AGAMA KATOLIK
AJARAN SOSIAL GEREJA
DOSEN PENGAMPUH : PASTOR ALOYSIUS BATMYANIK, MSC.
OLEH:
KELOMPOK 2
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUSAMUS MERAUKE
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahman
dan penyertaannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Ajaran Sosial Gereja” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada “Mata Kuliah
Agama Katolik”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Ajaran Sosial Gereja” bagi para pembaca dan juga kami.
Merauke
10 Januari 2022
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
D. Manfaat......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
iii
1. Kesejahteraan Umum.......................................................................13
3. Subsidiaritas.....................................................................................17
4. Partisipasi.........................................................................................18
5. Solidaritas.........................................................................................19
1. Cinta kasih........................................................................................20
2. Keadilan Sosial................................................................................21
3. Bebas Merdeka.................................................................................23
A. Kesimpulan..............................................................................................25
B. Saran........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
D. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ajaran Sosial Gereja atau ASG berisikan ajaran Gereja tentang permasalahan
keadilan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Secara sempit ASG
dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya disebut ensiklik) yang
dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang persoalan-persoalan
sosial. Dokumen-dokumen tersebut antara lain Rerum Novarum (tentang kondisi
buruh, dikeluarkan oleh Paus Leo XIII tahun 1891), Quadragessimo Anno
(tentang pembaharuan tatanan sosial oleh Paus Pius XI tahun 1931), Mater et
Magistra (tentang umat kristiani dan persoalanpersoalan sosial di dunia oleh Paus
Yohanes XXIII tahun 1961), hingga yang terakhir untuk sementara ini, yakni
Centesimus Annus (1991). Ensiklik terakhir ini berisi penegasan Paus Yohanes
Paulus II bahwa Ajaran Sosial Gereja termasuk dalam ajaran resmi iman dan
tergolong dalam antropologi teologis. Antropologi teologis dimengerti sebagai
teologi tentang manusia yang telah ditebus dan dirahmati oleh Kristus.
Maka sumber ajaran sosial Gereja Katolik adalah: (disarikan dari buku
karangan Arthur Hippler, Citizens of the Heavenly City, A Catechism of Catholic
Social Teaching, (Rockford Illinois: Borromeo Books, 2003) p. 1-11:
3
hukum-hukum Musa di Perjanjian Lama, sesungguhnya kita dapat
mengetahui bahwa Allah memberikan hukum tidak hanya untuk mengatur
penyembahan kepada Allah, tapi juga untuk mengatur kehidupan yang benar
antara sesama keluarga dan masyarakat. Hukum ini yang kemudian disarikan
menjadi “Kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan kekuatanmu… dan
kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri” (lih. Mat 22:37-39).
2. Pengajaran para Bapa Gereja dan para Pujangga Gereja (Doctors of the
Church), terutama St. Agustinus (354-430) melalui bukunya The City of God,
yang mengatur pengajaran tentang manusia dan masyarakat; dan St. Thomas
Aquinas (1225-1274), dengan bukunya, Summa Theologiae, di mana bagian
yang terbesar dari Summa adalah Teologi moral/ Moral Theology.
3. Pengajaran dari Bapa Paus, yaitu dari surat-surat ensiklik dan pengajaran
lisan/ dalam homili/ sermon/ pidato. Pengajaran dari Bapa Paus ini
merangkum Kitab Suci dan pengajaran dari para Bapa Gereja dan Pujangga
Gereja. Bapa Paus yang mengajarkannya ajaran sosial ini kepada dunia
adalah merupakan tanda bahwa Kristus tak meninggalkan umat manusia
bagai yatim piatu, namun terus menyertainya dengan ajaran-Nya yang
ditujukan bagi semua orang, demi kebaikan bersama.
Memang banyak orang sukar melihat bahwa ajaran dari Bapa Paus merupakan
ajaran bagi semua orang, sebab mereka berpikir bahwa Paus hanya mengajar umat
Katolik. Namun sebagai the Vicar of Christ, wakil Kristus di dunia, sebenarnya,
Paus mempunyai tugas untuk mengajar semua orang. Otoritas Paus dalam
mengajarkan doktrin sosial Gereja sifatnya tetap, tidak terpengaruh „masa
jabatan‟. Maka artinya:
1. Paus yang sekarang ini mengajarkan sesuatu yang telah menjadi pengajaran
Gereja sepanjang sejarah, dan tidak mengajarkan hal yang baru/ „inovasi‟
yang dibuatnya sendiri.
2. Demikian pula, ajaran para Paus di masa lampau tetap berlaku. Contohnya,
surat ensiklikal Centesimus Annus dari Paus Yohanes Paulus II ditulis
4
berdasarkan Rerum Novarum dari Paus Leo XIII dan Quadragesimo anno
dari Paus Pius XII. Dan yang baru-baru ini surat ensiklik Caritatis in Veritate
dari Paus Benediktus XVI merupakan pengembangan/ kelanjutan dari surat-
surat ensiklik dari para Paus pendahulunya tersebut. Dalam surat ensikliknya,
khususnya Rerum Novarum dan Centesimus Annus, Paus mendorong
dibentuknya kegiatan dan lembaga sosial dalam masyarakat yang sifatnya
untuk mendukung masyarakat itu sendiri, namun harus dilihat dasarnya,
bahwa semua itu adalah untuk menerapkan hukum kasih dalam masyarakat.
Memang dalam hal ini Gereja tidak mengajarkan penemuan suatu sistem
bisnis/pengaturan masyarakat, namun Gereja mengajarkan prinsip-prinsip
dasarnya demi mengarahkan umat manusia kepada kekudusan, sehingga manusia
dapat mencapai tujuan akhirnya, yaitu surga. Semua perkembangan di dunia tidak
boleh menghalangi manusia untuk mencapai tujuan akhir ini.
5
pertanian. Tetapi, para buruh mendapat perlakuan buruk. Mereka diperas.
Jatuh dalam kemiskinan struktural yang luar biasa. Dan tidak mendapat
keadilan dalam upah dan perlakuan.
6
melindungi individuindividu pribadi di hak-hak mereka, pertimbangan
utama harus diberikan kepada yang lemah dan miskin.
Ensiklik ini masih berkaitan dengan peringatan RN, maka pada bagian
awal Mater et Magistra diingat sekali lagi semangat RN dan QA. Disadari
isu-isu baru dalam perkembangan terakhir di bidang sosial, politik dan
ekonomi; peranan negara dalam kemajuan ekonomi; partisipasi kaum
buruh; soal kaum petani; bagaimana ekonomi ditata seimbang; kerjasama
7
antarnegara; bantuan internasional; soal pertambahan penduduk; kerjasama
internasional; ajaran sosial Gereja dan kepentingannya.
8
dunia modern. Di lain pihak tetap diangkat ke permukaan soal jurang yang
tetap lebar antara si kaya dan si miskin. Relasi antara Gereja dan sejarah
perkembangan manusia di dunia modern dibahas dalam suatu cara yang
lebih gamblang, menyentuh nilai perkawinan, keluarga, dan tata hidup
masyarakat pada umumnya. Judul dokumen ini mengatakan suatu
“perubahan eksternal” dari kebijakan hidup Gereja: Kegembiraan dan
harapan, duka dan kecemasan manusia-manusia zaman ini, terutama kaum
miskin dan yang menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan para murid Kristus juga. Kardinal Joseph Suenens dari Belgia
berkata bahwa pembaharuan Konsili Vatikan II tidak hanya mencakup
bidang liturgis saja, melainkan juga hidup Gereja di dunia modern secara
kurang lebih menyeluruh. GS membuka cakrawala baru dengan
mengajukan perlunya “membaca tandatanda zaman” (signs of the times).
Kegembiraan dan harapan, dengan kesedihan dan kegelisahan laki-laki
usia ini, terutama mereka yang miskin atau dengan cara apapun menderita,
ini adalah kegembiraan dan harapan, dengan kesedihan dan kecemasan
para pengikut Kristus. Memang, tidak ada yang benar-benar manusia
gagal untuk meningkatkan gema di dalam hati mereka. Untuk mereka
adalah sebuah komunitas terdiri dari laki-laki. Bersatu dalam Kristus,
mereka dipimpin oleh Roh Kudus dalam perjalanan mereka menuju
Kerajaan Bapa mereka dan mereka menyambut kabar keselamatan yang
dimaksudkan untuk setiap orang. Itulah sebabnya mengapa komunitas ini
menyadari bahwa itu benar-benar dikaitkan dengan umat manusia dan
sejarahnya oleh terdalam obligasi.
9
yang adil; hak akan keamanan pekerjaan; hak akan kondisi kerja yang
cukup baik dan wajar; hak akan bergabung dengan serikat pekerja dan
melakukan unjuk rasa sebagai jalan terakhir; dan tujuan universal dari
kekayaan dan harta benda.
10
Para anggota Gereja, sebagai anggota masyarakat, memiliki hak yang
sama dan tugas untuk mempromosikan baik seperti warga umum lainnya.
Seorang Kristen harus memenuhi kewajiban duniawi mereka dengan
kesetiaan dan kompetensi. Mereka harus bertindak sebagai ragi di dunia,
dalam, kehidupan keluarga mereka profesional, sosial, budaya dan politik.
Mereka harus menerima tanggung jawab mereka di wilayah ini di bawah
pengaruh Injil dan ajaran Gereja. Dengan cara ini mereka bersaksi kepada
kuasa Roh Kudus melalui tindakan mereka dalam pelayanan orang dalam
hal-hal yang menentukan bagi eksistensi dan masa depan kemanusiaan.
Sementara di kegiatan seperti mereka umumnya bertindak atas inisiatif
sendiri tanpa melibatkan tanggung jawab hirarki gerejawi, dalam arti
mereka lakukan melibatkan tanggung jawab Gereja yang anggotanya
mereka.
11
10. Centesimus Annus (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1991)
12
membahas pemikiran dan kegiatan manusia. Penyelamatan setiap manusia
itu juga yang menjadi pusat dari perutusan dan pelayanan Yesus Kristus,
yakni sebagai pewahyuan cinta-kasih Bapa (Yoh. 3:16) dan kebenaran dari
penciptaan manusia sebagai gambaran citra Allah serta panggilannya yang
transenden kepada kekudusan dan kebahagiaan bersama Allah. Inilah
tatanan terpadu dari kedua gagasan kasih dan kebenaran [3], yang menjadi
ilham dari ensiklik ini. Kasih dan kebenaran bukan saja menjadi dasar dari
jantung perutusan dan pelayanan Yesus; tetapi juga berpadanan dengan
sifat hakiki dan kegiatan hidup manusia di dunia ini. Pribadi manusia
adalah suatu “anugerah dan kasih dari Allah” yang dipanggil oleh Allah
juga, untuk “menjadi suatu anugerah dan kasih” sendiri pula. Dinamika
kasih yang diterima sebagai anugerah inilah yang telah melahirkan Ajaran
Sosial Gereja, yang adalah juga Kasih dalam Kebenaran dalam masalah-
masalah sosial”.
1. Kesejahteraan Umum
13
GS 26 : kesejahteraan umum adalah “keseluruhan kondisi
masyarakat yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun
anggota-anggota perorangan untuk secara lebih penuh dan pebih
lancer mencapai kesempurnaan mereka sendiri”.
26). Selain itu amat penting juga kerja sama dan solidaritas antar
angsa (MM 421). Kesejahteraan umum harus mengena pada semua
anggota masyarakat tanpa kecuali baik dalam partisipasi sesuai
dengan kemampuan dan talentanya maupun dalam menikmati buah-
buah usaha pembangunan dan kemajuan bersama (MM 417, OA 46,
KGK, 1913). Setiap orang berhak menikmati kondisi-kondisi
kehidupan sosial yang dihasilkan oleh pencarian akan kesejahteraan
umum, sebagaimana dikatakan Pius XI:
14
c. Tugas mewujudkan kesejahteraan umum
Selain tugas masing-masing pribadi, perwujudan kesejahteraan
umum adalah tugas Negara, karena Negara ada untuk mewujudkan
kesejahteraan umum (KGK 1910). Negara berkewajiban menjamin
sinerji, kesatuan dan penataan masyarakat sipil karena masyarakat
warga terlibat wujud nyatanya dalam Negara sehingga setiap pribadi
dapat lebih mudah berpartisipasi mewujudkan kesejahteraan umum
itu (GS 74; RH 17). Dalam mewujudkan kesejahteraan umum maka
pemerintah harus menyelaraskan kepentingan setiap sektor yang
berbeda-beda demi trcapainya keadilan (KGK 1908). Dalam suatu
Negara demokrasi panduan penyelerasan itu tidak boleh hanya
berdasarkan keinginan mayoritas, tetapi kesejahteraan efektif setiap
pribadi termasuk kelompok minoritas.
a. Makna
GS 69 : “Allah menghendaki, supaya bumi beserta segala isinya
digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta
benda yang tercipta dengan cara yang wajar ahrus mencapai semua
orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cinta kasih” – bdk.
Kej. 1:2829. Bumi adalah karunia Allah yang pertama untuk menjadi
sumber hidup bagi semua manusia (CA 31). Manusia tak dapat hidup
tanpa sumbersumber hidup yang diperolehnya dari bumi.Inilah yang
dimaksud dengan “tujuan universal” harta benda. Setiap orang
memiliki akses yang sama pada sumber-sumber hidup dari bumi
untuk kesejahteraan hidupnya (pribadi dan bersama). Inilah prinsip
utama etika sosial: bahwa semua orang berhak atas harta benda yang
bersumber dari dumi (LE 19); hal ini juga merupakan asas yang khas
dalam ajaran sosial Kristen (SRS 42). Ciri universal harta benda ini
tidak berarti bahwa semua orang harus mempunyai hal yang sama dan
bahwa segala sesuatu harus tersedia bagi semua. Perlu pengaturan dan
15
intervensi dasar dari institusi yang legitim dan sah secara public, serta
diatur secara yuridis sehingga perwujudan hak dasar itu tidak saling
meniadakan hak satu sama lain. Pada level tatanan ekonomi, ciri
universal harta milik sebenarnya merupakan prinsip moral agar
pengelolaan dan penataan ekonomi harus bermuara pada kebaikan
dan kesejahteraan untuk semua, sehingga tercipta dunia yang adil dan
solider. Prinsip ini juga seklaigus merupakan suatu imperative untuk
suatu partisipasi bagi semua pengembangan dan pembangunan
ekonomi berkeadilan di mana setiap orang memiiliki andil bagi
kesejahteraan bersama. “Di mana setiap individu bisa member dan
menerima, dan di mana kemajuan dari beberapa kalangan tidak akan
lagi menjadi kendala bagi perkembangan kalangan lain, bukan pula
sebuah dalih bagi perbidakan mereka” (Liberatatis Conscientia, 90).
Prinsip ini mengajarkan kita untuk mengatasi godaan-godaan
sebagaimana ditemumukan dalam Injil (Mt.1:12-13; 4:1-11:Lk 4:1-
13).
b. Milik Pribadi
CA 33 : “Begitulah manusia menjadikan miliknya sebagian bumi
yang diperolehnya dengan bekerja. Itulah asal mula milik
perorangan”. Milik pribadi, “member setiap orang ruang yg perlu
untuk mengembangkan otonomi pribadi maupun keluarganya, dan
harus dipandang bagaikan perluasan kebebasan manusiawi … ikut
mendorong pelaksanaan tugas kewajiban yang merupakan suatu syarat
bagi kebebasan warga masyarakat” (GS 71). ASG (CA 6)
mengajarkan bahwa harta milik harus bisa dijangkau secara merata
bagi semua orang. Tetapi Gereja mengajarkan bahwa hak milik
pribadi itu tidak mutlak. RN mengajarkan bahwa hak milik pribadi itu
sekunder terhadap hak atas penggunaan bersama (RN 11). Hal itu
didasarkan pada KS yang menegaskan bahwa segala sesuatu adalah
milik Allah diciptakan dan disediakan untuk semua manusia agar
16
mereka hidup baik. Milik pribadi bahkan merupakan prasyarat bagi
terpenuhinya tujuan universal harta benda (PP 22-23).
17
3. Subsidiaritas
4. Partisipasi
18
penting demi tanggungjawab bersama untuk kesejahteraan umum,
partisipasi adalah juga basis bagi suatu tatanan masyarakat demokratis
dan penjamin kelestarian demokrasi. Demokrasi mesti bercorak
partisipatif (CA 46) di mana masyarakat sipil dilibatkan dan diberitahu
tentang pelbagai macam kebijaksanaan yang menyangkut kehidupan
mereka secara keseluruhan.
5. Solidaritas
19
struktur berdasarkan solidaritas adalah struktur yang memerdekakan.
Mengapa?
1. Cinta kasih
20
dasar saling bantu dan mereka hidup saling serasi diantara sesame
Kristiani. “Tidak ada seorangpun yang kekurangan diantara mereka”
(Kis. 4:34).
2. Keadilan Sosial
21
hidup. Seorang manusia selalu butuh dipandang sebagai manusia.
Keadilan sejati menuntut agar setiap orang dilihat dan dihargai sebagai
makhluk Allah. Semua manusia termasuk hamba dan pekerja, dalam
keadaan apapun hendaknya tidak diperbudak. Mereka adalah manusia
dan makhluk ciptaan Allah yang memiliki kekudusan dalam dirinya.
Sebagai pengganti Paus Leo XIII, Paus Pius XI mengikuti alur pikir
yang sama seperti pendahulunya. Hubungan antara pemimpin dan
karyawan harus berdasarkan keadilan. Hubungan inilah ynag
22
menentukan upah bagi para karyawan. Menentukan besarnya upah harus
berdasarkan kepatutan tiga unsur berikut ini: (1) Kebutuhan karyawan
dan keluarga; (2) kondisi pabrik/tempat kerja; (3) tuntutan-tuntutan
kesejahteraan umum. Paus Pius XI mengatakan bahwa hubungan pribadi
antara majikan dan karyawan tak tergantikan oleh ketentuan resmi
apapun. Hubungan manusiawi tinggal tetap tak berubah untuk selamanya
sebgai dasar keadilan.
3. Bebas Merdeka
23
politik yang menggangu dinegaranegara dengan persamaan derajat yang
disukai oleh warga dan disegani oleh kekuatan asing.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai umat katolik sudah sewajibnya kita menerapkan semua ajaran sosial
gereja di dalam kehidupan kita sehari-hari dengan mewujudkannya berdasarkan
prinsip dasar ajaran sosial gereja.
25
DAFTAR PUSTAKA
Yolando, A.P., dkk, 2015, Makalah Ajaran Sosial Gereja. Universitas Negeri
Yogyakarta.
26