Anda di halaman 1dari 29

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN ETIKA DALAM

MANAJEMEN STRATEGIS

Oleh Kelompok II:

EVI WULANDARI (1811070099)

MUHAMMAD NURDIN (1811070101)

HARI BUDI UTOMO (1811070111)

NURCHOLIS HIDAYANTO / (1811070155)

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan

kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “TANGGUNG

JAWAB SOSIAL DAN ETIKA DALAM MANAJAEMEN STRATEGIS” secara tepat

waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi

Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi

dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik. Kami

berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas

dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga dengan

seluruh kerendahan hati kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat

membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, 23 Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................... 1
DAFTAR ISI........................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 3
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 3
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................. 5
2.1 Tanggung Jawab Sosial Para Pengambil Keputusan Strategis. 5
2.2 Etika Pengambil Keputusan...................................................... 15
2.3 Pengaruh Etika/Norma Moral Atas Manajer............................ 22
2.4 Studi Kasus PT Gold Coin Specialities ................................... 23
BAB III SIMPULAN......................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ……………………….................................... 28

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Tanggung Jawab Sosial (Social Responbility) merupakan Etika mempengaruhi perilaku

pribadi di lingkungan kerja atau suatu usaha bisnis untuk menyeimbangi komitmennya

terhadap kelompok dan individu dalam lingkungannya. Contohnya adalah : bertanggung

jawab terhadap investor, untuk memaksimalkan profit, karyawan, konsumen, dan bisnis

lainnya. Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)

dapat didefinisikan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal

perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan,

norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial

lainnya.

Selain definisi diatas masih ada definisi lain mengenai CSR yakni Komitmen

perusahaan dalam pengembangan ekonomi yang berkesinambungan dalam kaitannya dengan

karyawan beserta keluarganya, masyarakat sekitar dan masyarakat luas pada umumnya,

dengan tujuan peningkatan kualitas hidup mereka (WBCSD, 2002).

Sedangkan menurut Commission of The European Communities, 2001, mendefinisikan

CSR sebagai aktifitas yang berhubungan dengan kebijakan- kebijakan perusahaan untuk

mengintegrasikan penekanan pada bidang sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka

dan interaksi dengan stakeholder .

Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi tuntutan tak terelakan seiring dengan

bermunculannya tuntutan komuniats terhadap korporat. Korporat sadar bahwa

keberhasilannya dalam mencapai tujuan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal

melainkan juga oleh komuniats yang berada di sekelilingnya. Ini artinya, telah terjadi

pergeseran hubungan antara korporat dan komunitas (stakeholders). Korporat yang semula

3
memposisikan diri sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity dan phylantrophy, kini

memposisikan komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan eksistensi

korporat.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh korporat untuk menjalin hubungan

kemitraan yang baik dengan komunitas adalah melalui program Community Relations (CR).

CR merupakan peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas

melalui berbagai upaya untuk kemashlahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CR

juga merupakan cara berinteraksi dengan berbagai publik yang saling terkait dengan operasi

organisasi. Selain CR, juga dikenal adanya program Community Development (CD). CD

adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang diselenggarakan secara sistematis,

terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial,

ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebagaimana dijelaskan pada latar belakang diatas, penulis

akan mengkaji beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh pengambil keputusan?

2. Bagaimana etika pengambil keputusan dalam berbisnis?

3. Bagaiamana hubungan interaktif dalam tanggung jawab sosial dan etika dalam

manajemen stategis?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Menjelaskan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh pengambil keputusan.

2. Menjelaskan etika pengambil keputusan dalam berbisnis

3. Menjelaskan hubungan interaktif dalam tanggung jawab sosial dan etika dalam

manajemen stategis.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tanggung Jawab Sosial Para Pengambil Keputusan Strategis

a.   Pengertian Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan (Decision Making) melukiskan proses pemilihan suatu arah

tindakan sebagai cara untuk memecahkan suatu masalah tertentu.

Tipe-Tipe Keputusan Manajerial:

 Keputusan terprogram  (programmed decisions) adalah merupakan keputusan yang

diambil berdasarkan kebiasaan, peraturan, atau prosedur tertentu. Keputusan terprogram

digunakan untuk mengatasi masalah yang rumit maupun yang sepele. Bila suatu masalah

terjadi lagi dan jika unsur komponennya dapat ditentukan, diramalkan atau dianalisis,

maka masalah tersebut dapat dipecahkan dengan pengambilan keputusan terprogram.

 Keputusan tidak terprogram (nonprogrammed decisions) adalah keputusan untuk

memecahkan masalah yang luar biasa atau masalah istimewa. Jika suatu masalah jarang

sekali muncul sehingga tidak tercakup oleh suatu kebijakan atau sedemikian penting

sehingga memerlukan perlakuan khusus, maka masalah tersebut harus ditangani dengan

suatu keputusan tidak terprogram. Kalau seseorang berada pada posisi yang lebih tinggi

dalam heirarkhi organisasi, kemampuan untuk mengambil keputusan tidak terprogram

menjadi lebih penting karena secara progresif lebih banyak keputusan tidak terprogram

yang diambil. Karena alasan tersebut, kebanyakan program pengembangan manajemen

berusaha meningkatkan kemampuan manajer untuk mengambil keputusan tidak

terprogram, biasanya dengan mengajar mereka menganalisis masalah secara sistematik

dan membuat keputusan yang nalar.

5
b.   Tanggung Jawab Perusahaan Bisnis

Dari sudut pandang strategis, suatu perusahaan bisnis perlu mempertimbangkan

tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat di mana bisnis menjadi bagiannya. Sejarah bisnis

dan masyarakat secara jelas menunjukkan bahwa ketika bisnis mengabaikan tanggung

jawabnya terhadap stakeholder, masyarakat cenderung menanggapi melalui pemerintah untuk

membatasi otonomi bisnis. Organisasi bisnis harus mengenali semua tanggung jawab sosial

mereka jika mereka ingin mempunyai otonomi yang sangat penting pengaruhnya bagi

efektivitas dan efisiensi organisasi.

