Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MASALAH KORUPSI DI INDONESIA & ETIKA BISNIS

Oleh:

KELOMPOK 12

Fania Amanda Putri 1902111962

Alsya Salsabilla 1902113391

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Rita Anugerah, MAFIS., Ak., CA

Sinta Ramaiyanti, SE., M.Ak

Mata Kuliah:

Tata Kelola Perusahaan

PRODI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami limpahkan kepada Allah SWT. serta Shalawat beriring salam tak
lupa pula kami hadiahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. di mana berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat membuat dan menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada
waktunya. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Ibu Sinta Ramaiyanti, SE., M.Ak selaku
dosen mata kuliah Tata Kelola Perusahaan yang telah memberikan tugas ini.

Makalah yang berjudul “MASALAH KORUPSI DI INDONESIA & ETIKA BISNIS” ini
kami buat guna memenuhi tugas perkuliahan Tata Kelola Perusahaan. Makalah ini membahas
tentang penjelasan dari beberapa sub-materi yang berhubungan dengan masalah korupsi dan
etika bisnis.

Akhir kata, kami ucapkan kata maaf yang sebesar-besarnya apabila setelah membaca
makalah ini, pembaca menemukan suatu kesalahan. Karena sesungguhnya penulis masih
memiliki keterbatasan ilmu dan tidak luput dari kesalahan. Penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Terima kasih.

Pekanbaru, 17 Mei 2021

Fania Amanda Putri (1902111962)

Alsya Salsabilla (1902113391)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 6
BAB II 7
PEMBAHASAN 7
2.1 Korupsi 7
a. Pengertian Korupsi 7
b. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi 8
c. Teori Penyebab Korupsi 10
d. Dampak dari Tindakan Korupsi 12
e. Tantangan dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia 12
f. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 14
2.2 World Bank Institute 15
a. Pendahuluan 15
b. Memerangi Korupsi dalam Proyek-Proyek yang Didanai Grup Bank Dunia 16
2.3 Batasan Empiris dalam Memerangi Korupsi dan Meningkatkan Tata Kelola 17
2.4 Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia 19
a. Pemahaman tentang Tata Pemerintahan yang Baik 19
b. Urgensi Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan yang Baik dalam Menekan
Korupsi dan Nepotisme 21
2.5 Etika Bisnis 21
a. Pengertian Etika Bisnis 21
b. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis 22
c. Pendekatan-Pendekatan Etika Bisnis 24
2.6 Contoh Kasus Korupsi di Indonesia 24
BAB III 27
PENUTUP 27

3
3.1 Kesimpulan 27
3.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah dan
begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun
ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara
maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah
meluas dalam seluruh aspek masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional
tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Maraknya kasus
tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa, mengapa, dan
bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak
pidana korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah
menjadi suatu fenomena.
Penyelenggaraan negara yang bersih menjadi penting dan sangat diperlukan untuk
menghindari praktek-praktek korupsi yang tidak saja melibatkan pejabat bersangkutan,
tetapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang apabila dibiarkan, maka rakyat Indonesia
akan berada dalam posisi yang sangat dirugikan.
Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan
pemberantasannya masih sangat lamban. Romli Atmasasmita menyatakan bahwa korupsi
di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan
sejak tahun 1960-an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat
sampai sekarang. Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi berkaitan pula dengan kekuasaan,
karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya. 3 Oleh karena itu, tindak pidana korupsi
tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu
kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan korupsi? Dan apa saja hal-hal yang berkaitan dengan
korupsi?
b. Apa peran World Bank Institute dalam memberantas korupsi?

5
c. Apa saja batasan empiris dalam memerangi korupsi dan meningkatkan tata kelola?
d. Bagaimana pembaruan tata kelola pemerintahan di Indonesia (Anti-Korupsi)?
e. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
f. Apa contoh kasus korupsi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan korupsi.
b. Untuk mengetahui peran World Bank Institute dalam pemberantasan korupsi.
c. Untuk mengetahui batasan empiris dalam memerangi korupsi dan meningkatkan tata
kelola.
d. Untuk mengetahui bagaimana pembaruan tata kelola pemerintahan di Indonesia
(Anti-Korupsi).
e. Untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan etika bisnis.
f. Untuk mengetahui contoh kasus korupsi di Indonesia.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Korupsi

a. Pengertian Korupsi
Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri,
serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak
legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan kegiatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara. Berdasarkan
UU No.31/1999 Jo.UU No.20/2001, korupsi dirumuskan dalam 30 jenis tindak
pidana korupsi (tipikor), yang dikelompokkan menjadi tujuh jenis besar, yakni (1)
Kerugian Keuangan Negara, (2) Suap Menyuap, (3) Penggelapan dalam Jabatan, (4)
Pemerasan, (5) Perbuatan Curang, (6) Konflik Kepentingan dalam Pengadaan, dan
(7) Gratifikasi.
Dalam hal ini banyak masyarakat mengatakan bahwa khususnya korupsi di
Negara Indonesia memang benar sudah membudaya sejak zaman dahulu, bahkan
sebelum dan sesudah kemerdekaan, baik di Era Orde Lama, Orde Baru, bahkan
berkelanjutan hingga di Era Reformasi sekarang ini bahkan berbagai cara dan upaya
telah banyak dilakukan untuk mencegah dan memberantas korupsi,akan tetapi
hasilnya belum memadai dan banyak orang mengatakan hasilnya masih jauh sekali
dari harapan yang diinginkan oleh semua orang.
Oleh karenanya kita semua harus berupaya selalu mencari jalan agar perbuatan
korupsi itu dapat di cegah, dipersempit dan diberantas habis, walaupun hal ini tidak
mudah dari berbagai cara dan jalan untuk melakukan pencegahan itu kita juga perlu
mengadakan berbagai pendekatan, misalnya :
- Melakukan Pendekatan Hukum
- Melakukan Pendekatan Bisnis

7
- Melakukan Pendekatan Pasar.
Hal ini bertujuan untuk membangun karakter anti korupsi, misalnya :
- Untuk mencegah orang lain untuk tidak korusi.
- Mencegah diri sendiri untuk tidak korupsi.
- Kita mampu mengenali dan memahami korupsi.

Disamping itu kita juga harus dapat melakukan banyak hal, diantaranya :
- Memberikan penerangan dan pemahaman kepada masyarakat tentang korupsi,
dan korupsi tersebut adalah salah, karena sangat merugikan para pihak dan
dilarang agama.
- Melakukan penyuluhan secara terus menerus, diantaranya dengan melalui
film-film, dan peraturan-peraturan yang berlaku.
- Melakukan simulasi cara pencegahan korupsi dari tingkat bawah sampai dengan
tingkat atas dilingkungan pemerintahan dan masyarakat umum.
- Bagaimana caranya menjelaskan bahwa korupsi itu, hina tercela, dan Tuhan Yang
Maha Esa mengharamkannya kepada kita.

b. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi


Korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak Pidana Korupsi.
Pasal - pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan Pidana Penjara karena korupsi. Ketiga puluh bentuk tindak Pidana Korupsi
tersebut perinciannya, adalah sebagai berikut :
1) Kerugian Keuangan Negara :
- Pasal 2
- Pasal 3

2) Suap Menyuap :
- Pasal 5 ayat (1) huruf a
- Pasal 5 ayat (1) huruf b
- Pasal 13
- Pasal 5 ayat (2)
- Pasal 12 huruf a
- Pasal 12 huruf b

8
- Pasal 11
- Pasal 6 ayat (1) huruf a
- Pasal 6 ayat (1) huruf b
- Pasal 6 ayat (2)
- Pasal 12 huruf c
- Pasal 12 huruf d

3) Penggelapan dalam jabatan :


- Pasal 8
- Pasal 9
- Pasal 10 huruf a
- Pasal 10 huruf b
- Pasal 10 huruf c

4) Pemerasan :
- Pasal 12 huruf e
- Pasal 12 huruf g
- Pasal 12 huruf h

5) Perbuatan Curang :
- Pasal 7 ayat (1) huruf a
- Pasal 7 ayat (1) huruf b
- Pasal 7 ayat (1) huruf c
- Pasal 7 ayat (1) huruf d
- Pasal 7 ayat (2)
- Pasal 7 huruf h

6) Benturan kepentingan dalam pengadaan:


- Pasal 12 huruf i

7) Gratifikasi :
- Pasal 12 B jo Pasal 12

9
Selain definisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana
lain itu tertuang pada pasal 21, 22, 23 dan 24 Bab III UU No. 31 tahun 1999 Jo UU
No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas :
1) Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi :
- Pasal 21
2) Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar :
- Pasal 22 jo Pasal 28
3) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
- Pasal 22 jo Pasal 29
4) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu :
- Pasal 22 jo Pasal 35
5) Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberi keterangan palsu :
- Pasal 22 jo Pasal 36
6) Saksi yang membuka identitas pelapor :
- Pasal 24 jo pasal 21.6

c. Teori Penyebab Korupsi


Berikut teori penyebab korupsi dirangkum dari Pusat Edukasi Antikorupsi KPK:
1. Menurut Robert Kitgaard
Teori CDMA: Corruption = Directionary + Monopolu - Accountability
Korupsi terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak
dibarengi dengan akuntabilitas.

2. Teori Means-Ends Scheme - Robert Merton


Teori ini menyatakan bahwa korupsi merupakan suatu perilaku manusia yang
diakibatkan oleh tekanan sosial sehingga menyebabkan pelanggaran norma-norma.

3. Teori Solidaritas Sosial


Teori ini dikembangkan oleh Emile Durkehim (1858-1917). Teori ini memandang
bahwa watak manusia sebenarnya bersifat pasif dan dikendalikan oleh
masyarakatnya.

