Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL MINI RISET

PENGARUH DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN DAN


KEPEMILIKAN MENEJERIAL TERHADAP TINDAKAN
WINDOW DRESSING PADA PERUSAHAAN ASURANSI
YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Proposal Mini Riset


Mata Kuliah Metodologi Penelitian Akuntansi yang dibimbing
Oleh Bapak Nedi Hendri, S.E., M.Si., Ak., CA., ACPA., CPA., CRA

Oleh
Retno Setyaningsih
17630030

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI AKUNTANSI
JULI 2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian yang berjudul “Pengaruh Dewan Komisaris Dan Kepemilikan
Menejerial Terhadap Tindakan Window Dressing Pada Perusahaan Asuransi
Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Adapun tujuan dari penulisan
proposal ini adalah untuk Memenuhi Tugas Proposal Mini Riset Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Akuntansi yang Dibimbing Oleh Bapak Nedi Hendri, S.E.,
M.Si., Ak., CA., ACPA., CPA., CRA
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil
sehingga proposal penelitian ini dapat selesai. Meskipun telah berusaha
menyelesaikan proposal mini riset ini sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa
proposal ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala
kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga proposal mini riset ini berguna bagi para
pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Seputih Raman, 14 Juni 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Halaman Judul......................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian......................................................................... 3
BAB II Kajian Literatur............................................................................ 6
2.1. Kerangka Pemikiran...................................................................... 6
2.2. Hipotesis Penelitian (jika ada)....................................................... 8
Bab III Metode Penelitian........................................................................ 9
3.1. Desain Penelitian........................................................................... 9
3.2. Definisi Operasional Variabel........................................................ 10
3.3. Teknik Pengumpulan Data............................................................ 11
3.4. Populasi Dan Sampel Penelitian.................................................... 12
3.5. Tekhnik Analisis Data Dan Pengujian Hipotesis............................ 13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PSAK No. 1 (IAI, 2015) menyatakan bahwa Laporan Keuangan adalah
penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu
entitas. Laporan ini menampilkan sejarah entitas yang dikuantifikasi dalam
nilai moneter. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan
keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan
dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus
dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul
dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya,
informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan
pengaruh perubahan harga. Setiap perusahaan menyiapkan laporan
keuangan Setiap tahunnya atau pada satu periode akuntansi, semua entitas
bisnis yang bersifat profit oriented pasti mengumumkan hasil kinerja
keuangan mereka yang dicantumkan dalam laporan keuangan perusahaan.
Salah satu laporan keuangan tersebut adalah laporan laba rugi. Laporan laba
rugi merupakan sebuah laporan berisi informasi laba (income) di dalam
sebuah perusahaan pada saat tertentu. Laba sebenarnya adalah sebuah
fakta sesuai dengan realita yang terjadi, maka ketika laba tidak kelihatan
bagus perusahaan seringkali mengakali labanya dengan cara yang tidak
benar agar terlihat tetap bagus. Salah satunya adalah dengan mempraktikan
manajemen laba.
Usaha untuk membuat laporan keuangan menjadi lebih “cantik” bagi
penggunanya sering dilakukan oleh banyak perusahaan diberbagai sektor,
salah satunya dengan melakukan manipulasi laba atau yang lebih dikenal
dengan nama manajemen laba (earnings management). Sulistyanto (2008)
mengartikan manajemen laba sebagai upaya manajer perusahaan untuk
mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan
keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Intervensi yang dilakukan

