Anda di halaman 1dari 107

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIFITAS CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)


PT. INTI DAYA KENCANA DI KABUPATEN MALAKA

OLEH

WILHELMUS LUTAN
NIM. 1811020031

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIFITAS CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)


PT. INTI DAYA KENCANA DI KABUPATEN MALAKA

OLEH

WILHELMUS LUTAN
NIM. 1811020031

Telah diperiksa dan disetujui untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. David B.W Pandie., MS Dr. Laurensius P. Sayrani., MPA


NIP. 19611212 198606 1 002 NIP. 19780205 200604 1 001

Mengetahui,
Koordinator Magister Ilmu Administrasi,

Dr. Ajis Salim Adang Djaha., M.Si


NIP. 19640405 199003 1 004

DAFTAR ISI

i
Hal
LEMBARAN PERSETUJUAN ........................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 11
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 12
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Corporate Sosial Responsibility (CSR) ……………………………….. 16
2.2 CSR Sebagai Kewajiban Perusahaan …………………………………. 16
2.3 Penelitian Terdahulu…………………………………………………… 46
2.4 Kerangka Pemikiran……………………………………………………. 56
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian......................................................................................... 60
3.2 Informan Penelitian…………………………………………………….. 61
3.3 Sumber Data……………………………………………………………. 61
3.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………… 61
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data…………………………………. 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65

DAFTAR TABEL

ii
Hal

Tabel 1.1 Bentuk CSR yang telah dilakukan oleh PT Inti Daya Kencana di

Kabupaten Malaka…………………………………………………. 4

Tabel 2.1 Acuan Standar Efektifitas Litbang Depdagri ……………………… 26

Tabel 3.1 Profil Informan.................................................................................... 67

Tabel 4.1 Kecamatan di Kabupaten Malaka ………………………………….. 75

Tabel 4.2 Jumlah usulan proposal menurut kecamatan dari tahun 2018 - 2020

………………………………………………………………………. 82

Tabel 4.3 Bentuk CSR yang telah dilakukan oleh PT Inti Daya Kencana di

Kabupaten Malaka………………………………………………….. 88

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia bisnis perlu memperhatikan faktor-faktor teknis dan finansial dalam

menjalankan usahanya. Faktor-faktor tak terlihat (intangible) seperti reputasi juga

menjadi hal yang perlu diperhatikan. Masyarakat dan stakeholder semakin cerdas dan

kritis serta memiliki akses yang semakin besar terhadap informasi. Apalagi

perusahaan yang bergerak dibidang industri atau pabrik, masyarakat memiliki

tuntutan yang kritis kepada perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara bersih,

etis, serta bertanggung jawab baik secara sosial maupun lingkungan.

Masyarakat dapat berkembang jika terdapat banyak dukungan dari berbagai

pihak termasuk perusahaan yang diterapkan dalam bentuk tanggungjawab sosial

perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Saat ini, tanggung jawab

sosial perusahaan (CSR) menjadi bagian penting dari banyak organisasi bisnis karena

berkaitan dengan bagaimana suatu perusahaan mencoba untuk memberi manfaat

kepada semua kelompok pemangku kepentingan yang ada di masyarakat.

Tom Gable dalam buku Crisis Communication: PR Strategies for Reputation

Management and Company Survival mengungkapkan bahwa reputasi dapat

mendorong pertumbuhan perusahaan serta menekan dampak negatif pada saat terjadi

krisis terhadap perusahaan dan organisasi yang memiliki reputasi yang baik, serta

1
dikenal memiliki kontribusi sosial yang besar terhadap komunitas, seringkali dapat

melalui situasi negatif dengan baik.

Aset terbesar suatu perusahaan adalah nama baik atau reputasi. Suatu

keharusan untuk aktif melakukan berbagai usaha demi membangun reputasi dan

menciptakan goodwill terhadap organisasi atau Perusahaan. Meskipun reputasi adalah

aset yang bersifat intangible, namun berbagai studi menunjukan bahwa reputasi yang

baik akan meningkatkan nilai perusahaan serta menciptakan competitive advantage

yang berkelanjutan, khususnya di mata stakeholder kunci.

Terdapat banyak definisi mengenai CSR. World Business Council for

Sustainable Development menjelaskan CSR sebagai komitmen dunia bisnis untuk

memberikan kontribusi terhadap pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja

dengan karyawan mereka dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat pada

umumnya untuk memperbaiki kualitas hidup mereka (Kottler & Lee, 2005).

Seringkali kegiatan CSR yang dilaksanakan kurang menyentuh akar

permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Pihak perusahan masih mengangap

dirinya sebagai pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara

komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga

memerlukan bantuan perusahaan. Di samping itu, aktivitas CSR dianggap hanya

semata-mata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang pasif bukan demi

perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang.

Seberapa penting CSR bagi perusahaan tetap menjadi wacana dalam praktis

bisnis, pro dan kontra ini tidak bisa dilepaskan dari fenomena perbenturan

2
kepentingan antara pencapaian profit dengan pencapaian tujuan sosial. Jika

diperhatikan, masyarakat sekarang hidup dalam kondisi yang dipenuhi beragam

informasi dari berbagai bidang serta dibekali kecanggihan ilmu pengetahuan dan

tehnologi. Pola seperti ini mendorong terbentuknya cara pikir, gaya hidup, dan

tuntutan masyarakat yang lebih tajam. Seiring dengan perkembangan ini, tumbuh

suatu gerakan konsumen yang dikenal sebagai vigilante consumerism (konsumerisme

main hakim sendiri) yang kemudian berkembang menjadi ethonical consumerism

(konsumenrisme etnis). Oleh karena perusahaan harus memerlukan komunitasnya

sebagai mitra, program-program yang dilaksanakan harus mampu benar-benar

memberdayakan masyarakat, artinya masyarakat yang memiliki daya tahan yang

tinggi serta mampu memecahkan setiap persoalan yang dihadapi dengan kekuatan

sendiri dalam jangka panjang.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji bagaimana Perusahaan PT. Inti

Daya Kencana telah melakukan CSR. Mengapa PT. Inti Daya Kencana terlibat dalam

CSR dan apa yang diberikan perusahaan ini melalui CSR. Banyaknya berita tentang

PT. Inti Daya Kencana, yang menyatakan masyarakat dan karyawan puas dengan

CSR mereka yang baik. Dalam laporan bulanan PT. Inti Daya Kencana menunjukkan

bagaimana perusahan terlibat aktif dalam kombinasi kegiatan yang terkait dengan

perspektif sosial, lingkungan, dan ekonomi (triple bottom line thinking). Dalam studi

ini, peneliti bermaksud untuk melihat bagaimana PT. Inti Daya Kencana menjalankan

bisnis dan mengintegrasikan CSR dengan bisnis perusahan, dan juga bagaimana

perusahaan memiliki tanggung jawab dengan tujuan meningkatkan kehidupan para

3
pemangku kepentingan antara masyarakat, petani, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh

pemuda, tokoh pemerintah sekitar Desa Weseben, Desa Weoe Kecamatan Wewiku

dan Desa Rabasa Kecamatan Malaka Barat, Pemerintah Kecamatan Malaka Barat

dan Kecamatan Wewiku, Pemerintah Kabupaten Malaka, pemerhati lingkungan dan

mitra perusahaan lainya yang bekerja sama dengan perusahaan.

Tabel 1.1 bentuk CSR yang telah dilakukan oleh PT Inti Daya Kencana di

Kabupaten Malaka.

No Bentuk CSR Lokasi Volume


1 Gedung Paud Desa Rabasa Kecama tan Malaka Barat 1 Unit
Rabasa
2 Gedung Paud Desa Weseben Kecama tan Wewiku 1 Unit
Weseben
3 Gedung Paud Desa Weoe Kecamatan Wewiku 1 Unit
Uluklubuk
4 Gedung Paud Desa Weoe Kecamatan Wewiku 1 Unit
Weoe
5 Gedung Paud St. Desa Badarai Kecama tan Wewiku 1 Unit
Arnoldus Jansen
6 Gedung Paud Desa Rabasa Hae rain Kecamatan Malaka Bar 1 Unit
Rabasa Haerain at
7 Gedung Paud Desa Umatoos Keca matan Malaka Barat 1 Unit
Umatoos
8 Gedung Paud Desa Fafoe Kecamatan Malaka Barat 1 Unit
Fafoe
9 Perkerasan Jalan Desa Rabasa Kecama tan Malaka Barat 500 M

10 Penanaman Desa Weoe, Weseben, Desa Badarai Kcama 5000


Pohon Magrove tan Wewiku dan desa Rabasa, Rabasa Hae Pohon
rain, Kecamatan Mala ka Barat, sepanjang
pesisir pantai lokasi PT IDK

Sumber: Bentuk CSR oleh IDK, 2021

4
Pada table 1.1 diatas terlihat bahwa bentuk CSR yang telah dilakukan oleh PT

Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka selama ini merupakan bentuk

tangganungjawab perusahaan kepada warga sekitarnya.

Dunia industri sering menjadi tertuduh utama dalam masalah kerusakan

lingkungan, karena “kerakusannya” dalam mengeksploitasi sumber daya alam,

sebagaimana dalam kasus berita pengerusakan mangrove di sepanjang pantai Malaka

oleh PT. Inti Daya Kencana tetapi semua tuduhan yang ditunjukkan kepada

perusahan tidak benar karena sudah dibuktikan dengan penelitian dan telaah

mendalam melalui Analisis Mengenai Dampak Linkungan (AMDAL) oleh para Tim

Pakar dan telaahan teknis dari Prodi Kehutanan Universitas Nusa Cendana Kupang

bahwa kawasan yang dipilih PT Inti Daya Kencana berada diluar kawasan hutan

lindung. Tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan dalam menguasai industri menjadi

parameter kualitas kehidupan manusia. Masalahnya adalah bagaimana mengolah

jalan simpang diantara dua kepentingan: kepentingan industri dan kelestarian

lingkungan.

Konsep yang dilaksanakan dari pemerintah Kabupaten Malaka melalui Bupati

Malaka Bapak dr. Stefanus Bria Seran,MPh mempunyai komitmen tentang investasi

di Kabupaten Malaka bahwa semua potensi yang di Kabupaten Malaka harus

dikembangkan dengan konsep investor datang menanamkan modalnya berupa uang

dan teknologi dan masyarakat memiliki lahan untuk dinvestasi sehingga semua pihak

menjadi investor dan tidak ada yang merasa dirugikan.

5
PT. Inti Daya Kencana merupakan anak persuahaan dari PT. Roda Mas Grup

yang bergerak dibidang garam melakukan investasi di Kabupaten Malaka. Sudah 5

tahun melakukan aktivitas pengolahan lahan berpotensi garam di Kabupaten Malaka.

PT. Inti Daya Kencana sedang melakukan pembersihan lahan untuk mulai

memproduksi garam di Kabupaten Malaka dengan memperhatikan aturan yang

berlaku yakni mematuhi peraturan tentang lingkungan maupun keterlibatan

masyarakat dalam proses pengolahan ladang garam. Selain tanggungjawab social

perusahaan kepada masyarakat terdapat juga kesepakatan bersama yang tertuang

dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) antara pemilik lahan dan pihak investor serta

pemerintah yakni dari total hasil penjualan setiap tahun hasil dari penjualan akan

dibagi 10% dengan rincian 5% kepada pemilik lahan, 4% kepada pemerintah

Kabupaten Malaka, 1% diperuntukan bagi gereja dan adat. Hal ini telah distujui oleh

pihak PT Inti Daya Kencana.

Bentuk CSR yang dilakukan adalah membangun gedung sekolah dasar, PAUD

dan jalan raya, membangun jaringan listrik serta melakukan penghijauan kembali

lahan yang tidak ditumbuhi pohon magrove. Sumbangan sosial juga dilakukan oleh

perusahaan melalui pemberian pakaian olahraga dan perlengkapan olahraga bagi

karang taruna, sumbangan social untuk kematian setiap anggota keluarga karyawan,

sumbangan bagi gereja dan adat sehingga penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh

mengenai efektifitas CSR dengan mengambil lokasi penelitian pada PT Inti Daya

Kencana.

6
Selain bentuk CSR diatas pihak PT Inti Daya Kencana melakukan perjanjian

kerjasama bersama pemilik lahan untuk pembagian hasil yang dituangkan dalam

Dokumen Perjanjian Kerjasama (PKS) melalui notaris dengan rincian pembagian dari

hasil penjualan setiap tahun pihak PT.IDK memberikan sebesar 10% kepada

masyarakat pemilik lahan (5%), Pemerintah Daerah (4%), dan Gereja dan adat (1%).

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan

dalam penelitian ini adalah ''Bagaimana Efektifitas Corporate Social Responsibility

(CSR) PT Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka''.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan dan menganilisis efektifitas CSR yang yng di lakkukan oleh

PT. Inti daya Kencana di Kabupaten Malaka.

2. Mendeskripsikan dan menganilisis apa saja kendala-kendala yang dihadapi

oleh PT Inti Daya Kencana dalam efektifitas Corporate Social Responsibility.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan

tujuan yang ingin dicapai, maka diharapkan peneliti ini dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

7
a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapakan dapat menambah informasi atau wawasan yang

lebih konkrit bagi lembaga legislatif, pemerintah, para praktisi ekonomi, dan

khususnya para pengusaha mengenai manfaat penerapan Corporate Social

Responsibility. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan Investasi pada umumnya dan

khususnya yang berkaitan dengan pengkajian administratif perusahaan.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil dari penelitian nantinya dapat memberikan manfaat

kepada pihak-pihak terkait antara lain :

1. Pengembangan ilmu pengetahuan:

Sebagai salah satu sumbangan bagi pengembangan teoritis terutama terhadap

kajian yang berhubungan dengan masalah yang terdapat pada efektifitas Corporate

Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka.

2. Objek penelitian

Dapat menambah wacana dan pengetahuan bagi pengelola Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana khususnya dan pembaca ataupun

masyarakat pada umumnya tentang bagaimana efektifitas Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peneliti dalam melakukan penelitian ini berfokus pada “Bagaimana efektifitas

Corporate Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka”.

Agar penelitian ini terarah dan sistematis, maka pada bab ini peneliti menguraikan

penelitian-penelitian terdahulu, Kajian Pustaka yang menjadi landasan dalam

penelitian, yang masih ada hubungannya dengan masalah yang diangkat oleh penulis

dan kerangka pemikiran.

2.1. Penelitian terdahulu

Peneliti melakukan telaah terhadap penelitian-penelitian yang relevan

terhadap objek penelitian, sehingga dapat diketahui posisi dalam penelitian dan

menunjukkan signifikasi dan independensi dalam penelitian ini. Adapun penelitian-

penelitian tersebut antara lain

1. Penelitian yang dilakukan oleh Aminah Lubis dengan judul Analisis Efektifitas

Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada

PT. Perkebunan Nusantara IV-Sosa Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam

(Study pada Kecamatan Sosa Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera

Utara), hasil dalam penelitian ini menjelaskan tentang Program Corporate Social

Responsibility (CSR) PTPN IV-Sosa yang dilaksanakan adalah (1) Pemberian

dana pinjaman modal usaha, dana hibah; (2) Pendidikan (memberikan bantuan

beasiswa dan memperbaiki gedung-gedung sekolah); (3) Kerohanian (perbaikan

9
rumah ibadah); (4) Infrastruktur atau sarana umum (perbaikan jalan, membantu

pengadaan peralatan Sekolah;. (5) Sektor kesehatan (pemberian bantuan dana

untuk pemberian sembako bencana alam, obat-obatan, sunatan massal); dan (6)

Pelestarian alam (penghijauan). Efektifitas program CSR PTPN IV Sosa

tersalurkan dengan baik, bagi mitra binaan diadakan pelatihan dan sesuai yang

diharapkan masyarakat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Lin Aqiela, Santoso Tri Raharjo, Risna

Resnawaty dengan judul Efektifitas Program Corporate Social Responsibility

(CSR) El-Corps menunjukan bahwa Berdasarkan model program, CSR

perusahaan El-Corps memadukan berbagai model penyaluran CSR dalam

pelaksanaannya yaitu dengan cara terlibat langsung dalam kegiatan,

menyalurkannya melalui lembaga sosial atau yayasan independent, bermitra

dengan lembaga atau yayasan lain ataupun memberikan dukungan dan bergabung

dalam sebuah kegiatan. Selanjutnya bila tiga bentuk efektifitas CSR

menunjukkan bahwa program CSR El-Corps terimplementasikan dalam dua

bentuk, yaitu community relations yng dilakukan melalui program adik-kakak

asuh, sponsorship, penggalangan dana yang bermitra dengan lembaga sosial ACT

dan pelaksanaan seminar. Sedangkan implementasi dalam bentuk community

assistance termasuk di dalamnya program Duta Dauky, dan bentuk kerja sama

dengan majelis ta’lim Nurul Nisa. Kemudian bila dilihat dari sifatnya, terdapat

dua bentuk CSR yang diberikan oleh perusahaan El-Corps, yaitu dalam bentuk

10
charity dan filantropi namun belum sampai pada citizenship yang bentuk

program CSR-nya sampai pada pemberdayaan masyarakat.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Enda Kartika Sari, Andy Mulyana, Alfitri dengan

judul Efektifitas Program CSR Lingkungan PT. Semen Baturaja (Persero)Tbk

Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kabupaten Ogan Komering

Ulu Sumatera Selatan. Adapun hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa

Efektifitas program CSR lingkungan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk yang

selalu dan sering dilakukan di Kelurahan Sukajadi, Air Gading, Talang Jawa,

Saung Naga, Tanjung Agung, Pusar dan Batu Kuning adalah pada indikator

program pengembangan prasarana keagamaan dan fasilitas umum dan indikator

program pemberian bantuan korban bencana alam. Dapat disimpulkan bahwa

Efektifitas program CSR Lingkungan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk

berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah ring I

Kabupaten Ogan Komering Ulu.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Asa Ria Pranoto, Dede Yusuf dengan judul

Program CSR Berbasis Pemberdayaan Masyarakat MenujuKemandirian

Ekonomi Pasca Tambang di Desa Sarijaya, adapun hasil dalam penelitian ini

menunjukan bahwa pelaksanaan program CSR PT Pertamina EP Field Sanga-

Sanga berbasis pengembangan perekonomian yang mandiri pasca

kebergantungan pada dunia pertambangan di Sarijaya, dilaksanakan sesuai

dengan nilai-nilai CSR yang berprinsip triple bottom line. Hal tersebut selaras

dengan acuan dasar pelaksanaan yaitu ISO 26000 yang menitikberatkan pada

11
aspek ekonomi mandiri serta main issue yang diterapkan pihak pimpinan.