Pandangan Tradisional Friedman Mengenai Tanggung Jawab Bisnis

Alasan lain bagi praktik-praktik organisasi yang menimbulkan pertanyaan adalah

perbedaan nilai antara manajemen puncak dan stakeholder kunci dalam lingkungan kerja.

Beberapa pelaku bisnis percaya bahwa maksimimasi keuntungan adalah tujuan utama

perusahaan mereka, sementara perhatian terhadap kepentingan kelompok merupakan tujuan

penting lainnya, seperti merektut kelompok minoritas dan perempuan, atau keamanan dalam

lingkungan mereka.

Ekonom Milton Friedman, dalam sarannya untuk kembali ke konsep ekonomi laissez-

faire dengan sedikit aturan pemerintah, menolak konsep tanggung jawab sosial perusahaan.

Jika pelaku bisnis bertindak bertanggung jawab dengan memotong harga produk perusahaan

untuk mencegah inflasi, menyediakan biaya untuk menanggulangi polusi, atau merekrut

pengangguran, maka orang itu, menurut Friedman, menghabiskan uang pemegang saham

bagi kepentingan masyarakat umum. Bahkan dengan ijin dari para pemegang saham atau

dukungan untuk melakukan hal tersebut, pelaku bisnis masih bertindak berdasarkan motif-

motif lain selain motif ekonomi, dan pada jangka panjang, akan merusak masyarakat yang

hendak ditolong oleh perusahaan. Dengan mengambil beban biaya sosial, bisnis menjadi

kurang efisien; baik harga meningkat untuk membayar kenaikan biaya, atau melakukan

6
investasi pada aktiftas-aktifitas baru, usaha penelitian, pabrik dan peralatan menjadi tertunda.

Hal tersebut berpengaruh negatif-mungkin bahkan fatal-terhadap efisiensi jangka panjang

bisnis. Friedmen menganggap tanggung jawab sosial suatu bisnis sebagai "doktrin untuk

menggulingkan pemerintahan secara mendasar" dan menyatakan bahwa "hanya ada satu

tanggung jawab sosial bisnis- menggunakan sumber daya dan terlibat dalam aktifitas yang

dirancang untuk meningkatkan keuntungan bisnis sepanjang hal tersebut berada dalam aturan

main, yang dapat dikatakan, terlibat dalam persaingan terbuka dan bebas tanpa kejahatan

penipuan".

Friedman yang mendukung perusahaan bebas di puji dan sekaligus di kritik. Pelaku

bisnis cenderung setuju dengan Friedman karena pandangannya sesuai tidak hanya dengan

kepentingan pelaku bisnis , tetapi juga dengan hirarki nilai-nilai mereka. Hal tersebut jelas

sesuai dengan alasan yang di berikan oleh CEO Stride Rite untuk memindahkan produksi ke

luar kota.

Secara keseluruhan, pelaku bisnis tampaknya memperhatikan kebutuhan sebagai

stakeholder, tetapi membatasi tanggung jawab sosial mereka pada hal-hal yang secara jelas

akan memanfaatkan perusahaan dalam hal peningkatan penjualan,pengurangan biaya , atau

pengurangan aturan pemerintah.Pandangan yang sempit mengenai tanggung jawab sosial

terhadap masyarakat perupakan akibat konflik antara korporasi bisnis dan stakeholder

tertentu dalam lingkungan kerjanya.

Empat Tanggung Jawab Sosial Menurut Carroll

Carroll menyatakan bahwa manajer organisasi bisnis memiliki empat tanggung

jawab  yaitu ekonomi, hukum, etika dan kebebasan memilih (discretionary), yang

ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

7
Keempat tanggung jawab menurut Carroll adalah sebagai berikut :

1.   Tanggung jawab ekonomi

Manajemen organisasi bisnis adalah memproduksi barang dan jasa yang bernilai bagi

masyarakat sehingga perusahaan dapat membayar kreditur dan pemegang saham.

2.   Tanggung jawab hukum

Ditentukan oleh pemerintah, dimana manajemen perusahaan diharapkan taat kepada

hukum.

3.   Tanggung jawab etika

Dari suatu manajemen organisasi adalah mengikuti keyakinan umum mengenai

bagaimana orang harus bertindak dalam suatu masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat pada

umumnya mengharapkan perusahaan bekerjasama dengan pegawai dan komunitas di dalam

membuat rencana pemecatan, bahkan sekalipun tidak ada hukum yang menuntut hal tersebut.

Orang-orang yang terpengaruh akan sangat putus asa jika manajemen organisasi tidak dapat

bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika yang berlaku secara umum. 

4.   Tanggung jawab kebebasan memilih

Sebaiknya kewajiban yang oleh perusahaan diasumsikan murni bersifat suka rela.

Sebagai contoh cinta sesama, kontribusi, pelatihan orang-orang yang tidak punya pekerjaan,

dan yang menyediakan pusat-pusat pemeliharaan. Perbedaan antara etika dan tanggung jawab

8
kebebasan memilih adalah beberapa orang berharap organisasi memenuhi tanggung jawab

kebebasan memilih, sedangkan banyak orang berharap organisasi memenuhi etika.

Dari keempat tanggung jawab tersebut, tanggung jawab ekonomi dan hukum dinilai

sebagai tanggung jawab dasar yang harus dimiliki perusahaan. Setelah tanggung jawab dasar

terpenuhi maka perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab sosialnya yakni dalam hal etika

dan kebebasan memilih.

Empat tanggung jawab dituliskan berdasarkan tingkat pentingnya. Perusahaan bisnis,

pertama-tama harus membuat keuntungan untuk memuaskan tanggung jawab ekonominya.

Agar dapat terus bertahan, perusahaan harus memenuhi hukum, dengan demikian ia

memenuhi tanggung jawab hukumnya. Setelah tanggung jawab dasar terpenuhi, perusahaan

harus berusaha memenuhi tanggung jawab sosialnya. Perusahaan kemudian dapat memenuhi

tanggung jawab etika dengan melakukan hal-hal yang bernilai tetapi tidak ada dalam hukum.

Setelah memenuhi tanggung jawab etika, perusahaan dapat menfokuskan diri pada tanggung

jawab kebebasan memilih -tindakan sukarela yang tidak dianggap penting oleh masyarakat.

Contoh tanggung jawab kebebasan memilih adalah proyek pilot Volkswagen untuk

merancang mobil untuk dirakit ulang dan didaur ulang.

Alasan-alasan untuk Menjadi Tanggung Jawab Secara Sosial

Argumen-argumen yang berkaitan dengan perilaku manjemen perusahaan bisnis

dalam hal tanggung jawab sosial dapat diringkas menjadi :

1. Moralitas : Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak yang

berkepentingan terutama terkait dengan nilai-nilai moral dan keagamaan yang dianggap

baik oleh masyarakat. Hal tersebut bersifat tanpa mengharapkan balas jasa.

2. Pemurnian Kepentingan Sendiri : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pihak-

pihak yang berkepentingan karena pertimbangan kompensasi. Perusahaan berharap akan

9
dihargai karena tindakan tanggung jawab mereka baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang.

3. Teori Investasi : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder karena

tindakan yang dilakukan akan  mencerminkan kinerja keuangan perusahaan.

4. Mempertahankan otonomi : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder

untuk menghindari campur tangan kelompok-kelompok yang ada didalam lingkungan

kerja dalam pengambilan keputusan manajemen.

c.   Berkelanjutan : Lebih dari Lingkungan

Sebagai suatu istilah, sustainabililty dapat mencakup lebih dari sekedar keprihatinan

ekologi dan lingkungan alam. Ekologi, yang menitikberatkan pada keseimbangan antara

manusia dan alam lingkunganya banyak dipengaruhui oleh proses produksi. Sebagai contoh

maraknya penebangan hutan sebagai bahan dasar industry perkayuan. Perburuan kulit ular

yang diperuntukan industri kerajinan kulit. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan

peledak maupun racun yang merusak alam sekitar.

Aktivitas bisnis terutama sektor industri, seringkali menimbulkan dampak lingkungan

yang negatif. Dalam berbagai proses produksi dihasilkan gas polutan atau limbah bentuk

padat dan cair. Dampak dari pelimbahan yakni merosotnya mutu lingkungan yang secara

langsung menyebabkan merosot pula mutu hidup masyarakat sekitarnya. Udara yang dihirup

menjadi tercemar. Selain itu, limbah banyak berupa racun yang dapat mengancam

kelangsungan hidup masyarakat.

Jika kasus pelimbahan dan polutan sudah tak terkendalikan lagi, maka sudah

menunjukkan terjadinya penyimpangan etika bisnis dan degredasi tanggungjawab sosial dari

pelaku-pelaku bisnis. Padahal biaya kompensasi untuk merehabilitasi lingkungan yang rusak

jauh lebih mahal, juga biaya itu hanya sebagian kecil saja yang ditanggung pelaku bisnis,

10
sebagian besar lainnya justru ditanggung oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, atau

subsidi dari pemerintah.

Ternyata, berbagai aktivitas bisnis memerlukan filosofi bisnis, yakni etika bisnis dan

tanggungjawab sosial, yang harus benar-benar di realisasikan, antara lain untuk meredam

terjadinya dampak internal atau eksternal yang negatif. Dengan diterapkannya etika bisnis

yang disertai tanggungjawab sosial, bisnis akan tumbuh dan berkembang karena terciptanya

iklim dan lingkungan yang kondusif. Bisnis dalam kondisi yang demikian diharapkan bisa

memacu terjadinya pemerataan.

Organisasi seperti Comptronix hidup dalam sosial dan etika. Mereka hidup karena

masyarakat atau karena segmennya membutuhkan produk atau jasa tertentu, dan mereka

dapat terus hidup secara relatif tidak terjadi pemeriksaan sepanjang mereka bertanggung

jawab terhadap tindakan mereka dan menyatakan perannya terhadap masyarakat yang lebih

luas. Oleh karena itu, manajemen harus terus-menerus peduli terhadap variabel-variabel dan

kekuatan-kekuatan dalam lingkungan kerja perusahaan dan lingkungan sosial yang lebih

besar.

d.   Perusahaan Stakeholders

Konsep bahwa bisnis harus bertanggung jawab secara sosial merupakan seruan dengan

pertanyaan "Bertanggung jawab kepada siapa?"

Lingkungan kerja meliputi sejumlah besar kelompok dengan berbagai kepentingan

dalam aktivitas organisasi bisnis. Kelompok itu disebut stakeholder karena mereka

mempunyai kepentingan langsung - mereka mempengaruhi atau dipengaruhi - dalam

pencapaian tujuan perusahaan. Apakah seharusnya perusahaan hanya bertanggung jawab

kepada kelompok tersebut, atau apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab yang sama

kepada mereka semua ?

11
Sebagaimana ditunjukkan dalam contoh Strike Rite, kecenderungan perusahaan bisnis di

Amerika Utara untuk memindahkan aktivitas pemanufakturannya ke negara-negara dengan

upah rendah, telah menciptakan kebencian, tidak hanya diantara anggota serikat tetapi juga

diantara karyawan dan stake holder bukan karyawan. Untuk memuaskan satu kelompok

orang katakanlah pemegam saham, manajemen akan menciptakan masalah dengan kelompok

kepentingan yang lain. Reaksi negatif akan semakin hebat khususnya jika ada operasi

perusahaan asing atau kontraktor yang menyalahgunaan pekerja, dan memberi upah  yang

tidak cukup untuk kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupan.

Semakin banyak kritik ditujukan terhadap peningkatan kekayaan pemegang saham

sebagai tujuan utama aktivitas bisnis. Dalam bukunya Tyranny of Bottom Line: Holding

Corporations Accountable, Ralp Estes menunjukkan bahwa selain pemegang saham, ada

banyak pihak yang melakukan investasi besar dalam suatu bisnis. Para investor tersebut

adalah pekerja, pelanggan, dan para pembayar pajak komunitas yang mendukung perusahaan.

Estes mengatakan "investor yang terlupakan itu disebut stakeholder, dan mereka memiliki

utang secara akuntansikarena mereka  melakukan investasi yang sangat besar dengan

memberikan sumber daya yang bernilai, yang tidak hanya berupa uang, tetapi juga pekerjaan

mereka, karir, dan kadang-kadang hidup mereka kepada perusahaan.

Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder (analisis pemangku kepentingan)  adalah identifikasi dan evaluasi

perusahaan stakeholder, ini dapat dilakukan dalam proses tiga langkah yaitu :

 Langkah pertama dalam analisis pemangku kepentingan adalah mengidentifikasi

stakeholder utama, mereka yang memiliki hubungan langsung dengan perusahaan dan

yang memiliki daya tawar yang cukup untuk secara langsung mempengaruhi kegiatan

perusahaan. Stakeholder utama secara langsung dipengaruhi oleh korporasi dan biasanya

termasuk pelanggan, karyawan, pemasok, stakeholder, dan kreditur. Aspek sosial dari

12
tanggung jawab sosial ini terkait dengan stakeholder  korporat yaitu pemerintah, NGO

dan organisasi sejenis, konsumen beserta keluarga, karyawan dan keluarga, investor,

rekan bisnis, dan komunitas lokal. Stakeholder tersebut mengharapkan korporat

bertindak penuh tanggung jawab (membawa keuntungan bagi mereka) dan masyarakat

luas pada umumnya. Jika harapan tersebut tidak terwujud, dapat saja stakeholders

melakukan tindakan yang dapat mengancam kesuksesan korporat dalam menjalankan

operasi/bisnisnya.

 Langkah kedua,  dalam analisis stakeholder adalah mengidentifikasi stakeholder

sekunder - mereka yang hanya memiliki saham tidak langsung pada perusahaan tetapi

juga dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan. Ini biasanya termasuk lembaga swadaya

masyarakat (LSM seperti Greenpeace), aktivis, masyarakat lokal, asosiasi perdagangan,

pesaing, dan pemerintah. Karena hubungan korporasi dengan masing-masing stakeholder

biasanya tidak termasuk dalam setiap perjanjian tertulis atau lisan, ada ruang untuk

kesalahpahaman. Seperti dalam kasus LSM dan aktivis, sebenarnya bisa ada hubungan

tetapi tidak sampai masalahnya berkembang- biasanya dibesarkan oleh stakeholder.

Dalam melakukan kegiatan, stakeholder tidak mempengaruhi kemampuan perusahaan

untuk memenuhi responsibilitas ekonomi atau hukum. Selain dari pesaing, stakeholder

sekunder biasanya tidak dipantau oleh perusahaan dalam mode sistematis. Sebagai

hasilnya, hubungan biasanya didasarkan pada seperangkat asumsi yang perlu

dipertanyakan tentang kebutuhan masing-masing dan keinginan. Meskipun stakeholder

mungkin tidak secara langsung mempengaruhi profitabilitas jangka pendek perusahaan,

tindakan mereka bisa menentukan reputasi sebuah perusahaan dan dengan demikian

perusahaan memerlukan kinerja jangka panjang.

 Langkah ketiga, dalam analisis stakeholder adalah untuk memperkirakan efek pada

setiap kelompok stakeholder dari setiap keputusan strategis tertentu. Karena kriteria

13
keputusan utama biasanya ekonomi, ini titik di mana pemangku kepentingan sekunder

mungkin diabaikan atau diabaikan sebagai tidak penting. Untuk sebuah perusahaan untuk

memenuhi tanggung jawabnya etis atau discretionary, serius harus mempertimbangkan

kebutuhan dan keinginan pemangku kepentingan sekunder dalam setiap keputusan

strategis. Sebagai contoh, berapa banyak kelompok stakeholder tertentu akan kehilangan

atau mendapatkan? apa alternatif lain yang mereka miliki untuk menggantikan apa yang

mungkin hilang.

e. Masukan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)

Perusahaan berdiri dan berkembang di dalam masyarakat tentunya dalam perkembangan

tersebut tidak hanya mulus dan tanpa adanya masalah dalam keseharian berjalannya

perusahaan. Terkadang timbul tekanan-tekanan baik dari luar perusahaan ataupun dari dalam

perusahaan. Tekanan ini sifatnya tidak selalu buruk, terkadang tekanan justru memberikan

peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dan membesarkan perusahaan.

Argumen bahwa perusahaan menempatkan kepentingan stakeholder diatas kepentingan

shareholder bisa jadi benar, asalkan definisi dari stakeholder juga jelas. Sebenarnya

pemegang saham adalah bagian dari stakeholder, bukan sesuatu yang terpisah. Namun

shareholder adalah pemangku kepentingan utama. Karena apa? Karena pemegang saham

menanamkan modalnya dalam perusahaan dimana sekaligus juga menanggung risiko

kehilangan modalnya. Sedangkan pemangku kepentingan lainnya, tidak secara langsung

memiliki keterkaitan dalam penyertaan modal perusahaan.

Stakeholder Value Perspective mengutamakan tanggung jawab di atas profitabilitas dan

melihat organisasi terutama sebagai koalisi untuk melayani semua pihak yang terlibat.