1
manajer dapat dilakukan dengan tiga pola. Pola yang dipilih dan dipakai
manajer tergantung pada tujuan yang ingin dicapainya. Apabila manajer
menginginkan kinerja perusahaan terlihat lebih bagus daripada kinerja
sesungguhnya maka manajer akan menaikkan informasi labanya lebih tinggi
dibanding laba sesungguhnya. Sementara apabila manajer menginginkan
kinerja perusahaan rendah maka manajer itu akan mengatur labanya lebih
rendah dibandingkan kinerja sesungguhnya. Agar kinerjanya terlihat lebih
merata selama beberapa periode, manajer akan mengatur informasi
sedemikian rupa sehingga labanya tidak bergerak secara fluktuatif selama
periode-periode itu.
Salah satu praktik manajemen laba adalah window dressing. Dengan
“window dressing” laporan keuangan dapat menunjukkan kinerja yang baik.
Menurut Ryan (2010) perusahaan memiliki sebuah dorongan untuk
melakukan window dressing pada aset lancar yaitu keinginan untuk “terlihat
bagus” dengan melaporkan cash holding lebih tinggi dari pada yang
sebenarnya pada akhir tahun fiskal. Menurut Fauzi (2013) memiliki kas dalam
jumlah yang banyak dapat memberikan berbagai macam keuntungan bagi
perusahaan seperi keuntungan dari potongan harga (trade discount),
terjaganya posisi perusahaan dalam peringkat kredit (credit rating) dan untuk
membiayai kebutuhan akan kas yang tidak terduga (unexpected expenses).
Menurut Khokhar (2013) sebuah perusahaan memiliki dorongan yang kuat
untuk melakukan window dressing pada cash holdings, karena cash holdings
dapat digunakan sebagai sebuah instrument untuk memberikan sinyal bahwa
neraca sebuah perusahaan sehat dan kuat. Window dressing adalah salah
satu praktek manajemen laba yang dilakukan emiten untuk laporan
keuangan agar terlihat baik pada akhir kuartal. Dengan cara menampilkan
nilai kas yang tinggi saat akhir tahun, sehingga investor beranggapan
bahwa perusahaan mempunyai banyak kas dan mampu membayar deviden.
Tetapi efek paling besar terjadi pada akhir tahun, saat tutup buku.
Karena itu investor cenderung menyebut window dressing adalah
fenomena menjelang akhir tahun.
Terjadi banyak skandal keuangan di perusahaan-perusahaan dengan
melibatkan persoalan laporan keuangan yang pernah diterbitkannya.
Fenomena yang terjadi di Indonesia pada Rabu (8/1/2020) Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) telah mengumumkan pernyataan resminya terkait skandal

2
pada perusahaan berplat merah yaitu PT Asuransi Jiwasraya, salah satunya
laba perseroan sejak 2006 disebut semu karena melakukan rekayasa
akuntansi (window dressing) .
Diperlukan mekanisme monitoring untuk meminimalisir Tindakan window
dressing dan Mekanisme monitoring yang digunakan untuk menyelaraskan
berbagai kepentingan dapat dilakukan melalui peran monitoring dewan
komisaris independen. Mayangsari (2003) dalam Guna dan Herawaty (2010)
menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen dalam perusahaan
berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan keputusan guna
memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-
pihak lain yang terkait dengan perusahaan. Nasution dan Setiawan (2007)
berhasil membuktikan bahwa dewan komisaris independen mempunyai
pengaruh terhadap manajemen laba dengan arah yang negatif. Hal ini
menandakan bahwa mekanisme corporate governance yang diajukan melalui
keberadaan pihak independen dalam dewan komisaris mampu mengurangi
tindak manajemen laba yang terjadi. Adanya dewan komisaris perusahaan
yang tertera di KNKG (2006) sebagai pihak yang mengawasi pelaksanaan
aktivitas bisnis, diharapkan dapat menjamin tingginya kualitas laporan
keuangan sehingga mampu membatasi dan mendeteksi manajemen dalam
melakukan tindakan yang mementingkan salah satu pemangku kepentingan.
Selanjutnya mekanisme monitoring yang digunakan untuk menyelaraskan
berbagai kepentingan yaitu dengan memperbesar kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling,
1976 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Melalui kepemilikan manajerial
diharapkan kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat
disejajarkan dengan kepentingan manajer. Midiastuty dan Machfoedz (2003),
Ujiyantho dan Pramuka (2007), serta Iqbal (2007) berdasarkan penelitiannya
memperoleh hasil bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Hal tersebut berarti bahwa di Indonesia
kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme good corporate
governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan kepentingan
antara manajer dengan pemilik atau pemegang saham (shareholder).
Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan semakin
rendah praktik manajemen laba

3
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan window dressing telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Mamo, Ada Aliaj
(2014) telah membuat pengamatan teknik dan metode manipulasi pencatatan
akuntansi dan penerapannya terutama dalam laporan keuangan entitas di
Albania. Teknik Window dressing telah diterapkan secara luas dan sudah
dikenal di seluruh dunia. Selama periode krisis keuangan global efek
manipulasi akuntansi yang fundamental. Sejumlah besar perusahaan yang
bangkrut telah diterapkan. Di sisi lain kita mempertimbangkan bahwa dampak
manipulasi akuntansi telah diberikan kepada pihak lain yang mana
perusahaan terlibat dalam hubungan atau relasi satu sama lain. Ira Geraldina
dkk (2015) berpendapat bahwa salah satu motif window dressing adalah
untuk menjaga likuiditas karena jumlah peningkatan deposito nasabah dapat
mengakibatkan penurunan ke loan to deposit ratio serta meningkatkan saldo
kas akhir tahun, ditunjukkan dengan persyaratan cadangan perbandingan
likuiditas. Hasil empiris menunjukkan bahwa rasio persyaratan cadangan
likuiditas sebagai proxy untuk bank jangka pendek 'likuiditas memiliki efek
negatif pada tingkat bank window dressing. Namun, hasil tidak mendukung
motif likuiditas jangka panjang. Selain itu, hasil menunjukkan bahwa
kecenderungan bank untuk simpanan nasabah window-dressing adalah lebih
tinggi di antara bank-bank yang lebih kecil dari bank-bank besar. Widya Ayu
Bestari (2013) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antara data pada kuartal 3 dan 4, dan terjadi peningkatan cash holding
disetiap kuartal 4. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan cenderung
menaikkan cash holding dikuartal 4 agar mencerminkan laporan keuangan
akhir tahun yang bagus serta sehat dan cash holding dapat digunakan
sebagai instrument untuk memberi sinyal bahwa neraca sebuah perusahaan
sehat dan kuat.
Dari beberapa riset terdahulu, maka bisa disimpulkan bahwa Window
dressing bukan hanya terjadi pada dunia asuransi saja melainkan juga
perbankan, Window dressing banyak terjadi pada kuartal ketiga dan
keempat, Hal tersebut untuk meningkatkan performa keuangan yang semu,
demi meningkatkan rasio keuangan, dan Pratek window dressing banyak
terjadi pada pos tabungan, saldo penyaluran kredit dan manipulasi rasio
kredit bermasalah, oleh karena itu diperlukan beberapa peran yang signifikan
untuk meredakan praktik window dressing. Berdasarkan penelitian terdahulu

4
dan latar belakang yang telah dipaparkan maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul dalam penelitian ini adalah Pengaruh Dewan Komisaris
Dan Kepemilikan Menejerial Terhadap Tindakan Window Dressing Pada
Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan penelitian ini berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan adalah sebagai berikut :
1. Apakah peran dewan komisaris independen dan kepemilikan
menejerial memiliki peran yang signifikan serta dapat meminimalisir
Tindakan window dressing pada perusahaan asuransi ?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apakah peran dewan komisaris independen dan
kepemilikan menejerial memiliki peran yang signifikan serta dapat
meminimalisir Tindakan window dressing pada perusahaan
asuransi.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat peneitian ini berdasarkan tujuan dari penelitian yaitu :
1. Manfaat Teoretis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang akuntansi keuangan
khususnya tentang pengaruh dewan komisaris independent dan
kepemilikan menejerial terhadap window dressing.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan agar prinsipal lebih
memperhatikan kinerja agen untuk mengurangi konflik keagenan
yang terjadi, sehingga dapat mengurangi tindakan window dressing
yang merupakan salah satu contoh dari manajemen laba pada
perusahaan dan informasi laba yang dihasilkan lebih berkualitas.

5
BAB II
KAJIAN LITERATUR

2.1. Kerangka Pemikiran


Window Dresiing merupakan salah satu Tindakan manajemen
laba dan manajemen laba muncul sebagai dampak masalah
keagenan yang terjadi karena adanya ketidak selarasan kepentingan
antara pemilik (principal) dan manajemen perusahaan (agent) atau
yang disebut dengan agency conflict. Sebagai agen, manajer secara
moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para
pemilik, namundi sisi lain manajer juga mempunyai kepentingan
memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan
besar agen tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal
(Jensen dan Meckling, 1976; Ujiyantho, 2006).
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
Informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik. Oleh karena itu, manajer sebagai pengelola
berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan
tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai
dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai
informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information
asymetric). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik
(principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak
oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal
pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba
(earnings management) untuk menyesatkan pemilik mengenai kinerja
ekonomi perusahaan (Ujiyantho, 2006). Perilaku manipulasi oleh
manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat
diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan

6
untuk menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut (Ujiyantho dan
Pramuka, 2007).
Maka diperlukan adanya Tindakan mekanisme monitoring dengan
adanya dewan komisaris perusahaan yang tertera di KNKG (2006)
sebagai pihak yang mengawasi pelaksanaan aktivitas bisnis,
diharapkan dapat menjamin tingginya kualitas laporan keuangan
sehingga mampu membatasi dan mendeteksi manajemen dalam
melakukan tindakan yang mementingkan salah satu pemangku
kepentingan. Mayangsari (2003) dalam Guna dan Herawaty (2010)
menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen dalam
perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses
pengambilan keputusan guna memberikan perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
perusahaan. Nasution dan Setiawan (2007) berhasil membuktikan
bahwa dewan komisaris independen mempunyai pengaruh terhadap
manajemen laba dengan arah yang negatif. Hal ini menandakan
bahwa mekanisme corporate governance yang diajukan melalui
keberadaan pihak independen dalam dewan komisaris mampu
mengurangi tindak manajemen laba yang terjadi.
Mekanisme monitoring yang digunakan untuk menyelaraskan
berbagai kepentingan selanjutnya dilakukan dengan memperbesar
kepemilikan menejerial, dan melalui kepemilikan menejerial
diharapkan kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat
disejajarkan dengan kepentingan manajer. Hanifah (2010)
menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat mengurangi
dorongan untuk melakukan manipulasi, sehingga laba yang
dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari
perusahaan yang bersangkutan. Secara teoritis Ketika kepemilikan
manajemen rendah, kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik
manajer akan meningkat.
Midiastuty dan Machfoedz (2003), Ujiyantho dan Pramuka (2007),
serta Iqbal (2007) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh negative terhadap manajemen laba. Hal tersebut berarti
dapat mengurangi masalah ketidakselarasan kepentingan antara
manajer dengan pemilik atau pemegang saham (shareholder).

7
Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan
semakin rendah praktik manajemen laba. Oleh karena itu dewan
komisaris independen dan kepemilikan menejerial dapat Digambarkan
dalam kerangka pemikiran teoretis sebagai berikut :

Variabel Independen
Variabel Dependen
Dewan Komisaris Independen
Window Dressing
Kepemilikan Menejerial

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.2. Hipotesis Penelitian


Hipotesis dari permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan
teori dan hubungan antara tujuan penelitian, kerangka pemikiran
terhadap perumusan masalah adalah sebagai berikut :
H1 : Dewan komisaris independent dan kepemilikan menejerial
memiliki pengaruh dalam Tindakan window dressing.

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini diklasifikasikan kedalam penelitian kuantitatif. Proses
penelitian ini berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta
analisis dan penafsiran data tersebut. Data yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan
tahunan perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) yang periode laporannya pada 31 Desember 2016 sampai
dengan 31 Desember 2019.

3.2. Definisi Operasional Variabel

a. Window Dressing (Y)


Window dressing adalah salah satu praktek manajemen laba
yang dilakukan emiten untuk laporan keuangan agar terlihat baik
pada akhir kuartal. Dengan cara menampilkan nilai kas yang tinggi
saat akhir tahun, sehingga investor beranggapan bahwa
perusahaan mempunyai banyak kas dan mampu membayar
deviden. Windows dressing juga dilakukan emiten dalam
mempercantik laporan keuangannya. Dalam pengertian ini, windows
dressing sebenarnya bisa terjadi pada setiap kuartal, saat laporan
keuangan kuartalan keluar. Tetapi efek paling besar terjadi pada
akhir tahun, saat tutup buku. Karena itu investor cenderung
menyebut window dressing adalah fenomena menjelang akhir tahun.

b. Dewan komisaris independent (X1)

9
Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris
yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan
saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan
komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau
hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen. Jumlah anggota dewan komisaris independen
paling sedikit adalah 50% (PBI No. 8/4/PBI/2006). Dewan komisaris
independen diukur berdasarkan persentase jumlah dewan komisaris
independen terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan
dewan komisaris perusahaan (Farida, Yuli, dan Eliada, 2010). Skala
data yang digunakan adalah skala rasio.

c. Kepemilikan Menejerial (X2)


Kepemilikan manajerial merupakah jumlah saham yang dimiliki
oleh manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat diukur
dengan menghitung persentase saham yang dimiliki oleh manajemen
perusahaan dengan seluruh jumlah saham perusahaan yang beredar.
Salah satu mekanisme corporate governance yang dapat digunakan
untuk mengurangi agency cost adalah dengan meningkatkan
kepemilkan saham oleh manajemen. Jensen dan Meckling (1976)
dalam Setiwan (2009), menyatakan bahwa kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen dapat menyetarakan kepentingan
pemegang saham dengan kepentingan manajer sehingga konflik
kepentingan antara pemegang saham dan manajer dapat dikurangi.
Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat
ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Proses pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam
suatu penelitian harus memiliki cara atau tekhnik untuk mendapatkan
data atau informasi yang baik dan terstruktur serta akurat dari setiap
apa yang diteliti, sehingga kebenaran informasi yang diperoleh dapat
dipertanggung jawabkan.

a. Study Pustaka

10
Study pustakan adalah kegiatan untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi
obyek penelitian. Informasi tersebut dapat diperoleh dari buku-
buku, karya ilmiah , tesis disertai ensiklopedia, internet dan
sumber-sumber lain. Dengan melakukan study kepustakaan,
penelitian dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-
pemikiran yang relevan dengan penelitiannya. Peranan studi
kepustakaan sebelum penelitian sangat penting sebab dengan
melakukan kegitan ini hubungan antar masalah penelitian-
penelitian yang relevan dan teori akan menjadi lebih jelas. Selain
itu penelitian akan lebih ditunjang dengan baik oleh teori-teori
yang suah ada mauoun oleh bukti nyata yaitu hasil-hasil
penelitian, kesimpulan dan saran.

3.4. Populasi dan sampel penelitian


a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan asuransi
yang terdaftar di bursa efek Indonesia (BEI) pada periode 31
Desember 2016 sampai dengan 31 Desember 2019. Adapun
populasi perusahaan asuransi yang terdaftar dalam bursa efek
Indonesia pada 31 Desember 2016 sampai dengan 31 Desember
2019 adalah 14 perusahaan asuransi.

b. Sampel
Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu secara
purposive sampling. Adapun kriteria yang digunakan untuk
memilih sampel adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan asuransi yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia pada 31 Desember 2016 sampai dengan 31
Desember 2019.
2. Perusahaan asuransi tersebut mempublikasikan laporan
keuangan tahunan (annual report) pada periode 31 Desember
2016 sampai dengan 31 Desember 2019.

11
3. Perusahaan asuransi tersebut tidak mengalami rugi selama
periode pengamatan.
4. Data tersedia lengkap,

Hasil penentuan sampel disajikan pada table berikut ini :

Tahun
Kriteria Pengamatan Jumlah
(2016-2019)
= 4 Tahun
Perusahaan asuransi yang 14 56
terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia pada 31 Desember 2016
sampai dengan 31 Desember
2019.

Perusahaan asuransi yang tidak (3) (12)


mempublikasikanlaporan
keuangan tahunan (annual report)
pada periode 31 Desember 2016
sampai dengan 31 Desember
2019. Perusahaan asuransi
tersebut tidak mengalami rugi
selama periode pengamatan.

Data tersedia tidak lengkap - -


Perusahaan asuransi tersebut (1) (4)
mengalami rugi selama periode
pengamatan.
Jumlah Sampel Asuransi 10 40

12
Perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
tahun 2016-2019 adalah 14 asuransi. Berdasarkan kriteria pemilihan
sampel yang telah dilakukan, maka menghasilkan sampel sebanyak
10 asuransi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
penggabungan data atau pooling data, sehingga jumlah unit analisis
data untuk tahun 2016-2019 adalah 40 unit (4x10). Adapun
perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
dapat dilihat pada berikut ini:

Daftar sampel penelitian :


No
Nama Asuransi Kode
.
1 Asuransi Bina Dana Arta, Tbk. (ABDA)

2 Asuransi Harta Aman Pratama, Tbk. (AHAP)

3 Asuransi Multi Artha Guna Tbk. (AMAG)

4 Asuransi Bintang, Tbk. (ASBI)

5 Asuransi Dayin Mitra, Tbk (ASDM)

6 Asuransi Jasa Tania, Tbk. (ASJT)

7 Asuransi Kresna Mitra, Tbk. (ASMI)

8 Asuransi Ramayana, Tbk. (ASRM)

9 Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG, Tbk. (LIFE)

10 Victoria Insurance, Tbk. (VINS)

3.5. Tekhnik analisis data dan pengujian hipotesis


a. Kualitas Data
1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukam fungsi ukurannya (Azwar 1986). Sedangkan
menurut Sugiharto dan Sitinjak (2006), validitas berhubungan
dengan suatu perubah mengukur apa yang seharusnya diukur.

13
Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat
ukur penelitian terhadap isi sebenarnya yang diukur. Uji validitas
adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat
ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur.
Ghozali (2009) menyatakan bahwa uji validitas digunakan untuk
mengukur sah, atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas
yang tinggi jika tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan
maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes menghasilkan
data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran
dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Sisi lain
dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran.
Suatu alat ukur yang valid dapat menjalankan fungsi ukurnya
dengan tepat, juga memiliki kecermatan tinggi. Arti kecermatan
disini adalah dapat mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil yang
ada pada atribut yang diukurnya. Untuk melakukan uji validitas
ini menggunakan program SPSS. Teknik pengujian yang sering
digunakan para peneliti untuk uji validitas adalah menggunakan
korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson). Analisis ini
dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan
skor total. Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item.
Item-item pertanyaan yang berkorelasi signifikan dengan skor
total menunjukkan item-item tersebut mampu memberikan
dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap à Valid.
Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka
instrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan
terhadap skor total (dinyatakan valid). Tabel rangkuman hasil uji
validitas dari variabel tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai r hitung > r tabel
berdasarkan uji signifikan 0.05, artinya bahwa item-item tersebut
diatas valid Rumus Korelasi Product Moment :

14
Keterangan :

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability. Pengertian dari
reliability (rliabilitas) adalah keajegan pengukuran (Walizer,
1987). Sugiharto dan Situnjak (2006) menyatakan bahwa
reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrumen
yang digunakan dalam penelitian untuk memperoleh informasi
yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat pengumpulan
data dan mampu mengungkap informasi yang sebenarnya
dilapangan. Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 28) reliabilitas
menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat
tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam
artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari
serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal
tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukuryang sama (tes
dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau

15
untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai
memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai).
Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya
pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara
konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya
diukur. Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana
pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan
berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama.
Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil
yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa
diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil
yang berbeda-beda. Tinggi rendahnya reliabilitas, secara
empirik ditunjukan oleh suatu angka yang disebut nilai koefisien
reliabilitas. Reliabilitas yang tinggi ditunjukan dengan nilai rxx
mendekati angka 1. Kesepakatan secara umum reliabilitas yang
dianggap sudah cukup memuaskan jika ≥ 0.700. Pengujian
reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus Alpha
Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk angket dan
skala bertingkat. Rumus Alpha Cronbach sevagai berikut :

Keterangan :

Jika nilai alpha > 0.7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient


reliability) sementara jika alpha > 0.80 ini mensugestikan
seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten memiliki
reliabilitas yang kuat. Ada pula yang memaknakannya sebagai
berikut : Jika alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna. Jika
alpha antara 0.70 – 0.90 maka reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50

16
– 0.70 maka reliabilitas moderat. Jika alpha < 0.50 maka
reliabilitas rendah. Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau
beberapa item tidak reliabel.

b. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik harus dilakukan dalam penelitian ini untuk
menguji apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias, mengingat tidak
semua data dapat diterapkan regresi. Pengujian yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolonieritas, uji
heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
1. Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi
data normal atau mendekati normal. Uji normalitas ini
merupakan uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi variabel independen dan dependen, keduanya
mempunyai distribusi data yang normal atau tidak. Ada dua cara
untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau
tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Uji normalitas
dalam penelitian ini menggunakan uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S) (Ghozali, 2011). Suatu regresi yang
memiliki distribusi data residual normal apabila hasil dari uji K-S
memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 (> 0,05).
2. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen
saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai
korelasi antarsesama variabel independen sama dengan nol
(Ghozali, 2011). Salah satu cara untuk mendeteksi
multikolonieritas pada suatu model regresi adalah dengan
melihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Jika
nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa

17
tidak terdapat multikolonieritas pada penelitian tersebut dan
sebaliknya jika tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terjadi
gangguan multikolonieritas pada penelitian tersebut.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari nilai
residual antarpengamatan bersifat tetap, maka terjadi
homoskedastisitas dan jika berbeda maka terjadi
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2011). Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan menggunakan grafik scatterplot, uji park, uji glejser, dan
uji white. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada
penelitian ini diuji dengan melihat grafik scatterplot antara nilai
prediksi variabel dependen (ZPRED) dengan nilai residualnya
(SRESID). Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut
(Ghozali, 2011) : 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-
titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Autokorelasi timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya
autokorelasi adalah dengan menggunakan Run Test. Model
regresi yang baik adalah model regresi yang tidak mengandung
autokorelasi, di mana dapat ditunjukkan dengan tingkat
signifikansi lebih dari 5%.

18
c. Uji Regresi Berganda
Model regresi linier berganda (multiple regression) dilakukan
terhadap model yang diajukan dengan menggunakan software
SPSS untuk memprediksi hubungan antara Dewan komisaris
independent dan kepemilikan manajerial dengan window dressing
yang diukur dengan rumus sebagai berikut :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3Dum3 + ε
Keterangan :
Y = Window Dressing
X1 = Dewan komisaris independen
X2 = Kepemilikan Menejerial
Dum3 = Slope atau Koefisien estimate
β0...β3 = Koefisien regresi
ε = Komponen error

d. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis Fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual
dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik, dapat diukur
dengan nilai koefisien determinasi (R2 ), nilai statistik F, dan nilai
statistik t.
1. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2 ) pada intinya mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1.
Nilai koefisien determinasi yang mendekati 0 menunjukkan
bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam 76
menjelaskan variabel-variabel dependen amat terbatas. Nilai
yang mendekati 1 menunjukkan bahwa informasi yang berada
pada variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel
dependen. Kelemahan mendasar penggunaan R2 adalah bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke
dalam model. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan
untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi

19
mana model regresi terbaik. Nilai adjusted R2 dapat naik atau
turun apabila suatu variabel independen ditambahkan ke dalam
model. Dalam kenyataan nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif,
walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif (Ghozali,
2011). Gujarati (2006), menyatakan jika dalam uji empiris
didapat nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R2
dianggap bernilai 0.

2. Uji Statistik F (Uji Signifikansi Simultan)


Uji ini digunakan untuk menguji besarnya pengaruh
keseluruhan variabel independen (X) secara bersama-sama
atau simultan terhadap variabel dependen (Y). Apabila tingkat
signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa
semua variabel independen (X) secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).

3. Uji Statistik t (Uji Signifikansi Parameter Individual)


Uji t ini digunakan untuk mengetahui kontribusi masing-
masing variabel independen (X) terhadap variabel dependen
(Y). Jika tingkat signifikansi lebih 77 kecil dari 0,05 maka dapat
diartikan variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.

20

Anda mungkin juga menyukai