Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

(Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Akuntansi Sosial Lingkungan yang di


bimbing oleh Bapak Dr.Fransiskus E. Daromes, S.E., M.Si., Ak., CA)

Kelompok 1 :
Eric Lauwrentz 1613021
Angel Weista 1613094

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS ATMA JAYA MAKASSAR
MAKASSAR – SULAWESI SELATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan baik. Kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini berkat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr.Fransiskus E. Daromes, S.E., M.Si., Ak., CA selaku dosen pengasuh mata
kuliah Akuntansi Sosial Lingkungan yang membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan


kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada
sehingga penulis berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi penyempurnaan makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan para
pembaca pada umumnya. Semoga materi yang disampaikan dalam makalah ini
dapat menjadi sumbangan pemikiran dan tambahan pengetahuan bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
BAB 1 ..................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
Pendahuluan ........................................................................................................ 6
Brundtland Report ............................................................................................... 6
Brundtland dan Prinsip Berkelanjutan ............................................................. 7
Turunan dari Brundtland .................................................................................. 8
Akuntansi Sosial (AI-2)..................................................................................... 10
Apa itu Akuntansi Sosial?.............................................................................. 10
Pelaporan Sosial ............................................................................................. 12
Tinjauan Penelitian Akuntansi Sosial Sebelumnya ....................................... 13
Ruang Lingkup Penelitian Akuntansi Sosial ................................................. 14
Kesenjangan dalam Literatur: Akuntansi Kepatuhan Sosial sebagai Area
Penelitian Baru ............................................................................................... 16
Social Compliance Accounting, Auditing and Reporting ................................. 17
Social Compliance Accounting ..................................................................... 17
Apa itu Audit Kepatuhan Sosial?................................................................... 20
Pelaporan Kepatuhan Sosial .......................................................................... 25
PENUTUP ............................................................................................................. 27
3.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 27
3.2 Saran ....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebuah korporasi atau perusahaan yang berdiri tidak hanya sekadar
melakukan kegiatan produksi untuk mendapatkan keuntungan saja, tetapi
terdapat pula beberapa kewajiban yang perlu dijalankan oleh perusahaan.
Kewajiban perusahaan ini adalah tanggung jawab sosial dan etika bisnis
perusahaan yang muncul sebagai suatu bentuk kontribusi sosial perusahaan
dalam keberlangsungan masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan
adalah suatu program yang menjadi media bagi perusahaan untuk melakukan
pengembangan terhadap masyarakat dengan turut mengonsiderasi situasi
sosial dan lingkungan yang ada. Sehingga, perusahaan dapat melakukan
kegiatan bisnis sekaligus menjaga keadaan lingkungan dan sosial agar dapat
bertahan lama, yang mana seringkali mengalami kerusakan akibat kegiatan
produksi. Tanggung jawab sosial perusahaan ini dilakukan dengan aktivitas
yang bersifat filantropis kepada masyarakat sekitar. Tanggung jawab sosial
dan etika bisnis perusahaan suatu menjadi suatu aktivitas yang membawa nilai
dan prinsip perusahaan dalam berinteraksi langsung terhadap masyarakat
umum tersebut. Dengan nilai-nilai moral perusahaan yang terimplementasikan
melalui program-program tanggung jawab sosial perusahaan, masyarakat pun
akan merasakan implikasi positif dari kehadiran perusahaan tersebut. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan citra positif tersebut maka nilai moral yang
dibawa oleh perusahaan dalam etika bisnis perusahaan adalah nilai kejujuran,
keadilan, dan integritas lainnya. Sehingga, kegiatan tanggung jawab sosial ini
mencerminkan suatu refleksi perusahaan yang tidak hanya berorientasi pada
keuntungan saja, tetapi juga memerhatikan aspek-aspek sosial dan lingkungan
dengan secara sukarela menyediakan pengembangan-pengembangan tertentu.
Penerapan dari tanggung jawab sosial perusahaan dan etika bisnis sering
dianggap sebagai instrumen atau media yang membantu korporasi
menjalankan kewajibannya terhadap masyarakat dan lingkungan yang juga

4
akan menarik masyarakat dengan nilai-nilai pengembangan dan filantropis
yang ditanamkan oleh pemilik perusahaan dalam program tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Brudtland Report itu dan bagaimana hubungannya dengan Prinsip
berkelanjutan?
2. Apakah yang dimaksud dengan Akuntansi sosial dan apa saja ruang
lingkupnya?
3. Apakah yang dimaksud dengan Akuntansi Kepatuhan sosial, Audit
Kepatuhan serta bagaimana pelaporan kepatuhan sosial itu?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai melalui penulisan makalah ini
antara lain:
1. Mengetahui yang dimaksud dengan Brudtland Report serta hubungannya
dengan prinsip berkelanjutan.
2. Mengetahui apa yang di maksud akuntansi sosial beserta ruang lingkup di
dalamnya.
3. Mengetahui yang di maksud dengan akuntansi kepatuhan sosial, audit
sosial serta pelaporan kepatuhan sosial itu.

5
BAB II
PEMBAHASAN

Pendahuluan
Adanya pergeseran besar dalam persepsi tanggung jawab sosial perusahaan dalam
beberapa waktu terakhir. Tampaknya telah diterima secara umum oleh bisnis dan
manajer mereka, oleh pemerintah dan lembaga mereka, dan oleh masyarakat
umum bahwa ada manfaat besar dengan terlibat dalam CSR. Akibatnya setiap
organisasi semakin memiliki kebijakan CSR yang telah diimplementasikan ke
dalam aktivitas. perusahaan benar-benar terlibat dalam kegiatan yang bertanggung
jawab secara sosial, paling tidak karena mereka sadar akan manfaat yang
diperoleh. Oleh karena itu tampaknya pertempuran dimenangkan dan semua orang
menerima kebutuhan untuk kegiatan CSR. bagaimana mereka terlibat dalam
kegiatan tersebut dan bagaimana melaporkan kegiatan itu. Bahkan ini telah
banyak ditangani melalui GRI dan ISO26000 yang baru-baru ini diperkenalkan.

Brundtland Report
Titik awal harus diambil dari Laporan Brundtland karena isi Laporan itu
merupakan definisi keberlanjutan yang relevan dan diterima secara luas. Laporan
Brundtland adalah bagian dari kebijakan yang secara eksplisit diperdebatkan oleh
negara-negara bangsa dan lembaga-lembaga mereka, badan-badan supra-nasional
bisnis besar seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui WBCSD dan ICC. Oleh
karena itu penting untuk di ingat bahwa Brundtland Commission merupakan
definisi dari pembangunan berkelanjutan yang paling diterima oleh semua orang
dan digunakan sebagai definisi standar pembangunan berkelanjutan:

… development that meets the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own needs.

… Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan


kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

6
Laporan ini memberikan rekomendasi kelembagaan dan hukum untuk perubahan
guna menghadapi masalah global yang umum. Banyak dari perusahaan dan
pemerintah dalam kemitraan harus menerima tanggung jawab moral untuk
kesejahteraan sosial dengan tujuan untuk mempromosikan minat individu dalam
transaksi ekonomi.

Pembangunan berkelanjutan sering disalah tafsirkan sebagai fokus hanya pada


isu-isu lingkungan. Pada kenyataannya, ini adalah konsep yang jauh lebih luas
karena kebijakan pembangunan berkelanjutan mencakup tiga bidang kebijakan
umum: ekonomi, lingkungan dan sosial. Untuk mendukung hal ini, beberapa teks
Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang paling baru yakni Dokumen Hasil KTT Dunia
2005, mengacu pada “pilar yang saling bergantung dan saling menguatkan” dari
pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan ekonomi, pembangunan sosial,
dan perlindungan lingkungan.

Brundtland dan Prinsip Berkelanjutan


Masalah dari Brundtland menaruh perhatiannya terhadap efek tindakan yang
diambil saat ini terhadap opsi yang tersedia di masa depan telah secara langsung
mengarah pada asumsi bahwa pembangunan berkelanjutan diinginkan dan
dimungkinkan dan juga bahwa perusahaan dapat menunjukkan keberlanjutan yang
terus ada ke masa depan. Ini juga menyebabkan hal ini diterima dan digambarkan
sebagai mitos keberlanjutan:

 keberlanjutan identik dengan pembangunan berkelanjutan; dan


 perusahaan yang berkelanjutan hanya akan ada dengan mengenali
masalah lingkungan dan sosial dan memasukkannya ke dalam
perencanaan strategisnya.

Keberlanjutan tentu saja merupakan fundamental bagi sebuah bisnis dan


keberlangsungannya. Orang lain cenderung menganggap bahwa perusahaan yang
berkelanjutan hanya akan ada dengan mengenali isu-isu lingkungan dan sosial dan
memasukkan mereka ke dalam perencanaan strategisnya. Menurut Marrewijk dan
Were tidak ada definisi khusus tentang keberlanjutan perusahaan dan setiap

7
organisasi perlu menyusun definisi sendiri untuk menyesuaikan maksud dan
tujuannya, meskipun mereka tampaknya menganggap bahwa keberlanjutan
perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah sinonim dan merupakan
kegiatan sukarela yang meliputi kepedulian lingkungan dan sosial.

Turunan dari Brundtland


Ada berbagai keturunan Brundtland, termasuk konsep Triple Bottom Line (Aras
and Crowther, 2008d). Hal ini mengarah pada asumsi menangani tiga aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan adalah semua yang diperlukan untuk memastikan
tidak hanya keberlanjutan tetapi juga memungkinkan pembangunan berkelanjutan.

Kebijakan pembangunan berkelanjutan mencakup tiga area kebijakan umum:


ekonomi, lingkungan dan sosial. Pelaporan atas ketiga aspek ini telah dikenal
sebagai pelaporan Triple Bottom Line dan ini telah menjadi fitur umum dalam
pelaporan atau kedua perusahaan komersial dan organisasi lainnya

Tentu saja jelas bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pertama-


tama diperlukan untuk mencapai keberlanjutan dan ada sejumlah elemen untuk
ini. Untuk mencapai keberlanjutan kita tidak hanya membahas masing-masing
elemen ini secara individual tetapi juga memperhatikan untuk menjaga
keseimbangan di antara mereka. Ada sejumlah elemen yang harus diatasi yang
dapat dikelompokkan bersama menjadi empat elemen utama, yang dipetakan

8
persis ke model untuk mengevaluasi keberlanjutan yang diuraikan sebelumnya.
Keempat unsur utama keberlanjutan (Aras dan Crowther, 2009b) yakni adalah:

 Mempertahankan kegiatan ekonomi, yang harus menjadi inti kegiatan


bisnis dan alasan prinsip untuk mengatur kegiatan perusahaan.
 Pelestarian lingkungan, yang penting untuk mempertahankan pilihan yang
tersedia bagi generasi mendatang.
 Memastikan keadilan sosial, yang akan mencakup kegiatan-kegiatan
seperti penghapusan kemiskinan, memastikan hak asasi manusia, promosi
pendidikan universal dan fasilitasi perdamaian dunia.
 Mengembangkan nilai-nilai spiritual dan budaya, yang mana nilai-nilai
perusahaan dan sosial sejajar dalam individu dan di mana semua elemen
lain dipromosikan atau dinegasikan.

Perhatian terhadap rantai pasokan bisnis telah dianggap penting. Jadi tidak lagi
dapat diterima bagi perusahaan untuk mengatakan bahwa kondisi di mana
pemasok mereka beroperasi berada di luar kendali mereka dan oleh karena itu
mereka tidak bertanggung jawab. Pelanggan mengatakan bahwa ini tidak dapat
diterima. Dan baru-baru ini ada sejumlah perusahaan ritel terkenal yang telah
mengulurkan tangan untuk mengakui masalah dan kemudian mengambil langkah-
langkah yang sangat publik untuk mengubah hal ini.

Menariknya popularitas perusahaan meningkat setelah mereka mengakui masalah


dan mengambil langkah untuk memperbaiki masalah ini. Dalam melakukan ini,
mereka dengan demikian menunjukkan bahwa kejujuran adalah praktik terbaik.
Bukti menunjukkan bahwa pelanggan individu memahami dan bahwa mereka
tidak mengharapkan kesempurnaan tetapi mengharapkan kejujuran dan
transparansi. Selain itu mereka juga mengharapkan perusahaan untuk melakukan
upaya untuk mengubah perilaku mereka dan mencoba untuk memecahkan
masalah CSR mereka. Sekarang perusahaan mengambil CSR jauh lebih serius
bukan hanya karena mereka memahami bahwa itu adalah kunci keberhasilan

9
bisnis dan dapat memberi mereka strategis karena orang-orang di organisasi
tersebut peduli dengan tanggung jawab sosial.

Akuntansi Sosial (AI-2)

Apa itu Akuntansi Sosial?


Akuntansi sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan organisasi yang
berhubungan dengan pengukuran dan analisis kinerja sosial organisasi dan
pelaporan hasil kepada kelompok yang bersangkutan, baik di dalam maupun di
luar organisasi. Menurut Bebbington dan Thomson (2007), akuntansi sosial
adalah bidang inklusif akuntansi untuk peristiwa sosial dan lingkungan yang
timbul sebagai akibat dari, dan terkait erat dengan, tindakan ekonomi organisasi.
Gray dkk. (1996) mendefinisikan akuntansi sosial sebagai akuntansi untuk
berbagai peristiwa sosial dan lingkungan, bukan hanya akuntansi untuk peristiwa
ekonomi. Selanjutnya, Gray mendefinisikan akuntansi sosial sebagai:

persiapan dan publikasi akun tentang interaksi, kegiatan, dan


lingkungan organisasi sosial, lingkungan, karyawan, komunitas,
pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya, dan jika mungkin,
konsekuensi dari interaksi dan kegiatan tersebut.

Ramanathan Akuntansi sosial adalah proses pemilihan variabel, ukuran, dan


prosedur pengukuran tingkat perusahaan; mengembangkan
informasi secara sistematis yang berguna untuk mengevaluasi
kinerja sosial perusahaan; dan mengkomunikasikan informasi
tersebut kepada kelompok sosial yang bersangkutan, baik di
dalam maupun di luar perusahaan
Gray dkk. Akuntansi sosial adalah proses mengkomunikasikan dampak
sosial dan lingkungan dari tindakan ekonomi organisasi kepada
kelompok kepentingan tertentu dalam masyarakat dan
masyarakat luas. Dengan demikian, melibatkan memperluas
akuntabilitas organisasi (terutama perusahaan) di luar peran

10
tradisional menyediakan akun keuangan modal, khususnya,
kepada pemegang saham. Perluasan semacam itu didasarkan
pada asumsi bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab yang
lebih luas di luar sekadar menghasilkan uang bagi para
pemegang saham mereka
Mathews dan Paling tidak, akuntansi sosial berarti perluasan pengungkapan
Perera ke wilayah-wilayah non-tradisional seperti memberikan
informasi tentang karyawan, produk, layanan masyarakat dan
pencegahan serta pengurangan polusi. Namun, istilah 'akuntansi
sosial' juga digunakan untuk menggambarkan bentuk akuntansi
komprehensif yang memperhitungkan eksternalitas akun
Gauthier dkk. Akuntansi sosial adalah aspek akuntansi yang, meskipun tidak
dapat dibedakan dari akuntansi keuangan dan manajemen,
berhubungan lebih khusus dengan masalah lingkungan; yaitu, ini
adalah aspek dari sistem informasi yang memungkinkan
pengumpulan data dan analisis, tindak lanjut kinerja,
pengambilan keputusan dan akuntabilitas untuk pengelolaan
biaya dan risiko lingkungan

Akun sosial sering disajikan dalam istilah non-keuangan, dan cenderung menjadi
kombinasi dari informasi non-keuangan yang terukur dan deskriptif, informasi
non-kuantitatif. Akun-akun ini disajikan untuk penggunaan internal dan eksternal.

Akuntansi sosial bukanlah area yang sepenuhnya koheren; definisi yang berlaku
untuk bidang ini banyak dan beragam. Meskipun ada sejumlah perbedaan,
sebagian besar definisi menekankan tema utama seperti hubungan antara kinerja
keuangan dan non-keuangan, pengukuran kualitatif dan kuantitatif, dan
pertimbangan kelompok pemangku kepentingan yang lebih luas. Sebagian besar
definisi menunjukkan bahwa akuntansi sosial berasal dari asumsi bahwa
organisasi berhutang sesuatu kepada pemangku kepentingan di luar pemegang
saham mereka. Secara khusus, sebagian besar definisi mencakup penyediaan yang

11
jelas dari informasi sosial dan lingkungan organisasi kepada kelompok atau
komunitas pemangku kepentingan yang lebih luas.

Pelaporan Sosial
Sementara definisi yang berlaku untuk akuntansi sosial bervariasi, sebagian besar
menganggap pelaporan sebagai bagian dari akuntansi sosial. Dalam hal ini,
pelaporan sosial berkaitan dengan pengungkapan informasi oleh organisasi
tentang produk dan minat konsumen, minat karyawan, kegiatan masyarakat, dan
dampak lingkungan — pengungkapan informasi ini dianggap sebagai bagian dari
tanggung jawab organisasi kepada para pemangku kepentingan atau
tanggapannya. untuk harapan pemangku kepentingan. Deegan menawarkan
definisi pelaporan sosial yang lebih komprehensif di mana ia menangani bidang
tanggung jawab perusahaan yang lebih luas. Dia mendefinisikan pelaporan sosial
sebagai penyediaan informasi tentang kinerja organisasi dalam kaitannya dengan
interaksinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya dan termasuk, tetapi tidak
terbatas pada:

- interaksi dengan komunitas lokal;


- tingkat dukungan untuk proyek-proyek komunitas;
- tingkat dukungan untuk negara berkembang;
- catatan kesehatan dan keselamatan;
- pelatihan, pekerjaan dan program pendidikan; dan
- kinerja lingkungan.

Sementara berbagai definisi akuntansi dan pelaporan sosial yang dibahas di atas
tidak mempertimbangkan apakah pelaporan bersifat sukarela atau wajib, dalam
kenyataannya itu didominasi praktik perusahaan sukarela. Oleh karena itu,
pelaporan sosial dianggap mewakili sebuah istilah yang berkaitan dengan
penyediaan informasi sukarela tentang kinerja organisasi dalam kaitannya dengan
area yang lebih luas dan konteks praktik tanggung jawab sosial perusahaan.

12
Tinjauan Penelitian Akuntansi Sosial Sebelumnya
Sementara akuntansi sosial telah memerintahkan peningkatan perhatian dan
penerimaan, perkembangannya dapat dilihat sebagai hasil dari tekanan pemangku
kepentingan serta advokasi akademis. Dapat dibilang, pada awal (selama 1970-an
dan 1980-an) pendukung penelitian akuntansi sosial dipandang sebagai radikal
dalam hal memiliki potensi untuk menciptakan perubahan nyata dalam struktur
dan praktik akuntansi yang ada . Mathews mencatat bahwa para pendukung awal
secara eksplisit atau implisit mengkritik struktur disiplin saat ini: laporan
akuntansi keuangan historis untuk pemegang saham dan kreditor. Penelitian awal
difokuskan pada mendokumentasikan praktik pengungkapan sosial melalui
analisis konten.

Sepanjang tahun 1990-an, penelitian akuntansi sosial semakin terkenal dan


berkembang secara substansial. Namun, semakin banyak studi baru-baru ini
tampaknya telah membuat kontribusi yang signifikan terhadap literatur akuntansi
sosial dengan saran untuk penelitian lebih lanjut yang dirancang dengan baik

Bersamaan dengan penelitian akuntansi sosial ini, semakin banyak kelompok


kelembagaan nasional dan internasional, termasuk pemerintah, badan industri,
profesi akuntansi, dan badan internasional (seperti Global Reporting Initiative,
Institut Akuntabilitas Sosial dan Etika, Dewan Bisnis Dunia untuk Pembangunan
Berkelanjutan, dan Dewan pada Prioritas Ekonomi) telah terlibat dalam
pengembangan standar akuntansi sosial dan pengungkapan terkait untuk
organisasi.

Lebih lanjut, ada tingkat keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih luas
dalam masalah akuntabilitas sosial yang berbeda yang tampaknya telah menarik
banyak peneliti untuk menyelidiki apakah dan mengapa kelompok pemangku
kepentingan tertentu mempengaruhi akuntabilitas perusahaan dan praktik
pengungkapan terkait. Parker mencatat bahwa di masa lalu, para peneliti
akuntansi dan manajemen telah terpikat untuk terlibat dengan masalah
akuntabilitas sosial setelah pengakuan akan kepentingan mereka dan kekhawatiran

13
yang diungkapkan oleh masyarakat, kelompok lobi, pemerintah dan bahkan sektor
komunitas bisnis. . Owen (2004) mengamati bahwa pada akhir 1990-an beberapa
peneliti mulai menghasilkan aliran studi yang sangat mendalam dan dirancang
dengan baik yang menyelidiki kebutuhan, pengakuan dan persepsi pemangku
kepentingan dalam kaitannya dengan pengungkapan sosial. Beberapa pekerjaan
baru-baru ini telah secara langsung menyelidiki pengaruh kelompok-kelompok
pemangku kepentingan tertentu seperti LSM tentang praktik pengungkapan sosial
perusahaan. Semakin banyak penelitian empiris yang telah meneliti perhatian
media (sebagai proksi untuk keprihatinan masyarakat) yang berfokus pada
dampak sosial perusahaan untuk secara langsung menghubungkan perhatian
media dengan praktik pengungkapan sosial perusahaan .

Keterlibatan yang semakin meningkat dari para peneliti akademis dan kelompok
pemangku kepentingan seperti yang dibahas di atas menunjukkan bahwa praktik
akuntansi dan pengungkapan sosial belum berkurang dalam beberapa tahun
terakhir; bukan mereka terus diselidiki dalam upaya untuk menentukan alasan-
alasan yang mendasari praktek-praktek tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian Akuntansi Sosial


Ada berbagai bidang penelitian yang berfokus pada akuntansi sosial: misalnya,
satu bidang melihat motivasi untuk pengungkapan, yang lain melihat pada
masalah etika / akuntabilitas, yang lain melihat bagaimana biaya eksternalitas,
sementara yang lain melihat reaksi pasar. Sebuah diskusi singkat tentang beberapa
area dalam badan penelitian ini yang telah mendahului studi ini akan diberikan
selanjutnya. Ini akan diikuti dengan rangkuman bidang penelitian tempat fokus
studi khusus ini.

Salah satu bidang penelitian yang signifikan dalam akuntansi sosial adalah
penyelidikan motivasi manajemen untuk praktik pelaporan sosial. Para peneliti
yang telah menyelidiki motivasi di balik pengungkapan telah berusaha untuk
mengeksplorasi 'mengapa' organisasi melaporkan informasi sosial melalui media
perusahaan seperti laporan tahunan. Dalam menjelaskan 'mengapa', referensi

14
sering dibuat untuk pendekatan positivis terhadap riset - pendekatan 'menjelaskan
apa adanya'. Dengan demikian, pendekatan positivis inilah yang secara umum
telah diterapkan dalam penyelidikan motivasi untuk pengungkapan sosial. Apa
yang telah ditunjukkan oleh bidang penelitian ini adalah bahwa sebuah organisasi
melaporkan informasi sosial untuk mengelola para pemangku kepentingannya
untuk mengamankan atau mempertahankan legitimasi atau untuk memenuhi
harapan masyarakat, untuk mempengaruhi pasar atau harga saham.

Bidang penelitian utama lainnya dalam akuntansi sosial adalah penyelidikan


tentang apa yang harus dilakukan oleh organisasi untuk bersikap etis dan
bertanggung jawab kepada kelompok pemangku kepentingan yang lebih luas.
Area penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan normatif untuk
penelitian, yaitu, 'menggambarkan apa yang seharusnya menjadi'. Owen (2008)
mencatat bahwa penelitian awal sebagian besar menampilkan karya deskriptif, tog
ether dengan upaya normatif di gedung model yang dirancang untuk
meningkatkan praktik pengungkapan perusahaan. Memang, beberapa penelitian
normatif awal memberikan saran yang berguna tentang bagaimana mengukur dan
mengklasifikasikan pengungkapan sosial. Salah satu karakteristik penting dari
pendekatan penelitian normatif adalah bahwa 'keputusan pengungkapan tidak
harus responsif terhadap ancaman legitimasi yang dirasakan tetapi harus
didasarkan pada keyakinan tentang apa yang dianggap bertanggung jawab oleh
manajer, dan apa yang orang perlu ketahui tentang'. Dengan kata lain, bidang
penelitian ini memandang keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial
sebagai keputusan etis. Gray dkk. (1997) memperjuangkan akuntabilitas atau
perspektif normatif pada akuntansi sosial melalui 1980-an dan 1990-an (Parker
2005). Jenis penelitian ini telah berusaha untuk memeriksa bagaimana
pengungkapan sosial dapat dilihat sebagai mencerminkan dan melaksanakan
tanggung jawab dan akuntabilitas organisasi berikutnya. Dengan demikian, hal ini
dimotivasi oleh keprihatinan demokratis tentang hak atas informasi dan sarana
yang memungkinkan organisasi dikendalikan oleh masyarakat.

15
Bidang penelitian lain yang telah menarik perhatian yang berkembang berfokus
pada bagaimana biaya eksternalitas. Owen mencatat bahwa penelitian yang
membahas internalisasi biaya eksternal semakin penting. Tinjauan singkat literatur
juga menunjukkan bahwa semakin banyak penelitian akademis dan terapan telah
dilakukan dan sejumlah kontribusi telah dilakukan untuk bidang penelitian ini
(seperti bagaimana biaya eksternalitas). Dalam area ini beberapa penelitian secara
khusus berfokus pada penggunaan biaya berbasis aktivitas (ABC) untuk
memasukkan akuntansi untuk biaya lingkungan, beberapa melihat akuntansi untuk
energi, beberapa meneliti akuntansi biaya penuh, dan beberapa berfokus pada
biaya siklus hidup.

Berbagai bidang penelitian tampaknya berkontribusi pada literatur akuntansi


sosial dalam berbagai cara. Oleh karena itu, kontribusi dari berbagai bidang
penelitian dapat dilihat untuk menambah signifikan pada literatur dan ini sangat
penting untuk meningkatkan penelitian dan kontribusi lebih lanjut. Buku ini
sangat menghargai berbagai kontribusi ini dan mengakui wawasan berharga para
peneliti yang telah memfasilitasi perkembangan di bidangnya masing-masing.

Kesenjangan dalam Literatur: Akuntansi Kepatuhan Sosial sebagai


Area Penelitian Baru
Selama dua dekade terakhir telah ada banyak penelitian mengenai akuntansi sosial
dan praktik-praktik pelaporan organisasi. Semakin banyak penelitian telah
berfokus pada isu-isu sosial dan lingkungan tertentu seperti perubahan iklim dan
suap korporasi. Meskipun penelitian sebelumnya telah berfokus pada berbagai
bidang dan masalah akuntansi sosial, bidang kepatuhan sosial masih diteliti.
Akuntansi dan pelaporan kepatuhan sosial dapat dianggap sebagai bagian dari
akuntansi sosial. Ada wacana luas tentang kepatuhan sosial khususnya dalam hal
rantai pasokan perusahaan multinasional. Masalah kepatuhan sosial sekarang
menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan multinasional yang sumber produk
dari negara berkembang. Meskipun implikasi luas dari kepatuhan sosial, masalah
ini telah diabaikan oleh para peneliti sosial dan bisnis.

16
Social Compliance Accounting, Auditing and Reporting
Social Compliance Accounting
Akuntansi kepatuhan sosial mengacu pada pengukuran, pemahaman dan
pelaporan kepatuhan sosial dan etika organisasi. Dengan kata lain, kepatuhan
sosial akuntansi adalah salah satu jenis akuntansi sosial, yang berhubungan
dengan pengukuran, rekaman dan komunikasi kesesuaian dengan aturan
akuntabilitas sosial. Aturan-aturan ini, atau standar-standar sosial tertentu yang
harus dipenuhi, tidak hanya mencakup organisa kebijakan dan praktik penyuluhan
sendiri tetapi juga dari rantai pasokan dan distribusi. Ini adalah proses yang
berkelanjutan, di mana pihak-pihak yang terlibat terus mencari yang lebih baik
cara untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan hak-hak dasar karyawan
mereka, dan untuk melindungi dan meningkatkan komunitas dan lingkungan
tempat mereka beroperasi. Sebuah elemen penting dari akuntansi kepatuhan sosial
adalah seperangkat standar sosial, seperti itu seperti yang disediakan di SA8000
(dikeluarkan oleh Social Accountability International (SAI)). SEBUAH ringkasan
standar SA8000 berikut:

• Pekerja Anak: Tidak ada pekerja di bawah usia 15 tahun; remediasi dari
setiap anak yang ditemukanbekerja

• Kerja Paksa: Tidak ada kerja paksa, termasuk penjara atau jeratan hutang;
tidakpenginapan deposito atau surat identitas oleh majikan atau di luar
perekrut

• Kesehatan dan Keselamatan: Menyediakan lingkungan kerja yang aman


dan sehat; mengambil langkah untuk mencegah cedera; pelatihan pekerja
kesehatan dan keselamatan reguler; sistem untuk mendeteksi ancaman
terhadap kesehatan dan keselamatan; akses ke kamar mandi dan air minum

• Kebebasan Berserikat dan Hak untuk Berunding Bersama: Hormati hak


untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja dan berunding

17
secara kolektif; di mana hukum melarang inikebebasan, memfasilitasi
sarana keterkaitan dan tawar menawar paralel

• Diskriminasi: Tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, kasta, asal, agama,


disabil-ity, gender, orientasi seksual, kesatuan atau afiliasi politik, atau
usia; tidak ada seksual gangguan

• Disiplin: Tidak ada hukuman fisik, pemaksaan mental atau fisik atau
pelecehan verbal

• Jam Kerja: Patuhi hukum yang berlaku tetapi, dalam hal apa pun, tidak
lebih dari 48 jam per minggu dengan setidaknya 1 hari libur untuk setiap
periode 7 hari; lembur sukarela dibayar dengan tarif premium dan tidak
melebihi 12 jam per minggu secara rutin; lembur mungkin wajib jika
bagian dari kesepakatan tawar kolektif

• Kompensasi: Upah yang dibayarkan untuk minggu kerja standar harus


memenuhi ketentuan hukum dan standar industri dan cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan mereka keluarga; tidak ada
pemotongan disiplin

• Sistem Manajemen: Fasilitas yang mencari untuk memperoleh dan


mempertahankan sertifikasi harus melampaui kepatuhan sederhana untuk
mengintegrasikan standar ke dalam manajemen mereka sistem dan praktik.

SAI awalnya didirikan di bawah payung Council on Economic Priorities (CEP)


pada Oktober 1997. SAI percaya bahwa kode etik bisnis perlu untuk berhati-hati
berdasarkan norma internasional dan dikaitkan dengan verifikasi kepatuhan
independen.

SAI bekerja dengan The Business Social Compliance Initiative (BSCI), Cotton
Made In Africa (CmiA), The ISEAL Alliance, The International Textile Garment
dan Leather Workers Federation (ITGLWF), Joint Initiative on Corporate
Account ability and Workers Rights (Jo-In), Private Voluntary Organization

18
(PVO) Stan dards, Global Reporting Initiative (GRI), The International
Organization for Standardization (ISO), and Transparency International (TI) untuk
memajukan manusia hak pekerja dan untuk menghilangkan sweatshop dengan
mempromosikan kerja etis kondisi, hak buruh, tanggung jawab sosial perusahaan
dan dialog sosial. SAI mengakreditasi organisasi audit yang memenuhi syarat
untuk menyatakan kepatuhan berdasarkan SA 8000. Lebih dari 1,2 juta pekerja
dipekerjakan di lebih dari 2.100 fasilitas bersertifikat SA8000 di Indonesia 60
negara

Akuntansi kepatuhan sosial menjadi bagian penting dari rantai pasokan


manajemen oleh MNC. Bahkan, bergandengan tangan dengan perusahaan
multinasional yang memindahkan produksi ke negara-negara berkembang, banyak
LSM global, organisasi internasional dan MNC sendiri telah menyusun
persyaratan untuk standar sosial tertentu di Indonesia kode etik mereka. Ada
semakin banyak LSM Barat, buruh organisasi, masyarakat sipil dan asosiasi
konsumen yang bergabung dalam aliansi (seperti Inisiatif Perdagangan Etis (ETI)
1 di UK dan Fair Labour Association (FLA) di Indonesia USA), yang bertujuan
untuk menyoroti standar sosial untuk meningkatkan akuntabilitas kaitannya
dengan kondisi tenaga kerja dalam rantai pasokan global yang memproduksi
barang untuk pasar Inggris dan AS.

Semakin banyak organisasi internasional juga mendefinisikan standar mereka


untuk organisasi yang beroperasi di atau sumber produk dari negara berkembang.
Dari semua standar yang dikembangkan sejauh ini, SA8000 tampaknya menjadi
yang paling banyak diterima. Sebagaimana dibahas sebelumnya, SA8000
dikembangkan oleh SAI, organisasi non-pemerintah, multi-stakeholder yang misi
utamanya adalah untuk memajukan hak asasi manusia pekerja di seluruh dunia
dengan standar global untuk akuntabilitas sosial. Yang menarik, banyak
perusahaan global yang mengambil produk dari negara berkembang memasukkan
standar hak asasi manusia ke dalam praktik mereka sendiri yang sama atau mirip
dengan standar SA8000 yang diringkas di atas. Selain itu, hampir semua MNC
yang telah menghasilkan kode etik telah melakukannya dengan cara yang mirip

19
dengan SA8000. Ketika perusahaan multinasional mengambil produk dari negara
berkembang telah mengadopsi kode etik mereka sendiri, itu didasarkan pada
SA8000 atau standar yang dihasilkan oleh organisasi mitra SAI seperti BSCI, GRI
atau ISO — yang pada gilirannya semuanya didasarkan pada standar hak asasi
manusia ILO. Semua standar kepatuhan sosial internasional ini adalah bagian
penting dari akuntansi kepatuhan sosial.

Manajer kepatuhan sosial dan akuntan harus mempertimbangkan berbagai standar


sosial yang harus dirangkul dalam rantai pasokan. Manajer menggunakan
akuntansi kepatuhan sosial dan pelaporan untuk menjaga legitimasi serta untuk
meningkatkan reputasi mereka dalam rantai pasokan. Jika standar-standar sosial
tertentu telah disetujui, staf manajemen di MNC mengharuskan semua pemasok
dan pabrik untuk mematuhi standar-standar tersebut agar berhasil menjalankan
bisnis dan mempertahankan legitimasi di wilayah tempat mereka beroperasi.

Manajer yang baik prihatin tentang pembangunan berkelanjutan dan keadilan


yang lebih besar dalam kaitannya dengan distribusi manfaat di antara para peserta
dalam rantai pasokan. Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa perusahaan
multinasional membutuhkan manajer sumber dan kepatuhan mereka untuk
mengunjungi pabrik pemasok setidaknya sekali dalam setiap periode produksi.
Secara umum, manajer kepatuhan lebih memperhatikan untuk memastikan bahwa
prinsip-prinsip dalam kode etik terpenuhi, sementara perwakilan sumber lebih
tertarik pada masalah terkait lokasi, harga dan kualitas. Biasanya, tempat kerja di
lokasi upah rendah memerlukan standar sosial yang dirancang untuk juga
memastikan kepatuhan dengan standar hukum seperti upah minimum, jam kerja,
kesehatan dan keselamatan, kerja paksa dan anak dan sebagainya . Manajer
mengharapkan mitra lokal mereka di pabrik manufaktur di luar negeri untuk
mematuhi standar yang berlaku.

Apa itu Audit Kepatuhan Sosial?

Audit sering dikaitkan dengan standar yang harus dipatuhi oleh organisasi.
Sementara standar kepatuhan sosial mengacu pada bagaimana suatu bisnis

20
memperlakukan karyawan dan lingkungannya, dan mencakup perspektif mereka
tentang tanggung jawab sosial, audit kepatuhan sosial merupakan cara yang
efektif bagi perusahaan dan organisasi untuk memenuhi harapan di bidang-bidang
ini. Organisasi harus mematuhi persyaratan minimum yang ditentukan oleh
standar, dan memastikan bahwa tingkat ini terus dipertahankan. Seperti yang
disarankan oleh Poe (1994), audit kepatuhan sosial adalah "kartu laporan tentang
kesadaran sosial perusahaan" sementara Vinten (1990) mengusulkan "tinjauan
untuk memastikan bahwa organisasi memberikan pertimbangan yang layak untuk
tanggung jawab sosial dan luasnya kepada mereka baik secara langsung maupun
tidak langsung. dipengaruhi oleh keputusannya, dan bahwa keseimbangan dicapai
dalam perencanaan perusahaan antara aspek-aspek ini dan tujuan-tujuan bisnis
yang lebih tradisional yang terkait ”. Audit kepatuhan sosial bersifat sukarela dan
membantu perusahaan mengembangkan dan menerapkan program praktik yang
adil yang transparan di seluruh rantai pasokan. Mereka dapat dilakukan dengan
tujuan untuk menetapkan apakah suatu organisasi sesuai dengan prinsip dan
standarnya sendiri (atau yang diakui) lainnya (Gray 2000). Mereka adalah alat di
mana organisasi dapat merencanakan, mengelola dan mengukur kegiatan
tanggung jawab sosial dan memantau baik konsekuensi internal maupun eksternal
dari kegiatan-kegiatan ini. Carroll dan Beiler (1975) mendefinisikan audit
kepatuhan sosial sebagai upaya untuk mengukur, memantau, dan mengevaluasi
kinerja non-keuangan organisasi sehubungan dengan kebijakan dan tujuan
sosialnya. Saat mereka menyatakan:
audit sosial berasal dari asumsi bahwa kinerja ekonomi sedang
dipantau dan dinilai di tempat lain (dalam audit keuangan) oleh
perusahaan. Audit sosial menyelidiki apa yang dapat disebut sebagai
masalah sosial kontemporer seperti pekerjaan dan hubungan
minoritas, perlindungan lingkungan, hubungan masyarakat, masalah
konsumerisme, dll. (Hal. 597).

Medawar (1976) mendefinisikan audit kepatuhan sosial sebagai pemeriksaan


penuh dan publik atas aktivitas perusahaan karena memengaruhi karyawan,

21
konsumen, komunitas lokal, dan pihak lain yang berkepentingan. Dengan cara
yang sama, Owen dkk. (2000) mendefinisikan audit kepatuhan sosial sebagai
proses di mana organisasi menentukan dampaknya pada masyarakat dan
mengukur serta melaporkan hal yang sama kepada masyarakat luas. Elkington
(1997) berpendapat bahwa audit kepatuhan sosial digunakan untuk menilai kinerja
dalam kaitannya dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Harte dan Owen
(1987) mengacu pada audit kepatuhan sosial dalam konteks isu atau peristiwa
spesifik — seperti penutupan pabrik. Audit semacam itu dapat memeriksa
implikasi sosial yang akan mengikuti jika organisasi atau pabrik tertentu ditutup.
Meskipun berbagai perbedaan dalam perspektif, banyak peneliti - seperti yang
disebut di atas - percaya audit kepatuhan sosial harus didasarkan pada asumsi
bahwa organisasi memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat yang lebih
luas. Artinya, mereka memiliki tanggung jawab inti yang secara berkala perlu
dinilai untuk kepatuhan. Audit kepatuhan sosial terkait erat dengan akun sosial,
pengungkapan sosial, dan praktik jaminan. Gray (2000) berpendapat bahwa audit
kepatuhan sosial dapat memberikan titik awal yang penting di mana
perkembangan selanjutnya dalam pengungkapan (sosial) dapat dibangun. Gray
(2000) juga membedakan audit kepatuhan sosial dari jaminan atau pengesahan
dengan menyatakan bahwa sementara jaminan atau pengesahan mengacu pada
komentar independen pada akun sosial atau pengungkapan sosial, audit sosial
mengacu pada latihan pengambilan pulsa pribadi oleh organisasi, output yang
mungkin atau mungkin tidak mengarah pada publikasi akun sosial (Gray 2000).

Berdasarkan karya Hunter dan Urminsky (2003), dapat dikatakan bahwa audit
kepatuhan sosial digunakan untuk menilai kondisi kerja yang ada di suatu fasilitas
atau rantai pasokan perusahaan. Proses ini dapat memakan waktu beberapa jam
hingga beberapa hari, dan melibatkan sejumlah langkah. Tiga proses umum
terlibat dalam audit kepatuhan sosial. Ini termasuk tinjauan dokumen, inspeksi
lokasi dan wawancara dengan pekerja, manajemen dan pihak ketiga yang
berkepentingan (Hunter dan Urminsky 2003). Awalnya, audit akan dilakukan
untuk mengungkap pelanggaran standar yang dapat diterima. Ketika tindak lanjut

22
audit dilakukan, mereka umumnya diskalakan kembali kecuali pelanggaran
tertentu telah diidentifikasi atau jika berita telah terungkap bahwa masalah kinerja
sosial berpotensi hadir. Banyak tim audit tampaknya mengikuti prosedur serupa.
Proses yang ketat terdiri dari lima langkah, termasuk pertemuan pembukaan
dengan manajer tingkat tinggi, kunjungan ke lantai, tinjauan dokumen, wawancara
dengan pekerja, dan pertemuan penutupan dengan manajer senior.

Rasional atau tujuan untuk melakukan audit kepatuhan sosial dapat bervariasi.
Owen dkk. (2000) berpendapat bahwa tujuan audit kepatuhan sosial harus untuk
melakukan seluruh proses di mana organisasi menentukan dampaknya pada
masyarakat dan tindakan dan laporan kepada masyarakat luas. Namun, bahayanya
adalah bahwa manajemen akan mengambil kendali dari seluruh proses (termasuk
tingkat inklusi stakeholder) dengan strategis mengumpulkan dan menyebarluaskan
hanya informasi yang dianggap tepat untuk memajukan citra perusahaan dan
legitimasi, bukannya benar-benar transparan dan bertanggung jawab kepada
masyarakat yang dilayaninya (Owen et al. 2000). Artinya, ada risiko bahwa audit
kepatuhan sosial dapat dibatasi untuk beroperasi sebagian besar sebagai alat
manajemen daripada sebagai mekanisme untuk mempromosikan akuntabilitas
demokratis (Owen 2007). Oleh karena itu, audit sosial menyediakan instrumen
potensial untuk akuntabilitas sosial, tetapi dalam praktiknya, manajer mungkin
menggunakannya untuk keuntungan bisnis daripada untuk kepentingan yang lebih
besar dari berbagai pemangku kepentingannya.

Gray (2000) berpendapat bahwa ada dua tujuan yang saling eksklusif dari audit
kepatuhan sosial. Mereka dapat dilakukan untuk tujuan pengendalian manajemen,
dan untuk menilai risiko, mengelola pemangku kepentingan, manajemen gambar,
hubungan masyarakat, mencari peluang dan efisiensi, mempublikasikan bahwa
organisasi hidup berdasarkan nilai-nilainya, dan / atau untuk mempertahankan
legitimasi. Sebaliknya, audit kepatuhan sosial mungkin dilakukan untuk tujuan
akuntabilitas, demokratis, dan keberlanjutan dengan tujuan memberi manfaat
kepada masyarakat melalui pengejaran tujuan organisasi. Dari perspektif ini,
pertimbangan akan diberikan pada hak pemangku kepentingan atas informasi,

23
menyeimbangkan kekuasaan dengan tanggung jawab, memberdayakan para
pemangku kepentingan, atau memiliki hingga kegagalan ekologi dan kegagalan
ekologi.

Pentingnya audit kepatuhan sosial tidak dapat diremehkan. Menurut Egels-Zanden


dan Wahlqvist (2007), audit lebih sering daripada setiap 3 tahun akan menjadi
mahal, meskipun bisa mengarah pada tingkat kepatuhan yang lebih tinggi. Sangat
bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan audit rutin atau tahunan. Hal ini
karena audit jarang memberikan kesempatan untuk kerusakan dimonitor dan tidak
terkendali dalam kondisi yang kemudian akan negatif mempengaruhi persepsi
masyarakat yang lebih luas (Egels-Zanden dan Wahlqvist 2007) bekerja. Dengan
minat pada biaya sosial manufaktur meningkat, penting bagi pengecer, produsen,
importir dan perusahaan perdagangan untuk menerapkan proses untuk mengelola
risiko yang terkait dengan kepatuhan rantai pasokan sosial. Penemuan praktik
kerja yang tidak etis atau melanggar hukum dalam rantai pasokan dapat
menyebabkan reputasi merek yang buruk, krisis legitimasi, dan hasil keuangan
yang buruk. Pemasok yang bekerja dengan berbagai perusahaan perdagangan
dapat menghemat waktu dan uang melalui audit kepatuhan sosial yang pro-aktif
oleh pihak ketiga yang menghilangkan kebutuhan untuk beberapa audit (BSCI
2013). Sementara dari perspektif akuntabilitas, audit kepatuhan sosial
menyediakan kerangka kerja bagi perusahaan untuk mengelola rantai pasokan
mereka, meningkatkan kesehatan dan keselamatan dan sinyal nol penerimaan
anak dan kerja paksa (Wilshaw 2011), dari perspektif legitimasi audit kepatuhan
sosial memenuhi tujuan ganda: sosial penerimaan atau peningkatan reputasi dan
keuntungan finansial. Dengan meningkatnya kekhawatiran tentang biaya sosial
manufaktur, perlu bagi semua pemain dalam rantai pasokan untuk menerapkan
prosedur untuk mengelola risiko yang terkait dengan kepatuhan sosial. Hasil
keuangan yang buruk dan reputasi merek yang buruk adalah konsekuensinya jika
perusahaan dianggap bertanggung jawab atas praktik yang tidak etis atau
melanggar hukum dalam rantai pasokan (BSCI 2013).

24
Jika audit kepatuhan sosial dirancang untuk tujuan pengendalian manajemen,
manajer yang baik perlu memahami proses audit kepatuhan sosial, karena dapat
membantu mempersempit kesenjangan antara visi / tujuan dan kenyataan, dan
antara efisiensi dan efektivitas. Manajer dapat melihat audit kepatuhan sebagai
cara yang efektif untuk memenuhi tuntutan profitabilitas jangka panjang dan
tanggung jawab sosial. Banyak MNC memiliki tim kepatuhan sosial khusus yang
menyiapkan informasi yang diperlukan untuk auditor internal atau eksternal
(Merk dan Zeldenrust 2005). Perusahaan lain mempekerjakan perusahaan
pengaudit pihak eksternal atau ketiga untuk memantau kode etik mereka atau
peraturan lain yang diakui (Merk dan Zeldenrust 2005). Sementara auditor
internal terlibat dalam pemantauan regulator tindakan sosial perusahaan dan
pelaporan terkait, auditor eksternal menyiapkan pernyataan tentang hasil dari
proses audit.

Pelaporan Kepatuhan Sosial


Pelaporan kepatuhan sosial adalah bagian dari akuntansi kepatuhan sosial dan
audit. Pelaporan kepatuhan sosial berkaitan dengan pengungkapan informasi oleh
organisasi tentang kinerja kepatuhan sosial. Dengan mempertimbangkan standar
sosial internasional dalam pikiran, pelaporan kepatuhan sosial dapat didefinisikan
sebagai penyediaan informasi tentang kinerja kepatuhan organisasi dalam
kaitannya dengan interaksinya dengan lingkungan sosial (termasuk rantai
pasokan) dan termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
- Masalah anak dan kerja paksa;
- Perdagangan manusia;
- Kesehatan dan keselamatan;
- Kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama;
- Pemaksaan mental atau fisik atau pelecehan verbal;
- Jam kerja; dan
- Kompensasi.
Sementara beberapa negara, seperti Amerika Serikat, berusaha untuk
mengamanatkan pengungkapan perusahaan tentang tindakan apa yang mereka

25
ambil untuk menghentikan perdagangan manusia dan kerja paksa, dalam
kenyataannya, pelaporan kepatuhan sosial secara umum sebagian besar
merupakan praktik perusahaan sukarela. Semakin banyak organisasi berbasis
industri internasional yang mengungkapkan informasi kinerja kepatuhan sosial
dengan mengikuti pedoman internasional seperti SA8000. Seiring dengan kode
etik mereka, banyak MNC mengungkapkan hasil audit sosial mereka di media
perusahaan seperti laporan tahunan dan laporan sosial yang berdiri sendiri.
Misalnya, perusahaan Skandinavia, Lindex, mengungkapkan dalam laporan CSR
2009:
Sejak 2004, Lindex telah menjadi bagian dari Prakarsa Kepatuhan
Sosial Bisnis (BSCI2), yang melampaui batas-batas sektor dan
melibatkan kolaborasi antara lebih dari 450 perusahaan, terutama
Eropa, yang saat ini menggunakan Kode Etik bersama dan sistem audit
pabrik. Semua audit dilaporkan dalam database bersama di mana
dimungkinkan untuk mengikuti perkembangan di pabrik yang berbeda. . .
Selama 2009, Lindex melakukan total 274 audit. Dari jumlah tersebut,
192 merupakan audit awal, yaitu audit pertama pada pemasok, dan 82
adalah audit ulang. 199 dilakukan oleh auditor Lindex sendiri dan 75
dilakukan oleh perusahaan eksternal. Dalam audit pabrik, penilaian
dilakukan di 13 bidang yang berbeda dan setiap area diberi skor 0, 1, 2
atau n / a tergantung pada seberapa baik persyaratan telah terpenuhi.
Ketika setiap bagian dari Kode telah diberi skor (0-2 atau n / a)
penilaian akhir dari pabrik dibuat. Selama 2009, 24 pabrik berada di
Daftar Berhenti. Pelanggaran termasuk dokumen yang tidak lengkap
atau bertentangan yang mengakibatkan tidak mungkin untuk
memverifikasi permintaan untuk upah minimum atau di mana pemasok
telah menggunakan pabrik yang belum diaudit dan disetujui oleh Lindex
untuk bagian-bagian tertentu dari produksinya. Selama tahun 2009, total
157 pemasok dan pabrik ikut serta dalam kegiatan pelatihan yang
diprakarsai oleh Lindex dan BSCI.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kegiatan tanggung jawab sosial
perusahaan merupakan salah satu upaya perusahaan dalam memberikan kontribusi
terhadap lingkungan sekitar. Kegiatan ini merupakan kegiatan filantropis yang
dalam implementasinya akan membawa nilai-nilai dan prinsip-prinsip perusahaan.
Dengan kontribusi perusahaan tersebut, masyarakat sekitar dan lingkungan akan
mendapatkan beberapa implikasi positif. Kegiatan tanggung jawab sosial ini pun
menjadi suatu daya tarik bagi konsumen karena perusahaan tersebut melakukan
kegiatan sukarelawan yang menunjukkan etika bisnis. Beberapa etika bisnis
seperti transparansi dan akuntabilitas perusahaan akan meningkatkan citra baik
dalam perusahaan. Tingkat keinginan perusahaan untuk melakukan kontribusi
sosial dipengaruhi oleh beberapa determinan yaitu determinan ekonomi berupa
keuntungan dan besar perusahaan, determinan legal yang mengatur perilaku
perusahaan, determinan etika, dan determinan sukarela. Namun, Penulis
berpendapat bahwa kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan ini tidak
sepenuhnya filantropis dan sukarela, karena citra baik perusahaan yang diperoleh
dari kegiatan tersebut pada dasarnya memberikan keuntungan lebih di masa
depan. Hal ini menjadi strategi justifikasi moral perusahaan yang sebelumnya
dipandang hanya sekedar menginginkan keuntungan menjadi suatu perusahaan
yang baik dan memedulikan lingkungan.

3.2 Saran
Kami sadar bahwa penulis adalah manusia yang pastinya memiliki
kesalahan. Oleh karena itu, dengan adanya kritik dansaran dari pembaca, penulis
bisa mengkoreksi diri dan menjadikan makalah kedepan menjadi makalahyang
lebih baik lagi dan dapat memberikan manfaat yang lebih bagi kita semua.

27
DAFTAR PUSTAKA

Islam, Muhammad, Azizul. 2015. Social Compliance Accounting. Switzerland:


Springer International Publishing.

Gomez, Ana Maria Davila.,and Crowther, David. 2012. Human Dignity and
Managerial Responsibility. England: Gower Publishing Limited.

28

Anda mungkin juga menyukai