Program CSR tersebut dilaksanakan melalui tiga tahap utama,yaitu tahap

perencanaan, tahap implementasi, dan tahap evaluasi.

Peneliti melihat dari penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan mengenai

Program Corporate Social Responsibility (CSR) secara umum memang sudah banyak

dilakukan. Namun dalam penelitian yang berjudul ''Efektifitas Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka''. ini lebih

memfokuskan penelitian ini pada bagaimana Efektifitas Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka yang dilakukan

dan kendala-kendala yang dihadapi.

2.2. Kajian Pustaka

Peneliti dalam mendalami masalah yang ingin diteliti, menggunakan beberapa

teori yang dijadikan landasan dan pengangan, adalah sebagai berikut:

2.2.1 Konsep Pembangunan

Dalam kamus bahasa Indonesia pembangunan berasal dari kata “Bangun”

yang artinya bangkit. Pembangunan sebagai upaya peningkatan kapasitas untuk

mempengaruhi masa depan mempunyai beberapa implikasi diantaranya sebagai

berikut: (1) memberikan perhatian terhadap “kapasitas” terhadap apa yang ingin

dilakukan untuk mengembangakan kemampuan dan tenaga guna membuat

perubahan, dan (2). Penumbuhan kekuasaan dan wewenang dalam pengertian bahwa

12
jika masyarakat mempunyai kekuasaan dan wewenang tertentu maka mereka akan

menerima manfaat pembangunan.

Menurut Sondang P. Siagian (2001:4) pembangunan adalah suatu rangkaian

usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang

ditempuh oleh suatu Negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan

bangsa. Selanjutnya Listyaningsih (2014:18) berpendapat pembangunan didefinisikan

sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana

dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara menuju arah yang lebih baik.

Tjokroamidjojo dalam Listyaningsih (2014:44) mengemukakan bahwa istilah

pembangunan belum menemukan suatu kesepakatan arti seperti halnya modernisasi.

Pembangunan biasanya secara umum didefinisikan sebagai rangkaian usaha

mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh

oleh suatu Negara dan bangsa menuju modernitas. Pembangunan juga diarahkan

kepada perubahan paradigma atau mindset masyarakat dari tradisional menuju

modern. Maka inti dari arti pembangunan menurutnya adalah sebuah proses yang

harus dilalui sebuah Negara dalam rangka pencapaian tujuan Negara yang

bersangkutan.

Pembangunan Secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk memajukan

kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali kemajuan yang dimaksud adalah

kemajuan material. Maka pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang

dicapai oleh masyarakat di bidang ekonomi. Untuk memungkingkan pelaksanaan

pembangunan maka dibutuhkan adanya stabilitas politik karena stabilitas politik

13
adalah sarana penting untuk memungkinkan pelaksanaan pembangunan.

Pembangunan mula-mula dipakai dalam arti pertumbuham ekonomi. Pembangunan

adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagi perubahan

mendasar atas struktur sosial, sikap- sikap masyarakat dan institusi-insititusi nasional,

di samping itu tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi dan penangan

ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Tadaro, 1992).

Selanjutnya, menurut Afifuddin (2012:42) hakikat pembangunan adalah

membangun masyarakat atau bangsa secara menyeluruh demi mencapai

kesejahteraan rakyat. Sedangkan menurut Rostow dalam Arief Budiman (2000:25)

pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari

masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Menurut Husein Umar

(2004:8), pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha perubahan untuk menuju

ke keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu melalui

pendayagunaan sumberdaya.

Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan bila

pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang

diukur adalah produktifitas negara tersebut setiap tahunnya (Budiman, 1995),

Sedangkan Menurut Rogers dalam Risma Handayani pembangunan masyarakat

peDesaan pembangunan adalah proses perubahan sosial dengan partisipasi yang luas

dalam mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya

keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat

14
melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka

(Handayani, 2014: 12).

Pembangunan menekankan pemenuhan pokok dan hak asasi manusia artinya

pembangunan berusaha memenuhi empat kebutuhan pokok yaitu kesejahtraan

ekonomi (welfare), kebebasan (freedom), dan identitas (identity), dan membebaskan

diri dari empat belenggu kekerasan yaitu kemiskinan (proferty), kerusakan

(descruction), tekanan (repression) dan aliansi (alienation) (Zubaedi, 2013).

Dalam pelaksanaan pembangunan maka sangat diperlukan adanya strategi-

strategi pembangunan agar pembangunan itu sesuai dengan perencanaan. Perlu di

catat bahwa tidak semua negara menganut strategi pembangunan yang jelas biasanya,

kebanyakan negara tidak mengikuti strategi pembangunan yang dapat di idetifikasi

dan sering kali berubah-ubah.Ini diakibatkan karena melemahnya peran negara di

Negara Sedang Berkembang, dan bisa juga akibat krisis ekonomi global. Bisa

difahami apa peranan strategi pembangunan bagi banyak negara saat ini cenderung

menjawab manajemen daripada melakukan transformasin sosial ekonomi. Pada

gilirannya hal ini mengurangi reverensi teori pembangunan (Kuncoro, 2010: 37)

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan adalah

proses perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana melalui usaha-usaha

yang direncanakan. Sedangkan pelaksanaan adalah strategi yang diarahkan untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Tujuan utama dari pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat, untuk itu pemerintah harus mengetahui lebih jelas mengenai masyarakat,

15
apakah yang ingin oleh masyarakat dalam hidupnya. Memang beragam usaha dari

berbagai sektor sudah dilakukan oleh pemerintah dalam pencapaian tujuan

pembangunan. Namun, sering kali terjadi bahwa usaha dan niat baik tersebut tidak

mencapai seluruh masyarakat terutama masyarakat peDesaan. Hal ini disebabkan

karena pembangunan lebih banyak difokuskan diperkotaan dibandingkan di

peDesaan.

2.2.2 Konsep Kebijakan Publik (Public Policy)

Sebelum dibahas lebih jauh mengenai konsep kebijakan publik, perlu terlebih

dahulu dikaji mengenai konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita

dengar dengan istilah policy. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan

diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak

(tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis

pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Frederick sebagaimana dikutip Agustino (2008: 7) mendefinisikan kebijakan

sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan dan

kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam

rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan

melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang

penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan

16
apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa

kegiatan pada suatu masalah.

Wahab (2008) mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi

silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami

istilah kebijakan, Wahab (2008: 40 - 50) memberikan beberapa pedoman sebagai

berikut : 1). Kebijakan harus dibedakan dari keputusan, 2). Kebijakan sebenarnya

tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi, 3). Kebijakan mencakup perilaku

dan harapan-harapan, 4). Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya

tindakan, 5). Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai, 6). Setiap

kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implisit, 7).

Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu, 8).

Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang

bersifat intra organisasi, 9). Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran

kunci lembaga-lembaga pemerintah dan 10). Kebijakan itu dirumuskan atau

didefinisikan secara subyektif.

Menurut Winarno (2007 : 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin

digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia”, “kebijakan

ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih

khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang

debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Wahab maupun Budi Winarno sepakat

bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain

17
seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang, ketentuan ketentuan,

standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11).

Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan harus dibedakan

dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya

dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan

pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-

aturan yang ada didalamnya. Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17)

mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “a purposive course of action followed by

an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”

(Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan

oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah

tertentu).

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Winarno

(2007: 18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang

sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain

itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan

keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif

yang ada.

Rose sebagaimana dikutip Winarno (2007: 17) juga menyarankan bahwa

kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak

berhubungan beserta konsekuensi konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan

daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli tersebut

18
setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan

keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau

pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan

bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau

tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya

terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang

ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

2.2.1.1 Konsep Efektivitas

Efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu ''effective'' yang berarti berhasil atau

sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan

efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Bungkaes

(2013) berpendapat bahwa efektifitas adalah hubungan antara output dan tujuan.

Dalam artian efektifitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan

dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengertian

teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang

dimaksud dengan “Efektifitas”. Bagaimanapun definisi efektifitas berkaitan dengan

pendekatan umum. Bila ditelusuri efektifitas berasal dari kata dasar ''efektif'' yang

artinya: (1). Ada efeknya (pengaruh, akibat, dan kesan) seperti: manjur; mujarab;

mempan; (2). Penggunaan metode/cara, sarana/alat dalam melaksanakan aktivitas

sehingga berhasil guna (mencapai hasil yang optimal).

19
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan konsep efektivitas yang bersifat

multidimensional, maka makna yang diungkapkan sering kali berbeda, walaupun

pada intinya arti dari efektivitas adalah sebuah pencapaian tujuan. ''Efektivitas

didefinisikan oleh para pakar dengan berbeda-beda tergantung pendekatan yang

digunakan oleh masing-masing pakar.

Drucker (1964:5) mendefinisikan efektivitas sebagai melakukan pekerjaan yang

benar (doing the rights things). Chung & Megginson (1981:506, dalam

Siahaan,1999:17) mendefinisikan efektivitas sebagai istilah yang diungkapkan

dengan cara berbeda oleh orang-orang yang berbeda pula. Namun menurut Chung &

Megginson yang disebut dengan efektivitas ialah kemampuan atau tingkat pencapaian

tujuan dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan agar organisasi tetap

survive (hidup). Pendapat Arens and Lorlbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi

Jusuf (1999:765), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas mengacu

kepada pencapaian suatu tujuan, sedangkan efisiensi mengacu kepada sumber daya

yang digunakan untuk mencapai tujuan itu”. Sehubungan dengan yang Arens dan

Lordbecke tersebut, maka efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya

sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Gibson dkk (1994:31) memberikan pengertian efektivitas dengan menggunakan

pendekatan sistem yaitu (1) seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output

saja, dan (2) hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungannya.

Supriyono berpendapat bahwa “Efektivitas merupakan hubungan antara

keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin

20
besar konstribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran

tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut” (Supriyono, 2000:29).

Menurut Cambel (1989, 47-121). Pengukuran efektivitas secara umum dan

yang paling menonjol adalah: Keberhasilan program, Keberhasilan sasaran, Kepuasan

terhadap program, Tingkat input dan output, dan Pencapaian tujuan menyeluruh

Sehingga efektivitas dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam

melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai

tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua

tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya .

Selanjutnya Menurut Herlambang (2013:18) Efektivitas merupakan kemampuan

untuk memilih tujuan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah di tetapkan.

Selanjutnya menurut Danim (2012:118) efektivitas adalah menumbuhkan kreativitas.

menurut ahli manajemen Drucker dalam Handoko (2009: 7) mengatakan “ doing the

right things is more important than doing the thing right” kemudian dijelaskan pula

bahwa “Effectiveness is to do the right things, while efficiency is to do the thing

right”. (Efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar sedangkan efisiensi

adalah melakukan hal secara benar).

Efektivitas menurut Hani Handoko (2000) merupakan hubungan antara output

dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian

tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus

21
pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang

dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.

Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari

efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan

pendapat sehubungan dengan cara meningkatnya, cara mengatur dan bahkan cara

menentukan indicator efektivitas, sehingga, dengan demikian akan lebih sulit lagi

bagaimana cara mengevaluasi tentang efektivitas.

Dari beberapa uraian definisi efektivitas menurut para ahli tersebut diatas, dapat

dijelaskan bahwa efektivitas adalah batas realisasi pelaksanaan, pemanfaatan dan

pengaruh keberadaan sebuah pembangunan. Hal ini didasari karena kesejahteraan

manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Adapun untuk mengetahui

tingkat kesejahteraan tersebut dapat pula dilakukan dengan mengukur beberapa

indikator spesial misalnya: pendapatan, pendidikan, ataupun rasa aman dalam

mengadakan pergaulan (Soekanto, 1989 : 48).

Beberapa pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan/ aktifitas/ program

perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu : Pemahaman program, Tepat Sasaran,

Tepat waktu, Tercapainya tujuan, dan Perubahan nyata (Sutrisno, 2007: 125-126).

Menurut Hasibuan (2000: 120) “Efektivitas adalah tercapainya sasaran atau tujuan-

tujuan dari suatu instansi yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam efektivitas

terkandung makna berdaya tepat atau berhasil guna untuk menyebutkan bahwa

sesuatu itu telah berhasil dilaksanakan secara sempurna, secara tepat dan target telah

22
tercapai. Selain itu terkandung makna efisiensi, yaitu berdaya guna untuk

menunjukan bila suatu tindakan atau usaha sudah efektif dan ekonomis, baru

dikatakan efesien”. Menurut Handoko (2009: 7) Efektivitas merupakan kemampuan

untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan.

2.2.4.1 Pendekatan Efektivitas

Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu

efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:

1. Pendekatan sasaran (Goal Approach). Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh

mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi

sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam

mencapai sasaran tersebut (Price, 1972:15).

Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan

pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal

berdasarakan sasaran resmi “Official Goal” dengan memperhatikan permasalahan

yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu

dengan mengukur keberhasilan programdalam mencapai tingkat output yang

direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana

organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

23
Efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu

dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan dan tujuan

tercapainya dengan waktu yang tepat makan program tersebut akan lebih efektif.

2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach). Pendekatan sumber mengukur

efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai

macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh

berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat

menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan

sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai

hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh

sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkai bersifat langka dan

bernilai tinggi.

3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach). Pendekatan proses menganggap

sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga

yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian

yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan

lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan

terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat

efisiensi serta kesehatan lembaga (Cunningham, 1978: 635).

24
2.2.4.2 Masalah dalam pengukuran Efektivitas

Pengertian Efektifitas adalah tujuan akhir dari suatu kegiatan, dimana realita

telah sesuai dengan perencanaan dan harapan, maka hal ini merupakan arti dari

Efektif. Namun, terdapat perbedaan persepsi dari sudut pandang tentang Efektifitas.

Banyaknya rancangan untuk mengukur efektivitas organisasi baik dalam sifat

maupun titik asal mereka membuat kesulitan dalam usaha menilai efektivitas dari

sesuatu program atau organisasi. Kesulitan menilai efektivitas ini disebabkan oleh

beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang mengenai

keberhasilan organisasi.

Menurut Ravianto dalam Masruri (2014), pengertian efektifitas adalah seberapa

baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai

dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan

dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya mau pun mutunya, maka dapat

dikatakan efektif.

Selanjutnya Subagyo dalam Budiani (2009) mengatakan efektifitas adalah

kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Efektifitas adalah suatu

keadaan yang terjadi karena dikehendaki. Menurut Richard Steer, efektifitas harus

dinilai atas dasar tujuan yang bisa dilaksanakan, bukan atas dasar konsep tujuan yang

maksimum. Efektifitas diukur dengan menggunakan standar sesuai dengan acuan

Litbang Depdagri dalam Budiani (2009) seperti pada table 2.1 berikut ini:

25
Tabel 2.1 Acuan Standar Efektifitas Litbang Depdagri

Rasio Efektifitas Tingkat Capaian

Dibawah 40 Sangat Tidak Efektif

40 - 59,99 Tidak Efektif

60 – 79,99 Cukup Efektif

Di atas 80 Sangat Efektif

Sumber : Litbang Depdagri, 1991 dalam Budiani 2009

Keberhasilan efektivitas memiliki indikator sebagai standar dalam pencapaian

efektivitas. Para pakar memiliki beberapa perbedaan pendapat mengenai indikator

efektivitas, ini dikarenakan konsep efektivitas bersifat multidimensional.

2.2.4.3 Indikator Efektivitas

Indikator efektivitas adalah penentu efektif atau tidaknya suatu organisasi. Oleh

sebab itu digunakan indikator-indikator efektivitas dalam penelitian ini sebagai tolak

ukur efektivitas pembangunan infrastruktur di Kabupaten malaka, selain itu telah

menjadi tuntutan suatu organisasi pemerintah untuk memenuhi kriteria efektivitas

yang telah ditetapkan karena menurut Mustafa (2013:100) Organisasi pemerintah

adalah sejumlah lembaga Negara yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan Negara, organisasi Negara tersebut dibentuk untuk mewakili upaya

mewujudkan cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu puskesmas

sebagai organisasi Negara perlu memiliki indikator efektivitas sebagai standar

penilaian pencapaian sebuah tujuan atau cita-cita didirikannya organisasi tersebut.

26
Indikator efektivitas yang harus dipenuhi sebagai standar penilaian keberhasilan

pencapaian tujuan memiliki keberagaman. Seperti salah satu indikator-indikator yang

ditetapkan oleh Makmur (2011:7) adalah sebagai berikut: Ketepatan penentuan

waktu, Ketepatan perhitungan biaya, Ketepatan dalam pengukuran, Ketepatan

menentukan pilihan, Ketepatan berpikir, Ketepatan dalam melakukan perintah,

Ketepatan dalam menentukan tujuan, Ketepatan-ketapatan sasaran.

Menurut Robbins dalam Keban (2004:141) yang menggunakan empat

pendekatan sebagai berikut: (1). Goal attainment, pendekatan ini yang ditekankan

adalah hasil dan bukan cara, persyaratan yang dibutuhkan dalam definisi ini adalah

bahwa tujuan yang hendak dicapai benar-benar jelas, memiliki batas waktu

pencapaian yang jelas dan dapat diukur, (2). System, disini dibutuhkan adanya suatu

hubungan yang jelas antara input dan output, (3). Strategic-constituenc asumsi yang

digunakan dalam pengukuran ini adalah bahwa para konstituen memiliki pengaruh

yang kuat terhadap organisasi dan organisasi di haruskan merespon terhadap tuntutan

konstituen tersebut, dan (4). Competing Values mengukur apakah kriteria

keberhasilan yang dipentingkan organisasi seperti keadilan dan pelayanan telah sesuai

dengan kepentingan atau kesukaan para konstituennya.

Organizational Effectiveness A Behavioral View adalah buku yang dikarang

oleh Richard M. Steers (1977) yang telah di terjemahkan oleh Magdalena Jamin

dalam bentuk buku Efektivitas Organisasi (1984), dalam buku ini banyak membahas

tentang konsep efektivitas suatu organisasi, baik untuk pengukuran efektivitas

organisasi dalam bab tiga maupun mengenai lingkungan dan efektivitas organisasi di

27
bab empat. Namun dalam pengukuran efektivitas ada beberapa segi yang bisa

mempengaruhi efektivitas masih dalam buku Steers (1984: 71), enam faktor stuktur

yang mempengaruhi beberapa segi efektivitas: (1). Desentralisasi. yang dimaksud

dengan desentralisasi adalah batas perluasan berbagai jenis kekuasaan dan wewenang

dari atas ke bawah dalam hierarki organisasi. Dengan demikian pengertian

desentralisasi berhubungan erat dengan konsep partisipasi dalam pengambilan

keputusan; (2). Spesialisasi. (Taylor, et.al 1911) menyatakan bahwa faktor penentu

pokok dari keberhasilan organisasi adalah kemampuan organisasi membagi-bagi

fungsi kerjanya menjadi kegiatan-kegiatan yang sangat khusus; (3). Formalisasi.

Formalisasi biasanya menunjukan batas penentuan atau pengaturan kegiatan kerja

para pegawai melalui prosedur dan peraturan yang resmi. Semakin besar pengaruh

peraturan, pengaturan, kewajiban kerja tertulis dan sebagainya yang mengatur tingkah

laku pekerja, semakin besar tingkat formalisasinya. Jika keluwesan organisasi ini

tidak dapat dicapai dalam lingkungan yang selalu berubah, dapat diperkirakan bahwa

pencapaian tujuan akan menjadi sangat sulit; (4). Rentang Kendali. Rentang kendali

menyatakan jumlah rata-rata bawahan dari tiap penyedia. Seringkali istilah ini

menyatakan, secara lebih khusus, jumlah rata-rata pekerja yang melapor pada

penyedia tingkat satu; (5). Besar (ukuran) Organisasi. Faktor-faktor seperti pergantian

pimpinan yang teratur, berkurangnya tenaga kerja, dan pengendalian lingkungan

semua ini dapat dianggap sebagai beberapa aspek yang mengatur pelaksanaan

pekerjaan secar tertib dan efesien; (6). Besarnya Unit-Kerja. Kelompok-kelompok

kerja yang lebih kecil sering memungkinkan para anggotanya saling mengenal lebih

28
baik, membina persahabatan dan membangun persatuan kelompok yang erat. Dilain

pihak, kelompok-kelompok yang lebih besar sering bersifat lebih formal, jadi bahwa

kepuasan kerja akan lebih tinggi dan tingkat perputaran perkerja dan kemangkiran

juga lebih rendah didalam kelompok-kelompok kerja yang lebih kecil; dan (7).

Besarnya Unit-Kerja. Kelompok-kelompok kerja yang lebih kecil sering

memungkinkan para anggotanya saling mengenal lebih baik, membina persahabatan

dan membangun persatuan kelompok yang erat. Dilain pihak, kelompok-kelompok

yang lebih besar sering bersifat lebih formal, jadi bahwa kepuasan kerja akan lebih

tinggi dan tingkat perputaran pekerja dan kemangkiran juga lebih rendah didalam

kelompokelompok kerja yang lebih kecil.

Enam segi pengaruh efektivitas diatas sangat penting untuk diketahui karena

segi-segi efektivitas organisasi akan mempengaruhi struktur organisasi, misalnya

variabel rentang kendali, jika variabel rentang kendali ini lemah atau kurang

terkontrol antara struktur organisasi maka akan melemahkan struktur organisasi.

2.2.3 Corporate Sosial Responsibility (CSR)

Lester Thurow (1066) dalam bukunya “The Future of Capitalism”, sudah

memprediksikan bahwa pada saatnya nanti, kapitalisme akan berjalan kencang tanpa

perlawanan. Hal ini disebabkan, musuh utamanya, sosialisme dan komunisme telah

lenyap. Pemikiran Thurow ini menggaris bawahi bahwa kapitalisme tak hanya

berurusan pada ekonomi semata, melainkan juga memasukkan unsur sosial dan

lingkungan untuk membangun masyarakat, atau yang kemudian disebut sustainable

29
society. Pada jamannya, pemikiran Thurow tersebut sulit diaplikasikan, hal ini ia

tuliskan seperti there is no social ‘must’ in capitalism.

Rachel Calson (1962) lewat bukunya “The Silent Spring”, memaparkan pada

dunia tentang kerusakan lingkungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh racun

pestisida yang mematikan. Paparan yang disampaikan dalam buku “Silent Spring”

tersebut menggugah kesadaran banyak pihak bahwa tingkah laku korporasi harus

diluruskan sebelum menuju kehancuran bersama. Dari sini CSR (Corporate Social

Responsibility) pun mulai digaungkan. Tepatnya di era 1970an. Banyak professor

menulis buku tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan, di samping

kegiatan mengeruk untung. Buku-buku tersebut antara lain; “Beyond the Bottom

Line”karya Prof. Courtney C. Brown, orang pertama penerima gelar Professor of

Public Polecy and Business Responsibility dari Universitas Columbia.

Pemikiran para ilmuwan sosial di era itu masih banyak mendapatkan

tentangan, hingga akhirnya muncul buku yang menghebohkan dunia hasil pemikiran

para intelektual dari Club of Roma, bertajuk “The Limits to Growt”. Buku ini

mengingatkan bahwa, disatu sisi bumi memiliki keterbatasan daya dukung (carrying

capacity), sementara di sisi lain populasi manusia bertumbuh secara eksponensial.

Karena itu, eksploitasi sumber daya alam mesti dilakukan secara cermat agar

pembangunan dapat berkelanjutan. Era 1980-1990, pemikiran dan perbincangan

tentang isu ini terus berkembang, kesadaran dalam berbagi keuntungan untuk

tanggungjawab sosial, dan dikenal sebagai community development. Hasil

menggembirakan datang dari KTT Bumi di Rio de Jenerio Tahun 1992 yang

30
menegaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang harus

diperhatikan, tidak saja oleh negara, terlebih lagi oleh kalangan korporasi yang

diprediksi bakal melesatkan kapitalisme di masa mendatang.

Dari sini konsep CSR terus bergulir, berkembang dan diaplikasikan dalam

berbagai bentuk. James Collins dan Jerry Poras dalam bukunya Built to Last:

Successful Habits of Visionary Companies (1994), menyampaikan bukti bahwa

perusahaan yang terus hidup adalah yang tidak semata mencetak limpahan uang saja,

tetapi perusahaan yang sangat peduli dengan lingkungan sosial dan turut andil dalam

menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.

Konsep dan pemikiran senada juga ditawarkan oleh John Elkington lewat

bukunya yang berjudul “Cannibals with Fork, the Triple Bottom Line of Twentieth

Century Business. Dalam bukunya ini, Elkington menawarkan solusi bagi perusahaan

untuk berkembang di masa mendatang, di mana mereka harus memperhatikan 3P,

bukan sekedar keuntungan (Profit), juga harus terlibat dalam pemenuhan

kesejahteraan rakyat (People) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian

lingkungan (Planet). Agenda World Summit di Johannesburg (2002), menekankan

pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Dari situ program CSR mulai terus

berjalan dan berkembang dengan berbagai konsep dan definisi.

Kesadaran menjalankan CSR akhirnya tumbuh menjadi trend global, terutama

produk-produk yang ramah lingkungan yang diproduksi dengan memperhatikan

kaidah sosial dan hak asasi manusia.

31
Di Indonesia, kini kita menyaksikan perbincangan yang terus berlanjut seputar

konsep dan perjalanan CSR ini. Ada persetujuan dan pula pertentangan. Terlebih

pihak pemerintah secara khusus membuatkan UU tentang tanggung jawab sosial ini,

yakni dalam UU Perseroan terbatas Pasal 74. Terlepas dari itu, isu tentang Corporate

Social Responsibility (CSR) memang kian hangat. Persoalannya bukan lagi melulu

dari aspek sosial, tetapi sudah jauh merasuk ke aspek bisnis dan penyehatan orporasi.

Lama-kelamaan, CSR tidak lagi dipandang sebagai keterpaksaan, melainkan sebagai

kebutuhan. Dari yang semula dianggap sebagai cost, kini mulai diposisikan sebagai

investasi.

Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering

diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang

mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan

pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal

yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat

menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja

dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai

perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya

dari asyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga

masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna

dan bermanfaat.

32
2.2.2.1 Pengertian Corporate Sosial Responsibility (CSR)

Perusahaan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat moderen,

karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi

kehidupannya. Selain itu, perusahaan juga sebagai salah satu suber pendapatan negara

melalui pajak dan wadah tenaga kerja. Menurut Dwi Tuti Muryati, perusahaan

merupakan lembaga yang secara sadar didirikan untuk melakukan kegiatan yang

terus-menerus untuk mendayagunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia

sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat secara ekomonis.

Menurut Sri Rejeki Hartono, aktifitas menjalankan perusahaan adalah suatu

kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dalam pengertian yang tidak terputus-

putus, kegiatan tersebut dlakukan secara terang-terangan dalam pengertian sah/legal,

dan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun

orang lain. Menurut Menteri Kehakiman Nederland (Minister van Justitie Nederland)

dalam memori jawaban kepada parlemen menafsirkan pengertian perusahaan sebagai

berikut: ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan apabila pihak yang

berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus, terang-terangan, serta di dalam

kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri ”.

Menurut Molengraaf pengertian perusahaan sebagai berikut:”Barulah dapat

dikatakan adanya perusahaan bila secara terus-menerus bertindak keluar untuk

memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau menyerahkan barang-barang

atau mengadakan perjanjian perdagangan.

33
Sementara Polak menambahkan pengertian perusahaan sebagai berikut:”Suatu

perusahaan mempunyai”keharusan melakukan pembukuan”.

Secara jelas pengertian perusahaan ini dijumpai dalam pasal Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang dinyatakan sebagai

berikut: ”Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis

usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus, didirikan, bekerja,serta berkedudukan

dalam wilayah negara ndonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan /laba.

Dari pengertian-pengertian diatas, ada dua unsur pokok yang terkandung

dalam suatu perusahaan, yaitu: (1) Bentuk badan usaha yang menjalankan setiap

jenis usaha baik berupa suatu persekutuan atau badan usaha yang didirikan, bekerja

dan berkedudukan di Indonesia; dan (2) Jenis usaha yang berupa kegiatan dalam

bidang bisnis, yang dijalan secara terus-menerus untuk mencari keuntungan. Dengan

demikian suatu perusahaan harus mempunyai unsur-unsur di antaranya: terus-

menerus atau tidak terputus-putus; Secara terang-terangan (karena berhubungan

dengan pihak ketiga); Dalam kualitas tertentu (karena dalam lapangan perniagaan);

Mengadakan perjanjian perdagangan; dan Harus bermaksud memperoleh laba;

Unsur-unsur perusahan sebagaimana dikemukakan diatas, dapat dirumuskan

bahwa suatu perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam

bidang perekonoimian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan

dengan tujuan memperoleh euntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan

pembukuan. Hubungan ideal antara bisnis dengan masyarakat menjadi suatu masalah

perdebatan (a matter of debate). Tanggungjawab sosial merupakan suatu ide bahwa

34
bisnis memiliki tanggungjawab tertentu kepada masyarakat selain mencari

keuntungan (the persuit of profits). Baru-baru ini istilah Corporate Social

Responsibility (CSR) mencakup pengertian yang lebih luas, menuju Social

Responcibility dan Social Leadership. Social Responcibility (CSR) didefinisikan

sebagai berikut:

1. ”Social Responcibility is seriously considering the impact of the

company’s actions on society”

2. ”The idea of social reaponsibility reguares the individual to consider his

(or her) responsible for the effects of his (or her) acts anywhare is that

system.”

Tanggungjawab sosial dapat pula diartikan sebagai berikut;”merupakan

kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan

melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat”. Pada

pengertian yang lainnya Social Responcibility atau tanggungjawab sosial diartikan

sebagai berikut:” merupakan kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap

pembagunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan

lingkungan dari kegiataanya.

CSR kini dianggap sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta

sebagai bagian dari pengelolaan resiko menuju sustainability dari kegiatan usahanya.

CSR di Indonesia baru imulai pada awal tahun 2000. Namun, kegiatan yang esensi

dasarnya sama telah berjalan sejak tahun 1970-an dengan tingkat yang bervariasi,

35
mulai dari bentuk yang sederhana seperti donasi sampai pada bentuk yang

komperensif seperti membangun sekolah.

Mengingat CSR bersifat intangible (kasat mata), maka sulit dilakukan

pengukuran tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Oleh karena itu, diperlukan

berbagai pendekatan kuantitatif dengan menggunakan triple bottom line atau lebih

dikenal secara sustainability-reporting. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya

alam dihitung dengan akutansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan

penghematan biaya lingkungan dapat dihitung engan menggunakan akutansi

lingkungan.

Pembangunan adalah apabila dapat memenuhi kebutuhan saat ini. Dengan

mengusahakan berkelanjutan pemenuhan kebutuhan bagi hubungan antar generasi,

artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya,. Hal ini

mengisyaratkan adanya adanya suatu ahli teknologi bagi hubungan antar generasi,

artinya untuk memberi kesempatan kepada generasi selanjutnya dalam memenuhi

kebutuhannya. Penerapan pembangunan seperti itu harus didukung oleh aspek sosial-

sustainability, yang berhubungan dengan lingkungan. Hal ini harus disosialisasikan

oleh para pelaksana pembangunan di Indonesia dan harus diterapkan kepada setiap

manusia pelaksana kegiatan pembangunan tersebut. Social-sustansibility itu terdiri

dari tiga aspek yaituekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk pelaksanaannya adalah

human sustainability yaitu peningkatan kualitas manusia secara etika seperti

pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang

terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional, dan intelektual.

36
Pembangunan dibidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat dilakukan oleh

korporasi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk

tanggungjawab social perusahaan (corporate social responcibility). Corporate Social

Responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis,

beroprasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersama dengan

peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan eluarganya, komunitas lokal dan

komunitas secara lebih luas.

Secara umum, Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan

kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemamupuan manusia sebagai individu

anggota komunitas untuk dapat menggapi keadaan sosial yang ada dan dapat

menikmati serta memanfatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang

ada sekaligus memelihara, atau dengan kalta lain merupakan cara perusahaan

mengtur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada suatu komunitas, atau

merupakan suatu proses yang penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan

keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal (pekerja,

shareholders, dan penanaman modal) maupun eksternal kelembagaan pengaturan

umum,angota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain).

Jadi, tanggungjawab perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada

konsep pemberian donor saja, tetapi konsepnya sangat luasdan tidak bersifat statis

dan pasif dan statis, hanya dikeluarkan dari perusahaan akan tetapi hak dan

kwajibanyang dimiliki bersama antara stakeholders. Konsep Corporate Social

Responsibility melibatkan tanggungjawab kemitraan antara pemerinta, lembaga,

37
sumberdaya komunitas, juga komunitas lokal (setempat). Kemitraan ini tidaklah

bersifat pasif atau statis. Kemitaraan ini merupakan tanggungjawab bersama secara

sosial antara stakeholders.

Kegiatan CSR seringkali dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan

melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya masyarakat)

sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Hills dan Gibbon (2002) berpendapat bahwa

perusahaan harus bergeser dari pemahaman CP dan CSR menuju corporate soscial

leadership (CSL), atau kepemimpinan sosial perusahaan. CSL menaungi sebuah jalan

menuju solusi win-win antara masyarakat dan perusahaan dalam sebuah bentuk

partnership. CSL menuntut perubahan cara pandang pelaku bisnis diminta untuk

memandang aktivitas usaha yang mereka lakukan sebagai bagian dari eksistensi

mereka ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, dalam CSL perusahaan tidak

lagi hanya sekedar melakuka tanggungjawab (doing the right thing) tetapi juga

menjadi pemimpin dalam perubahan sosial yang tengah berlangsung (making things

right). Pergeseran paradigma dalam hubungan antara sektor privat (perusahaan) dan

sektor publik (masyarakat) ini tentunya memberikan peluang yang tersewndiri untuk

membantu menyelesaikan masalah-masalah global yang simpul-simpulnya dapat

diperhatikan didalam delapan poin Milinium Development Global (MDG).

Pendukung konsep tanggungjawab sosial (social responsibility) memberi

argumentasi bahwa suatu perusahaan mempunyai kewajiaban terhadap masyarakat

selain mencari keuntungan. Ada berapa definisi tentang definisi CSR, yang pada

dasarnya adalah etika dan tindakan untuk turut berperan dalam keberlanjutan

38
ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Hopkin (1998) memberikan definisi

CSR sebagai etika memperlakukan stakeholders dan bumi. The Conadin Business for

Social Responsibility-CSR (2001). The European Commission menyebutkan CSR

adalah konsep perusahaan yang mengintergrasikan kepedulian sosial dan lingkungan

ke dalam oprasi bisnis serta interaksinya dengan stakeholders secara suka rela

(Fenwick, T, 2004)

Menurut WBCD (2005), CSR adalah komitmen perusahaan yang

berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan pekerja dan

keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas guna meningkatkan kualitas

hidupnya. Departemen Sosial (2005) mendefinisikan CSR sebagai komitmen dan

kemampuan dunia usaha untuk melaksanakan kewajiban sosial terhadap lingkungan

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan

hidup ekosistem disekelilingnya. Definisi dari Corporate Social Responcibility (CSR)

itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang

dikembangkan oleh Magnan & Ferrel (2004) yang mendefinisikan CSR sebagai ”A

business acts in socially responsible manner when its decisionand account for and

balance diverse stake holder interest ”

Pada hakekatnya setiap orang, kelompok dan organisasi mempunyai

tanggungjawab sosial (social responcibility) pada lingkungannya. Tanggungjawab

sosial seorang atau organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada

lingkungan sosial hidup berdasarkan aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat

39
baik atau kebajikan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Dan segi kecerdasan,

berbuat kebajikan adalah salah satu unsur kecerdasan spiritual.

Sementara dalam konteks perusahaan, tanggungjawab sosial itu disebut

tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responcibility-CSR). Howard

Rothmann Bowen menggagas istilah CSR pada tahun 1953 dalam tulisanya berjudul

Social Responcibility of the Businesman. CSR berakar dari etika yang berlaku di

perusahaan dan di masyarakat. Etika yang dianut oleh perusahaan merupkan bagian

dari budaya perusahaan (corporate culture); dan etika yang dianut oleh masyarakat

merupakan bagian dari budaya masyarakat. Sedangkan Elkington (1997)

mengemukakan bahwa sebuah perusahhan yang menunjukan tanggungjawab

sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan

(profit); masyarakat, khususnya sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet).

Dalam UU PM, yang digunakan sebagai rujukan pewajiban CSR dalam RUU

PT, di penjelasan Pasal 15 huruf b, CSR didefinisikan sebagai “tanggung jawab yang

melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,

seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat

setempat.” Dalam teks Pasal 74 RUU PT sendiri CSR tidak didefinisikan, namun

dalam dokumen kerja Tim Perumus terdapat definisi “Tanggung jawab sosial dan

lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan

ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang

bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat

pada umumnya.” Definisi ini telah disetujui Tim Perumus pada tanggal 3 Juli 2007.

40
Ada banyak masalah dalam definisi yang tertera dalam dokumen kerja RUU

PT. Pertama, penyebutan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidaklah lazim.

Penjelasan yang sangat komprehensif paling mutakhir tentang definisi misalnya

diberikan oleh Michael Hopkins (2007) dalam Corporate Social Responsibility and

International Development. Di situ dijelaskan bahwa kata “social” di tengah CSR

memang kerap menyasarkan orang pada sangkaan bahwa CSR hanya berisikan

kegiatan pada ranah sosial. Namun demikian, menghilangkan kata tersebut juga

problematik karena tidak memberikan penekanan terhadap sebuah bentuk tanggung

jawab baru yang sebelumnya tidak/kurang begitu dikenal (kalau tadinya hanya ada

tanggung jawab pada ranah ekonomi terhadap pemilik modal-maksimisasi

keuntungan- kini tanggung jawab itu disadari menjadi dalam tiga ranah: ekonomi,

sosial dan lingkungan. Pada ranah ekonomi juga ditekankan bahwa yang harus

menikmati bukan saja pemilik modal, melainkan juga pemangku kepentingan

lainnya). Ia juga menekankan bahwa “social” dalam CSR memang sah dan lazim

untuk mewakili tiga ranah tersebut dengan mencontohkan banyak kejadian serupa

(misalnya di dunia akademik). CSR sudah jelas mencakup tiga ranah bukan dua,

seperti dalam penyebutan RUU PT dan karenanya kerap disandingkan dengan

konsep triple bottom line.

2.2.2.2 Wacana CSR dari Berbagai Perspektif

Perkembangan wacana dan praktik CSR di Indonesia memang sangat

menggembirakan. Dari sebuah konsep asing, CSR kini menjadi konsep yang banyak

sekali diperbincangkan, diperdebatkan dan digunakan untuk melabel banyak

41
aktivitas. Tentu saja, hal tersebut sangat patut disukuri. Hanya saja, karena tidak

cukup banyak pihak yang menekuni wacana CSR sebagaimana yang termuat dalam

berbagai literatur di negara-negara maju, maka banyak kesalahan umum yang kerap

ditemui kalau kita benar-benar memperhatikan bagaimana kini CSR digunakan.

Kesalahan umum yang kerap ditemui tersebut adalah :

1) CD adalah CSR.

Kesalahan paling umum dijumpai mungkin adalah menyamakan CD

(community development atau pengembangan masyarakat) dengan CSR.

Pengembangan masyarakat sebetulnya adalah upaya sistematis untuk meningkatkan

kekuatan kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged

groups) agar menjadi lebih dekat kepada kemandirian. Jadi, CD sangatlah menyasar

kelompok masyarakat yang spesifik, yaitu mereka yang mengalami masalah.

Perusahaan jelas punya kepentingan besar untuk melakukan CD, karena

kelompok ini adalah yang paling rentan terhadap dampak negatif operasi, sekaligus

paling jauh aksesnya dari dampak positifnya. Kalau tidak secara khusus perusahaan

membuat kelompok ini menjadi sasaran, maka ketimpangan akan semakin terjadi dan

disharmoni hubungan pasti akan terjadi suatu saat. Hanya saja, menyamakan CD

dengan CSR adalah kesalahan besar. CD hanyalah bagian kecil dari CSR. CSR punya

cakupan yang sangat luas, yaitu terhadap seluruh pemangku kepentingan. Bandingkan

dengan CD yang menyasar kelompok kepentingan sangat spesifik, yaitu kelompok

masyarakat rentan. Di masyarakat sendiri, ada berbagai pemangku kepentingan di

42
luar mereka yang rentan, belum lagi organisasi masyarakat sipil, kelompok bisnis

maupun lembaga-lembaga pemerintah.

Dapat disimpulkan bahwa CD adalah bagian dari CSR, dan boleh jadi salah

satu yang sangat penting mengingat di Indonesia kelompok masyarakat rentan

jumlahnya masih sangat besar. Mereka benar-benar membutuhkan perhatian

perusahaan.

2) Amal sama dengan CSR.

Menyamakan tindakan karitatif/amal dengan CSR juga kini banyak dilakukan,

baik oleh perusahaan maupun media massa. Banjir besar yang baru saja melanda

Jakarta atau kejadian-kejadian bencana alam telah membuat iklan mengenai “CSR”

menjamur di media massa. Padahal, yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan

itu adalah tindakan karitatif belaka, yaitu membantu pihak lain agar penderitaan

mereka berkurang. Tidak ada yang salah dengan tindakan mulia tersebut, namun

menyamakannya dengan CSR tentu saja salah.

Nama generik untuk tindakan membantu sesama manusia adalah filantropi,

yang kerap juga dilakukan oleh perusahaan. Pada kondisi yang lebih maju, yaitu

dengan pertimbangan kegunaan optimum dan dampak terbesar terhadap reputasi

perusahaan pemberi, tindakan filantropi itu diberi nama filantropi strategis. Melihat

sejarahnya, tindakan sosial perusahaan banyak dimulai dari filantropi, kemudian

menjadi filantropi strategis, baru kemudian CSR. Tentu saja, banyak juga

percabangan lain yang tidak mengikuti alur tersebut. Yang mau ditegaskan adalah

bahwa tindakan karitatif merupakan bentuk “primitif” dari tindakan sosial perusahaan

43
yang hingga kini masih penting dan akan terus penting dilakukan, namun kini sudah

dianggap tidak lagi mencukupi. Ini berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan,

yang akan dibahas berikut ini.

3) CSR harus menonjolkan aspek sosial.

Banyak perusahaan juga pengamat yang menekankan CSR pada aspek sosial

semata. Mereka mengira bahwa karena S yang berada di tengah C dan R merupakan

singkatan dari social, maka aspek sosial di dalam CSR haruslah yang paling

menonjol, kalau bukan satu-satunya. Padahal, sebagian besar literatur mengenai CSR

sekarang sudah bersepakat bahwa CSR mencakup aspek ekonomi, sosial dan

lingkungan. Ini terutama terjadi setelah pembangunan berkelanjutan menjadi arus

utama berpikir walau hingga kini belum juga jadi arus utama bertindak.

Pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan yang

memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi

mendatang dalam memenuhi kebutuhannya secara sangat tegas menyatakan

pentingnya keseimbangan dalam tiga aspek tersebut.

4) Organisasi CSR cuma tempelan.

Banyak perusahaan yang mula-mula mengadopsi CSR merasa punya

kebutuhan untuk membuat struktur baru, yang diberi nama-nama yang berhubungan

dengan CSR. Pembuatan organisasi yang khusus sesungguhnya merupakan hal yang

sangat menggembirakan, karena itu merupakan bukti komitmen perusahaan untuk

menyediakan organisasi khusus, relatif independen dengan sumberdaya manusia yang

bekerja secara fokus. Tentu saja, komitmen seperti itu patut diacungi dua jempol.

44
Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah benar bahwa CSR itu bisa

dilaksanakan oleh bagian itu saja, sementara yang lain bisa berpangku tangan.

5) CSR hanya untuk perusahaan besar.

Banyak keengganan perusahaan atau dalih saja dari mereka yang tak peduli

untuk mengadopsi CSR karena anggapan bahwa CSR adalah untuk perusahaan

berskala besar saja. Hal ini boleh jadi merupakan kesalahan besar dari mereka yang

membiarkan C di depan SR tetap sebagai singkatan dari corporate. Sebagaimana

yang banyak diketahui, corporate juga corporation berarti perusahaan besar.

Sementara istilah generik untuk entitas bisnis yang mencari keuntungan tanpa

memerhatikan ukuran adalah company. Karenanya, prihatin dengan ketidaktertarikan

perusahaan skala sedang dan kecil pada CSR serta kerancuan akibat digunakannya

“social”, Edward Freeman dan Ramakhrisna Velamuri mengusulkan agar CSR

diartikan sebagai company stakeholder responsibility. Dengan demikian, CSR berarti

tanggung jawab perusahaan (apapun ukurannya) terhadap (seluruh) pemangku

kepentingan mereka.

6) Memisahkan CSR dari bisnis inti perusahaan.

Banyak sekali perusahaan yang membuat berbagai program CSR dengan

curahan sumberdaya yang sangat besar, namun hingga sekarang belum banyak

perusahaan yang membuat program-program yang berkaitan dengan bisnis intinya.

Tidak mengherankan kalau kebanyakan program CSR kebanyakan dikotak-kotakkan

ke dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, sarana fisik, dsb sementara

dampak perusahaan itu sendiri tidaklah diurus secara memadai.

45
7) CSR untuk diri sendiri, bukan sepanjang supply chain.

Kalau sebuah perusahaan beroperasi dalam sebuah rantai produksi yang

sangat panjang, apakah layak ia membatasi diri untuk melakukan CSR dalam lingkup

perusahaannya saja? Pembatasan ini banyak sekali dilakukan oleh perusahaan.

Kilahnya adalah bahwa mereka tidak berhak untuk mencampuri kinerja CSR

perusahaan lain. Logika ini jelas tak dapat diterima, karena itu berarti bahwa

produknya tidaklah bisa dibuktikan berasal dari seluruh operasi yang berkinerja CSR

baik.

8) Setelah sampai konsumen, tak ada lagi CSR.

Dalam perkembangan awal, seluruh perusahaan membatasi CSRnya sampai di

tangan salah satu pemangku kepentingan terpenting: konsumen. Belakangan, setelah

sampai tangan konsumen, perusahaan yang bersungguh-sungguh ingin memberikan

kepuasan kepada mereka manambahkan after sales service. Garansi produk adalah

salah satu bentuk dari jasa itu. Kalau konsumen mengajukan keberatan atas mutu

produksampai batas waktu tertentu pada beberapa kasus ada “life time guarantee”

maka konsumen berhak atas pengembalian, perbaikan atau penggantian.

9) CSR cuma tambahan biaya belaka.

Ketika perusahaan mulai mengadopsi CSR, tidak terelakkan adanya

penambahan pengeluaran. Ini mungkin penyebab utama keengganan untuk

mengadopsi CSR. Banyak pihak yang menyatakan tambahan pengeluaran itu sia-sia

belaka, dan boleh jadi juga bahwa anggapan tersebut memiliki dukungan empiris.

46
Penelitian-penelitian mengenai filantropi perusahaan banyak mendapatkan kenyataan

bahwa pengeluaran perusahaan itu benar-benar tidak bias dilacak keuntungannya.

10) CSR adalah pemolesan citra perusahaan.

Ketika inisiatif CSR digulirkan, banyak organisasi gerakan sosial yang

langsung skeptis dengannya. Menurut mereka, CSR hanya akan menjadi cara baru

untuk memoles citra perusahaan. Kalau citra ramah lingkungan yang diinginkan

perusahaan padahal kinerja lingkungannya tidak setinggi pencitraan yang dilakukan

hal itu disebuat sebagai greenwash. Belakangan juga muncul istilah bluewash untuk

pemolesan citra sosial. Secara retoris, Craig Bennett dari Friends of The Earth

International pernah menyatakan “For every company that sincerely implements its

CSR policies, there are hundreds who greenwash, and for each of these there are

hundreds more who don’t even bother with that.”

11) Menganggap bahwa CSR sepenuhnya voluntari atau sukarela.

Apakah konsep tanggung jawab itu adalah sebuah konsep yang benar-benar

bisa dilaksanakan dengan sukarela? Tampaknya menyatakan bahwa tanggung jawab

itu sukarela adalah contradictio in terminis atau keduanya merupakan istilah yang

bertentangan. Yang “benar”, tanggung jawab itu wajib dilaksanakan. Namun

demikian, harus diakui bahwa di antara kubu pendirian bahwa CSR itu mandatori atau

voluntari, kini lebih cenderung pada kemenangan kubu voluntari. Salah satu

alasannya adalah bahwa perusahaan-perusahaan memang menginginkan kondisi yang

demikian.

47
12) Mempraktikkan CSR dalam ranah eksternal saja.

Banyak kejadian beberapa tahun belakangan ini, ketika perusahaan hendak

mulai menerapkan CSRnya banyak pekerjanya bertanya-tanya mengapa mereka

merasa menjadi anak tiri. Memang, belakangan banyak sekali perusahaan tiba-tiba

mencurahkan uang dalam jumlah yang besar, yang seakan-akan memberi sinyal

bahwa kondisi perusahaan sedang sangat membaik. Sayangnya curahan sumberdaya

untuk pemangku kepentingan eksternal itu tidak dibarengi dengan curahan yang sama

untuk pemangku kepentingan internalnya.

2.2.2.3 CSR Sebagai Kewajiban Perusahaan

2.2.1. Standarisasi Pelaksanaan CSR di Indonesia

Pada tahun 2001, ISO suatu lembaga internasional dalam perumusan standar

atau pedoman, menggagaskan perlunya standar tanggungjawab sosial perusahaan

(CSR standard). Setelah mengalami diskusi panjang selama hampir 4 tahun tentang

gagasan ini, akhirnya Dewan managemen ISO menetapkan bahwa yang diperlukan

adalah Standar Tanggungjawab Sosial atau Social Responcibility Standard (ISO,

2005). CSR merupakan salah satu bagian dari SR. Tidak hanya perusahaan yang perlu

terpanggil melakukan SR tetapi semua organisasi, termasuk pemerintah dan LSM.

Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha harus

merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi

usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya

wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kedua, kalangan

bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis

48
mutualisme. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk

meredam atau bahkan menghindari konflik sosial.

Program yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam kaitannya dengan

tanggung jawab sosial di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu (1)

Public Relations merupakan usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada

komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, (2) Strategi defensif

merupakan usaha yang dilakukan perusahaan guna menangkis anggapan negatif

komunitas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan, dan biasanya untuk

melawan serangan negatif dari anggapan komunitas. Usaha CSR yang dilakukan

adalah untuk merubah anggapan yang berkembang sebelumnya dengan menggantinya

dengan yang baru yang bersifat positif, dan (3) Kegiatan yang berasal dari visi

perusahaan Melakukan program untuk kebutuhan komunitas sekitar perusahaan atau

kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri.

Program pengembangan masyarakat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga

kategori yaitu:

1. Community Relation, yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan

kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yangterkait.

Dalam kategori ini, program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk

kedermawanan (charity) perusahaan.

2. Community Services, Merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi

kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Inti dari kategori ini adalah

memberikan kebutuhan yang ada dimasyarakat dan pemecahan masalah

49
dilakukan oleh masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai

fasilitator dari pemecahan masalah tersebut.

3. Community Empowering, adalah program-program yang berkaitan dengan

memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang

kemandiriannya, seperti pembentukan usaha industri kecil lainnya yang secara

alami anggota masyarakat sudah mempunyai pranata pendukungnya dan

perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat

berlanjut. Dalam kategori ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas.

Dari sisi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilaitambah

adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan

kualitas sosial di daerah tersebut. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah

dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan

membangun kerja sama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut

dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya.

Pelaksanaan CSR di Indonesia sangat tergantung pada pimpinan puncak

korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi

korporasi. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar

kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya,

jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang

saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi

pribadi, boleh jadi kebijakan CSR hanya sekadar kosmetik. Sifat CSR yang sukarela,

absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah

50
menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang

memperlakukan CSR sebagai kosmetik.

Perusahaan menjalankan strategi bisnis dengan konsep 3 P yaitu Profit,

memastikan bahwa tetap mampu memenuhi permintaan dengan kualitas tinggi dan

biaya murah sebagai sebuah perusahaan internasional yang kompetitif. Konsep kedua

yaitu Planet, memastikan bahwa pelaksanaan usaha tetap melindungi

keanekaragaman hayati dan mengurangi penurunan kualitas lingkungan. Konsep

ketiga People dengan meyediakan kesempatan untuk ikut serta dalam pengentasan

kemiskinan serta menjadi tempat untuk pilihan pekerjaan. Perusahaan tersebut

memiliki 6 konsep srategi pelaksanaan CSR yaitu environment, community

empowerment, improving workplace, volunterism, stakeholders engagement dan

transparency.

Penerapan kegiatan CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000,

walaupun kegiatan dengan esensi dasar yang sama telah berjalan sejak tahun 1970-an,

dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti donasi

sampai kepada yang komprehensif seperti terintegrasi ke dalam strategi perusahaan

dalam mengoperasikan usahanya. Belakangan melalui Undang-undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pemerintah memasukkan pengaturan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan kedalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas.

Pada dasarnya ada beberapa hal yang mendasari pemerintah mengambil

kebijakan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan Pertama adalah

51
keprihatinan pemerintah atas praktek korporasi yang mengabaikan aspek sosial

lingkungan yang mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua adalah sebagai

wujud upaya entitas negara dalam penentuan standard aktivitas sosial lingkungan

yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal.

Menurut Endro Sampurno pemahaman yang dimiliki pemerintah mempunyai

kecenderungan memaknai CSR semata-mata hanya karena peluang sumberdaya

finansial yang dapat segera dicurahkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atas

regulasi yang berlaku. Memahami CSR hanya sebatas sumber daya finansial tentunya

akan mereduksi arti CSR itu sendiri. Akibat kebijakan tersebut aktivitas tanggung

jawab sosial perusahaan akan menjadi tanggung jawab legal yang mengabaikan

sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR tersebut,

yakni sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Mewajibkan

CSR, apa pun alasannya, jelas memberangus sekaligus ruang-ruang pilihan yang ada,

berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik.

Terakhir yang mungkin terjadi adalah aktivitas CSR dengan regulasi seperti

itu akan mengarahkan program pada formalitas pemenuhan kewajiban dan terkesan

basa-basi. Keluhan hubungan yang tidak harmonis antara perusahaan dan pemangku

kepentingannya sesungguhnya sudah terdengar setidaknya dalam dua dekade

belakangan. Gerakan sosial Indonesia, khususnya gerakan buruh dan lingkungan,

telah menunjuk dengan tepat adanya masalah itu sejak dulu.

Di antara berbagai pemangku kepentingan itu terdapat pemerintah. Selain

berbagai perangkat yang diciptakan di tingkat pusat, beberapa pemerintah kabupaten

52
telah membuat berbagai macam forum CSR. Regulasi hubungan industrial juga telah

dibuat di beberapa provinsi. Di satu sisi, perkembangan ini cukup menggembirakan

karena menunjukkan tumbuhnya pemahaman pemerintah atas potensi kemitraan

pembangunan dengan perusahaan. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa

pemerintah sedang memindahkan beban pembangunannya ke perusahaan. Berbagai

regulasi yang dibuat telah juga menjadi tambahan beban baru bagi perusahaan,

alihalih menjadi insentif bagi mereka yang hendak meningkatkan kinerja CSRnya.

Secara teoritis telah diungkapkan banyak pakar bahwa pemerintah seharusnya

menciptakan prakondisi yang memadai agar perusahaan dapat beroperasi dengan

kepastian hukum yang tinggi. Dalam hal ini, berbagai regulasi yang ada tidak hanya

berfungsi memberikan batasan kinerja minimal bagi perusahaan, tapi juga

memberikan perlindungan penuh bagi mereka yang telah mencapainya. Di luar itu,

pemerintah bisa pula membantu perusahaan yang sedang berupaya melampaui

standar minimal dengan berbagai cara. Di antaranya dengan memberikan legitimasi,

menjadi penghubung yang jujur dengan pemangku kepentingan lain, meningkatkan

kepedulian pihak lain atas upaya yang sedang dijalankan perusahaan, serta

mencurahkan sumber dayanya untuk bersama-sama mencapai tujuan keberlanjutan.

Mengingat CSR sulit terlihat dengan kasat mata, maka tidak mudah untuk

melakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang dicapai. Oleh karena itu diperlukan

berbagai pendekatan untuk menjadikannya kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan Triple Bottom Line atau Sustainability Reporting. Dari sisi ekonomi,

penggunaan sumber daya alam dapat dihitung dengan akuntansi sumber daya alam,

53
sedangkan pengeluaran dan penghematan biaya lingkungan dapat dihitung dengan

menggunakan akuntansi lingkungan.

Menurut Daniri dalam Agustina (2013), terdapat dua hal yang dapat

mendorong perusahaan menerapkan CSR, yaitu bersifat dari luar perusahaan

(external drivers) dan dari dalam perusahaan (internal drivers). Termasuk kategori

pendorong dari luar, misalnya adanya regulasi, hukum, dan diwajibkannya analisis

mengenai dampak lingkungan (Amdal). Pemerintah melalui Kementerian

Lingkungan Hidup (KLH) telah memberlakukan audit Proper (Program penilaian

peningkatan kinerja perusahaan). Pendorong dari dalam perusahaan terutama

bersumber dari perilaku manajemen dan pemilik perusahaan (stakeholders), termasuk

tingkat kepedulian/tanggung jawab perusahaan untuk membangun masyarakat sekitar

(community development responsibility).

Ada empat manfaat yang diperoleh bagi perusahaan dengan

mengimplementasikan CSR yakni :

1. Keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan

mendapatkan citra (image) yang positif dari masyarakat luas.

2. Perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal).

3. Perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources)

yang berkualitas.

4. Perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis

(critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko

(risk management).

54
Dalam menangani isu-isu sosial, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan

oleh perusahaan yaitu: Responsive CSR dan Strategic CSR. Agenda sosial perusahaan

perlu melihat jauh melebihi harapan masyarakat, kepada peluang untuk memperoleh

manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan secara bersamaan. Bergeser dari sekadar

mengurangi kerusakan menuju penemuan jalan untuk mendukung strategi perusahaan

dengan meningkatkan kondisi sosial. Agenda sosial seperti ini harus responsif

terhadap pemangku kepentingan.

Isu sosial yang mempengaruhi sebuah perusahaan terbagi dalam tiga kategori.

Pertama, isu sosial generik, yakni isu sosial yang tidak dipengaruhi secara signifikan

oleh operasi perusahaan dan tidak memengaruhi kemampuan perusahaan untuk

berkompetisi dalam jangka panjang. Kedua, dampak sosial value chain, yakni isu

sosial yang secara signifikan dipengaruhi oleh aktivitas normal perusahaan. Ketiga,

dimensi sosial dari konteks kompetitif, yakni isu sosial di lingkungan eksternal

perusahaan yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan berkompetisi

perusahaan. Setiap perusahaan perlu mengklasifikasikan isu sosial ke dalam tiga

kategori tersebut untuk setiap unit bisnis dan lokasi utama, kemudian menyusunnya

berdasarkan dampak potensial. Isu sosial yang sama bias masuk dalam kategori yang

berbeda, tergantung unit bisnis, industri, dan tempatnya.

Ketegangan yang sering terjadi antara sebuah perusahaan dan komunitas atau

masyarakat di sekitar perusahaan berlokasi umumnya muncul lantaran terabaikannya

komitmen dan pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut. Perubahan orientasi sosial

politik di tanah air dapat memunculkan kembali apresiasi rakyat yang terbagi-bagi

55
dalam wilayah administratif dalam upaya menciptakan kembali akses mereka

terhadap sumber daya yang ada di wilayahnya.

Seringkali kepentingan perusahaan diseberangkan dengan kepentingan

masyarakat. Sesungguhnya perusahaan dan masyarakat memiliki saling

ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat

berimplikasi bahwa baik keputusan bisnis dan kebijakan sosial harus mengikuti

prinsip berbagi keuntungan, yaitu pilihan-pilihan harus menguntungkan kedua belah

pihak.

Saling ketergantungan antara sebuah perusahaan dengan masyarakat memiliki

dua bentuk. Pertama, inside-out linkages, bahwa perusahaan memiliki dampak

terhadap masyarakat melalui operasi bisnisnya secara normal. Dalam hal ini

perusahaan perlu memerhatikan dampak dari semua aktivitas produksinya, aktivitas

pengembangan sumber daya manusia, pemasaran, penjualan, logistik, dan aktivitas

lainnya.

Kedua, outside-in-linkages, dimana kondisi sosial eksternal juga

memengaruhi perusahaan, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Ini meliputi kuantitas

dan kualitas input bisnis yang tersedia-sumber daya manusia, infrastruktur

transportasi; peraturan dan insentif yang mengatur kompetisiseperti kebijakan yang

melindungi hak kekayaan intelektual, menjamin transparansi, mencegah korupsi, dan

mendorong investasi; besar dan kompleksitas permintaan daerah setempat;

ketersediaan industri pendukung di daerah setempat, seperti penyedia jasa dan

produsen mesin.

56
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat

membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji

(good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis

sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis

serta kelompok yang terkait lainnya. Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku

dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita

sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang

dianut oleh masing-masing masyarakat. Prinsip etika bisnis itu sendiri adalah: (1)

Prinsip otonomi; adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan

dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk

dilakukan; (2) Prinsip kejujuran; (3) Prinsip keadilan; (4) Prinsip saling

menguntungkan (mutual benefit principle); dan (5) Prinsip integritas moral; terutama

dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu

menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan/orang-orangnya

maupun perusahaannya.

Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilaitambah

adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan

kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan

perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika ada masyarakat adat/masyarakat

lokal, praktek CSR akan menghargai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut.

Agar efektif CSR memerlukan peran civil society yang aktif. Setidaknya

terdapat tiga wilayah dimana masyarakat dapat menunjukkan perannya yaitu: (1)

57
Kampanye melawan korporasi yang melakukan praktik bisnis yang tidak sejalan

dengan prinsip CSR lewat berbagai aktivitas loby dan advokasi, (2) Mengembangkan

kompetensi untuk meningkatkan kapasitas dan membangun institusi yang terkait

dengan CSR, (3) Mengembangkan inisiatif multi-stakeholder yang melibatkan

berbagai elemen dari masyarakat, korporasi dan pemerintah untuk mempromosikan

dan meningkatkan kualitas penerapan CSR

Pada saat ini CSR dapat dianggap sebagai investasi masa depan bagi

perusahaan. Minat para pemilik modal dalam menanamkan modal di perusahaan yang

telah menerapkan CSR lebih besar, dibandingkan dengan yang tidak menerapkan

CSR. Melalui program CSR dapat dibangun komunikasi yang efektif dan hubungan

yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya.

2.2.4 Efektivitas Corporate Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana di

Kabupaten Malaka

Program CSR yang telah dilakukan oleh PT Inti Daya Kencana di Kabupaten

meliputi pembangunan infrastruktur jalan raya dan sambungan jaringan listrik,

pendidikan melalui pembangunan PAUD dan Ruang Kelas Baru bagi Sekolah Dasar

serta memberikan bea siswa kepada siswa berprestasi dari keluarga yang tidak

mampu, sumbangan perlengkapan olahraga kepada kelompok karang taruna,

sumbangan sosial bagi gereja dan urusan adat serta penanaman pohon mangrove

disepanjang pantai yang tidak ditumbuhi mangrove.

Untuk mampu memaksimumkan dampak positif dan meminimumkan dampak

negatif kehadiran perusahaan, maka implementasi CSR harus mendukung tujuan-

58
tujuan core business perusahaan. Untuk itu, Philip Kotler dan Nancy Lee (2005),

memberikan catatan yang menarik untuk digaris bawahi bahwa di dalam suatu

perusahaan sekali pun, gagasan dan pelaksanaan CSR itu patut diperjuangkan dan

dipasarkan pada staf-staf perusahaan yang lain baik secara horizontal (kepada bagian

lain) maupun secara vertikal (kepada bawahan atau atasan).

Sebagai salah satu instrumen untuk mendorong mewujudkan gagasan

pemerataan ekonomi, keadilan sosial dan pemeliharaan lingkungan yang

berkelanjutan, implementasi CSR merupakan tanggungjawab perusahaan dalam arti

menyeluruh. Implementasi yang baik dari instrumen ini membutuhkan penjabaran

nilai-nilai etika sosial dan lingkungan lebih jauh dalam organisasi perusahaan.

Prasyarat ini, membutuhkan proses yang mungkin tidak singkat dan harus lebih

komprehensif dibandingkan apa yang telah diiklankan dalam contoh di atas.

2.3. Kerangka Pemikiran

Perusahaan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat modern, karena

perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi

kehidupannya. Selain itu, perusahaan juga sebagai salah satu sumber pendapatan

negara melalui pajak dan wadah tenaga kerja. Dapat dikatakan bahwa suatu

perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang

perekonomian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan dengan tujuan

memperoleh keuntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan pembukuan.

Hubungan ideal antara bisnis dengan masyarakat menjadi suatu masalah perdebatan

(a matter of debate). Pendukung konsep tanggung jawab sosial (social responsibility)

59
memberi argumentasi bahwa suatu perusahaan mempunyai kewajiban terhadap

masyarakat selain mencari keuntungan. Ada beberapa definisi tentang CSR, yang

pada dasarnya adalah etika dan tindakan untuk turut berperan dalam keberlanjutan

ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan.

Pada hakekatnya setiap orang, kelompok dan organisasi mempunyai tanggung

jawab sosial (social responsibility) pada lingkungannya. Tanggung jawab sosial

seseorang atau organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungan

sosial hidup berdasarkan aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau

kebajikan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Dan segi kecerdaan, berbuat

kebajikan adalah salah satu unsur kecerdasan spiritual. Sementara dalam konteks

perusahaan, tanggung jawab sosial itu disebut tanggung jawab sosial perusahaan

(Corporate Social Responsibility).

Secara etik, perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban

ekonomis dan legal kepada pesaham atau shareholder, tetapi juga mempunyai

kewajiban terhadap pihak-pihak lain secara sosial termasuk masyarakat disekitarnya.

Karena itu CSR adalah nilai moral yang semestinya dilaksanakan atas panggilan

nurani pemilik atau pimpinan perusahaan bagi peningkatan kesejahteraan stakeholder

perusahaan. Stakeholders adalah seseorang atau kelompok orang yang kena pengaruh

langsung atau tidak langsung atau pada kegiatan bisnis perusahaan, atau yang

mempengaruhi langsung atau tidak langsung kegiatan bisnis perusahaan.

Stakeholders perusahaan meliputi pesaham, pemimpin, pekerja, penyedia barang dan

jasa (mitra atau supplier), pesaing, konsumen, pemerintahan dan masyarakat.

60
Mengingat CSR bersifat intagible (kasat mata), maka sulit dilakukan

pengukuran tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Oleh karena itu, diperlukan

berbagai pendekatan kuantitatif dengan menggunakan triple bottom line atau lebih

dikenal secara sustainability reporting. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya

alam dihitung dengan akuntansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan

penghematan biaya lingkungan dapat dihitung dengan menggunakan akuntansi

lingkungan. Salah satu alat ukur yang dipakai disebut PROPER. Inilah awal dari

pengukuran penerapan CSR dari aspek sosial dan lingkungan sustainability-

reporting. Dengan mengusahakan berkelanjutan pemenuhan kebutuhan bagi

hubungan antar generasi, artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi

selanjutnya. Hal ini mengisyaratkan adanya suatu alih teknologi bagi hubungan antar

generasi, artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya dalam

memenuhi kebutuhannya. Penerapan pembangunan seperti itu harus didukung oleh

aspek social-sustainability, yang berhubungan dengan lingkungan. Hal ini harus

disosialisasikan oleh para pelaksana pembangunan di Indonesia dan harus diterapkan

pada setiap manusia pelaksana kegiatan pembangunan tersebut. Social-sustainability

itu terdiri dari tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk

pelaksanaannya adalah human-sustainability yaitu peningkatan kualitas manusia

secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai, dan

kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional, dan

intelektual.

61
Secara umum, Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan

kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu

anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat

menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan

yang ada sekaligus memelihara, atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan

mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada suatu komunitas,

atau merupakan suatu proses yang penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan

dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal (pekerja,

shareholders, dan penanaman modal) maupun eksternal (kelembagaan pengaturan

umum, anggota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain).

Jadi, tanggung jawab perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada konsep

pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif

dan statis, hanya dikeluarkan dari perusahaan akan tetapi hak dan kewajiban yang

dimiliki bersama antara stakeholders. Konsep Corporate Social Responsibility

melibatkan tanggungjawab kemitraan antara pemerintah, lembaga, sumberdaya

komunitas, juga komunitas lokal (setempat). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif dan

statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antara

stakeholders.

Konsep kedermawanan perusahaan (corporate philantrophy) dalam tanggung

jawab sosial tidaklah lagi memadai karena konsep tersebut tidaklah melibatkan

kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.

Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) pada dasarnya

62
juga terkait dengan budaya perusahaan (coporate culture) yang ada dipengaruhi oleh

etika perusahaan yang bersangkutan. Budaya perusahaan terbentuk dari para individu

sebagai anggota perusahaan yang bersangkutan dan biasanya dibentuk oleh sistem

dalam perusahaan.

Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka dalam menganalisis permasalahan,

penulis menggunakan teori efektfitas menurut Sutrisno (2007: 125-126) yang

mengatakan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan, aktifitas, program

atau proyek pembangunan perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu: Pemahaman

program, Tepat Sasaran, Tepat waktu, Tercapainya tujuan, dan Perubahan nyata.

karena menurut peneliti kelima indicator yang diangkat oleh peneliti tersebut sudah

mampu mengambarkan efektifitas program CSR yang dilakukan oleh PT. Inti Daya

Kencana di Kabupaten Malaka. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1

berikut ini :
Gambar 4. Kerangka Berpikir

Pemahaman Program

Tepat Sasaran

EFEKTIVITAS CSR Tepat Waktu

Tercapainya Tujuan

Perubahan Nyata

63
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penelitian lapangan (field

research) dengan jenis penelitian kualitatif yaitu berusaha mempelajari benda-benda

di dalam konteks alaminya yang berupaya untuk memahami atau menafsirkan

fenomena yang dilihat dari sisi makna yang dilekatkan manusia (peneliti) kepadanya.

Penelitian ini yang bersifat deskriptif yaitu berusaha menggambarkan dan

mendefinisikan siapa yang terlibat di dalam suatu kegiatan, apa yang dilakukannya,

kapan dilakukannya, dimana dan bagaimana melakukannya. Atau penelitian yang

bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan dan gejala

dari kelompok-kelompok tertentu. Dalam memaparkan masalah, penulis berusaha

menggambarkan dan memaparkan dengan kalimat-kalimat yang menunjukkan

keadaan lapangan yangditeliti.

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis dokumen empiris, yaitu

dengan melakukan inventarisasi dokumen positif yang mengatur dan berkaitan

dengan tanggungjawab sosial perusahaan dalam kaitanya dengan pengentasan

masalah-masalah sosial kemasyarakatan, memperoleh penjelasan dan mengetahui

hal-hal mengenai tanggungjawab sosial perusahaan, serta kendala-kendala yang

dihadapi.

64
3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi dari penelitian merupakan tempat yang digunakan peneliti dalam

melakukan penelitiannya untuk memperoleh informasi dan data yang berkaitan

dengan yang akan dibahas dalam sebuah penelitian. Dalam menentukan lokasi

penelitian, peneliti memilih melakukan penelitian ini di Kecamatan Malaka Barat,

Kabupaten Malaka. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa tersebut

dikarenakan di Kecamatan Malaka Barat merupakan salah satu kecamatan yang

menjadi target CSR namun masih banyak masyarakat yang menolak keberadaan PT.

Daya Inti Kencana.

3.3. Fokus dan Sub Fokus

Penelitian ini tergolong dalam penelitian Kualitatif, maka penulis merasa

perlu untuk membatasi pengertian di dalam tulisan ini agar tidak menjadi bias dan

meluas. Adapun Fokus dan Sub Fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.3.1 Fokus Penelitian

Inti atau fokus dari penelitian ini adalah ''Bagaimana Efektifitas Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana di Kabupaten Malaka''.

3.3.2 Sub Fokus Penelitian

Fokus yang telah disampaikan sebelumnya kemudian ditelusuri dan dijadikan sub

focus dalam penelitian ini antara lain:

1) Pemahaman program, yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

bagaimana masyarakat sebagai penerima bantuan dari program Corporate

65
Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana dapat mengetahui dan

memahami pentingnya pentingnya CSR yang dilakukan.

2) Tepat Sasaran, yang dimaksud adalah bantuan dalam bentuk program

Corporate Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana sesuai dengan

permintaan atau keperluan masyarakat.

3) Tepat waktu, Dalam penelitian ini adalah pemberian bantuan kepada

masyarakat disaat masyarakat membutuhkan bantuan tersebut.

4) Tercapainya tujuan, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tercapainya

tujuan program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana

secar umum yaitu memberikan bantuan kepada warga disekitarnya.

5) Perubahan nyata, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan yang

terjadi dan terlihat serta dirasakan oleh penerima manfaat dari program

Corporate Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana

3.4. Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini teknik penentuan informan yang digunakan adalah

Purposive yaitu menentukan informan dengan dengan pertimbangan tertentu

sehingga layak dijadikan informan. Pemilihan Informan berdasarkan karakteristik

tertentu dengan pertimbangan karakteristik populasi. Adapun informan dalam

penelitian ini yaitu dari Pihak Perusahaan PT. IDK (dalam hal ini, perusahaan yang

melakukan program CSR) dan Pihak Masyarakat (penerima manfaat CSR). Untuk

lebih jelasnya data dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:

66
Tabel 3.1 Profil Informan

Organisasi Jabatan Jumlah Pertimbangan

PT. IDK Pihak yang 4 orang Orang-orang yang dipercayakan


melakukan untuk menjalankan program CSR
prpgram PT. IDK di Kabupaten Malaka.
CSR

Pemerintah Desa Masyarakt 7 orang Warga yang menerima manfaat


penerima dari program CSR PT. IDK
manfaat
CSR

TOTAL 11 orang

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data baik dari sumber primer ataupun sekunder,

peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Wawancara (interview)

Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi dengan bertatap muka semacam

percakapan, yang berupa tanya jawab atau dialog yang dilakukan pewawancara untuk

memperoleh informasi dari terwawancara.Wawancara bertujuan untuk memperoleh

informasi langsung dari informan tentang apa yang ingin diteliti dan dipecahkan.

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewermengenai

aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list)

apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Pada poin

wawancara ini peneliti mewawancarai Karyawan PT. Inti Daya Kencana Bagaimana

67
hubungan perusahaan dengan masyarakat, program apa saja yang dijalankan

perusahaan terhadap masyarakat, bagaimana efektifitas program tersebut

dilaksanakan serta apakah perusahaan sudah cukup dalam menjalankan program yang

seharusnya dilaksanakan. Diantara pedoman wawancara yang digunakan adalah alat

perekam, catatan, pulpen serta alat tulis yang dibutuhkan.

2. Observasi

Selain wawancara peneliti juga melakukan observasi yaitu mengadakan

pengamatan langsung terhadap objek penelitian untuk memperoleh informasi dari

masalah yang terjadi. Observasi dapat dilakukan dengan penglihatan, penciuman,

pendengaran, peraba dan pengecap.

Dalam penelitian ini, observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses

terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya.

Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek,

interaksi subjek, seperti mengamati mitra binaan dan karyawan yang terlibat dan hal-

hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil

wawancara.

3. Telaah literatur (library research)

Teknik ini dilakukan untuk mendapat data dari sumber sekunder yang relevan

dalam bahasa Indonesia maupun Inggris jika dibutuhkan. Dalam mengkaji kerangka

teoritis penulis berusaha untuk menelaah langsung dari literatur asli.

68
4. Dokumentasi

Dokumentasi berupa laporan atau data yang disimpan dan bisa dikaji ulang

bila mana perlu. Dokumentasi ini diperlukan sebagai bukti keakuratan data. Sehingga

peneliti melihat sangat perlu untuk dilakukan. Dokumentasi bisa berupa laporan,

arsip, gambar dan sebagainya.

3.6. Sumber Data

Dalam penelitian ini ada dua sumber data yang menunjang penyelesaian

penelitian ini yaitu sumber data primer yang berasal dari hasil wawancara mengenai

pandangan, sikap, atau persepsi pelaku usaha mengenai tanggungjawab social

perusahaan dalam kaitanya dengan pengentasan masalah-masalah social. Sementara

sumber sekunder adalah bahan peraturan pemerintah dan aturan hokum yang

berkenaan dengan tanggungjawab social perusahaan. Data sekunder yang diteliti

adalah sebagai berikut: Bahan hukum yaitu bahan hukum yang mengikat; Kamus

Investasi; dan Berbagai majalah maupun jurnal investasi.

3.7. Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses dalam mencari dan menyusun data dari

hasil Survei yang telah didapat, wawancara secara mendalam, dan dokumentasi

secara sistematis, dengan mengkategorikan data yang diorganisasikan, kemudian

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya kedalam pola,

melakukan seleksi data yang penting dan yang akan dipelajari, serta membuat

kesimpulan yang mudah dipahami diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2017).

69
Dalam penelitian kualitatif selama dilapangan dilakukan proses analisis

data. Dalam proses analisis data dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya

pengumpulan data dan berada dalam periode tertentu setelah selesainya

pengumpulan data. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2017:337)

mengemukakan bahwa dalam analisis data kualitatif aktivitas dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya

sudah jenuh.

Proses analisis data model ini, seperti tampak pada gambar 3.1 berikut

Gambar 3.1 Model Data Interaktif Miles dan Huberman

(dalam Sugiyono, 2017:338)

Untuk menganalisis tingkat kesesuaian Corporate Social Responsibilty (CSR)

Perusahaan penulis menggunakan pendekatan SET Kualitatif. Milles & Huberman

yaitu: Reduksi, Penyajian, Interpretasi dan kesimpulan.

70
Langkah-langkah pokok yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1) Membaca dan menganalisis praktek tanggung jawab sosial yang telah dilakukan

Perusahaan. Tahap ini memiliki beberapa tujuan, antara lain: mengetahui

bagaimana perusahan memandang konsep tanggungjawab sosial, mengetahui

tema apa saja yang telah diungkapkan terkait dengantanggung jawab sosial

perusahaan, menentukan nilai-nilai spritual dan menemukan kepentingan dibalik

pengungkapan.

2) Membuat suatu uraian terperinci mengenai program CSR Perusahan.

Dalam tahap ini, penulis mendeskripsikan data dan informasi yang telah diperoleh

dalam proses sebelumnya.

3) Menurunkan konsep teoritis dalam pengungkapan CSR Perusahan

4) Menganalisis kesesuaian efektifitas CSR.

5) Memberikan kesimpulan atas dasar efektifitas CSR Perusahan, apa saja program

yang dilakukan dan apakah sudah sesuai atau tidak.

71
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Malaka merupakan satu dari 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara

Timur. Kabupaten Malaka terbentuk

sebagai Daerah Otonomi Baru yang

mekar dari Kabupaten Belu pada

Tahun 2013 melalui Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2013 tanggal 11

Januari 2013. Kabupaten Malaka

memiliki letak yang strategis karena

berbatasan darat/langsung dengan

Negara Republic Democratic Timor Leste dan berbatasan laut dengan negara

Australia. Oleh karena letak yang strategis maka kabupaten ini sebenarnya pantas

untuk dijadikan salah satu pintu transit jalur perdagangan internasional, sehingga

dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan Provinsi Nusa

Tenggara Timur pada umumnya dan Kabupaten Malaka pada khususnya.

Kabupaten Malaka berbatasan dengan Kabupaten Belu di bagian Utara,

Kabupaten Timor Tengah Selatan dan laut Timor di bagian Selatan, Negara RDTL

(Timor Leste) di bagian Timur dan Kabupaten Timor Tengah Utara di bagian Barat.

Sedangkan secara astronomi Kabupaten Malaka terletak antara 9º 16’ 0” LS s/d 9º

72
48’ 0” LS da n 124º 36’ 0” BT s/d 125º 12’ 0” BT, dengan luas wilayah 1.160,63

Km2. Sebagai daerah perbatasan dengan Negara lain maka dengan kondisi wilayah

yang dominan daratan, Kabupaten Malaka sangat terbuka untuk berinteraksi dengan

daerah dan negara sekitarnya.

Kabupaten Malaka merupakan daerah tropis dengan 2 musim yakni musim

kemarau (April-Nopember) dan musim hujan (Desember – Maret). Iklim ini sangat

dipengaruhi oleh eksistensi perairan laut yang luas dan berlangsung seirama dengan

iklim musim yang ada. Suhu rata-rata 27,6°C, dengan interval (Bulan Agustus)

21,50C – (Bulan Nopember) 33,7°C. Kondisi curah hujan di Kabupaten Malaka

bervariasi antara 16-172 mm/bulan. Curah hujan rendah (16-68 mm/bulan)

mendominasi wilayah bagian timur, yakni Kecamatan Kobalima Timur, Kobalima,

Botin Loebele, Malaka Timur, Malaka Tengah, Malaka Barat, Weliman dan Wewiku

dengan luasan wilayah sebesar 875,64 Ha. Curah hujan sedang (69-119 mm/bulan)

terdapat di wilayah bagian barat, yakni Kecamatan Rinhat, Io Kufeu dan Sasitamean

dengan luasan wilayah sebesar 284,99 Ha.

Keadaan topografi Kabupaten Malaka bervariasi antara ketinggian 0 sampai

dengan 806 m.dpal (meter di atas permukaan air laut). Variasi ketinggian rendah (0-

269 m.dpal) mendominasi wilayah bagian selatan, yaitu kecamatan Wewiku, Malaka

Barat, sebagian Malaka Tengah dan Kobalima. Sementara pada bagian tengah

wilayah ini terdiri dari area dengan dataran sedang (270-537 m.dpal), yaitu sebagian

Kecamatan Weliman, Malaka Tengah, Kobalima, dan Botin Loebele. Dataran tinggi

(538-806 m.dpal) di Kabupten Malaka menempati kawasan bagian utara, yakni

73
Kecamatan Laenmanen, Io Kufeu, sebagian Kecamatan Sasitamean, Malaka Timur

dan Kobalima Timur. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Malaka merupakan

daerah dataran berbukit-bukit hingga pegunungan dengan sungai-sungai yang

mengalir dari utara ke selatan mengikuti arah kemiringan lerengnya. Sungai-sungai

yang ada di Kabupaten Malaka mengalir dari bagian selatan dan bermuara di Laut

Timor. Morfologi daratan Kabupaten Malaka juga bervariasi dari datar,

bergelombang dan berbukit serta bergunung dengan lereng dominan agak landai

sampai curam.

Tahun 2019, rasio jenis kelamin di Kabupaten Malaka adalah 100,44 jika

menurut data registrasi. Menurut proyeksi, rasio jenis kelamin di Kabupaten Malaka

adalah 93,40. Jika dilihat menurut data registrasi, jumlah penduduk dengan jenis

kelamin lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, meski perbedaannya

tidak terlalu besar. Jika ditilik menurut kecamatannya, rasio jenis kelamin terbesar

adalah Kecamatan Laen Manen dengan rasio sebesar 106,52. Untuk kecamatan

dengan rasio terendah, yaitu jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, adalah

Kecamatan Kobalima Timur yaitu sebesar 95,03. Kecamatan Malaka Tengah, sebagai

kecamatan dengan luas wilayah terbesar memiliki perbandingan laki-laki dan

perempuan dengan angka yang hampir sama, yaitu dengan rasio jenis kelamin 99,99.

Kabupaten Malaka memiliki 12 Kecamatan dan 127 desa. Data Kecamatan

dan Desa pada Tabel di bawah:

74
Tabel 4.1. Kecamatan di Kabupaten Malaka

No Nama Kecamatan Ibu Kota Jumlah Desa

1 Kobalima Timur Alas 4

2 Laenmanen Eoukpuran 9

3 Io Kufeu Futuao 7

4 Kobalima Wemasa 8

5 Malaka Timur Boas 6

6 Rinhat Biudukfoho 21

7 Wewiku Webriamata 12

8 Botin Leobele Tualaran 5

9 Sasitamean Kaputu 9

10 Malaka Barat Besikama 16

11 Weliman Haitimuk 14

12 Malaka Tengah Betun 17

Malaka Betun 127

Sumber: Kabupaten Malaka Dalam Angka 2019

4.2 Hasil Penelitian

Drucker (1964:5) mendefinisikan efektivitas sebagai melakukan pekerjaan

yang benar (doing the rights things). Chung & Megginson (1981:506, dalam

Siahaan,1999:17) mendefinisikan efektivitas sebagai istilah yang diungkapkan

dengan cara berbeda oleh orang-orang yang berbeda pula. Namun menurut Chung &

75
Megginson yang disebut dengan efektivitas ialah kemampuan atau tingkat pencapaian

tujuan dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan agar organisasi tetap

survive (hidup). Pendapat Arens and Lorlbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi

Jusuf (1999:765), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas mengacu

kepada pencapaian suatu tujuan, sedangkan efisiensi mengacu kepada sumber daya

yang digunakan untuk mencapai tujuan itu”. Sehubungan dengan yang Arens dan

Lordbecke tersebut, maka efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya

sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Gibson dkk (1994:31)

memberikan pengertian efektivitas dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu (1)

seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output saja, dan (2) hubungan timbal

balik antara organisasi dan lingkungannya.

Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka peneliti mengambarkan alur dari

penelitian ini dalam sebuah kerangka berpikir, yang didasari oleh teori efektfitas

menurut Sutrisno (2007: 125-126) yang mengatakan bahwa dalam mengukur

efektivitas suatu kegiatan, aktifitas, program atau proyek pembangunan perlu

diperhatikan beberapa indikator, yaitu: Pemahaman program, Tepat Sasaran, Tepat

waktu, Tercapainya tujuan, dan Perubahan nyata.

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan konsep efektivitas yang bersifat

multidimensional, maka makna yang diungkapkan sering kali berbeda, walaupun

pada intinya arti dari efektivitas adalah sebuah pencapaian tujuan.

76
4.2.1 Efektifitas Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Pemahaman

Program

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu program yang

dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat sekitarnya melalui bantuan-bantuan

yang bisa dipergunakan oleh warga sekitar/ penerima manfaat CSR. Dalam

menjalankan program CSR tersebut perlu dipahami dan diketahui tentang fungsi dari

program-program CSR itu sendiri.

Pemahaman program, yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

bagaimana masyarakat sebagai penerima bantuan dari program Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana dapat mengetahui dan memahami

pentingnya pentingnya CSR yang dilakukan. Agar masyarakat dapat mengenal dan

mengetahui tentang PT. IDK maka perusahaan haruslah mensosialisakan diri.

Mensosialisasikan/ memperkenalkan/ mempromosikan perusahaan merupakan

bentuk agar perusahaan PT. IDK dapat diketahui secara luas oleh masyarakat dan

Pemerintah Daerah. Sosialisasi sendiri bisa melalui beberapa cara yaitu: pertemuan

dengan OPD terkait, pertemuan dengan warga desa dalam area usaha perusahaan,

pertemuan dengan utusan warga dari beberapa desa, bisa juga lewat surat kabar

(offline dan online) dan juga selebaran-selebaran.

Perusahaan PT. IDK pernah melakukan pertemuan di desa dan dihadiri oleh

banyak warga desa, disitu kami baru diberitahu tentang gambaran PT. IDK dan

tujuannya ada diKabupaten Malaka ini, ungkap Agustinus Nahak Selaku informan

Nomor 1, berikut uraian hasil wawancara dengan beliau:

77
''Dulu pernah ada pertemuan antara PT. IDK dengan warga dan waktu itu
banyak awarga yang hadir. Dipertemuan itu wakil dari PT. IDK
menyampaikan bahwa kehadiran perusahaan tersebut untuk memproses
air laut yang ada di Kabupaten Malaka menjadi garam. Katanya nanti ada
kegiatan yang akan dilakukan sebagai bentuk partisipasi dan
tanggungjawab perusahaan kepada warga sekitar''.

Yohana Seuk Selaku informan Nomor 2 menambahkan bahwa PT. IDK sudah

melakukan sosialisasi dibeberapa desa, salah satunya desa Bidarai Kecamatan

Wewiku ini. Selain memperkenalkan perusahaan, tim dari perusahaan juga

menyampaikan kegiatan berupa bantuan kepada warga yang tinggal disekitar

perusahaan. Berikut hasil wawancaranya:

''Setahu saya, dulu pernah ada sosialisasi yang dilakukan perusahaan IDK
itu didesa Bidarai kecamatan Wewiku ini. Dan bukan hanya desa ini saja,
menurut cerita-cerita dari keluarga dan kenalan bahwa perusahaan IDK
juga melakukan sosialisasi di desa-desa mereka. Dalam sosialiasi
tersebut, kami mengetahui dari penjelasan mereka kalau nanti ada
bantuan yang akan diberikan perusahaan kepada warga sekitar''.

Natalia Yohana Selaku informan Nomor 10 membenarkan pernyataan dari

bberapa informasi yang sudah disampaikan oleh informan-informan sebelumnya

dengan mengatakan bahwa: kami dari tim perusahaan PT. IDK sudah melakukan

sosialisasi ke beberapa desa yang ada di sepanjang area produksi perusahaan. Berikut

cuplikan hasil wawancara:

''Kami sudah melakukan sosialisasi diberberapa desa yang wilayahnya


masuk dalam zona pengelolaan tambak garam, dari situ kami
mendapatkan gambaran keinginan dan keluhan dari warga sehingga kami
sikapi dengan adanya kegiatan CSR oleh perusahaan sebagai jawaban
atas keluhan warga tersebut''.