Pendukung Stakeholder Value percaya bahwa sukses suatu organisasi seharusnya diukur

dengan kepuasan diantara seluruh stakeholder dan melihat manajemen stakeholder sebagai

14
alat dan tujuan. Mereka percaya bahwa tanggungjawab sosial (social responsibility) adalah

urusan perusahaan dan klaim masyarakat paling baik dilayani dengan mengejar kepentingan

bersama dengan intensi meningkatkan kekayaan bersama. Pendukung perspektif ini menolak

memberi pemegang saham klaim moral yang lebih tinggi pada organisasi daripada pemberi

sumberdaya lainnya. Mengakui klaim moral oleh stakeholder lainnya (selain pemegang

saham) berarti memasukkan nilai selain nilai keuangan ke dalam spektrum apa yang harus

dikejar oleh organisasi.

Manajemen stakeholder bukan hanya instrumental dalam menciptakan nilai bagi

pemegang saham, namun normatif. Karena memiliki karyawan yang bermotivasi tinggi dan

membina kepercayaan tinggi dari seluruh pihak yang berhubungan dengan perusahaan,

mengejar kepentingan bersama dari seluruh stakeholder tidak hanya lebih adil, namun juga

memaksimalkan kekayaan masyarakat (social wealth).

2.2 Etika Pengambil Keputusan

Etika  berhubungan dengan nilai-nilai internal  yang merupakan bagian dari budaya

perusahaan dan membentuk keputusan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial  yang

berhubungan dengan  lingkungan eksternal.  Praktek bisnis yang etis atau tidak etis  biasanya

mencerminkan nilai-nilai, sikap, keyakinan dan pola  perilaku dari budaya organisasi, maka

etika adalah masalah organisasi sekaligus masalah pribadi.

Hampir semua dilema etika melibatkan suatu konflik antara kebutuhan sebagian dan

keseluruhan - individu versus organisasi, organisasi versus masyarakat.  Contoh, haruskah

sebuah perusahaan menerapkan pengujian alkohol dan obat-obat terlarang untuk para

karyawan yang dapat memberikan manfaat bagi organisasi, tetapi mengurangi kebebesan

individu karyawan.

15
Mengembangkan kode etik merupakan cara yang bermanfaat untuk mempromosikan

perilaku etis. Sekitar separuh dari perusahaan di AS sekarang menggunakan kode etik.

Sebagian besar manajer setuju bahwa kode etik perusahaan dan pelatihan mengenai etika

akan membantu mereka memahami isu-isu etika dan mengarahkan aktivitas keseharian

mereka.

a.  Beberapa Alasan untuk Perilaku Tidak Etis

Beberapa perusahaan menggunakan tindakan-tindakan yang dipertanyakan, tindakan

tidak etis atau tidak legal. Mereka menyatakan sisi gelap pembuatan keputusan perusahaan

dan mendukung pihak-pihak yang menyukai peraturan-peraturan pemerintah, dan kurang

menghargai otonomi bisnis. Tanpa ragu, manajemen puncak dari beberapa perusahaan

membuat keputusan yang lebih menekankan pada keuntungan jangka pendek atau

keuntungan pribadi, daripada usaha untuk menjalin hubungan jangka panjang pemerintah,

masyarakat lokal, pemasok, pelanggang dan pekerja. Selama tahun 1980, 11 persen

perusahaan terbesar di AS dinyatakan bersalah karena suap, penipuan, penghindaran pajak,

atau dalam penetapan harga.

Praktik-praktik yang dipertanyakan itu diteliti dalam masa-masa sekarang salah satunya:

Kejahatan penipuan, suap, atau dalam hal penetapan harga di perusahaan-perusahaan pada

semua ukuran dan lokasi (sebagai contoh , perusahaanpesawat terbang menjual komponen-

komponen rusak dan dengan harga yang berlebihan, PharMor's mengubah laporan

keuangannya untuk meningkatkan pendapatan; Fiat menyuap para politikus Italia; dan Drexel

Burnham Lamberts terlibat dalam mail, wire, dan kejahatan penipuan keamanan).

Relativisme Moral

Tantangan serius bagi penelitian mengenai etika dan perilaku-perilaku etis merupakan

doktrin relativisme moral. Secara singkat, relativisme moral mengatakan bahwa moral

16
bersifat relatif pada beberapa pribadi, sosial atau standar budaya, dan tidak ada standar yang

lebih baik dibanding standar lainnya.

Pada waktu tertentu, sebagian besar manajer mungkin menggunakan satu dari empat tipe

relativisme. Adapun ke empat tipe relativisme :

1. Naive Relativism, yakni keyakinan bahwa semua keputusan moral adalah sangat pribadi

dan individu memiliki hak untuk menjalani hidupnya.

2. Role Relativism, yakni melakukan peran sosial disertai dengan kewajiban hanya pada

peran tersebut,

3. Social Group Relativism, yakni kepercayaan bahwa moralitas adalah suatu hal yang

menyertai norma-norma suatu kelompok.

4. Cultural Relativism, yakni bahwa moralitas tergantng pada budaya tertentu dalam

masyarakat tertentu.

Tingkat Pekembangan Moral Menurut Kohlberg

Selain faktor-faktor situasional seperti pekerjaan itu sendiri, supervisi, dan budaya

organisasi, perilaku etis seseorang dipengaruhi oleh tahap perkembangan moral dan ciri-ciri

kepribadian lainnya. sama seperti hirarki kebutuhan Maslow, perkembangan moral terbentuk

dari keinginan pribadi untuk memperhatikan nilai-nilai universal.

Kohlberg menyatakan bahwa perkembangan moral individual seseorang berjalan

melalui tiga tahap :

1. Tahap Preconventional  : memiliki ciri perhatian terhadap diri sendiri.

2. Tahap terhadap Conventional  : ditandai dengan perhatian terhadap hukum dan norma-

norma masyarakat.

3. Tahap Principled : memiliki ciri ketaatan pribadi moral internal.

b. Mendorong Perilaku Etis

17
Carroll menyatakan bahwa jika perusahaan bisnis gagal menyatakan tanggung jawab

kebebasan memilih atau tanggung jawab etika, masyarakat (melalui pemerintah) akan

bertindak, yaitu dengan membuat tanggung jawab tersebut menjadi tanggung jawab hukum.

Akibatnya perusahaan mungkin akan semakin sulit memperoleh kuntungan dibanding jika

perusahaan dengan suka rela menerima tanggung jawab etika dan tanggung jawab kebebasan

memilih.

Kode Etik
Mengembangkan kode etik merupakan cara yang bermanfaat untuk mempromosikan

perilaku etis. Sekitar separuh mulai dari perusahaan di AS sekarang menggunakan kode etik.

Sebagian besar manajer setuju bahwa kode etik perusahaan dan pelatihan mengenai etika

akan membantu mereka memahami isu-isu etika dan mengarahkan aktivitas keseharian

mereka.

Menurut  laporan dari The Business Rountable, asosiasi CEO dari 200 perusahaan besar

di AS, kode etik merupakan hal yang penting karena kode tersebut :

1. Menjelaskan harapan perusahaan terhadap pekerja pada berbagai situasi

2. Menjelaskan bahwa perusahaan mengharapakan pekerjanya mengetahui dimensi-dimensi

etika dalam keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan.

Pedoman untuk Perilaku Etika


Etika didefinisikan sebagai konsesus mengenai standar perilaku yang diterima untuk

suatu pekerjaan, perdagangan, atau profesi. Moralitas, sebaliknya adalah ajaran-ajaran

perilaku personal berdasarkan agama atau filosofi. Hukum adalah perundang-undangan resmi

yang mengijinkan atau melarang perilaku tertentu dan mungkin dapat atau tidak dapat

mendorong etika atau moralitas.

Titik awal untuk paraturan etika adalah dengan mempertimbangkan tiga pendekatan

dasar terhadap perilaku etis : utilitarian, hak-hak individual, dan peradilan.

Adapun tiga pendekatan dasar terhadap perilaku etis yaitu :

18
1.  Pendekatan manfaat (utilitarian approach)

Konsep etika yang menyatakan bahwa perilaku-perilaku moral harus menghasilkan

kebaikan terbesar bagi kelompok mayoritas. Dengan pendekatan ini, seorang pengambil

keputusan diharapkan untuk mempertimbangkan akibat dari setiap alternatif yang diambil

terhadap semua pihak. Pendekatan utilitarian : tindakan dan perencanaan harus dinilai

berdasarkan akibat dari tindakan tersebut.

2.  Pendekatan individualisme (individualism approach)

Konsep etika yang menyatakan suatu tindakan adalah normal jika mendukung

kepentingan jangka panjang individu yang akhirnya mengarah kepada kebaikan yang lebih

besar.Para individu menghitung manfaat jangka panjang terbaik yang mereka peroleh sebagai

ukuran dari keberhasilan sebuah keputusan. Pendekatan hak-hak individual : kesadaran

bahwa manusia memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati dalam semua keputusan.

3.  Pendekatan keadilan (justice approach)

Pendekatan Peradilan : pemahaman bahwa pembuatan keputusan harus wajar, adil dan

tidak bias dalam mendistribusikan keuntungan dan kerugian bagi individual dan bagi

kelompok. Konsep etika yang menyatakan bahwa keputusan – keputusan mooral harus

didasarkan pada standar keadilan, kewajaran dan sikap tidak memihak.

c.  CSR dan Isu di Sekitarnya

Beberapa bidang yang biasanya berada di bawah payung CSR adalah masalah

lingkungan hidup, HAM, kewarganegaraan, kepentingan shareholders, dan pembangunan

berkelanjutan. Pemilihan terhadap isu apa yang akan diangkat dalam program CSR tentunya

disesuaikan dengan karakter dan positioning korporat. Pemilihan isu yang relevan akan

memperkuat reputasi, sebaliknya pemilihan isu yang tidak relevan akan membuang-buang

dana. Selain itu, faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan isu CSR adalah

aspirasi dari komunitas yang diketahui melalui needs assesment. Pengetahuan akan

19
kebutuhan komunitas, menjadi dasar dalam penyusunandan pemilihan isu yang akan

dicanangkan melalui program CSR.

1.  CSR dan Isu Lingkungan

CSR dan pembangunan keberlanjutan menjadi sangat penting, jika dikaitkan dengan isu

lingkungan. Tuntutan untuk melakukan CSR menjadi tak terelakkan, ketika fakta

menunjukkan bahwa konsumsi korporat terhadap penggunaan SDA mencapai lebih dari 30

persen dari apa yang dapat disediakan oleh alam/lingkungan.

Dunia kini mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, hutan tropis semakin menipis,

kepunahan binatang langka, polusi udara, dan perubahan iklim. Penghematan dalam

penggunaan SDA dan pemakaian bahan daur ulang, sangat berperan penting dalam

mendukung pembangunan berkelanjutan, yang pada gilirannya akan membuat usaha di

daerah bersangkutan tetap dapat berlanjut. Tujuan dari kegiatan CSR terkait pada

pengurangan dampak buruk korporasi, dan penggunaan SDA sesuai dengan kapasitas alam.

 Berikut adalah sejumlah fokus isu yang dapat dijadikan pilihan dalam penyusunan

program CSR :

 Global Warming

Pemanasan global merupakan dampak atas terperangkapnya panas matahari di dalam

atmosfir bumi. Kondisi ini berakibat pada meningkatnya suhu permukaan bumi yang

berekses pada sejumlah hal, seperti mencairnya lapisan es di kutub hingga perubahan iklim.

Lembaga bisnis, sebagai salah satu penyumbang terjadinya global warming, wajib turut andil

dalam menangani masalah ini. Misalnya seperti program Green and Clean yang dipelopori

oleh Unilever. Program ini dikemas dalam bentuk festival yang bertujuan untuk mengedukasi

semua lapisan masyarakat tentang cara mengurangi dampak pemanasan global dan

menumbuhkembangkan pola hidup ramah lingkungan.

 Kesehatan

20
Kondisi perekonomian yang lemah ditandai dengan masih banyaknya rakyat miskin,

menjadikan isu kesehatan sebagai pusat perhatian yang tak boleh terlewatkan. Kegiatan

edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan mutlak

dilakukan. Aktivitas CSR seperti yang dilakukan Lifebouy dengan kampanye cuci tangan

patut dijadikan contoh oleh perusahaan lain.

 Pelestarian hutan tropis

Kebakaran dan pembalakan liat merupakan segelintir masalah yang senantiasa

menghantui dunia perhutanan Indonesia. Indonesia yang sempat dijuluki zamrud khatulistiwa

kini menjadi negara pengekspor asap ke negara tetangganya. Sejumlah pengamat kehutanan

memprediksi, jika kebakaran dan pembalakan liar ini terjadi terus-menerus tanpa penanganan

yang serius bisa dalam 30 tahun ke depan hutan Indonesia akan ludes.

 Penghematan air

Air disejumlah negara di Amerika, Eropa, dan Australia kian susut. Gerakan pembatasan

penghematan air melalui regulasi yang tegas dipraktikan oleh pemerintah di negara-negara

tersebut bahkan sampai pada pembatasan waktu untuk konsumsi keseharian seperti mandi,

cuci mobil, dan menyiram tanaman. Meskipun kondisi semacam itu belum terjadi di

Indonesia, bukan tidak mungkin suatu saat hal yang sama akan terjadi apabila kebiasaan

penggunaan air yang berlebihan seperti sekarang.

2.  CSR dan Isu Sosial

Program CSR juga dapat ditujukan untuk aktivitas edukasi terhadap perempuan.

Edukasi terhadap perempuan ini dimulai dari sejumlah program yang berbasis pada

kesetaraan gender dalam perilaku organisasi dan produk kebijakan perusahaan. Sejumlah

kebijakan perusahaan yang mengutamakan hak-hak pekerja perempuan, melindungi mereka

dari potensi pelecehan seksual di tempat kerja, serta menjamin keselamatan pekerja lembur

perempuan melalui pemberian pelatihan bagaimana mempertahankan diri dari kejahatan

21
sosial di masyarakat. Selain itu, isu sosial tentang penyadaran tentang potensi, gejala, dampak

dan solusi masalah kekerasan dalam rumah tangga juga mendorong perempuan untuk dapat

lebih asertif dalam mengutarakan pemikiran, ide, dan harapannya dalam relasi antara laki-laki

dan perempuan baik dalam ranah privat (keluarga) maupun publik (di tempat kerja).

Kemudian, tingginya angka kematian ibu hamil dan anak di Indonesia akibat kurang asupan

gizi dan perilaku hidup serta standar kesehatan yang rendah dapat dijadikan sebagai sebuah

isu dalam program CSR. Selain hal tersebut doatas, perhatian pada usaha-usaha pelestarian

budaya lokal juga dapat dijadikan alternatif dalam pemilihan isu program CSR.

3.  CSR dan Isu Ekonomi

Terdapat dua hal di mana CSR ikut berpengaruh dalam perekonomian, yaitu

 Pendanaan dan investasi

Kedua hal ini terkait dengan shareholders. Shareholders dapat memengaruhi

korporat melalui sejumlah aset yang dimilikinya. Ada yang mengatakan bahwa seseorang

berinvestasi untuk menciptakan kehidupan dimana mereka berada.

 Etika bisnis dan korupsi

Korporasi tidak akan berjalan baik tanpa didukung kekuatan manajemen yang baik.

Salah satunya, adalah dengan meminimalisasi terjadinya penyimpangan dan korupsi. Tak

hanya itu, korporat juga mesti keluar dari mindset pribadinya untuk dapat menjalankan

usahanya sesuai dengan etika bisnis.

2.3 Pengaruh Etika/Norma Moral Atas Manajer

Putusan dan tindakan para manajer dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma buruk

baik yang dianutnya. Norma etika manajer itu berpengaruh terhadap tindakan dan putusan

organisasi, walaupun harus diakui keadaan tertentu yang sedang dihadapinya sangat besar

pengaruhnya terhadap perilaku seorang manajer.

22
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang

menyangkut masalah etis, yaitu :

1. Undang-undang yang memberi batasan standar etis yang minim sesuatu soal tanpa

menghiraukan adanya hal-hal yang tercakup oleh undang-undang yang masih merupakan

daerah kelabu.

2. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyederhanakan soal dengan menentukan apa

yang boleh dan apa yang tidak boleh, maupun masih terlalu mudah untuk dilanggar.

3. Kode etik organisasi dan usaha yang juga nampak menyaderhanakan faktor-faktor mana

yang secara etis hanya dipedomankan oleh para manajer. Namun sayangnya di banyak

organisasi, standar etis ini sering tidak jelas secara tertulis sehingga sukar diikuti

prosedur pelaksanaannya. Bahkan yang tertulis pun masih dituntut sikap jujur dan hati

nurani manajer untuk mematuhinya.

4. Desakan sosial malah membuat ruwetnya masalah etik ini karena nilai dan norma satu

kelompok masyarakat tidak sesuai dengan kelompok masyarakat lainnya.

5. Ketegangan antara norma pribadi dengan kebutuhan organisasi juga membuat rumitnya

tugas manajer. Norma pribadi sebagai warga masyarakat sering bentrok dengan

kepentingan organisasi.

2.4 Studi Kasus PT GOLD COIN SPECIALITIES

PT Gold Coin Specialities (PT GCS) yang terletak di Bekasi adalah anak perusahaan dari

PT Gold Coin yang berkantor pusat di Singapore. PT GCS merupakan perusahaan yang

memproduksi makanan ternak selama lebih dari 50 tahun. PT GCS terletak di tengah

permukiman masyarakat. Oleh karena itu, PT GCS hendaknya selalu menjaga hubungan baik

dengan masyarakat sekitar dan diwujudkan dalam program CSR, terutama yang berdampak

pada lingkungan sekitarnya. PT GCS, dalam kegiatan produksinya, juga menghasilkan

23
limbah, yang jika tidak dikelola dengan baik dapat merusak lingkungan. Seperti yang saat ini

terjadi, PT GCS kerap kali menghasilkan debu dan bau tidak sedap dari proses produksinya.