10
4. Menurut Jack Bologne
Teori GONE: Greed + Opportunity + Need + Expose
Faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan
(Opportunity), kebutuhan (Needs), dan pengungkapan (Expose). Keserakahan
berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.
Organisasi, instansi, atau masyarakat luas dalam keadaan tertentu membuka faktor
kesempatan melakukan kecurangan.
Faktor kebutuhan erat dengan individu untuk menunjang kehidupan yang wajar.
Sementara faktor pengungkapan berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelakuk kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.

5. Menurut Donald R Cressey (Fraud Triangle Theory)


Tiga faktor yang berpengaruh terhadap fraud (kecurangan) adalah kesempatan,
motivasi, dan rasionalisasi. Ketiga faktor tersebut memiliki derajat yang sama besar
untuk saling memengaruhi.

6. Teori model cost-benefit


Menurut teori ini, korupsi terjadi jika manfaat korupsi yang didapat/dirasakan
lebih besar dari biaya/risikonya (nilai manfaat bersih korupsi)

7. Teori Willingness and Opportunity to Corrupt


Korupsi terjadi jika terdapat kesempatan/peluang (kelemahan sistem, pengawasan
kurang, dan sebagainya) dan niat/keinginan (didorong karena kebutuhan dan
keserakahan).

8. Teori Motivasi Pelaku


Menurut Abdullah Hehamauha dalam makalah semiloka "Wajah Pemberantasan
Korupsi di Indonesia Hari Ini," korupsi dapa dibedakan menjadi lima. Ini meliputi
korupsi karena kebutuhan, korupsi karena ada peluang, korupsi karena ingin
memperkaya diri sendiri, korupsi karena ingin menjatuhkan pemerintah, dan korupsi
karena ingin menguasai suatu negara.

11
d. Dampak dari Tindakan Korupsi
Korupsi berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara karena
telah terjadi kebusukan, ketidakjujuran, dan melukai rasa keadilan masyarakat.
Penyimpangan anggaran yang terjadi akibat korupsi telah menurunkan kualitas
pelayanan negara kepada masyarakat. Pada tingkat makro, penyimpangan dana
masyarakat ke dalam kantong pribadi telah menurunkan kemampuan negara untuk
memberikan hal-hal yang bermanfaat untuk masyarakat, seperti: pendidikan,
perlindungan lingkungan, penelitian, dan pembangunan. Pada tingkat mikro, korupsi
telah meningkatkan ketidakpastian adanya pelayanan yang baik dari pemerintah
kepada masyarakat.
Dampak korupsi yang lain bisa berupa:
1. Runtuhnya akhlak, moral, integritas, dan religiusitas bangsa.
2. Adanya efek buruk bagi perekonomian negara.
3. Korupsi memberi kontribusi bagi matinya etos kerja masyarakat.
4. Terjadinya eksploitasi sumberdaya alam oleh segelintir orang.
5. Memiliki dampak sosial dengan merosotnya human capital.
Korupsi selalu membawa konsekuensi negatif terhadap proses demokratisasi dan
pembangunan, sebab korupsi telah mendelegetimasi dan mengurangi kepercayaan
publik terhadap proses politik melalui money-politik. Korupsi juga telah mendistorsi
pengambilan keputusan pada kebijakan publik, tiadanya akuntabilitas publik serta
menafikan the rule of law. Di sisi lain, korupsi menyebabkan berbagai proyek
pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah serta tidak sesuai dengan
kebutuhan yang semestinya, sehingga menghambat pembangunan jangka panjang
yang berkelanjutan.

e. Tantangan dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Upaya pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah. Meski sudah dilakukan
berbagai upaya untuk memberantas korupsi, masih ada beberapa hambatan dalam
pelaksanaannya. Operasi tangkap tangan (OTT) sudah sering dilakukan oleh KPK,
tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum juga sudah cukup keras,
namun korupsi masih tetap saja dilakukan. Mengutip dari Jurnal Legislasi Indonesia,
hambatan dalam pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

12
1. Hambatan Struktural
Yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: egoisme sektoral dan
institusional yang menjurus pada pengajuan dana sebanyak-banyaknya untuk sektor
dan instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan nasional secara keseluruhan serta
berupaya menutup-nutupi penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di sektor dan
instansi yang bersangkutan; belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif;
lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum; serta
lemahnya sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi positif dengan berbagai
penyimpangan dan inefesiensi dalam pengelolaan kekayaan negara dan rendahnya
kualitas pelayanan publik.

2. Hambatan Kultural
Yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif yang berkembang di
masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih adanya ”sikap
sungkan” dan toleran di antara aparatur pemerintah yang dapat menghambat
penanganan tindak pidana korupsi; kurang terbukanya pimpinan instansi sehingga
sering terkesan toleran dan melindungi pelaku korupsi, campur tangan eksekutif,
legislatif dan yudikatif dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya
komitmen untuk menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif
(masa bodoh) sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.

3. Hambatan Instrumental
Yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya instrumen pendukung dalam
bentuk peraturan perundangundangan yang membuat penanganan tindak pidana
korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih terdapat peraturan
perundang-undangan yang tumpang tindih sehingga menimbulkan tindakan koruptif
berupa penggelembungan dana di lingkungan instansi pemerintah; belum adanya
“single identification number” atau suatu identifikasi yang berlaku untuk semua
keperluan masyarakat (SIM, pajak, bank, dll.) yang mampu mengurangi peluang

13
penyalahgunaan oleh setiap anggota masyarakat; lemahnya penegakan hukum
penanganan korupsi; serta sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana korupsi.

4. Hambatan Manajemen
Yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau tidak diterapkannya
prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi dilaksanakan secara
adil, transparan dan akuntabel) yang membuat penanganan tindak pidana korupsi
tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: kurang komitmennya
manajemen (Pemerintah) dalam menindaklanjuti hasil pengawasan; lemahnya
koordinasi baik di antara aparat pengawasan maupun antara aparat pengawasan dan
aparat penegak hukum; kurangnya dukungan teknologi informasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan; tidak independennya organisasi pengawasan; kurang
profesionalnya sebagian besar aparat pengawasan; kurang adanya dukungan sistem
dan prosedur pengawasan dalam penanganan korupsi, serta tidak memadainya sistem
kepegawaian di antaranya sistem rekrutmen, rendahnya ”gaji formal” PNS, penilaian
kinerja dan reward and punishment.

f. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah
lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen
dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.[1] Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.[2] Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima
asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan
laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden Indonesia, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas sebagai berikut.
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi;

14
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki


wewenang sebagai berikut.
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

2.2 World Bank Institute

a. Pendahuluan
Membuat terobosan melawan korupsi sering kali membutuhkan upaya yang teguh
untuk mengatasi kepentingan pribadi. Transparansi dan tata kelola terbuka biasanya
menjadi bagian dari cerita, tetapi jarang keseluruhan cerita. Ketika ketidakpuasan
rakyat terhadap korupsi dan kronisme mencapai titik didih, imbalan politik untuk
menangani korupsi dapat melebihi biaya untuk mengganggu kepentingan.
Tanpa upaya reformasi besar-besaran, kemajuan dapat dicapai melalui proses
yang lebih baik dan lebih terbuka, sistem akuntabilitas profesional, dan penggunaan
teknologi mutakhir untuk menangkap, menganalisis, dan berbagi data guna
mencegah, mendeteksi, dan mencegah perilaku korup.
Grup Bank Dunia memanfaatkan teknologi inovatif untuk memperkuat kinerja
dan produktivitas sektor publik, menghadapi korupsi dan membantu menumbuhkan

15
kepercayaan dan akuntabilitas yang lebih besar, terutama di lingkungan yang lebih
rapuh.
Grup Bank bekerja di tingkat negara, regional, dan global untuk membantu
membangun lembaga yang mampu, transparan, dan akuntabel serta merancang dan
melaksanakan program antikorupsi dengan mengandalkan wacana dan inovasi
terbaru. Pekerjaan Kelompok Bank Dunia berkisar pada keberlanjutan dan hasil
yang berubah dengan membantu aktor negara dan non-negara membangun
kompetensi yang diperlukan untuk menerapkan kebijakan dan praktik yang
meningkatkan hasil dan memperkuat integritas publik.
Selain itu, Grup Bank Dunia bekerja sama dengan sektor publik dan swasta serta
masyarakat sipil untuk mendukung upaya pencegahan korupsi, meningkatkan
pemulihan untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi, serta berupaya meningkatkan
perilaku, norma, dan standar yang diperlukan untuk mempertahankan upaya
antikorupsi.

b. Memerangi Korupsi dalam Proyek-Proyek yang Didanai Grup Bank Dunia


Pendekatan Grup Bank Dunia untuk memerangi korupsi menggabungkan
kebijakan proaktif dalam mengantisipasi dan mengelola risiko dalam proyeknya
sendiri. World Bank Grup mengarahkan semua proyek potensial ke pengawasan
ketat dan bekerja dengan klien untuk mengurangi kemungkinan risiko korupsi yang
telah diidentifikasi. Sistem Sanksi independen Grup Bank mencakup Integrity Vice
Presidency, yang bertanggung jawab untuk menyelidiki dugaan penipuan dan
korupsi dalam proyek-proyek yang didanai Bank Dunia. Mekanisme pengaduan
publik dibangun ke dalam proyek untuk mendorong dan memberdayakan
pengawasan, dan proyek secara aktif diawasi selama pelaksanaan.
Bank Dunia baru-baru ini meluncurkan serangkaian Prakarsa Anti Korupsi untuk
menegaskan kembali komitmennya dalam membantu negara-negara mengatasi
korupsi, menangani perubahan dalam globalisasi, teknologi, ilmu sosial, dan faktor
lainnya. Prakarsa Anti Korupsi memperluas fokus Bank di luar negara berkembang
untuk juga mencakup pusat keuangan, menghadapi politik korupsi secara lebih
terbuka daripada sebelumnya, memanfaatkan teknologi baru untuk memahami,
menangani, dan mencegah korupsi, dan mengintegrasikan wawasan ilmu sosial
perilaku.

16
2.3 Batasan Empiris dalam Memerangi Korupsi dan Meningkatkan Tata Kelola
Good Corporate Governance merupakan suatu sistem, dan proses yang dilakukan
oleh organ perusahaan seperti Direksi, Dewan Komisaris, dan RUPS dalam rangka
memberikan feedback kepada shareholder, namun tetap memperhatikan kepentingan
stakeholder lainnya, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Putra, 2016).
GCG merupakan suatu gagasan harus diterapkan dalam suatu perusahaan dengan tujuan
untuk mengurangi gap antara manajer dan investor (Widyatama, 2014).
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) terdapat lima asas GCG
yakni (1) Transparansi, (2) Akuntabilitas, (3) Responsibilitas, (4) Independensi, serta (5)
Kewajaran dan Kesetaraan. Dengan adanya kelima asas ini, utamanya asas transparansi
dan responsibilitas perusahaan diharapkan mengungkapkan komitmen perusahaan, salah
satunya upaya anti korupsi sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan. Tata kelola perusahaan yang baik tidak hanya mengakibatkan
meningkatnya efisiensi, dan menjamin keberlanjutan namun juga berfungsi sebagai alat
anti korupsi yang efektif (Sullivan et al, 2013).
Dalam penelitian ini ada empat elemen GCG yang akan dibahas yakni (1) Komisaris
Independen, (2) Kompetensi Komite Audit, (3) Struktur Kepemilikan Institusional dan
(4) Keberagaman Gender dalam anggota komisaris.
1) Komisaris Independen
Menurut Peraturan OJK No.33/POJK.04.2014 tentang Direksi dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik menyatakan bahwa Komisaris
Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar emiten, yang
tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan atau
keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi, dan atau Pemegang
Saham Pengendali, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen. Independensi yang dimiliki dewan komisaris diharapkan mampu
menghadirkan pengawasan yang lebih efektif dan semakin mendorong perusahaan
dalam mengungkapkan kebijakan anti korupsi dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan dan bentuk pertanggungjawaban kepada
stakeholder.

2) Kompetensi Komite Audit


Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih
besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas

17
khusus (Tugiman, 1995). Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006),
Komite Audit merupakan komite penunjang Dewan Komisaris yang bertugas untuk
(1) Memastikan laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi, (2)
Memastikan terlaksananya pengendalian internal yang baik, (3) Memastikan
terlaksananya audit internal maupun eksternal sesuai standar audit yang berlaku dan
(4) Memastikan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Komite audit juga dituntut memiliki kompetensi yang memadai. Hal tersebut
selaras dengan isi dari Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) yang
menyatakan bahwa salah seorang anggota Komite Audit haruslah memiliki latar
belakang dan kompetensi di bidang akuntansi dan atau keuangan. Kompetensi di
bidang akuntansi dan atau keuangan tentu akan mempermudah tugasnya untuk
melakukan pemantauan agar meminimalisir risiko kecurangan dalam perusahaan
dalam rangka menciptakan asas transparansi.

3) Struktur Kepemilikan Institusional


Menurut Gumilang, dkk (2015) kepemilikan institusional merupakan suatu
keadaan dimana struktur kepemilikan saham mayoritas suatu perusahaan dimiliki
oleh sebuah lembaga seperti, perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi,
koperasi, institusi pemerintah dan kepemilikan institusi lainnya. Investor
institusional biasanya memiliki hak yang lebih besar dalam suatu perusahaan karena
jumlah saham yang diinvestasikan lebih besar daripada investor lainnya.
Kkepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam
meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham
(Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga demikian kepemilikan institusional
mempunyai pengaruh terhadap bagaimana komitmen perusahaan terhadap anti
korupsi.

4) Keberagaman Gender
Menurut Marzuki (2007) gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk
mengidentifikasi perbedaan antara laik-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi
sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas, emosi, serta faktor-faktor non
biologis lainnya. Adapun definisi lain yang diungkapkan oleh Puspitawati (2013)
yang menyatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi,
status, dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan yang terjadi karena adanya

18
proses sosialisasi yang dialami secara terus menerus atau dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gender akan
membentuk perilaku seseorang berkaitan dengan bagaimana mereka berpikir dan
bertindak. Sehingga hal ini akan mempengaruhi perbedaan pengambilan keputusan
dan juga dalam pengaruhnya pada perusahaan dalam melakukan pengungkapan
informasi. Pada dasarnya perempuan dianggap lebih memiliki sikap kehati-hatian
dan tidak ingin mengambil risiko sehingga keputusan yang diambil dinilai cukup
tepat dan rendah risiko. Dengan adanya dewan komisaris perempuan dalam jajaran
anggota komisaris tentu akan mempengaruhi bagaimana upaya perusahaan untuk
mencegah korupsi.

2.4 Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia

a. Pemahaman tentang Tata Pemerintahan yang Baik


Beberapa pihak telah mengartikan governance dalam beberapa perspektif, salah
satunya adalah UNDP (United Nation Development Programme) yang
mendefinisikannya sebagai “the exercise of political economic, and administrative
authority to manage a nation’s affair at all levels” dengan demikian, governance
memiliki tiga pilar yang berkaitan yaitu economic, political, dan administrative.
Economic governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan yang
memfasilitasi aktivitas ekonomi di suatu negara dan interaksi diantara pelaku
ekonomi. Political governance berkaitan dengan proses-proses memformulasikan
kebijakan. Sedangkan administrative governance berkaitan dengan sistem
implementasi kebijakan. Berdasarkan pemahaman governance ini maka terdapat tiga
domain institusi governance yang saling berinteraksi yaitu negara/pemerintahan
(state), dunia usaha (private sector) dan masyarakat (society). Ketiga institusi ini
harus saling berkaitan dan bekerja dengan prinsip-prinsip kesetaraan, tanpa ada upaya
untuk mendominasi satu pihak terhadap pihak yang lain.
Bank Dunia mensinonimkan good governance dengan “penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang
langka, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi
tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.”.

19
Sedangkan UNDP sendiri mendefinisikan good governance sebagai hubungan
sinergis dan konstruktif diantara sektor swasta dan masyarakat. Berdasarkan hal ini,
UNDP kemudian mengajukan karakteristik good governance sebagai berikut:
a. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui mediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya. Pastisipasi seperti ini dibangun atas dasar
kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
b. Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu,
terutama hukum untuk hak asasi manusia.
c. Transparency. Tranparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi,
proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima
oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat
dimonitor.
d. Responsiveness. Lembaga-lembaga dan proses pemerintah harus berusaha untuk
melayani semua pihak yang berkepentingan.
e. Consensus Orientation. Good Governance menjadi perantara kepentingan yang
berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas
baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
f. Equity. Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
g. Effectivenes and Efficiency. Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan
sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber
yang tersedia sebaik mungkin.
h. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan
masyarakat bertanggungjawab pada publik dan lembaga stakeholder.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
i. Strategic Vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan
dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

20
b. Urgensi Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan yang Baik dalam
Menekan Korupsi dan Nepotisme
Berdasarkan pemahaman mengenai good governance dan permasalahan di sekitar
korupsi dan nepotisme sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, maka dikaitkan
dengan permasalahan korupsi dan nepotisme yang merupakan permasalahan besar,
haruslah ditangani secara proporsional. Good governance yang secara umum
bertujuan untuk membantu terselenggara dan tercapainya tujuan nasional merupakan
salah satu pondasi dasar yang harus segera diterapkan. Haruslah diyakini bahwa
penerapan good governance akan dapat membantu upaya-upaya dalam
pemberantasan dan pencegahan korupsi maupun nepotisme.
Merujuk pada beberapa karakteristik good governance, seyogyanya bilamana
prinsip efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, penegakan hukum, equity (keadilan) dapat
ditegakkan maka, praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dapatlah
diminimalisir. Kitapun tidak menaifkan bahwa seharusnya prinsip transparansi,
konsensus, partispasi, responsivitas dan strategic vision harus pula ditegakkan dalam
setiap tingkatan, sehingga terjadi keseimbangan bagi institusi-institusi penyelenggara
negara (pihak negara, masyarakat bisnis, dan masyarakat sipil). Kita sepakat bahwa
korupsi akan menyebabkan ketidakefisienan penggunaan sumberdaya nasional yang
sangat terbatas. Oleh karena itu, apabila salah satu karakteristik good governance
diwujudkan maka masalah korupsi dapat diminimalisasikan.

2.5 Etika Bisnis

a. Pengertian Etika Bisnis


Dilansir dari Wikipedia, Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat
membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun
hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham,
masyarakat.
Adapun definisi etika bisnis menurut beberapa ahli diantaranya:
⮚ Menurut Muslich, etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara ideal
pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas
yang berlaku secara universal (2004:9).

21
⮚ Menurut Sumarni, etika bisnis ini terkait dengan masalah penilaian terhadap
kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran
berusaha (1998:21).
⮚ Menurut Bertens, etika bisnis bahkan lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh
hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar
minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan
wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum (2000).

b. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis


Terdapat enam prinsip etika bisnis yang bisa dijadikan suatu pedoman perilaku
dalam menjalankan praktik bisnis, diantaranya:
1) Prinsip Otonomi
Prinsip ini berkaitan dengan sikap dan kemampuan individu dalam mengambil
sebuah keputasan dan tindakan yang tepat. Dengan kata lain, seorang pelaku bisnis
harus bisa mengambil keputusan yang baik dan tepat, dan
mempertanggungjawabkan keputusan tersebut.
Pelaku usaha bisa dikatakan punya prinsip otonomi dalam berbisnis jika ia
memiliki kesadaran penuh akan kewajibannya dalam menjalankan usaha. Artinya,
seorang pengusaha memahami bidang usaha yang dikerjakan, situasi yang dihadapi,
serta tuntutan dan aturan yang berlaku di bidang tersebut.
Pelaku usaha juga dikatakan memiliki prinsip otonomi bila ia sadar bahwa
keputusan dan tindakan yang diambil sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai
atau norma moral tertentu, serta memiliki risiko yang dapat terjadi bagi dirinya dan
perusahaan. Prinsip otonom bukanlah sekedar mengikuti nilai dan norma yang
berlaku, tapi juga kesadaran dalam diri bahwa yang dilakukan adalah hal yang baik.

2) Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah apa
yang dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga
menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan berbagai komitmen, kontrak, dan
perjanjian yang telah disepakati.
Prinsip kejujuran ini sangat penting untuk dilakukan oleh para pengusaha. Pada
umumnya bisnis yang berjalan tanpa mengedapankan prinsip kejujuran tidak akan
bertahan lama.

22
Kejujuran sangat besar dampaknya dalam proses menjalankan usaha. Sekali saja
seorang pelaku usaha tidak jujur/menipu konsumen, maka ini adalah awal
kemunduran bahkan kehancuran sebuah bisnis. Apalagi di bisnis modern seperti
sekarang ini yang tingkat persaingannya sangat tinggi.

3) Prinsip Keadilan
Adil dalam hal ini berarti semua pihak yang terlibat dalam bisnis memiliki hak
untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai aturan yang berlaku. Dengan
begitu, maka semua pihak yang terkait dalam bisnis harus memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan bisnis yang dijalankan, baik secara langsung maupun tak
langsung.
Dengan menerapkan prinsip keadilan ini dengan baik, maka semua pihak yang
terlibat di dalam bisnis, baik relasi internal maupun relasi eksternal, akan mendapat
perlakuan yang sama sesuai dengan haknya masing-masing.

4) Prinsip Saling Menguntungkan


Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis
perlu ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan
tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan.

5) Prinsip Loyalitas
Prinsip loyalitas berhubungan dengan proses menjalankan bisnis yang dilakukan
oleh para pekerja, baik manajemen, atasan, maupun bawahan. Loyalitas dapat dilihat
dari cara kerja dan keseriusan dalam menjalankan usaha sesuai dengan visi dan misi
perusahaan.
Dengan kata lain, penerapan prinsip loyalitas ini berarti pengusaha dan
unsur-unsur di dalamnya tidak boleh mencampur-adukkan masalah pribadi dengan
urusan pekerjaan.

6) Prinsip Integritas Moral


Dalam menjalankan tugasnya, para pelaku bisnis harus mempertahankan nama
baik perusahaannya. Pelaku bisnis harus mengelola dan menjalankan bisnis dengan
sebaik mungkin agar kepercayaan konsumen atau pihak lain terhadap perusahaan
tetap ada.

23
Dengan pengertian lainnya, seseorang atau pelaku bisnis harus memberikan
dorongan terhadap diri sendiri dalam berbisnis untuk memunculkan rasa bangga. Hal
ini biasanya dapat terlihat dari perilaku pembisnis di luar dan di dalam perusahaan.

c. Pendekatan-Pendekatan Etika Bisnis


1) Utilitirian Approach
Dalam pendekatan ini, setiap tindakan harus didasarkan dengan
konsekuensinya. Untuk itu, sebelum bertindak, Anda harus memberikan manfaat
yang besar untuk masyarakat dengan cara yang tidak membahayakan dan
menggunakan biaya serendah-rendahnya. Ketika sebuah bisnis telah berhasil
memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat, maka bisnis dengan mudah
akan disukai oleh banyak orang dan tentu saja akan mendapatkan banyak
pelanggan yang loyal.

2) Individual Rights Approach


Pendekatan ini memiliki pengaruh besar dalam menghargai dan menghormati
setiap tindakan yang dilakukan orang lain. Namun, jika tindakan tersebut dinilai
bisa mengakibatkan suatu perpecahan atau benturan dengan hak orang lain, maka
tindakan tersebut harus dihindari.

3) Justice Approach
Setiap pembuat keputusan memiliki kedudukan yang sama, serta bertindak adil
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, baik perorangan maupun
kelompok. Pendekatan etika bisnis ini akan memberikan keuntungan baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini karena semua pihak merasa
diuntungkan dengan keputusan yang adil.

2.6 Contoh Kasus Korupsi di Indonesia


Kasus tindak pidana korupsi masih banyak kita temukan di Indonesia, baik tingkat
regional maupun nasional. Salah satu contoh kasus yang akan kami angkat ialah kasus
KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL COVID-19 .

24
Kronologi:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kasus dugaan korupsi yang
diduga dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara dan empat orang lainnya terkait
bantuan sosial dalam rangka penanganan covid-19.
Perkara itu diawali dengan adanya pengadaan bansos penanganan covid-19 berupa
paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020. Pengadaan tersebut bernilai sekitar
Rp5,9 Triliun, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dua periode.
Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung
para rekanan. Dari upaya itu diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan
yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.
Ketua KPK (Firli Bahuri) menuturkan untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh
Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket
Bansos. Kemudian kontrak pekerjaan dibuat oleh Matheus dan Adi pada bulan
Mei-November 2020 dengan beberapa suplier sebagai rekanan, yang di antaranya adalah
Ardian I M dan Harry Sidabuke (swasta) dan PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang
diduga milik Matheus.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, ujar Firli, diduga
diterima fee sebesar Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh
Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 Miliar.
Sedangkan untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, Firli berujar
bahwa terkumpul uang fee dari bulan Oktober-Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8
miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Hukum yang dilanggar:


● Juliari diduga melanggar Pasal 12 (a) atau Pasal 12 (b) atau Pasal 11
Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 “Dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00:
(a) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

25
(b) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya”
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

● Matheus dan Adi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga diduga melanggar
pasal yang sama dengan Juliari. Karena, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP, orang
yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman
pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.

● Ardian I M dan Harry Sidabuke dari unsur swasta, sebagai pemberi suap,
disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau
Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 250.000.000,00 setiap orang
yang:
(a) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya; atau
(b) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya.”

Penyelesaian Kasus:

Sampai saat ini, kasus masih ditindaklanjuti dan belum didapati keputusan final.
Juliari Batubara telah menjalani beberapa persidangan. Persidangan perdana yang
dilaksanakan pada 21 April 2021, dan beberapa sidang lanjutan.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan kegiatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.

Korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak Pidana Korupsi. Pasal -
pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
Pidana Penjara karena korupsi.

Terdapat beberapa teori penyebab korupsi, diantaranya: Teori CDMA, Teori


Means-Ends Scheme, Teori Solidaritas Sosial, Teori GONE, Teori Fraud Triangle, Teori
Model Cost-Benefit, Teori Willingness and Opportunity to Corrupt, dan Teori Motivasi
Pelaku.

Korupsi memiliki dampak yang sangat negatif bagi bangsa dan negara. Beberapa
diantaranya yaitu: adanya efek buruk bagi perekonomian negara; runtuhnya akhlak,
moral, integritas, dan religiusitas bangsa; korupsi memberi kontribusi bagi matinya etos
kerja masyarakat, dll.

Dalam upaya pemberantasan korupsi, tentunya terdapat banyak tantangan/hambatan,


diantaranya: hambatan struktural, hambatan kultural, hambatan instrumental, dan
hambatan manajemen.

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah


lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Grup Bank bekerja di tingkat negara, regional, dan global untuk membantu
membangun lembaga yang mampu, transparan, dan akuntabel serta merancang dan

27
melaksanakan program antikorupsi dengan mengandalkan wacana dan inovasi terbaru.
Pendekatan Grup Bank Dunia untuk memerangi korupsi menggabungkan kebijakan
proaktif dalam mengantisipasi dan mengelola risiko dalam proyeknya sendiri.

United Nation Development Programme (UNDP) mendefinisikan tata kelola


pemerintahan sebagai hubungan sinergis dan konstruktif diantara sektor swasta dan
masyarakat.

Good governance yang secara umum bertujuan untuk membantu terselenggara dan
tercapainya tujuan nasional merupakan salah satu pondasi dasar yang harus segera
diterapkan guna mencegah maupun meminimalisir tindakan korupsi.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.

Terdapat enam prinsip etika bisnis, yaitu prinsip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip
keadilan, prinsip saling menguntungkan, prinsip loyalitas, dan prinsip integritas moral.

Terdapat tiga pendekatan dalam etika bisnis, yaitu Utilitirian Approach, Individual
Rights Approach, dan Justice Approach.

3.2 Saran
Masalah korupsi di Indonesia masih marak terjadi. Untuk mengatasi hal ini,
pemerintah sebaiknya lebih tegas dalam menghukum para koruptor. Dan kita sebagai
calon penerus bangsa, harus menanamkan rasa nasionalisme dan sikap bertanggungjawab
agar menjadi calon penerus bangsa yang baik dan terhindar dari tindakan korupsi.

28
DAFTAR PUSTAKA
https://www.worldbank.org/en/topic/governance/brief/anti-corruption

https://baselgovernance.org/sites/default/files/2019-02/436210news0box0327375b01public1.
pdf

https://media.neliti.com/media/publications/260687-none-463ccb7b.pdf

file:///C:/Users/hp/Documents/tugas%20sem4/2337-6330-1-PB.pdf

file:///C:/Users/hp/Downloads/552-1037-1-SM.pdf

https://www.merdeka.com/jatim/ketahui-penyebab-korupsi-di-indonesia-dan-tantangan-dala
m-pemberantasannya-kln.html?page=2

https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-terhadap-korupsi/infografis/teori-teori-penyebab-
korupsi

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352169-MK-Barli%20Zainul%20.pdf

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3333/2/ART_Arie%20Siswanto_Hukum%2
0dan%20partisipasi_Full%20text.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/40550-ID-penerapan-good-governance-d
i-indonesia-dalam-upaya-pencegahan-tindak-pidana-koru.pdf

https://www.jurnal.id/id/blog/pendekatan-dan-prinsip-etika-bisnis-perusahaan/

https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201206015241-12-578488/kronologi-me
nsos-juliari-jadi-tersangka-kasus-bansos-corona

http://eprints.ums.ac.id/31461/2/Bab_1.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai