. Cara yang paling umum-dan mengena-untuk

menerapkan sikap tersebut adalah dengan mendirikan yayasan untuk

memberikan dukungan dana berbagai program sosial.

2.4.2 Tanggung Jawab Sosial dan Bisnis Berskala Kecil


18

Kebanyakan contoh dalam dalam bab ini menggambarkan tanggapan

bisnis berskala besar terhadap permasalahan etika dan tanggung jawab

sosial, tetapi bisnis berskala kecil harus menjawab banyak pertanyaan

serupa. Perbedaannya hanya terletak pada skala usaha. Jelas, etika dan

tanggung jawab sosial adalah keputusan yang dihadapi seluruh manajer di

berbagai jenis organisasi, tanpa memandang skala usaha atau

peringkatnya.

2.5 Pemerintah dan Tanggung Jawab Sosial

Sub bab ini bertujuan menjelaskan peran pemerintah dalam tanggung jawab

sosial serta bagaimana pemerintah dan bisnis memengaruhi satu sama lain.

Unsur yang sangat penting dalam tanggung jawab sosial adalah hubungan

antara dunia usaha dan pemerintah. Dan dalam perekonomian pasar pun,

campur tangan pemerintah masih bisa terjadi, tetapi lebih condong pada

bagaimana memastikan bahwa kepentingan bisnis tidak merusak kepentingan

sosial. Sebaliknya, dunia bisnis juga berusaha memengaruhi pemerintah

dengan cara meng offset atau membalikkan restriksi dari pemerintah.

2.5.1 Bagaimana Pemerintah Memengaruhi Organisasi

Pemerintah (nasional, negara bagian, atau lokal) berupaya membentuk

tindakan Tanggung jawab sosial melalui saluran langsung dan tidak

langsung. Pengaruh langsung sering kali diwujudkan melalui

requlasi/peraturan, sedangkan pengaruh tidak langsung bisa berwujud

dalam berbagai bentuk, biasanya berupa kebijakan pajak.

1. Regulasi Langsung
19

Pemerintah memengaruhi organisasi secara langsung

melalui penciptaan hukum dan aturan yang memuat apa yang

bisa dan tidak bisa dilakukan oleh organisasi. Regulasi ini

berkembang dari aturan sosial mengenai bagaimana

seharusnya dunia usaha berperilaku. Untuk memberlakukan

peraturan perundangan, pemerintah membuat badan khusus

untuk mengawasi dan mengendalikan aspek-aspek tertentu

dari kegiatan bisnis. Sebagai contoh, di AS, Environmental

Protection Agency menangani isu lingkungan; FTC dan FDA

berfokus pada persoalan terkait konsumen; Equal Employee

Opportunity Commission, National Labor Relations Board,

dan Department of Labor membantu dalam perlindungan

tenaga kerja; dan SEC menangani isu terkait investor.

Pendekatan lain yang dapat digunakan pemerintah untuk

mengatur kegiatan bisnis adalah melalui pembuatan undang-

undang. Sebagai contoh, Foreign Corrupt Practices Act di AS

memberikan sanksi berupa denda terhadap bisnis atau pejabat

bisnis yang terlibat suap. Baru-baru ini badan tersebut

menangani kasus Siemens AG, perusahaan rekayasa teknik

asal Jerman, atas praktik-praktik yang sering kali menyuap

pejabat asing agar dapat memenangkan tender proyek

pembangunan infrastruklur. Secara keseluruhan, perusahaan

ini diduga telah menghabiskan lebih dari $1 miliar dalam

menyuap para pejabat di setidaknya 10 negara. Siemens baru-


20

baru ini sepakat untuk membayar denda yang dikenakan

pemerintah AS sebesar $800 juta; sementara itu, para pejabat

di Jerman masih menyelidiki kasus perdata dan pidana yang

dilakukan perusahaan tersebut. Demikian halnya dengan

perusahaan Jerman lain, Daimler AG, yang telah didakwa

atas perbuatan suap di 22 negara, yang membantu perusahaan

tersebut lebih dari $50 juta. Perusahaan ini diduga telah

memberikan jutaan dolar uang suap kepada para pejabat

asing untuk memenangkan tender kontrak memasok

kendaraan bermotor untuk kantor pemerintah. Tuduhan yang

diberikan antara lain persekongkolan dan pemalsuan catatan.

Daimler sepakat membayar $185 juta untuk penyelesaian

kasusnya.

1. Regulasi Tak Langsung

Bentuk regulasi lain bersifat tidak langsung. Sebagai

contoh, pemerintah dapat memengaruhi, secara tidak

langsung, tanggung jawab sosial organisasi melalui

pemberlakuan pajak. Pada gilirannya, pemerintah dapat

memengaruhi bagaimana organisasi membelanjakan dana

tanggung jawab sosialnya dengan memberikan insentif pajak

yang lebih tinggi atau rendah. Misal, anggaplah pemerintah

ingin mendorong organisasi agar menghabiskan lebih banyak

dana untuk memberikan pelatihan bagi pengangguran kronis,

yaitu mereka yang tidak memiliki kemampuan kerja dasar


21

dan yang sering kali mengalami kesulitan memperoleh

pekerjaan.

2.5.2 Bagaimana Organisasi Memengaruhi Pemerintah

Bisnis memiliki empat metode utama dalam menangani

tekanan pemerintah dalam mendorong tanggung jawab sosial: kontak

pribadi, melobi, komite aksi politik, dan bantuan.

1. Kontak Pribadi

Karena banyak pejabat eksekutif perusahaan dan toko berada

dalam lingkaran sosial yang sama, kontak pribadi dan jejaring

memberikan suatu pengaruh tertentu. Pejabat eksekutif bisnis

dapat mengontak langsung seorang politikus dan menceritakan

pandangannya mengenai rancangan undang-undang yang sedang

dibahas.

2. Melobi

Lobbying, atau penggunaan individu atau kelompok untuk

mewakili Organisasi atau kelompok organisasi di hadapan entitas

politik, juga merupakan cara efektif untuk memengaruhi

pemerintah. Sebagai contoh, pembahasan antara pelobi anggota

Kongres yang melenceng dari percakapan biasa harus dituliskan

dalam bentuk surat dan dimuat daring (online).

3. Komite Aksi Politik

Perusahaan secara hukum tidak bisa memberikan donasi

kampanye politik, sehingga mereka memengaruhi pemerintah

melalu aksi politik. Komite aksi politik (political action


22

committees--PAC) adalah organisasi khusus yang dibentuk untuk

menghimpun dana dan kemudian membagikannya kepada

kandidat politikus. Karyawan suatu perusahaan mungkin dapat

didorong untuk memberikan donasi kepada PAC tertentu karena

para manajer bahwa komite ini akan mendukung kandidat yang

berhaluan politik serupa dengan mereka. Sebagai contoh, PAC

milik FedEx yang disebut FedExpac, memberikan sumbangan

rutin untuk mendanai kampanye kandidat politikus yang

mengedepankan kepentingan perusahaan.

4. Bantuan

Organisasi terkadang mengandalkan bantuan dan taktik pengaruh

lain untuk memperoleh dukungan. Meskipun bantuan ini sah di

mata hukum, banyak yang mengkritik tindakan tersebut.

Rancangan undang-undang ini akan memungkinkan perusahaan

dan pesaingnya untuk memberikan jatah kursi kepada karyawan

mereka di berbagai maskapai penerbangan sebagai bagian dari

manfaat keringanan pajak. Sebagai imbalannya, FedEx

menyediakan salah satu jet pribadi perusahaan untuk

menerbangkan dua anggota komisi tersebut dari Miami ke

Washington. FedEx pada akhirnya diberikan uang pengganti atas

biaya penerbangan tersebut, sehingga bantuan yang diberikannya

tidak menyalahi hukum.

2.6 Mengelola Tanggung Jawab Sosial


23

Tuntutan akan tanggung jawab sosial yang dibebankan pada

organisasi saat ini oleh publik yang makin berwawasan dan berpendidikan

semakin menguat. Organisasi perlu memodifikasi pendekatan terhadap

tanggung jawab sosial seperti halnya mereka mengembangkan strategi bisnis.

Dengan kata lain, dunia bisnis sebaiknya memandang tanggung jawab sosial

sebagai tantangan utama memerlukan perencanaan, pengambilan keputusan,

pertimbangan, dan evaluasi yang cermat. Mereka dapat mencapai hal ini

melalui dimensi formal dan informal dalam pengelolaan tanggung jawab

sosial.

2.6.1 Apa Pentingnya Dalam Mengimplementasikan Tanggung Jawab

Sosial

Perusahaan diharapkan bisa menangani berbagai program terkait

tanggung jawab di luar aktivitas bisnis mereka. Tanggung Jawab Sosial

suatu perusahaan biasanya dilakukan pada program Corporate Social

Responsibility (CSR) perusahaan. Tanggung Jawab Sosial bisa dibilang

termasuk dalam Teori Etika. Di mana individu atau kelompok bisnis

bertanggung jawab untuk memenuhi tugas kewarganegaraan mereka.

Setiap aktivitas individu atau kelompok bisnis harus menguntungkan

seluruh masyarakat. Dengan cara ini, harus ada keseimbangan antara

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan

sekitar. Jika keseimbangan ini dipertahankan, maka Tanggung Jawab

Sosial bisa dibilang telah tercapai.

2.6.2 Faktor Penyebab Belum Optimalnya Kualitas Pemerintah Dalam

Organisasi Publik
24

Pelayanan publik merupakan salah satu unsur penting bagi

organisasi publik termasuk organisasi pemerintah. Oleh karena itu

pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah (birokrasi

pemerintah) harus berorientasi pada kepentingan publik. Namun dalam

realitanya masalah pelayanan publik dilingkungan pemerintahan sudah

lama menjadi pusat perhatian masyarakat seiring banyaknya kasus

pelayanan publik yang dianggap kurang berpihak kepada kepentingan

masyarakat. Beberapa faktor penyebab belum berkualitasnya pelayanan

publik adalah faktor SDM aparatur, organisasi birokrasi, tata laksana,

pola pikir dan lain-lain.

2.6.3 Dimensi-dimensi Formal Organisasi

Beberapa dimensi pengelolaan tanggung jawab sosial melibatkan

kegiatan formal dan informal yang dilakukan oleh organisasi. Dimensi-

dimensi formal organisasi yang dapat membantu pengelolaan tanggung

jawab sosial antara lain ketaatan hukum, ketaatan etika, dan derma

filantropis.

1. Ketaatan Hukum

Ketaatan hukum (legal compliance) menilai sejauh

mana organisasi mengikuti hukum lokal, negara bagian, federal,

dan internasional yang berlaku. Tugas pengelolaan ketaatan

hukum biasanya diserahkan kepada manajer fungsional relevan.

Sebagai contoh pejabat keuangan biasanya mengawasi ketaatan

hukum terhadap peraturan perbankan dan sekuritas. Departemen

legal perusahaan melakukan pengawasan secara umum dan


25

menjawab pertanyaan manajer mengenai tafsiran yang tepat atas

undang-undang dan peraturan tertentu. ketaatan hukum tidaklah

cukup; dalam beberapa kasus, misalnya, praktik-praktik

akuntansi yang benar-benar taat hukum masih saja

menghasilkan penggelapan dan persoalan lain."

2. Ketaatan Etika

Ketaatan Etika (ethical compliance) menilai sejauh

mana anggota organisasi mengikuti standar perilaku etis (dan

hukum) paling mendasar. Kita telah mengetahui sebelumnya

bahwa organisasi telah meningkatkan upaya mereka dalam

bidang ini dengan cara memberikan pelatihan dalam bidang

etika dan mengembangkan panduan serta kode perilaku.

Kegiatan-kegiatan ini berfungsi sebagai sarana untuk

meningkatkan ketaatan etika.

3. Derma Filantropis

Derma Filantropis (philantropic giving) adalah

pemberian dana atau hadiah untuk kegiatan amal atau gerakan

sosial lainnya. Target Corporation secara rutin menyisihkan 5

persen dari laba sebelum pajaknya untuk disumbangkan ke

program amal dan sosial. Contoh Omaha Steaks memberikan

lebih dari $100.000 per tahun untuk membiayai kegiatan seni.

Berderma dalam ranah mancanegara juga makin marak. Alcoa

menyumbangkan $112.000 ke kota kecil di Brasil dalam rangka

membangun fasilitas pengolahan air kotor. Akan tetapi, dalam


26

iklim yang serba irit sekarang ini, banyak perusahaan harus

membatasi pemberian sumbangan selama beberapa tahun

terakhir di kala mereka pun harus membatasi anggaran

perusahaan. Dan banyak perusahaan yang masih berkontribusi

dalam bidang amal mulai menyasar program atau bidang di

mana mereka akan memperoleh imbalan tertentu. Sebagai

contoh, banyak perusahaan sekarang ini cenderung memberikan

dana bagi pelatihan kerja ketimbang kegiatan seni. Dan

memang, donasi perusahaan untuk kegiatan seni telah menurun

sebesar 5 persen antara tahun 2003 dan 2012.

2.6.4 Dimensi-dimensi Informal Organisasi

Selain dimensi-dimensi formal dalam mengelola tanggung

jawab sosial, terdapat juga dimensi-dimensi informal. Kepemimpinan dan

budaya organisasi serta cara organisasi merespons pengadu membentuk

dan menegaskan persepsi orang-orang terhadap sikap organisasi tersebut

pada tanggung jawab sosial.

1. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi

Praktik kepemimpinan dan budaya organisasi dapat

membentuk sikap tanggung jawab sosial yang diambil perusahaan

dan yang diterapkan oleh anggotanya 3s Kepemimpinan etis

sering kali mencerminkan warna keseluruhan organisasi terkait.

Sebagai contoh, selama bertahun-tahun para pejabat eksekutif

Johnson & Johnson menekankan pesan bahwa pelanggan,

karyawan, komunitas tempat perusahaan beroperasi, dan


27

pemegang saham, semuanya adalah pihak yang penting-dan

prioritasnya dalam urutan demikian. Jadi, ketika kemasan Tylenol

yang beracun diperdagangkan di berbagai toko obat beberapa

tahun yang lalu, karyawan Johnson & Johnson tidak perlu lagi

menunggu perintah dari kantor pusat; mereka langsung menarik

produk tersebut sebelum pelanggan telanjur membelinya tanpa

harus juga mempertimbangkan bagaimana tindakan ini

berdampak pada para pemegang saham.

2. Pengaduan

Bagaimana organisasi merespons praktik ini sering kali

menggambarkan sikapnya terhadap tanggung jawab sosial.

Pengadu mungkin harus melewati sejumlah saluran untuk bisa

didengar, dan bisa saja terancam dipecat. Tetapi banyak

organisasi menyambut baik upaya mereka. Seseorang yang

mengamati perilaku yang mencurigakan biasanya pertama kali

melaporkannya ke atasannya langsung. Jika tidak ada tindak

lanjut, pengadu ini akan melaporkannya ke manajer dengan

tingkatan yang lebih tinggi atau komite pengawas etika, jika ada.

Pada akhirnya, individu tersebut harus mendatangi badan

pemerintah atau bahkan media agar dapat didengar.

2.6.5 Mengevaluasi Tanggung Jawab Sosial

Untuk memastikan upaya mereka dapat menghasilkan manfaat

yang diinginkan, bisnis yang benar-benar serius menjalankan tanggung

jawab sosial harus menerapkan konsep pengendalian terhadap tanggung


28

jawab sosialnya. suatu bisnis sebaiknya mengevaluasi bagaimana

responsnya terhadap kasus-kasus perilaku yang melanggar hukum atau

etika. Apakah langsung ditindaklanjuti? Apakah memberikan sanksi bagi

pihak yang terlibat? Ataukah bisnis tersebut menggunakan taktik

penundaan dan menutupinya? Jawaban terhadap berbagai pertanyan ini

dapat membantu organisasi dalam memperoleh gambaran tentang

pendekatan tanggung jawab sosialnya.

Secara lebih formal, organisasi terkadang dapat benar-benar

mengevaluasi efektivitas dari upaya tanggung jawab sosial yang

dilakukannya. Sebagai contoh, ketika BP Amoco mengembangkan

program pelatihan kerja di Chicago, perusahaan ngalokasikan dana

tambahan untuk mengevaluasi sejauh mana progra memenuhi tujuannya.

Selain itu, sebagian bisnis terkadang melakukan audit sosial perusahaan

(corporate social audit), analisis sistematis dan formal mengenai kinerja

sosial perusahaan. Unit kerja yang terdiri dari manajer tingkat atas

perusahaan biasanya melakukan audit ini. Audit ini mensyaratkan

perusahaan mendefinisikan secara gamblang sasaran sosialnya,

menganalisis sumber daya yang dibutuhkannya memenuhi sasaran

tersebut, menentukan seberapa baik pencapaian tujuan tersebut, dan

membuat rekomendasi tentang bidang-bidang yang membutuhkan

perhatian lebih. Estimasi terkini melaporkan bahwa sekitar 80 persen dari

250 perusahaan terbesar dunia sekarang mengeluarkan laporan tahunan

yang merangkum upaya-upaya mereka dalam bidang lingkungan dan

tanggung jawab sosial.


29
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Etika adalah keyakinan tentang apa yang benar atau salah dan yang baik atau

buruk. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan keyakinan individu

dan norma sosial tentang tindakan yang benar dan baik, sedangkan perilaku

tidak etis adalah perilaku yang menurut keyakinan individu dan norma sosial

sebagai tindakan yang salah dan buruk. Meskipun perilaku etis dan hukum

sering kali sejalan, ambiguitas bisa saja terjadi. Tanggung jawab sosial

merupakan konsep terkait yang merujuk pada upaya perusahaan untuk

menyeimbangkan komitmennya kepada pemangku kepentingan. Suatu

perusahaan menghadapi empat bidang yang harus diperhatikan ketika

menjalankan tanggung jawab sosial antara lain: tangggung jawab terhadap

lingkungan, tanggung jawab terhadap pelanggan, tanggung jawab terhadap

karyawan, dan tanggung jawab terhadap investor. Bisnis dapat mengambil

salah satu dari empat sikap seperti sikap obstruktif, sikap defensif, sikap

akomodatif, sikap proaktif.

3.2 Saran

Pemerintah (baik pemerintah nasional, negara bagian, dan daerah) harus

berupaya membentuk praktik-praktik tanggung jawab sosial langsung dan

tidak langsung. Organisasi juga perlu membuat suatu pendekatan terhadap

tanggung jawab sosial seperti halnya mereka mengembangkan strategi bisnis

lainnya. Untuk memastikan apakah upaya mereka menghasilkan manfaat

yang diinginkan, bisnis sebaiknya mengevaluasi bagaimana pihaknya

30
31

merespons perilaku yang berpotensi melanggar hukum atau etika. Lebih

formalnya, suatu organisasi terkadang dapat mengevaluasi efektivitas upaya

tanggung jawab sosialnya.


DAFTAR PUSTAKA

https://www.beritasatu.com/nasional/783001/kualitas-udara-di-indonesia-terus-
memburuk

https://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_tanah

https://www.jurnal.id/id/blog/pentingnya-mengimplementasikan-tanggung-jawab-
sosial-etika-bisnis/
https://ejournal.fisip.unjani.ac.id/index.php/jurnal-caraka-prabu/article/view/50

Erbert, Ronald J.; Griffin, Ricky. 2014. Pengantar Bisnis edisi kesepuluh, Jakarta:
Erlangga.
Ebert, Ronald J.; Griffin, Ricky.2015. Business Essential, Jakarta:Erlangga.

32

Anda mungkin juga menyukai