Hal tersebut mengakibatkan polusi udara. Debu dan bau tidak sedap tersebut merugikan

masyarakat yang tinggal di dekat perusahaan. Kerugian masyarakat akibat polusi udara

tersebut mungkin bukan berupa kerugian harta, tetapi dalam jangka panjang polusi udara

tersebut dapat menjadi masalah kesehatan. Jika dikaitkan dengan citra perusahaan,

kemungkinan besar masyarakat sekitar akan memberikan citra yang negatif kepada PT GCS,

karena dianggap tidak dapat menjaga lingkungan dan merugikan masyarakat.

Kekurangpuasan masyarakat tersebut dapat memberikan citra buruk bagi perusahaan. PT

GCS melupakan satu hal, yaitu, dalam kegiatan produksinya perusahaan menghasilkan polusi

udara berupa bau tak sedap dan debu sisa produksi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar

perusahaan. Masyarakat menganggap polusi ini sangat mengganggu terutama bagi mereka

yang memiliki bayi dan balita. Polusi ini dianggap sebagai penyebab beberapa penyakit yang

diderita bayi dan balita, misalnya flek paru-paru dan batuk karena alergi debu. Perusahaan

tidak memiliki perencanaan khusus untuk Program CSR-nya serta tidak memiliki prioritas

dalam menjalankan CSR-nya.

Rumusan permasalahan yang terjadi pada sistem CSR perusahaan:

1. Pemberian sumbangan oleh PT GCS dianggap sebagai aktivitas CSR perusahaan

dalam membantu masyarakat dan menjalin hubungan baik dengan masyarakat.

2. Evaluasi atas pemberian sumbangan tidak pernah dilakukan perusahaan.

3. Polusi udara yang dihasilkan perusahaan dianggap bukanlah masalah serius bagi

perusahaan. Karena polusi udara yang muncul berasal dari kebocoran tempat

penyimpanan pada proses produksi, dan hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan

perbaikan.

24
4. Pemberian uang kepada FBR (Forum Betawi Rembug) setempat tidak diakui sebagai

CSR tetapi diakui sebagai handling cost.

5. Perusahaan belum melakukan CSR dengan motivasi memberdayakan masyarkat

(corporate citizenship) secara maksimal, terlebih timbul stigma negatif bahwa

perusahaan tidak lagi menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar.

PT GCS harusnya bisa mengatasi permasalahan lingkungan dan masyarakat yang

ditimbulkan dari kegiatan produksinya dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melanjutkan program pemberian bantuan dana untuk kegiatan sosial dan keagamaan

masyarakat. Tetapi ada baiknya juga perusahaan bukan hanya memberikan bantuan

dana saja. Sebaiknya perusahaan melakukan pembinaan bagi masyarakat agar

nantinya masyarakat sekitar dapat lebih mandiri.

2. Menjaga kebersihan lingkungan terutama meminimalkan polusi udara yang

dihasilkan dari kegiatan produksi. Perusahaan sebaiknya mengevaluasi kembali

proses produksinya, dan lakukan pengelolaan limbah dengan baik. Evaluasi kembali

proses produksi secara berkala harus dilakukan agar debu dan bau tidak sedap tidak

lagi mengganggu masyarakat. Pengelolaan limbah juga perlu dilakukan agar limbah

yang dihasilkan tidak akan pernah mengganggu masyarakat. Selain itu, aktif dalam

kegiatan gotong royong kebersihan lingkungan juga diperlukan, agar image

perusahaan meningkat.

3. Melakukan kerja sama dengan yayasan atau lembaga sosial sekitar perusahaan. Kerja

sama yang dilakukan dapat berupa perusahaan memberikan dana rutin atau dana

abadi yang digunakan secara teratur.

4. Memberikan bantuan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat termasuk melalui

pengembangan usaha ekonomi rakyat serta pengembangan kemampuan sumber daya

manusia sehingga kualitas kehidupan masyarakat secara umum dapat menjadi lebih

25
baik, masyarakat dapat mandiri dan pada akhirnya mampu meningkatkan

kesejahteraannya sendiri menuju terbentuknya civil society. Sebagai bentuk CSR

kepada masyarakat, perusahaan dapat menginisiasi gerakan "kampung hijau" dengan

menyumbangkan tanaman hias dan apotek hidup kepada masyarakat sekitar sekaligus

memberikan pupuk gratis sebagai olahan hasil limbah pabrik.

5. Memberikan tambahan slot karyawan untuk masyarakat sekitar. Penyerapan tenaga

kerja yang berdomisili di sekitar perusahaan harus dimaksimalkan.

26
BAB III

SIMPULAN

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah

suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan memiliki

berbagai bentuk tanggungjawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di

antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam

segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Tanggung jawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan perusahaan di sebuah

lingkungan masyarakat mendorong perusahaan untuk lebih proaktif dalam mengambil

inisiatif dalam hal tanggung jawab sosial. Pada dasarnya tanggung jawab sosial akan

memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak.

Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan

mereka. Sedangkan menurut Vonder Embsedan Wagley, etika didefinisikan sebagai

konsensus mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan dan

perdagangan, atau profesi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hunger, J.D. dan Wheelen, T.L. (2012). Strategic Management and Bussiness Policy:
Toward Global Sustainability (13th Edition). New York: Pearson

Risma, Nurma, dkk. 2011. Corporate Social Responsibility Perusahaan Kepada Masyarakat
Studi Kasus Pada PT Gold Coin Specialities. JRAK Vol.2, No.2 Agustus 2011.
Halaman 73—83

28

Anda mungkin juga menyukai