Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH CORPORATE SOCIAL RESPONSIVENESS

Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Pertanggung Jawaban Sosial

DISUSUN OLEH :
VEBE MARIYA B MIKAN 201662201058
MARIA MAGDALENA SISILIA MANDAWA 201762201114
YOSEFITA IROK 201862201035
SHERLINA HANDAYANI PUTRI BULAN 201862201006
GUSMANI 201862201046

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERITAS MUSAMUS
MERAUKE
2020

[Type text] Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “CORPORATE SOCIAL
RESPONSIVENESS” ini dengan baik meskipun ada kekurangan didalamnya, kami haturkan
terima kasih kepada Ibu CAECILIA H.S.WATI, SE.,M.Si Selaku Dosen mata kuliah
AKUNTANSI PERTANGGUNG JAWABAN SOSIAL Jawaban yang telah memberikan tugas
ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengatahuan saya mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan ating, mengingat tidak ada semua yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang
yang membacanya.

Merauke, 17 Oktober 2020


Penulis

[Type text] Page 2


Daftar Isi
KATA PENGANTAR...........................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................6
A. Pengertian Konsep Corporate Social Responsiveness..................................6
B. Tahapan Corporate Social Responsiveness (CSR).......................................8
C. Kelemahan Corporate Social Responsiveness............................................10
BAB III PENUTUP.................................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13

[Type text] Page 3


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep social sustainability muncul sebagai kelanjutan konsep economic sustainability


dan environmental sustainability yang telah dicetuskan seb elumnya. Konsep ini muncul dalam
pertemuan di Yohannesberg pada tahun 2002 yang dilatarbelakangi oleh alasan-alasan: Pertama,
konsep economic sustainability dan environmental sustainability yang dikembangkan
sebelumnya belum dapat mengangkat kesejahteraan komunitas di negara-negara di dunia;
Kedua, perlunya suatu tatanan aturan untuk menyeimbangkan kesejahteraan pembangunan baik
di negara-negara selatan maupun negara-negara utara. Dengan latar belakang tersebut
dirumuskan suatu visi yang sama dalam dunia usaha yang makin mengglobal dan mengarah pada
liberalisasi untuk mewujudkan kebersamaan aturan bagi tingkat kesejahteraan umat manusia
yaitu konsep social sustainability. Dalam perkembangan selanjutnya ketiga konsep ini menjadi
patokan bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial yang kita kenal dengan
konsep corporate social responsibility (CSR).

Konsep ini merupakan jawaban, tentang topik tanggung jawab sosial perusahaan yang
telah menjadi perdebatan selama beberapa dekade terakhir tentang hubungan yang ideal antara
bisnis dan masyarakat (Klonoski 1991). Di era modern, perdebatan ini dilanjutkan oleh Keith
Davis, dengan mengajukan dua pertanyaan menarik pada tahun 1960: "Apa pengusaha
(perusahaan) berutang pada masyarakat? "(Davis 1967) dan" Dapatkah bisnis (pengusaha)
mampu mengabaikan tanggung jawab sosialnya? "(Davis 1960). Meskipun banyak pihak telah
berusaha mendefinisikan CSR selama bertahun- tahun, konsep ini tetap tidak jelas dan ambigu
(Makower 1994: 12). Definisi CSR jatuh ke dua kategori umum, pertama, orang-orang yang
berpendapat bahwa bisnis diwajibkan hanya untuk memaksimalkan keuntungan dalam batas-
batas hukum dan kendala etika minimal (Friedman 1970; Levitt 1958), dan kedua, orang-orang
yang menyarankan kewajiban perusahaan lebih luas terhadap masyarakat (Andrews 1973;
Carroll 1979; Davis dan Blomstrom 1975; Epstein 1987; McGuire 1963).

Sebuah usaha penting untuk menjembatani kesenjangan antara tujuan finansial (ekonomi)
dan harapan lainnya ditawarkan oleh Archie Carroll (1979). Usahanya memuncak dalam definisi
yang diusulkan dari tanggung jawab sosial perusahaan: “The social responsibility of business
encompasses the economic, legal, ethical, atid discretionary expectations that society has of

[Type text] Page 4


organizations at a given point in time. (Carrol, 1979: 500). Menurut Carrol (1979) tanggung
jawab sosial bisnis meliputi ekonomi, hukum, etika, dan terakhir harapan diskresioner (sukarela)
untuk diberikan pada masyarakat pada kurun waktu tertentu atau yang lebih dikenal dengan
istilah tanggung jawab filantropi. Tanggung jawab ini berkontribusi untuk berbagai macam
tujuan sosial seperti pendidikan, rekreasi dan budaya.

Joseph McGuire (1963) yang mengemukakan bahwa ide tanggung jawab sosial
mengandaikan bahwa korporasi tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan hukum, tetapi
juga tanggung jawab tertentu kepada masyarakat yang melampaui kewajiban ini. Fokus
tanggung jawab sosial korporasi bukan hanya menunjukkan usaha yang menentukan
akuntabilitas atau kewajiban yang terlalu statis. Akan tetapi tanggungjawab sosial sepenuhnya
menggambarkan upaya sosial atau kinerja bisnis korporasi.

Sesuai dengan hal ini, S. Prakash Sethi (1975) menetapkan tiga skema untuk
mengklasifikasikan adaptasi perilaku perusahaan untuk kebutuhan sosial: (1) kewajiban sosial
(social obligation), (2) tanggung jawab sosial (social responsibility), dan (3) kepedulian sosial
(social responsiveness). Kewajiban sosial melibatkan perilaku perusahaan dalam menanggapi
kekuatan pasar atau kendala hukum. Tanggung jawab sosial " berarti membawa perilaku
perusahaan sampai ke tingkat di mana itu adalah sama dan sebangun dengan norma-norma yang
berlaku sosial , nilai-nilai , dan harapan. " Kepedulian sosial” menunjukkan bahwa yang penting
adalah " bukan bagaimana perusahaan harus merespon tekanan sosial, tetapi apa yang harus
menjadi peran jangka panjang mereka dalam suatu sistem sosial yang dinamis . "Bisnis, oleh
karena itu, harus "antisipasi " dan " preventif " [ hlm 58 ¬ 64 ] .

B. Rumusan Masalah
Untuk memahami secara spesifik mengenai Corporate Social Responsiveness, maka
dapat dirumuskan masalah-masalah tersebut dalam beberapa poin, diantaranya :

1) Apa pengertian konsep Corporate Social Responsiveness ?


2) Bagaimana tahapan Corporate Social Responsiveness(CSR)?
3) Apa kelemahan Corporate Social Responsiveness?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :
1) Untuk mengetahui pengertian konsep Corporate Social Responsiveness
2) Untuk mengetahui bagaimana tahapan Corporate Social Responsiveness
3) Untuk mengetahui apa saja kelemahan Corporate Social Responsiveness

[Type text] Page 5


[Type text] Page 6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Corporate Social Responsiveness

Social responsiveness merupakan perilaku korporasi yang secara responsif


dapat mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness merupakan
tindakan antisipasi dan reventif atau bisa juga corporate social responsiveness dapat
dijelaskan sebagai kapasitas suatu korporasi dalam memberikan respon terhadap
tekanan sosial. Tanggung jawab sosial dapat berkisar pada kontinum dari tidak ada
respon (do nothing) untuk respon proaktif (berbuat banyak). Asumsi yang dibuat di
sini bisnis yang memang memiliki tanggung jawab sosial dan bahwa fokus utama
adalah bukan pada manajemen menerima kewajiban moral namun pada derajat dan
tindakan manajerial jenis. Dalam hubungan ini, William Frederick telah diartikulasikan
pandangan responsiveness, yang ia sebut CSR2:

Corporate social responsiveness refers to the capacity of a corporation to


respond to social pressures. The literal act of responding, or of achieving a
generally responsive posture, to society is the focus. One searches the
organization for mechanisms, procedures, arrangements, and behavioral
patterns that, taken collectively, would mark the organization as more or less
capable of responding to social pressures [1978, p. 6j.

Tanggung jawab sosial perusahaan mengacu pada kapasitas perusahaan untuk


merespon pressures.Tindakan sosial literal menanggapi, atau mencapai postur yang
umumnya responsif, dan berfokur pada masyarakat. Satu mencari organisasi untuk
mekanisme, prosedur, pengaturan, dan pola perilaku yang, diambil secara kolektif,
akan menandai organisasi sebagai lebih atau kurang mampu menanggapi tekanan
sosial (1978, p. 6j)

Berdasarkan Frederick (1994), corporate social responsiveness (yang


diberikannya label CR2) adalah lebih pragmatis atau lebih terorientasi pada aspek
praktis daripada corporate social responsibility (CSR1): The often speculative
generalities that becloud the debate about CSR1 yield to the analytic posture and

[Type text] Page 7


methods of CSR2 scholar and business practitioners who seek to understand the
problems and prospects o making specific organization socially response (1994:155).
Lebih lanjut, ia berargumentasi bahwa perubahan CSR1 menjadi CSR2 tidak hanya
sebatas perubahan istilah saja tetapi lebih merupakan proses yang dapat disebut
sebagai revolusi ilmiah kecil (small scientific revolution) seperti yang disampaikan
Thomas Khun. Sehingga pada lebih lanjut dia mendefinisikan corporate social
responsiveness sebagai: capacity of corporation to respond to social pressures (…)
[and] th aility to manage the company’s relations with various social group
(1994:155-156).

Proses (corporate social responsiveness) dalam bentuk tanggapan yang


diberikan perusahaan terhadap berbagai tekanan sosial, terjadi pada seluruh industri
dan bukan hanya menyangkut satu organisasi perusahaan tertentu dan kebijakan
(social issues management) sebagai kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan
secara individual saat mengelola masalah-masalah sosial, di mana masing-masing
perusahaan akan mengeluarkan kebijakan yang berbeda-beda dan bergantung pada
pertimbangan manajemen untuk mengatasi suatu masalah sosial (Sholihin, 2008: 106-
107).

Perluasan dimensi corporate social responsibility menjadi corporate social


responsiveness didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang
dapat disingkat dengan fenomena DEAF (yang dalam bahasa inggris berarti Tuli),

[Type text] Page 8


sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi
(Suharto, 2005)

1) Dehumanisasi industri. Efisien dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia


industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan
buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan.
“Merger mania” dan perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang
Pemutusan Hubungan Kerja dan pengangguran, ekspansi dan eksploitasi dunia
industri telah melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat.
2) Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk
meminta pertanggungjawaban perusahaaan atas berbagai masalah sosial yang
sering kali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin
menuntut akuntabilitas (accountability) perusahaan bukan saja dalam proses
produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap
berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya.
3) Aquariumisasi dunia industri. Dunia kerja ini semakin transparan dan terbuka
laksana sebuah akuarium .Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan
cenderung mengabaikan hokum, prinsip, etis, dan, filantropis tidak akan mendapat
dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar
perusahaan seperti ini di tutup.
4) Feminisasi dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang bekerja semakin
menuntut dunia perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi,
seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, kesehatan dan keselamatan kerja,
melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti penelantaran anak,
kenakalan remaja akibat berkurangnya kehadiran ibu-ibu dirumah dan tentunya
dilingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan anak (child care),
pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak, atau pusat-pusat
kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja bisa merupakan sebuah “kompensasi”
sosial terhadap isu ini.

[Type text] Page 9


B. Tahapan Corporate Social Responsiveness (CSR)

S. Prakash Sethi (1975) yang menetapkan tiga skema untuk mengklasifikasikan


adaptasi perilaku perusahaan untuk kebutuhan sosial:

1) Kewajiban sosial (social obligation). Kewajiban sosial melibatkan perilaku


perusahaan dalam menanggapi kekuatan pasar atau kendala hukum.

2) Tanggung jawab sosial (social responsibility). Tanggung jawab sosial berarti


membawa perilaku perusahaan sampai ke tingkat di mana itu adalah sama dan
sebangun dengan norma-norma yang berlaku sosial, nilai-nilai, dan harapan.
3) Kepedulian sosial (social responsiveness). Kepedulian sosial menunjukkan bahwa
yang penting adalah bukan bagaimana perusahaan harus merespon tekanan sosial,
tetapi apa yang harus menjadi peran jangka panjang mereka dalam suatu sistem sosial
yang dinamis. Bisnis, oleh karena itu, harus antisipatif dan preventif
Dalam wilayah social responsiveness pada tingkat mikro terdapat tiga teori yang
dapat digunakan untuk menjelaskan kepedulian perusahaan terhadap kebutuhan sosial (Nasi,
Nasi, Philips, Zyglidopuolos, 1997)

1) Teori Lingkaran Isu Sosial dan Model Kebijakan Bisnis (social issue cycle theory
and the business-policy model)

[Type text] Page 10


2) Teori legitimasi dan model respon-tekanan (Legitimacy theory and the pressure-
respone model)
3) Teori stakeholder dan model dominan stakeholder (Stakeholder theory and the
dominant-stakeholder model)

C. Kelemahan Corporate Social Responsiveness

Meskipun pengembangan CSR1 menjadi CSR2 berangkat dari kepedulian moral


(1994:158) dari perdebatan CSR dan bergeser pada diskusi yang lebih pada level
pragmatis tentang bagaimana mengimplementasikan perilaku respon sosial perusahaan.
Akan tetapi ada beberapa kelemahan dari pendekatan CSR2 seperti berikut ini:
 Pengertian yang tidak cukup jelas tentang CSR2: tidak dijelaskan untuk siapa dan
perusahaan seperti apa yang harus bertanggungjawab
 CSR2 tidak memiliki cukup teori nilai yang eksplisit dan mampu menemukan
sejumlah nilai yang harus dimunculkan dalam membuat respon social
 CSR2 adalah konsep yang secara esensial sangat statis. Corporate social
responsiveness hanya menjelaskan sedikit atau nyaris tidak ada penjelasan tentng
perubahan sosial atau tentang bagaimana pergerakan sosial muncul dan menjadi

[Type text] Page 11


penting dalam bisnis.

D. Contoh Kasus
PT. Sinde Budi Sentosa (Larutan Cap Badak)
PT. Sinde Budi Sentosa melakukan program CSR dengan cara melestarikan habitat
Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Program ini atas kerjasama antara Sinde
mendonasikan dana dari hasil penjualan produknya untuk program pelestarian Badak
Jawa.

[Type text] Page 12


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di tarik dari makalah ini bahwa Secara konseptual, CSR1, CSR2
adalah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis
dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip
kesukarelaan dan kemitraan. Meskipun sesungguhnya memiliki pendekatan yang relative
berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan identik dengan istilah CSR
lain seperti Investasi Sosial Perusahaan (corporate social Investment/investing), pemberian
perusahaan (Corporate Giving), kedermawanan Perusahaan (Corporate Philantropy).
Social responsiveness merupakan tindakan antisipasi dan reventif atau bisa juga
corporate social responsiveness dapat dijelaskan sebagai kapasitas suatu korporasi dalam
memberikan respon terhadap tekanan sosial. Tanggung jawab sosial dapat berkisar pada
kontinum dari tidak ada respon (do nothing) untuk respon proaktif (berbuat banyak). Asumsi
yang dibuat di sini bisnis yang memang memiliki tanggung jawab sosial dan bahwa fokus utama
adalah bukan pada manajemen menerima kewajiban moral namun pada derajat dan tindakan
manajerial jenis.

[Type text] Page 13


DAFTAR PUSTAKA

Carroll, Archie B. (1979) "A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate Social


Performance." Academy of Management Review, 4: 497-505.
Andriof, J. & McIntosh, M., eds. (2001) Perspectives on Corporate Citizenship.
Sheffield: Greenleaf Publishing.
http://etheses.uin-malang.ac.id/259/5/11220090%20Bab%201.pdf
https://www.academia.edu/37113927/
Corporate_Social_Responsibility_CSR_KONSEP_KEPEDULIAN_SOSIAL_PE
RUSAHAAN_PERAN_PERUSAHAAN_SEBAGAI_WARGA_NEGARA_DA
N_KINERJA_SOSIAL_PERUSAHAAN

[Type text] Page 14

Anda mungkin juga menyukai