Dari beberapa informasi wawancara diatas, menggambarkan bahwa kegiatan

sosialisasi sudah dilakukan oleh perusahaan PT. IDK di beberapa titik (desa) yang

78
berada sepanjang area usaha perusahaan tersebut. Selain itu sudah ada kejelaasan atas

partisipasi perusahaan kepada warga sekitar melalui program CSR. Selanjutnya

peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk mengetahui kepastian kejadian

pertemuan/ soislisasi oleh perusahaan tersebut, dan hasil yang didapat adalah

berbentuk foto, seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4.2 Kegiatan sosialisasi PT.Inti Daya Kencana untuk Kecamatan Wewiku
didesa Badarai tanggal 15 Desember 2014

Sumber: Dokumentasi kegiatan sosialisasi PT. IDK. 2014

Kegiatan Sosialisasi oleh PT. IDK dengan warga desa sekitar, tidak hanya

memperkenalkan perusahaan, tujuan dan wilayah yang masuk dalam usaha

pengelolaan garam saja, namun juga tentang pertanggungjawaban perusahaan

terhadap warga sekitar yaitu melalui program CSR. Dalam program CSR oleh PT

79
IDK tersebut haruslah bisa sesuai dengan keinginan warga yang membutuhkan

sehingga tidak mubasir.

Dalam wawancara dengan informan Nomor 3 yang bernama Bernadus Taek

diketahui bahwa usulan dari warga desa harus melalui proposal yang diserahkan

kepada pihak perusahaan agar dapat ditindaklanjuti Berikut hasil waawancaranya:

''Setahu saya usulan warga tidak melalui perbincangan saja namun harus
berupa proposal yang diusulkan dan diserahkan kepada pihak
perusahaan, hal tersebut agar usulan tersebut bukan hanya atas dasar
keinginan dan kepentingan sesorang atau segelintir orang saja, namun
usulan tersebut merupakan kebutuhan banyak warga desa''.

Menurut pendapat Yansen Manek Selaku informan Nomor 4, sebelum

mengusulkan proposal kepada perusahaan, terlebih dahulu dilakukan pertemuan

antara warga desa yang membahas tentang kebutuhan pembangunan apa yang

membutuhkan campur tangan dari pihak perusahaan. Sehingga kegiatan

pembangunan yang diusulkan merupakan kesepakatan dari warga desa.

''Yang saya tahu, sebelum proposal itu diusulkan kepada pihak


perusahaan PT. IDK, terlebih dahulu warga desa harus melakukan
pertemuan, setelah ada kesepakatan tentang apa yanag ingin dibantu,
selanjutnya dituangkan dalam sebuah proposal dan diberikan kepada
pihak perusahaan. Hal tersebut agar kegiatan pembangunan yang
diusulkan merupakan hasil usulan dan kesepakatan antar warga desa''.

Petrus Seran Selaku informan Nomor 9 menjelaskan bahwa setelah proposal

usulan dari warga masuk ke perusahaan, kami sebagai tim dari PT. IDK akan

mempelajari dan melakukan survey lapangan atas dasar proposal tersebut, ini

dilakukan agar kami bisa mendapatkan kebenaran dan bentuk CSR yang tepat bagi

warga desa tersebut. Beikut hasil wawancara yang dilakukan:

80
''Jadi begini pak, proposal yang sudah diusulkan oleh warga desa,
selanjutnya kami pelajari dulu setelah itu kami melakukan survey ke desa
tersebut dan melihat dari dekat tentang situasi dan kondisi yang terjadi di
masyarakat sehingga kami bisa mendapatkan gambaran dan data yang
lebih akurat agar dalam merencanakan kegiatan tidak mubasir. Adapun
kegiatan yang tidak melalui proses proposal dari warga desa namun
inisiatif dari perusahaan yaitu penanam mangrove di pesisir pantai''.

Informasi yang diketahui dari hasil wawancara diatas adalah proposal yang

diusulkan merupakan usulan dan kesepakatan bersama warga desa yang selanjutya

akan dilakukan survey oleh tim dari PT. IDK untuk memastikan kebutuhan warga

tersebut dan apa yang harus dilakukan oleh PT. IDK sehingga bisa sesuai dengan

kebutuhan warga. Diketahui bahwa selama ini program CSR berbentuk bangunan, hal

tersebut agar dapat bertahan lama dan bisa dinikmati bersama dalam jangka waktu

lama. Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa, sebelum

melakukan kegiatan CSR, ada beberapa tahapan/ proses yang harus dilalui, antara lain

seperti digambarakan pada alur berikut:

Gambar 4.3 Alur usulan kegiatan CSR PT. IDK

Sumber: Diolah

81
Alur usulan proposal kegiatan dalam program CSR PT. IDK diatas

menunjukan bahwa adapun alur/ tahapan yang harus dilakukan dalam sebuah

kegiatan CSR dimulai dari adanya permasalahan/ isu dimasyarakat, selanjutnya

dilakukan pertemuan didesa oleh warga desa dan aparat desa untuk membahas

tentang maslaha terebut, selanjutnya kesepakatan antar warga dan aparat desa

dituangkan dalam sebuah proposal usulan dan diserahkan kepada pihak PT. IDK,

selanjutnya pihak IDK mempelajari dan melakukan survey agar mengetahui

kesesuaian antara usulan dan kenyataan dilapangan, apabila proposal tidak sesuai

dengan kenyataan maka proposal akan dikembalikan kepada pihak desa dan apabila

proposal tersebut sesuai dengan hasil survey maka akan ditindak lanjuti pada tahapan

dialog. Dialog dalam hal ini membicarakan tentang gambaran bangunan yang

diusulkan oleh warga, setelah ada kesepakatan bersama maka pihak perusahaan akan

melakukan perencanaan kegiatan pembangunan, setelah itu perusahaan akan

melakukan pembangunan tersebut. Dari penjelasan diatas maka selanjutnya akan

muncul pertanyaan mengapa CSR harus dilakukan oleh perusahaan.

CSR memang sangatlah penting dimana hal tersebut merupakan bentuk

perhatian perusahaan kepada warga sekitarnya, ungkap Agustinus Nahak Selaku

informan Nomor 1. Berikut uraian hasil wawancaranya:

''CSR yang sudah dilakukan oleh PT. IDK itu sangat penting karena
merupakan bentuk perhatian perusahaan kepada warga yang tinggal
disekitar perusahaan. CSR itu tujuannya untuk membantu dan menolong
warga yang sedang mengalami kesusahan''.

82
Hal yang sama disampaikan oleh Yohana Seuk Selaku informan Nomor 2,

beliau mengatakan bahwa CSR merupakan bentuk perhatian perusahaan kepada

masyarakat. Sehingga program seperti ini harus sering dilakukan karena sudah

banyak membantu kami warga.

''Menurut saya bahwa CSR selama ini merupakan bentuk perhatian


perusahaan IDK kepada kami warga yang tinggal disekitar perusahaan.
Ada baiknya kalau program CSR ini selalu dibuat agar kami bisa
terbantu''.

Kostantinus Nahak Selaku informan Nomor 8 mengatakan bahwa CSR

merupakan bentuk tanggungjawab dan perhatian perusahaan kepada warga sekitar

perusahaan, sehingga CSR ini selalu di lakukan agar sedikit bisa membantu warga,

berikut cuplikannya:

''Sebenarnya CSR itu bentuk tanggung jawab dan perhatian perusahaan


terhadap warga sekitar. Terdapat banyak kegiatan yang dapat dilakukan
dalam CSR tergantung dari apa yang dialami dan dibutuhkan oleh warga
sekitar perusahaan''.

Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa semua informan mengetahui dan

memahami tujuan dari program CSR dimana CSR merupakan bentuk tanggungjawab

dan perhatian perusahaan kepada warga sekitar perusahaan. Banyak bentuk kegiatan

yang bisa dilakukan lewat program CSR.

4.2.2 Efektifitas Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Tepat Sasaran

Dalam konteks ini, peneliti ingin melihat apakah CSR yang sudah dilakukan

oleh PT. Inti daya Kencana (IDK) sudah tepat sasarannya atau tidak. Tepat Sasaran,

yang dimaksud adalah bantuan dalam bentuk program Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana sesuai dengan permintaan atau keperluan

83
masyarakat atau hanya sekedar ada kegiatan saja dan diberikan kepada warga yang

tidak membutuhkannya. Usulan proposal yang diajukan oleh pihak desa berjumlah

cukup banyak sehingga Pembangunan tidaklah bisa dilakukan serempak, perlu

menentukan prioritas pembangunan yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

Proposal yang diserahkan oleh pihak desa kepada kami cukup memang

banyak, namun kami harus melakukan survey dan melihat proposal permintaan mana

yang harus diutamakan pembangunannya. Pernyataan tersebut disampaikan oleh

Petrus Seran Selaku informan Nomor 9:

''Kami pihak perusahaan IDK ini, sudah banyak menerima proposal


usulan bantuan dari masyarakat desa dan akan ditindaklanjuti melalui
program CSR, namun tidak semua proposal kami tindak lanjuti. Proposal
yang sudah kami terima tersebut nantinya akan kami pelajari dan
melakukan survey dilapangan dahulu. Sehingga kami bisa tahu proposal
mana yang harus diutamakan pembangunannya''.

Natalia Yohana Selaku informan Nomor 10 membenarkan proses penentuan

prioritas tersebut, beliau mengatakan yang menjadi prioritas adalah kebutuhan dari

desa-desa yang wilayahnya dipergunakan oleh perusahaan dalam mengelola tambak

garam dan selain itu usulan tersebut apakah masih bisa ditunda dahulu atau harus

diutamakan. Berikut hasil wawancara dengan informan tersebut:

''Memang kami sudah menerima banyak proposal usulan bantuan dari


masyarakat desa namun belum semua kami tindak lanjuti hal tersebut
karena kami memprioritaskan bantuan dalam program CSR kepada desa-
desa yang wilayahnya digunakan untuk pengelolaan garam, selain itu
juga kami melihat pada hasil survey yang dilakukan. Misalnya
pengerasan jalan di desa Rabasa Kecamatan Malaka Barat. Bantuan ini
diutamakan karena akses jalan sepanjang desa dalam kondisi rusak dan
susah untuk dilalui''.

84
Proposal permintaan dari warga desa memang sudah banyak kami terima

ungkap Putu Mahardika Selaku informan Nomor 11, lebih lanjut beliau

mengungkapkan kami selalu berkoordinasi denga OPD terkait yag berhuubungan

dengan pembangunan CSR langkah tersebut diambil agar sejalan dengan perencanaan

pembangunan daerah tapi tidak melupakan kepentingan warga desa.

''Kalau bisa dibilang, kami sudah menerima banyak sekali permohonan


bantuan dari warga desa namun kami tidak bisa langsung mengambil
keputusan untuk memberikan bantuan. Kami harus mempelajari terlebih
dahulu proposal tersebut, selanjtnya kami harus melakukan survey dan
berkoordinasi dengan OPD terkait agar searah dengan rencana
pembangunan daerah Malaka, ungkapnya''.

Dari uraian hasil wawancara diatas diketahui bahwa sudah banyak proposal

yang diserahkan kepada pihak perusahaan PT. IDK, namun semuanya itu harus

melalui proses dan alur serta sesuai dengan rencana pembangunan daerah Kabupaten

Malaka.

Dari hasil penelitian dengan menggunakan teknik dokumentasi, peneliti

menemukan bahwa selama jangka waktu dari tahun 2018 - 2020 sudah terdapat 34

proposal yang diusulkan oleh warga lewat program CSR, namun tidak semua

proposal langsung disetujui untuk dikerjakan oleh pihak perusahaan PT. IDK karena

masih banyak alur proses yang harus dilalui agar sebuah proses dapat disetujuui

untuk dikerjakan. Uraian lengkapnya terdapat pada table 4.2 berikut:

85
Tabel 4.2 jumlah usulan proposal menurut kecamatan
dari tahun 2018 - 2020
Tahun (Jumlah usulan proposal)
No Kecamatan Total
2018 2019 2020
1. Malaka Barat 5 7 4 16
2. Wewiku 4 6 5 15
3. Malaka Tengah 1 0 2 3
10 13 11 34
Sumber: hasil olahan peneliti, 2021

Dari data dalam table 4.2 diatas terlihat bahwa jumlah proposal yang sudah

diterima oleh PT. IDK sebanyak 34 proposal yang berasal dari 3 kecamatan yaitu

Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Malaka Tengah dan Kecamatan Wewiku.

Proposal yang sudah diberikan kepada pihak perusahaan selanjutnya akan dipelajari

dan ditindaklanjuti. Setelah ditindaklanjuti maka akan diketahui bahwa pembangunan

tersebut sudah tepat sasaran atau tidak.

CSR dari PT IDK selama ini sudah tepat sasaran saya berpendapat seperti itu

karena kami membutuhkan gedung PAUD buat anak-anak kami bersekolah, dan kami

diberikan PAUD oleh PT. IDK jelas Bernadus Taek Selaku informan Nomor 3.

''Kalau menurut saya bentuk CSR yang selama ini dilakukan oleh PT.
IDK sudah sesuai sasaran. Saya bilang begitu karena waktu itu kami
sangat membutuhkan sekolah PAUD untuk tempat sekolah anak-anak
kami dan kami diberikan PAUD oleh pihak PT. IDK, hal tersebut banyak
membantu kami karena akhirnya anak-anak kami sudah bisa menikmati
pendidikan saat mereka masih kecil dan kami pun tidak takut karena
jaraknya dekat dengan rumah''.

86
Yansen Manek Selaku informan Nomor 4 sependapat dengan penyataan

sebelumnya, beliau mengatakan bahwa selama program CSR dari PT. IDK sudah

cukup membantu karena selama ini takut menyekolahkan anak-anak yang masiih

kecil ke desa tetangga. Berikut cuplikan hasil wawaancaranya:

''Saya sependapat dengan apa yang sudah disampaikan oleh pak yansen.
Selama ini jujur kami para orang tua tidak berani menyekolahkan anak-
anak kami yang masiih kecil-kecil ini ke desa sebelah karena jaraknya
jauh dan tidak ada pengawasan dari kami karena kami sibuk bekerja di
sawah dan kebun, tapi sekarang kami sudah menyekolahkan mereka ke
PAUD yang sudah dibangun di desa kami melalui program CSR PT. IDK
itu, ungkapnya.

Petrus Seran Selaku informan Nomor 9 menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan

yang dijalankan dalam program CSR dari PT. IDK tersebut dilakukan atas dasar

permintaan dari warga dan melihat kondisi yang sedang dialami oleh warga.

''Selama ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam program CSR oleh


PT. IDK tersebut merupakan permintaan dari warga dan kami selalu
melakukan survey ke tempat-tempat yang memberikan permintaan,
apakah benar warga memerlukan bantuan tersebut ataukah hanya karena
keinginan seseorang saja, sehingga semua kegiatan yang sudah dilakukan
merupakan gabungan antara kebutuhan warga dan hasil survey dari PT.
IDK, kata Petrus Seran''.

Berdasar pada hasil wawancara diatas, selanjutnya peneliti mencoba mencari

tahu tentang Bentuk CSR yang sudah dilakukan oleh PT. IDK di Kabupaten Malaka

selama ini, dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada table 4.3 berikut ini:

87
Tabel 4.3 Bentuk CSR yang telah dilakukan oleh PT Inti Daya Kencana
di Kabupaten Malaka.
No Jenis CSR Biaya (Rp) Lokasi Volume Ket.
1 Gedung 275,000,00 Desa Rabasa Kecamatan 1 Unit Dibuat dengan Kayu
Paud 0 Malaka Barat Bayam dan Tenaga
Rabasa Kerja lokal
2 Gedung 205,000,00 Desa Weseben 1 Unit Tenaga Kerja Lokal
Paud 0 Kecamatan Wewiku
Weseben
3 Gedung 205,000,00 Desa Weoe Kecamatan 1 Unit Tenaga Kerja Lokal
Paud 0 Wewiku
Uluklubuk
4 Gedung 205,000,00 Desa Weoe Kecamatan 1 Unit Tenaga Kerja Lokal
Paud Weoe 0 Wewiku
5 Gedung 205,000,00 Desa Badarai 1 Unit Tenaga Kerja Lokal
Paud St. 0 Kecamatan Wewiku
Arnoldus
Jansen
6 Gedung 205,000,00 Desa Rabasa Haerain 1 Unit Tenaga Kerja Lokal
Paud 0 Kecamatan Malaka
Rabasa Barat
Haerain
7 Gedung 205,000,00 Desa Umatoos 1 Unit Tenaga Kerja Lokal
Paud 0 Kecamatan Malaka
Umatoos Barat
8 Gedung 205,000,00 Desa Fafoe Kecamatan 1 Unit Tenaga Kerja Lokal
Paud Fafoe 0 Malaka Barat
9 Perkerasan 600,000,00 Desa Rabasa Kecamatan 500 M Tenaga Kerja Lokal
Jalan 0 Malaka Barat
10 Penanaman 100,000.00 Desa Weoe, Weseben, 5000 Tenaga Kerja Lokal
Pohon 0 Desa Badarai Kcamatan Pohon
Magrove Wewiku dan desa
Rabasa, Rabasa Haerain,
Kecamatan Malaka
Barat, sepanjang pesisir
pantai lokasi PT IDK
  Total 2,310,100,000  
Sumber: Data CSR PT.IDK per bulan januari 2021

Dari data dalam table 4.3 diatas terlihat bahwa PT. IDK sudah mengeluarkan

anggaran sebesar Rp. 2,310,100,000,- guna membiayai 10 kegiatan CSR yang sudah

dilakukan di Kabupaten Malaka selama ini.

88
4.2.3 Efektifitas Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Tepat Waktu

Ketepatan waktu pemberian bantuan melalui program CSR sangat penting

karena apakah bantuan tersebut benar-benar dibutuhkan pada saat itu ataukah hanya

sebatas pada pemberian batuan secara formal saja. Tepat waktu, Dalam penelitian ini

adalah pemberian bantuan kepada masyarakat disaat masyarakat membutuhkan

bantuan tersebut.

Siprianus Manek Selaku informan Nomor 5 berpendapat bahwa kegiatan CSR

kurang tepat waktu, hal tersebut karena kegiatan yang dilakuka oleh PT. IDK melalui

program CSR berbentuk pembangunan bukan pemberian sembako atau uang tunai

yang langsung bisa dikelola dan dipergunakan pada saat itu juga. Berikut

penjelasnnya:

''Menurut saya program CSR kurang tepat waktu hal tersebut


dikarenakan kegiatan yang dilakukan oleh PT. IDK melalui program
CSR selama ini yait bentuknya pembangunan bukan sesuatu yang bisa
langsung dipergunakan pada saat itu juga, tapi sangat berguna bagi
kami''.

Tepat waktu berarti pada saat dibutuhkan bantuan itu langsung ada, namun

tidak dengan bentuk CSR dari PT. IDK, penyataan tersebut disampaikan oleh

Margaretha Fahik Selaku informan Nomor 6. Berikut uraian hasil wawancaranya:

''Begini pak, tepat waktu itu kan kalau kita butuh bantuan, bantuan itu pas
ada. tapi CSR dari PT. IDK ini beda, bantuan yang diberikan bias any
berbentuk bangunan atau kegiatan lainnya sehingga tidak bisa langsung
dinikmati sesuai dengan keperluan pada saat itu namun fungsinya
berkepanjangan karena tidak langsung habis dipakai''.

Hal serupa juga disampaikan oleh Natalia Yohana Selaku informan Nomor

10, beliau mengatakan bahwa program CSR dari PT. IDK selama ini tidak

89
memberikan bantuan berupa beras, uang atau bantuan yang bisa langsung dipakai dan

habis namun PT. IDK memberikan bantuan berupa gedung sehingga bisa dipakai

dalam jangka waktu lama. Berikut cuplikan hasil wawancaranya:

''Menurut saya juga memang selama ini program CSR dirasa tidak tepat
waktu hal terbut karena selama ini CSR dari PT. IDK berbentuk
pembangunan gedung hal tersebut agar bisa dipakai dalam jangka waktu
yang lama, kalau kami kasi bantuang uang, beras, mie pasti sudah habis
dan hanya bisa dipakai pada saat itu saja''.

4.2.4 Efektifitas Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Tercapainya

Tujuan

Dalam sub pokok ini, peneliti ingin melihat, meneliti dan mengetahui apakah

bentuk CSR yang telah dilakukan oleh PT. IDK sudah sesuai dengan tujuan dari

pemberian bantuan tersebut. Perubahan nyata, yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah perubahan yang terjadi dan terlihat serta dirasakan oleh penerima manfaat dari

program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Inti Daya Kencana.

CSR selama ini sudah mencapai tujuan karena apa yang dinginkan oleh

warga, itu yang dibangun oleh PT. IDK, ungkap Yohana Seuk Selaku informan

Nomor 2:

''Pelaksanaan CSR selama ini sudah mencapai tujuan karena apa yang
menjadi permintaan dari warga akan dibangun oleh PT. IDK namun
berupa bangunan atau kegiatan saja''.

Tujuan CSR itu untuk membantu warga sekitar perusahaan PT. IDK sesuai

dengan permintaan dan kebutuhan mereka, sehingga menurut saya tujuan CSR

terebut sudah tercapai. Penyataan tersebut disampaikan oleh Agustina Seran Selaku

informan Nomor 7. Berikut cuplikannya:

90
''Sebenarnya tujuan CSR itu kan membantu warga sekitar perusahaan
sesuai dengan permintaan dan kebutuhan mereka, jadi menurut saya
tujuannya sudah tercapai karena bangunan yang dibangun adalah
keinginan warga selama ini agar anak mereka bisa bersekolah dan
hasilnya sekarang anak-anak kecil sudah bersekolah di PAUD yang
dibangun oleh PT. IDK tersebut''.

Tujuan dari pembangunan yang dilakukan oleh PT. IDK melalui program

CSR sudah mencapai tujuan. Hal tersebut karena tujuan dari CSR adalah gambaran

keinginan dari warga sekitar PT. IDK itu sendiri, ungkap informan Nomor 9 Petrus

Seran.

''Saya rasa tujuan dari pembangunan yang sudah dilakukan oleh PT. IDK
melalui program CSR sudah mencapai tujuan, hal tersebut karena apa
yang telah dibangun oleh PT. IDK melalui program CSR merupakan
keinginan, harapan dari warga sekitar perusahaan dan hal tersebut
merupakan tujuan dari pembangunan tersebut''.

4.2.5 Efektifitas Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Perubahan Nyata

Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui tentang perubahan nyata yang terjadi

di masyarakat setelah menerima bantuan dari program CSR PT. IDK. Perubahan

nyata, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan yang terjadi dan terlihat

serta dirasakan oleh penerima manfaat dari program Corporate Social Responsibility

(CSR) PT Inti Daya Kencana.

Perubahan yang terjadi dengan adanya kegiatan CSR tersebut bisa dibilang

ada banyak. Perubahan tersebut bisa dilihat dari anak-anak kecil yang mulai banyak

yang mengikuti sekolah di PAUD tersebut, ungkap Yansen Manek Selaku informan

Nomor 4:

''Dengan adanya pembangunan PAUD di desa ini, banyak perubahan


yang terjadi antara lain: sudah banyak anak-anak yang berumur 4 sampai

91
6 tahun yang ikut bersekolah di PAUD ini. Selain itu juga banyak anak-
anak yang menghabiskan waktunya untuk belajar bersama di PAUD dan
orang tua juga sudah tidak kuatir lagi saat anak mereka mulai
bersekolah''.

Margaretha Fahik Selaku informan Nomor 6 mengatakan perubahan yang

nyata terjadi dimasyarakat setelah adanya pembangunan PAUD oleh PT. IDK adalah

minat anak-anak untuk bersekolah, berkumpul dan bermain bersama semakin

meningkat, hal tersebut bisa kita lihat darri jumlah siswa/I pada PAUD tersebut sudah

berjumlah 36 orang anak yang berumur 4 sampai 6 tahun''.

''Perubahan nyata yang terjadi setelah adanya PAUD adalah semakin


banyak anak-anak yang berkisar umur 4 sampai 6 tahun sudah banyak
yang mulai mengikuti proses belajar di PAUD tersebut. PAUD itu kan
untuk anak kecil bersekolah jadi sekarang tiap pagi pasti anak-anak kecil
itu sudah ramai ke PAUD untung belajar, bermain dan berkumpul dengan
teman-teman mereka''.

Memang ada perubahan nyata yang terjadi dimasyarakat setelah adanya

program CSR di daerah tersebut. Hal tersebut karena kami hanya membangun apa

yang dinginkan oleh warga sesuai dengan kebutuhan warga dalam jangka waktu

pemakian yang lama sehingga akan bertahan lama dan perubahan pun bisa kita lihat.

Pernyataan tersebut dikatakan oleh Natalia Yohana Selaku informan Nomor 10.

Berikut cuplikan hasil wawancaranya:

''Selama ini kehadiran CSR selalu membawa perubahan yang nyata, hal
tersebut dikarenakan kegiatan CSR berbentuk pembangunan yang sesuai
dengan permintaa, keinginan dan kebutuhan warga sehingga akan
bertahan lama dan kita bisa lihat perubahan tersebut''.

92
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Dari hasil uraian wawancara diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Semua Informan memahami program CSR yang dilakukan oleh PT. IDK

2. Disebut tepat sasaran apabila kegiatan CSR diberikan kepada warga yang

membutuhkan. Dalam tahapan ini, hampir semua informan berpendapat

bahwa program CSR dari PT. IDk tepat sasaran..

3. Ketepatan waktu, apabila bantuan yang diberikan bertepatan dengan waktu

saat memerlukan. Dalam tahap ini beberapa informan mengatakan bahwa

bantuan CSR tidak tepat waktu karena bangunan yang dibangun

membutuhkan waktu yang agak lama sehingga tidak langsung jadi, ada dan

langsung dipakai karena masih butuh proses.

4. Dalam tahapan tercapainya tujuan, hampir semua informan sepakat bahwa

tujuan dari pembangunan CSR sudah tercapai.

5. Semua informan berpendapat bahwa terjadi perubahan yang nyata di

masyarakat dengan adanya pembangunan melalui program CSR oleh PT.

IDK

93
5.2. SARAN

Adapun saran yang bisa disampaikan oleh peneliti antara lain:

1. Kegiatan CSR harus sering dilakukan kepada masyarakat sebagai upaya

pertanggungjawaban perusahaan kepada warga sekitar perusahaan.

2. Bentuk CSR tidak hanya bangunan tapi juga bantuan sembako dan lain

sebagainya agar bisa langsung dipergunakan pada saat itu juga.

94
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia dkk, 2015. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility


Terhadap Kinerja Keuangan Dan Nilai Perusahaan (Studi Komparatif pada
Perusahaan Multinasional yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa
Malaysia Tahun 2012-2015), Malang: Universitas Brawijaya
Asy’ari , Hasan, 2009, Implementasi Corporate Social Responsibility Sebagai Modal
Sosial pada PT Newmont, Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang
Ardianto, Elvinaro. 2011. Public Relations pengantar Komprehensif. Bandung:
Simbiosa Prratama Media
Ardianto, Elvinaro dan Soemirat, Soleh. 2004. Dasar-Dasar Public Relations. Cetakan
Ketiga. Bandung: Remaja Rosdakarya
Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Timur. 2016. Kecamatan Nuha Dalam Angka
2016.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Timur. 2016. Kecamatan Towuti Dalam
Angka 2016
Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Timur. 2016. Kecamatan Wasuponda Dalam
Angka 2016
Bachrudin, Achmad., Harapan L Tobing. 2003. Analisis Data Untuk Penelitian
Survai. Bandung : Fakultas Mipa Universitas Padjajaran Bambang dan Melia.
2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia.
Edisi Pertama. Bandung: Rekayasa Sains.
Bollen KA., 1989, Structural Equation With Laten Variables, New York (US), John
Willey & Son. Dowling, Grahamme, 2002. Creating Corporate: Reputations,
Identity, Image and Performance. Oxford University: Press Inc. Ferdinand, A.
Structural Equation Modelling dalam Penelitian Management, Aplikasi
Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis S-2 dan Desertasi S-3.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002
Hair, Joseph, E.J.R Anderson Ralph E, Tathan Ronald L, dan Black William C, 1998.
Multivariate Data Analysis. 5th Edition. New Jersey : Prentice Hall, Inc.
Haerana, Hardiyanti., Parawansa, Dian AS. dan Umar, Fauziah. 2015. Pengaruh
Corporate Social Responsibility Terhadap Pengembangan Masyarakat di
Timika Papua, Jurnal Analisis Desember 2015, Vol.4 No 2:116-122
Juwita, V Retno, 2006, Membangun Citra Perusahaan Melalui Program Desaku
Hijau : Studi Pada PT HM Sampoerna di Pekalongan. Tesis Program Studi
Magister Managejemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro,
Semarang.
Jefkins, Frank., 1992. Public Relations, Jakarta : Erlangga.
Kartasasmita, Ginanjar 1995. Pemberdayaan Masyarakat Sebuah Tinjauan
Administrasi, Pidato Pengakuan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Administrasi
Pada Fakultas Ilmu Administrasi. Malang: Universitas Brawijaya

95
Kartini, Dwi. 2009. Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep
Sustainability Management Dan Implementasi Di Indonesia, Bandung :
Refika Aditama
Kotler, P., 2000, Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium, Jakarta,
Renhalindo. Kusnendi, (2008), Model-Model Persamaan Struktural , Bandung:
Alfabeta.
Mardikanto, Totok. 2014.Corporate Social Responsibility (Tanggungjawab Sosial
Korporasi), Bandung, Alfabeta
Merlin dan Ismaeni Fahrul, 2013, Analisis Pengaruh Program Corporate Social
Responsibility Pt Chevron Geothermal Salak Terhadap Reputasi Perusahaan
Menurut Pandangan Masyarakat Sekitar Daerah Operasi, Jakarta : Universitas
Indonesia Metafurry,
Wulan, 2016, Peran Community Development perusahaan Batubara Dalam
Perekonomian Wilayah : Studi Kasus Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan
Selatan, Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nur Indah Sari, Novi dkk., 2014, Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)
Terhadap Citra : Survey Pada Masyarakat Yang Bekerja Di Pabrik Gula
Kebon Agung, Malang : Universitas Brawijaya
Nurjannah, Salam Noor Efni, Awza Rusmadi. 2013. Pengelolaan Corporate Social
Responsibility (CSR) Dalam Membangun Citra Perusahaan. Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol 2 No 2 September 2013 Hlm 1-82
Nurmiyati., 2009, Analisis Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, dan romosi
Penjualan terhadap Citra Perusahaan , CV Aneka Ilmu Cabang Cirebon, Tesis,
Universitas Diponegoro Semarang.
Pratama P, Ringga V., 2011, Pengaruh Program Corporate Social Responsibility
Terhadap Citra PT. Pertamina (Persero) (Survei terhadap Program Bank
Sampah Kelurahan Kapuk Muara RW 05), Jakarta : Universitas Bina
Nusantara
Prayogo, Dody. 2011. Evaluasi program corporate Social Responsibility dan
Community Development pada industry tambang dan migas, Makara, Sosial
Humaniora Vol. 15, No 1. Juli 2011:43-58
Prayogo, Dody. 2013. Measuring Corporate Social Responsibility for Local
Communities in Mining, Oil and Gas Industries, The Case of Indonesia.
Journal of Economics and Sustainable Development, Vol.4 No.1
Prayogo, Dody dan Hillarius, Yosep. 2012. Efektifitas Program CSR/CD dalam
Pengentasan Kemiskinan : Studi Peran Perusahaan Geotermal di Jawa Barat.
Jurnal Sosiologi Masyarakat, Vol 17, No 1 Januari 2012:1-22
Suranta, Sri, 2007. Analisis Pengaruh Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban
Sosial (Corporate Social Reponsibility) terhadap Firm Value pada Perusahaan
Manufaktur di Indonesia,Surakarta : UNS
Sutojo, Siswanto, 2004. Membangun Citra Perusahaan, Jakarta : Damar Mulia
Pustaka

96
Theresia A dkk., 2015. Pembangunan Berbasis Masyarakat-Acuan bagi praktisi,
akademis dan pemerhati pengembangan masyarakat, Bandung, Alfabeta
Tjokrowinoto Moeljarto, , 1996, Pembangunan Dilema Dan Tantangan, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar
Ulum, Bahrul dkk., 2014, Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Citra
(survei pada Warga Sekitar PT. Sasa Inti Gending Probolinggo), Malang :
Universitas Brawijaya
Untung, Budi. 2014.CSR Dalam Dunia Bisnis, Yogyakarta, Andi Offset Untung,
Hendrik Budi. 2008. Corporate Social Responsibility, Jakarta: Sinar Grafika Weston,
R. & Gore Jr., P.A., 2006, A Brief Guide To Structural Equation Modeling,
The Counselling Psychologist, 34:719 World Bussiness Council for
Sustainable Development (WBSBC), 2000, Corporate Social Responsibility :
Making Good Bussiness Sense, CH-1231 ConchesGeneva , Switzerland
Wibisono,
Yusuf. 2007. Membedah konsep dan aplikasi Corporate Social Responsibility, Fasco
Publishing
Widjaja, HAW. 2003, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli Bulat dan Utuh.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wijanto, SH., 2008, Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8, Jakarta :
Graha Ilmu Yaskun, Mohammad & Cahyono,
Puguh. 2016, Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR)
Terhadap Citra Perusahaan : Studi Kasus Pada PT Semen Indonesia (Persero),
tbk, Lamongan : Universitas Islam Lamongan
Yusrilianda, Angga & Yulianti AL. 2013, Mengukur Pengaruh Program CSR
Terhadap Citra Perusahaan Bank BJB, Bandung: Universitas Telkom

Peraturan dan Undang-undang


Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2012 Tentang Tanggungjawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas
Pasal 74 UUPT juga diatur di dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (UUPM)
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan

97
Kuisioner Penelitian
EFEKTIFITAS CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
PT. INTI DAYA KENCANA DI KABUPATEN MALAKA
Oleh: Wilhelmus Lutan

Nama :
Organisasi :
Informan No. :

1. Pemahaman Program

1.1 Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana bentuk sosialisasi CSR kepada warga

sekitar perusahaan?

1.2 Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana caara mengetahui bentuk CSR yang tepat

disuatu tempat?

2. Tepat Sasaran

2.1 Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana menentukan prioritas pembangunan CSR?

2.2 Menurut Bapak/Ibu,Bagaimana peran dari masyarakat dalam program CSR?

3. Tepat Waktu

3.1 Menurut Bapak/Ibu, bagaimana cara menentukan waktu pembangunan CSR

yang tepat?

4. Tercapainya Tujuan

4.1 Menurut Bapak/Ibu, bagaimana menentukan tujuan dari pembangunan

dalam program CSR di setiap desa?


4.2 Menurut Bapak/Ibu, bagaimana cara mengetahui sejauh mana pencapaian

tujuan yang sedang terjadi?

5. Perubahan Nyata

5.1 Menurut Bapak/Ibu, perubahan apa yang terjadi dimasyarakat dengan

adanya pembangunan dalam program CSR?

5.2 Menurut Bapak/Ibu, apa manfaat lain yang diperoleh dari pembangunan

dalam program CSR?


INFORMAN PENELITIAN

I. PENERIMA MANFAAT

1. Agustinus Nahak Selaku informan Nomor 1

2. Yohana Seuk Selaku informan Nomor 2

3. Bernadus Taek Selaku informan Nomor 3

4. Yansen Manek Selaku informan Nomor 4

5. Siprianus Manek Selaku informan Nomor 5

6. Margaretha Fahik Selaku informan Nomor 6

7. Agustina Seran Selaku informan Nomor 7

II. PERUSAHAAN

8. Kostantinus Nahak Selaku informan Nomor 8

9. Petrus Seran Selaku informan Nomor 9

10. Natalia Yohana Selaku informan Nomor 10

11. Putu Mahardika Selaku informan Nomor 11


FOTO PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai