DISUSUN OLEH :
JIHANA SAFIRA TUALEKA (A062202004)
ANI OKTAVINA (A062202036)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kedudukan Sosial Perusahaan ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Akuntansi Lingkungan
& Sosial. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kedudukan Sosial
Perusahaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Darwis Said, SE.,Ak.,M.SA. selaku dosen Akuntansi
Lingkungan & Sosial yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………… 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………….………….. 3
BAB I Pendahuluan…………………………….................................................................................................. 4
BAB II Pembahasan…………………………………………………………………………………….……………...6
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………………. 13
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………….…………………...………. 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
3. Untuk mengetahui Dasar Hukum Corporate Social Responsibility (CSR).
4. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility (CSR).
5. Untuk mengetahui Model Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR).
5
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah
corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.
Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika
corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate
community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan.
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama
6
setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998)
karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic
growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World Commission on Environment
and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga
fokus: 3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi
belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan ( planet) dan kesejahteraan
masyarakat (people).
Di Indonesia, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) dikenal pada tahun 1980-an, namun
semakin popular digunakan sejak tahun 1990-an. Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR)
Indonesia dikenal dengan nama CSA ( Corporate Social Activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Kegiatan
CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama.
Sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam
mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Ikatan
Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen sejak tahun 2005 mengadakan Indonesia
Sustainability Reporting Award (ISRA). Secara umum ISRA bertujuan untuk mempromosikan voluntary
reporting CSR kepada perusahaan di Indonesia dengan memberikan penghargaan kepada perusahaan
yang membuat laporan terbaik mengenai aktivitas CSR. Sampai dengan ISRA 2007 perusahaan tambang,
otomotif dan BUMN mendominasi keikutsertaan dalam ISRA.
Munculnya konsep CSR didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang
dapat disingkat sebagai fenomena DEAF (yang dalam bahasa Inggris berarti tuli), sebuah akronim dari
Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi (Suharto, 2007:103-104):
a. Dehumanisasi industri
Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-
persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat
di sekitar perusahaan. ‘Merger mania’ dan perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang
pemutusan hubungan kerja dan pengangguran, ekspansi dan eksploitasi dunia industri telah
melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat.
b. Equalisasi hak-hak publik
Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggung jawaban perusahaan
atas berbagai masalah sosial yang sering kali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran
ini semakin menuntut akuntabilitas (accountability) perusahaan bukan saja dalam proses produksi,
melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap berbagai dampak sosial
yang ditimbulkan.
c. Aquariumisasi dunia industri
7
Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang
hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantropis tidak
akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar
perusahaan seperti ini ditutup.
d. Feminisasi dunia kerja.
Semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan
saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan,
keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti
penelantaran anak, kenakalan remaja akibat berkurang atau hilangnya kehadiran ibu-ibu di rumah dan
tentunya di lingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan anak (child care), pendirian
fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi
bagi remaja bisa merupakan sebuah ‘kompensasi’ sosial terhadap isu ini.
8
lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 34 :
1. Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau
lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
3. Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai
sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9
kebikan masyrakat tersebut. Keterlibatan sosial merupakan wujud nyata dari tanggung jawab
sosial dan kepedulian perusahaan sebagai bagian integral dari masyarakat atas kemajuan
maysrakat tersebut.
b. Perusahaan telah diuntungkan dengan mendapatkan hak mengelola sumber daya alam yang
ada di masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.
Demikian pula, sebagai tingkat tertentu masyarakat telah menyiapkan tenaga-tenaga
profesional bagi perusahaan yang berjasa mengembangkan perusahaan tersebut. Karena
itu, keterlibatan sosial merupakan semacam balas jasa terhadap masyarakat.
c. Tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang merugikan kepentingan masyarakat
luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan mempunyai kepedulian punya
tanggung jawab terhadap masyarakat dan dengan demikian dapat mencegahnya untuk tidak
sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.
d. Menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat. Ini akan membuat masyarakat
merasa memiliki perusahaan tersebut dan dapat menciptakan iklim sosial dan politik yang
lebih aman, kondusif, dan menguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut.
2. Keuntungan ekonomis
Tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan demi mempertahankan kelangsungan bisnis
dan perusahaan yang menyangkut semua orang yang terkait dalam bisnis tersebut. Setiap pelaku
bisnis dan perushaan secara moral dibenarkan untuk mengejar kepentingan pribadinya yang dalam
bisnis dibaca sebagai keuntungan karena hanya dengan demikian ia dapat mempertahankan
kelangsungan bisnis dan perusahaan tersebut. Maka, mengejar keuntungan tidak lagi dilihat sebagai
hal yang egoistis dan negatif secara moral, melainkan justru dilihat sebagai hal yang moral sangat
positif. Dalam hal ini keuntungan ekonomi dilihat sebagai sebuah lingkup tanggung jawab moral dan
sosial yang sah dari suatu perusahaan.
3. Memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat
Perusahaan punya kewajiban dan juga kepentingan untuk menjaga ketertiban dan keteraturan sosial.
Salah satu bentuk dan wujud yang paling nyata dari menjaga ketertiban dan keteraturan sosial ini
sebagai wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan adalah dengan mematuhi aturan hukum yang
berlaku karena jika tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku maka ketertiban dan keteraturan
masyarakat tidak akan terwujud.
4. Hormat pada hak dan kepentingan stakeholder atau pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan
bisnis suatu perusahaa
Hormat pada hak dan kepentingan stakeholders atau pihak-pihak terkait yang mempunyai
kepentingan langsung dan tidak langsung dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan. Perusahaan
secara moral dituntut dan menuntut diri untuk bertanggung jawab atas hak dan kepentingan pihak-
pihak terkait yang punya kepentingan.Artinya dalam kegiatan bisnisnya suatu perusahaan perlu
memperhatikan hak dan kepentingan pihak-pihak tersebut: konsumen, buruh, investor, kreditor,
10
pemasok, penyalur, masyarakat setempat, pemerintah dan seterusnya. Tanggung jawab sosial
perusahaan lalu menjadi hal yang begitu kongkret, baik demi terciptanya suatu kehidupan sosial yang
baik maupun demi kelangsungan dan keberhasilan kegiatan bisnis perusahaan tersebut.
11
pariwisata; (8) Pembangunam prasarana dan perumahan; dan (9) Hukum, advokasi, dan politik.
Kategori perusahaan hubungannya dengan penerapan CSR :
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan anggaran CSR :
a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah.
b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki profit tinggi, namun anggaran CSRnya
rendah.
c. Perusahaan Humanis. Perusahaan yang memiliki profit rendah, tapi proporsi anggaran
CSRnya tinggi.
d. Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi.
Perusahaan memandang CSR bukan beban, tapi peluang untuk maju.
2. Berdasarkan tujuan CSR (promosi atau pemberdayaan masyarakat) :
a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan yang jelas.
b. Perusahaan Impresif. CSR diutamakan untuk promosi.
c. Perusahaan Agresif. CSR diutamakan untuk pemberdayaan.
d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan
pemberdayaan karena dipandang bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi
kemajuan perusahaan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak
lain secara lebih luas daripada sekedar terhadap kepentingan perusahaan belaka. Dalam perkembangan
etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih komprehensif mengenai lingkup tanggung
jawab sosial perusahaan. Sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai ruang
lingkup tanggung jawab sosial perusahaan.
Indikator keberhasilan tanggung jawab social perusahaan terhadap masyarakat sendiri dilihat dari
bagaimana masyarakat setempat merasakan manfaat dengan adanya kegiatan yang dilakukan
perusahaan. Karena dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat dan memperhatikan
limbah dari produk yang dihasilkan maka perusahaan tersebut telah menjalankan tanggung jawab
sosialnya kepada masyarakat. Dengan begitu terjalin hubungan yang baik antara masyarakat setempat
dengan perusahaan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Desjardins, Hartman. 2012. Etika Bisnis ; Pengambil Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab
Sosial. Erlangga : Jakarta.
http://cahyanidewi.blogspot.co.id/2013/01/etika-bisnis.html
http://deeruangbebas.blogspot.co.id/2010/12/corporate-social-responsibility-csr.html
https://renavirgiana.wordpress.com/2016/04/17/makalah-corporate-social-responsibility-csr/
14